23 research outputs found

    Hubungan Antara Kelainan Siklus Menstruasi Dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Santriwati Sma Islam Terpadu Nur Hidayah Kartasura

    Get PDF
    Background: Acne vulgaris (AV) is an inflammatory skin disease that comes from pilosebacea follicle. The largest incident occures at age 14-17 years old women, 16-19 years old men. The presence of AV was related with increased rate of sebum production by androgen hormone as well as estrogen and progesterone hormones could trigger the AV before menstruation. Limited data suggest that AV are more pronounced in adolescent with menstrual cycle disorder. Purpose: The aim of this study is to know about the relationship between menstrual cycle disorder with existence AV. Method: This study is an observational analytic research with cross sectional design. The study population was santriwati of SMA-IT Nur Hidayah Kartasura aged 15-18 years old who had already started menstruating. The selection of respondens with a simple random sampling method obtained 55 respondents. Primary data were collected through questionnaire and face photo of respondents. Test analysis used chi square. Result: The result of statistical test using chi square is p-value= 0,103 (p>0,05). There was a higher incidence of normal menstrual cycle with AV (43,6%) just than 30,9% student had menstrual cycle disorder with AV in our study. Conclusion: This study concluded that there is no significan relationship between menstrual cycle disorder with AV to the students of SMA-IT Nur Hidayah Kartasura

    APLIKASI VARIASI LAMA MASERASI BUAH MANGROVE Avicennia marina SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI IKAN NILA (Oreochromis sp.)

    Get PDF
    Pengawetan merupakan salah satu proses untuk mempertahankan kesegaran mutu pada ikan.  Penyebab utama proses kemunduran mutu pada ikan adalah aktivitas mikroba yang terdapat pada tubuh ikan. Penelitian ini bertujuan untuk memperolehlama maserasi buah mangrove Avicennia marina yang optimal sebagai pengawet ikan nila.  Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap maserasi dan tahap aplikasi menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan : tidak diaplikasikan dengan maserat buah mangrove A. marina (K) dan diaplikasikan dengan maserat buah mangrove A. marina yang direndam selama 12 (A), 24 (B) dan 36 (C) jam.  Analisis yang digunakan adalah Analisis sidik ragam (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95%, dan jika terjadi beda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar pH, kadar protein dan uji organoleptik pada ikan menunjukkan bahwa ikan nila yang tidak direndam dalam maserat buah mangrove (kontrol) menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan nila yang diaplikasikan dengan maserat buah mangrove. Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA) perlakuan memberikan pengaruh beda nyata terhadap kadar pH, kadar protein, dan nilai organoleptik ikan.  Secara umum, kadar pH, kadar protein, dan nilai organoleptik menunjukkan nilai optimal pada perlakuan pemberian maserat hasil maserasi 12 jam

    PERANAN DAN PEMANFAATAN MIKROALGA Tetraselmis chuii SEBAGAI BIOETANOL

    Get PDF
    Bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang berasal dari pelapukan sisa mahluk hidup. Bahan bakar fosil bersifat tidak terbaharukan, maka pencarian bahan bakar alternatif yang terbarukan perlu dilakukan salah satunya bioetanol. Tetraselmis chuii dapat dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui volume bioetanol yang dihasilkan dari Fermentasi Tetraselmis chuii. Kultur Tetraselmis chuii selama 6 hari. Hidrolisis dilakukan dengan menambahkan H2SO4 0,2 M pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 30 menit, Fermentasi dengan Saccharomyces cereviseae selama 5 hari. Penelitian ini menghasilkan gula reduksi Tetraselmis chuii dengan kadar gula 4% dan hasil fermentasi Tetraselmis chuii menghasilkan 12 ml etanol dengan konsentrasi 1%.THE ROLE AND UTILIZATION OF MICROALGAE Tetraselmis chuii AS BIOETHANOL. Fossil fuels are the fuel produced from the weathering of living things. Fossil fuels are non-renewable, therefore the research of renewable energy is needed. Bioethanol could be good solution. Tetraselmis chuii can be used as the raw material for bioethanol. The purpose of this study was to determine the volume of ethanol through fermentation of Tetraselmis chuii. Tetraselmis chuii was cultured for 6 days. The hydrolysis used 0.2 M H2SO4 at 1210C and pressure of 1 atm for 30 minutes, and the fermentation used Sacscharomyces cereviseae for 5 days. The results showed that Tetraselmis chuii produced 4% sugar and The fermentation produced 1% bioethanol with volume was 12 ml

    Sexual Signalling in Propithecus verreauxi: Male “Chest Badge” and Female Mate Choice

    Get PDF
    Communication, an essential prerequisite for sociality, involves the transmission of signals. A signal can be defined as any action or trait produced by one animal, the sender, that produces a change in the behaviour of another animal, the receiver. Secondary sexual signals are often used for mate choice because they may inform on a potential partner's quality. Verreaux's sifaka (Propithecus verreauxi) is characterized by the presence of two different morphs of males (bimorphism), which can show either a stained or clean chest. The chest becomes stained by secretions of the sternal gland during throat marking (rubbing throat and chest on a vertical substrate while smearing the scent deposition). The role of the chest staining in guiding female mate choice was previously hypothesized but never demonstrated probably due to the difficulty of observing sifaka copulations in the wild. Here we report that stained-chested males had a higher throat marking activity than clean-chested males during the mating season, but not during the birth season. We found that females copulated more frequently with stained-chested males than the clean-chested males. Finally, in agreement with the biological market theory, we found that clean-chested males, with a lower scent-releasing potential, offered more grooming to females. This “grooming for sex” tactic was not completely unsuccessful; in fact, half of the clean-chested males copulated with females, even though at low frequency. In conclusion, the chest stain, possibly correlated with different cues targeted by females, could be one of the parameters which help females in selecting mates

