2,639 research outputs found

    Optomechanical quantum information processing with photons and phonons

    Get PDF
    We describe how strong resonant interactions in multimode optomechanical systems can be used to induce controlled nonlinear couplings between single photons and phonons. Combined with linear mapping schemes between photons and phonons, these techniques provide a universal building block for various classical and quantum information processing applications. Our approach is especially suited for nano-optomechanical devices, where strong optomechanical interactions on a single photon level are within experimental reach.Comment: 8 pages, 5 figure

    Asymmetric magnetic reconnection with a flow shear and applications to the magnetopause

    Get PDF
    We perform a theoretical and numerical study of anti-parallel 2D magnetic reconnection with asymmetries in the density and reconnecting magnetic field strength in addition to a bulk flow shear across the reconnection site in the plane of the reconnecting fields, which commonly occurs at planetary magnetospheres. We predict the speed at which an isolated X-line is convected by the flow, the reconnection rate, and the critical flow speed at which reconnection no longer takes place for arbitrary reconnecting magnetic field strengths, densities, and upstream flow speeds, and confirm the results with two-fluid numerical simulations. The predictions and simulation results counter the prevailing model of reconnection at Earth's dayside magnetopause which says reconnection occurs with a stationary X-line for sub-Alfvenic magnetosheath flow, reconnection occurs but the X-line convects for magnetosheath flows between the Alfven speed and double the Alfven speed, and reconnection does not occur for magnetosheath flows greater than double the Alfven speed. We find that X-line motion is governed by momentum conservation from the upstream flows, which are weighted differently in asymmetric systems, so the X-line convects for generic conditions including sub-Alfvenic upstream speeds. For the reconnection rate, while the cutoff condition for symmetric reconnection is that the difference in flows on the two sides of the reconnection site is twice the Alfven speed, we find asymmetries cause the cutoff speed for asymmetric reconnection to be higher than twice the asymmetric form of the Alfven speed. The results compare favorably with an observation of reconnection at Earth's polar cusps during a period of northward interplanetary magnetic field, where reconnection occurs despite the magnetosheath flow speed being more than twice the magnetosheath Alfven speed, the previously proposed suppression condition.Comment: 46 pages, 7 figures, abstract abridged here, accepted to Journal of Geophysical Research - Space Physic

    Symmetry, singularities and integrability in complex dynamics III: approximate symmetries and invariants

    Full text link
    The different natures of approximate symmetries and their corresponding first integrals/invariants are delineated in the contexts of both Lie symmetries of ordinary differential equations and Noether symmetries of the Action Integral. Particular note is taken of the effect of taking higher orders of the perturbation parameter. Approximate symmetries of approximate first integrals/invariants and the problems of calculating them using the Lie method are considered

    Perencanaan Penyemenan Casing 7 Inch Dengan Metode Dual Stage Cementing Pada Sumur Nr-x Lapangan Limau Di Pt.pertamina Drilling Services Indonesia Area Sumbagsel, Prabumulih

    Full text link
    Lubang bor hasil pengeboran berarah yang memiliki kolom yang panjang pada formasi yang mempunyai litologi sebagai zona lost circulation alami dimana tekanan hirostatis fluida penyemenan lebih besar dari tekanan maksimum formasi memiliki potensi yang besar terjadinya lost circulation saat proses penyemenan. Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah mengurangi tekanan hidrostatis fluida penyemenan dengan metode dual stage cementing. Penentuan metode penyemenan casing 7 inch pada trayek 8.5 inch ditentukan dengan cara melakukan interpretasi data master log, melakukan korelasi sumur dan membandingkan tekanan maksimum formasi dengan tekanan hirostatis fluida penyemenan, kemudian dilakukan perhitungan pada design penyemenan. Berdasarkan data master log diketahui bahwa litologi sumur didominasi oleh batuan shale, sandstone dan limestone. Tekanan maksimum formasi sebesar 3.642,6488 psi sedangkan tekanan hidrostatis fluida penyemenan sebesar 4.363,3186 psi, jika dilakukan penyemenan dengan cara normal maka formasi akan pecah sehingga penyemenan dilakukan dengan metode dual stage cementing dengan membagi penyemenan kedalam dua tahap yaitu stage 1 pada interval 821,75 ā€“1.812,40 mMD selanjutnya Stage 2 pada interval 0 ā€“ 821,75 mMD. Dari hasil perhitungan pada design penyemenan didapat total fluida penyemenan yang dibutuhkan adalah 425,1396 bbl pada stage 1 dan 248,5022 bbl pada stage 2 yang terdiri dari semen slurry, displacement, spacer dan fresh water