    Strategies for the Use of Fallback Foods in Apes

    Get PDF
    Researchers have suggested that fallback foods (FBFs) shape primate food processing adaptations, whereas preferred foods drive harvesting adaptations, and that the dietary importance of FBFs is central in determining the expression of a variety of traits. We examine these hypotheses in extant apes. First, we compare the nature and dietary importance of FBFs used by each taxon. FBF importance appears greatest in gorillas, followed by chimpanzees and siamangs, and least in orangutans and gibbons (bonobos are difficult to place). Next, we compare 20 traits among taxa to assess whether the relative expression of traits expected for consumption of FBFs matches their observed dietary importance. Trait manifestation generally conforms to predictions based on dietary importance of FBFs. However, some departures from predictions exist, particularly for orang-utans, which express relatively more food harvesting and processing traits predicted for consuming large amounts of FBFs than expected based on observed dietary importance. This is probably due to the chemical, mechanical, and phenological properties of the apes’ main FBFs, in particular high importance of figs for chimpanzees and hylobatids, compared to use of bark and leaves—plus figs in at least some Sumatran populations—by orang-utans. This may have permitted more specialized harvesting adaptations in chimpanzees and hylobatids, and required enhanced processing adaptations in orang-utans. Possible intercontinental differences in the availability and quality of preferred and FBFs may also be important. Our analysis supports previous hypotheses suggesting a critical influence of the dietary importance and quality of FBFs on ape ecology and, consequently, evolution

    Strategi Pengembangan Usaha Bisnis Olahan Pisang Pada Usaha Banabooth di Situbondo.

    No full text
    Pengembangan suatu perusahaan ditentukan oleh kemampuan dalam membangun sebuah strategi yang sesuai untuk mencapai seluruh tujuan, visi dan misi serta memberikan kemajuan bagi perusahaan. Strategi pengembangan usaha bisnis merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan profitabilitas dan kemampuan perusahaan. Apabila penerapan strategi pengembangan bisnis telah dilakukan dengan benar, maka pangsa pasar bisnis lebih meningkat. Masyarakat Kabupaten Situbondo saat ini tengah gemar mengonsumsi makanan ringan yang dijual oleh para pemilik bisnis terutama di bidang kuliner. Banabooth adalah salah usaha di bidang kuliner yang menjual produk dengan bentuk banana roll yang memiliki berbagai macam varian rasa. Target konsumen Banabooth sendiri adalah dari semua kalangan masyarakat, baik anak kecil hingga orang dewasa. Usaha ini masih tergolong usaha kecil karena masih dalam tahap pengembangan bisnis dalam meningkatkan pertumbuhan usaha Banabooth. Pada proses pengembangan usaha bisnis, Banabooth harus menerapkan suatu model bisnis yang dapat membantu dan meningkatkan reputasi perusahaan di pangsa pasar. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis penerapan model bisnis dengan menggunakan pendekatan Business Model Canvas dibantu dengan alat analisis VRIO (value, rare, imitability, organization) untuk mengidentifikasi sumber daya internal dan eksternal yang ada pada Banaboooth Situbondo serta dibantu oleh analisis SWOT (strength, weakness, opportunities, threat), matrik IFE (internal factor evaluation), matriks EFE (eksternal factor evaluation) dan QSPM (quantitative strategic planning matrix) untuk mengetahui rancangan strategi pengembangan bisnis yang cocok bagi Banabooth menyesuaikan kondisi saat ini. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif disertai dengan pendekatan kuantitatif. Pihak yang akan mengisi peneliti wawancara dan mengisi kuisioner berjumlah tiga orang yaitu pemilik Banabooth, satu orang staf produksi dan satu orang staf keuangan. Hasil yang diperoleh dari tujuan penelitian ini yakni : (1) penerapan model bisnis Banabooth dengan menggunakan pendekatan Business Model Canvas dengan 9 (sembilan) elemen telah terpenuhi, yaitu key partnerships (kemitraan utama), key activities (aktivitas utama), key resources (sumber daya utama), value proposition (proposisi nilai), customer relationships (hubungan pelanggan), channels (saluran), customer segment (segmentasi pasar), revenue streams (arus pendapatan) dan cost structure (struktur biaya). (2) identifikasi sumber daya yang ada pada Banabooth dengan menggunakan analisis VRIO adalah pada resources Banabooth tidak memiliki sumber daya dengan keunggulan kompetitif sementara untuk capabilities Banabooth hanya memiliki satu keunggulan kompetitif yaitu pada reputasi merek. (3) Banabooth memiliki 7 (tujuh) kekuatan dan 6 (enam) kelemahan pada faktor internal, sementara pada faktor ekstenal Banabooth memiliki 7 (tujuh) peluang dan 6 (enam) ancaman. (4) Banabooth mendapatkan 3 (tiga) strategi alternatif yang sesuai dengan kondisi Banabooth saat ini
    corecore