    Gravitational multi-NUT solitons, Komar masses and charges

    Get PDF
    Generalising expressions given by Komar, we give precise definitions of gravitational mass and solitonic NUT charge and we apply these to the description of a class of Minkowski-signature multi-Taub-NUT solutions without rod singularities. A Wick rotation then yields the corresponding class of Euclidean-signature gravitational multi-instantons.Comment: Some references adde

    Type And Material of Fixed Prosthodontic Appliances in Patients Living in the Region of Metković

    Get PDF
    The aim of this study was to evaluate the type and the aesthetic material in relation to age, gender, level of education, employment, socio-economic status and frequency of visits to the dentist. The examination was performed on 212 patients who had a fixed prosthodontic appliance for more than a year (55% males and 45% females, age 18-80 yrs.). The following conclusions were made: 1. The older patients and retired patients had significantly more bridges than crowns (p0.05). Patients who visit their dentist regularly have significantly more crowns than bridges than patients who visit their dentist irregularly or when in pain (p0.05). 2. Almost all fixed prosthodontic appliances older than 10 years were made of porcelain (98%), while acrylic veneer crowns were more frequent in appliances older than 10 or 15 years (p0.05). Patients older than 60 years had more acrylic material compared to younger patients. While patients younger than 39 years had almost exclusively ceramic appliances (p<0.01). Less educated patients had more acrylic veneer appliances. Employed patients had significantly more ceramic appliances than retired patients

    PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS ETNIK DAYAK

    Get PDF
    Penelitian ini mengkaji deskripsi pemberdayaan masyarakat berbasis etnik Dayak di Kota Palangka Raya. Berbagai permasalahan melatarbelakangi penelitian ini, seperti masih terjadinya kerusakan hutan atau alam, serta permasalahan ekonomi masyarakat Dayak. Dalam mengkaji permasalahan ini, penelitian menggunakan metode kualitatif dengan memperkuat observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat berbasis etnik Dayak dapat dilakukan dalam kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan seminar. Adapun ketiga kegiatan tersebut yaitu: penyuluhan sebagai upaya penyadaran akan ancaman bahaya kerusakan lingkungan dan penanggulangannya. Mengingat terdapat desa-desa dengan daerah pedesaan yang berpotensi rawan bencana akibat aktivitas masyarakat melakukan penambangan liar dan penggunaan zat berbahaya pada lahan dan sungai. Kemudian pelatihan. Pelatihan berkaitan dengan usaha mengolah kerupuk berbahan dasar sekitar seperti ikan saluang, bayam dan kalakai berupa usaha rumahan yang mendapatkan pembinaan instansi terkait seperti perindustrian. Pelatihan pemberdayaan masyarakat juga dilakukan dengan menanam sengon dalam program sejuta pohon. Menanam sengon sebagai kayu industriĀ  bagi para petani tidak serta merta membuat mereka bisa. Kegiatan kelompok tani juga meliputi kegiatan bercocok tanam. Kemudian pelatihan bercocok tanam yang dilakukan pada lahan berupa pekarangan rumah, juga bagi sebagian masyarakat yang tidak memiliki lahan pekarangan yang luas. Terakhir ialah seminar. Seminar berupa kegiatan seminar kesehatan: bahaya obat terlarang, kesehatan ibu dan anak, gizi keluarga dan toilet bersih. Anggota kelompok tani juga membutuhkan pengetahuan mereka tentang hal membahayakan dirinya maupun anggota keluarganya

    Analisa Laju Produksi Kritis Menggunakan Metode Chierici Dalam Evaluasi Terjadinya Water Coning Pada Sumur X Lapangan Y PT Pertamina Ep Asset 1field Ramba

    Full text link
    Dengan terus meningkatnya kebutuhan akan minyak dan gas bumi memicu PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba yang bergerak di bidang industri minyak dan gas bumi untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi. Salah satu langkah nyata yang diambil oleh PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba ialah menganalisa sumur produksi kenapa oil recovery nya menurun. Salah satu penyebab penurunan oil recovery disebabkan oleh tingginya kadar air. Ada beberapa faktor penurunan kadar air, salah satunya adalah terjadinya Water Coning.Water Coning adalah problem pergerakan air secara vertikal menyusup ke lapisan produktif. Problem ini dapat terjadi akibat Q actual melebihi Q kritis, sehingga penghisapan secara berlebihan mengakibatkan gradien tekanan alir melebihi gaya gravitasi sehingga terjadi penerobosan lapisan produktif oleh air. Gejala water coning ini dapat dilihat dari permukaan, yaitu terjadinya peningkatan kadar air yang significant diteruskan dengan analisa seberapa besar laju produksi kritisnya dengan metode chiericci dan dianalisis juga perkembangan coningnya. Dari data produksi Q actual pada sumur X-41 sebesar 87 Bopd, X-95 sebesar 131 Bopd, X-98 sebesar 189 Bopd, dan X-99 sebesar 148 Bopd. Hasil dari perhitungan laju produksi kritis menggunakan metode chierici untuk sumur X-41 adalah 0,42 Bopd, sumur X-95 sebesar 1,19 Bopd, sumur X-98 sebesar 18,36 Bopd, dan sumur X-99 sebesar 14,96 Bopd. Hal ini menyatakan bahwa ke empat sumur yang dikaji mengalami water coning karena Q actual dari keempat sumur ini jauh melebihi Q kritis nya.Kemudian dilakukan penentuan penanganan untuk masalah coning tersebut

    Kajian Teknis Geometri Peledakan Berdasarkan Analisis Blastability Dan Digging Rate Alat Gali Muat Di Pit Mt-4 Tambang Air Laya PT Bukit Asam (Persero) Tbk Tanjung Enim, Sumatera Selatan

    Full text link
    Penentuan geometri peledakan dan powder factor harus memperhatikan karakteristik massa batuan dan kondisi geologi setempat agar dapat memperoleh fragmentasi produktif dimana persentase boulder kurang dari 15 % sehingga digging rate dan produktivitas alat gali muat dapat ditingkatkan. Percobaan geometri alternatif dilakukan untuk mengatasi masalah boulder yang dihasilkan. Rancangan geometri alternatif ditentukan dengan melakukan penelitian terhadap karakteristik massa batuan berdasarkan Lilly\u27s blastability index berupa rockmass description, joint plane spacing, joint plane orientation, specific gravity influence, dan hardness. Berdasarkan hasil pembobotan massa batuan yang akan diledakkan maka didapatkan nilai blastability index di lokasi penelitian sebesar 33,13 sehingga geometri peledakan yang baik untuk diterapkan untuk lubang bor 6,75 inci adalah burden sebesar 5,5 m, spasi 8,0 m, kedalaman lubang ledak 8,2 meter, subdrilling 0,3 m, tinggi jenjang 7,9 m, stemming 4,4 m, dan panjang kolom isian 3,8 m serta powder factor 0,20 kg/m3 sedangkan untuk lubang bor 7,875 inci adalah burden sebesar 6,5 m, spasi 9,0 m, kedalaman lubang ledak 8,3 m, subdrilling 0,3 m, tinggi jenjang 8,0 meter, stemming 4,6 m, dan panjang kolom isian 3,7 m serta powder factor 0,20 kg/m3, dimana dari kedua geometri usulan tersebut menghasilkan persentase boulder yang lebih kecil dibandingkan dengan geometri yang diterapkan saat ini
    • ā€¦
    corecore