10 research outputs found
Synthesis of Lactic Acid from Molasses by Lactobacillus acidophilus Using a Batch Fermentation Process
Lactic acid is a chemical with widespread applications, mainly in pharmaceutical, cosmetic, chemical as well as food industries. One of the major uses of lactic acid is the polylactic acid (PLA) feedstock which is biodegradable and biocompatible as an alternative to plastic derived from fossil fuels. Efforts continue to be made to reduce the cost of producing PLA in order to compete with the conventional petrochemical-based plastics. This include the use of molasses as a raw material because it is cheap and contains high glucose. The purpose of this study was to obtain cell concentrations through the addition of starter volume that produces high concentrations of lactic acid and to obtain the growth kinetics of Lactobacillus acidophilus during the fermentation process. This study was conducted in several stages; the design of bioreactors, inoculation of Lactobacillus acidophilus, and fermentation of molasses. In a batch system, molasses substrate was directly inserted as much as 500 ml in the fermentor and the addition of starter volume of Lactobacillus acidophilus was 1; 3; 5 dan 10% v/v. The fermentation of molasses for 72 hours and the product was analysed every 8 hours. The highest concentration of lactic acid produced in batch fermented molasses was added to 5% (v/v) starter volume with 72 hours of fermentation time, which was 23.1 mg/L, with value the carrying-capacity coefficient (k) and the maximum net specific growth rate (µnet) were 0.2379 h-1 and 0.0160 h-1 respectively
PENGARUH PENAMBAHAN PLA PADA PATI TERPLASTISASI GLISEROL TERHADAP SIFAT MEKANIK BLEND FILM
Poli-asam laktat (PLA) merupakan polimer yang biocompatible, biodegradable, tidak beracun dan nonkarsinogenik bagi tubuh manusia serta berasal dari sumber daya terbarukan, sehingga sangat baik digunakan untuk aplikasi medis dan pengemasan makanan. Pada penggunaannya, PLA masih memiliki kendala karena sifatnya yang getas, mudah rapuh dengan elongation at break kurang dari 10% dan hidrofobik, sehingga membatasi kondisi pemrosesan polimer tersebut. Pati singkong merupakan biopolimer yang kesediaannya cukup berlimpah dengan sifatnya hidrofilik sehingga sangat mudah terdegradasi. Modifikasi PLA dengan cara blending dengan pati singkong terplastisasi gliserol merupakan upaya untuk meningkatkan sifat mekanik berupa tensile strength dan elongation at break blend film. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan blend film PLA/pati dengan sifat mekanik yang baik. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan PLA dari asam laktat, pembuatan pati terplastisasi gliserol dan pembuatan blend film PLA/Pati. Pembuatan PLA dari asam laktat dilakukan dengan metode polikondensasi. Pembuatan pati terplastisasi gliserol yaitu dengan pencampuran (3%w/v) pati singkong dengan gliserol (1%v/v) pada temperatur 65oC. PLA yang dihasilkan pada tahap polikondensasi dicampur dengan pati terplastisasi gliserol pada temperatur 120oC dengan variasi rasio PLA/pati sebesar 0/100; 20/80; 40/60 dan 50/50. Campuran dicetak dalam bentuk lembaran tipis (blend film) dan dikeringkan pada temperatur 70oC selama 6 jam. Sifat mekanik blend film diketahui dengan menganalisis tensile strength dan elongation at break. Hasil yang didapat menunjukan bahwa penambahan PLA meningkatkan nilai tensile strength dan elongation at break blend film. Rasio PLA/starch yang menghasilkan sifat mekanik blend film terbaik adalah 40/60 dengan nilai tensile strength, elongation at break dan swelling masing-masing 2,32 MPa, 21,25% dan 46,44%
PENGARUH PENAMBAHAN FeCl3 DAN AL2O3 TERHADAP KADAR LIGNIN PADA DELIGNIFIKASI TONGKOL JAGUNG DENGAN PELARUT NaOH MENGGUNAKAN BANTUAN GELOMBANG ULTRASONIK
Tongkol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia salah satunya di Propinsi Banten. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Limbah tongkol jagung, mengandung selulosa (40-60%), hemiselulosa (20-30%) dan lignin (15-30%). Untuk dapat memanfaatkan kandungan selulose yang terkandung pada tongkol jagung secara optimal, maka perlu dipisahkan kandungan lignin yang terdapat pada tongkol jagung tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan FeCl3 dan AL2O3 pada proses delignifikasi tongkol jangung dengan pelarut NaOH menggunakan bantuan gelombang ultrasonik. Pada penelitian terdahulu, diperoleh kandungan lignin dalam selulosa menggunakan pelarut NaOH dengan bantuan gelombang ultrasonik pada temperatur 60 0C dan frekuensi ultrasonik sebesar 40 KHz yaitu 40%. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan proses delignifikasi pada temperatur 60 0C dengan frekuensi ultrasonik sebesar 40 kHz dengan penambahan rasio FeCl3 : NaOH, AL2O3 : NaOH, AL2O3 : FeCl3 dan FeCl3 : AL2O3 masing-masing 0:1 ; 1:1 dan 2:1. Hasil uji dengan menggunakan metode Chesson menunjukkan bahwa kandungan lignin terkecil dalam selulosa adalah 12% pada rasio perbandingan NaOH : AL2O3 1:2
SINTESA ASAM LAKTAT BERBAHAN BAKU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN TRICHODERMA RESEEI DAN LACTOBACILLUS ACIDIPILLUS
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah pertanian dengan kadar selulosa yang tinggi, sehingga berpotensi untuk dikonversi menjadi berbagai macam produk. Salah satu senyawa kimia yang dapat dihasilkan dari selulosa TKKS adalah asam laktat. Asam laktat merupakan bahan baku utama dalam pembuatan polimer biodegradable berupa polilactic acid (PLA). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi mikroorganisme Lactobacillus acidophilus yang dapat menghasilkan asam laktat dengan konsentrasi yang tinggi. Tahapan penelitian meliputi pretreatment, hidrolisis dan fermentasi. Pretreatment TKKS menggunakan NaOH, Tahap hidrolisis selama 48 jam menggunakan Trichoderma reesei 5 % (w/w) dan tahap fermentasi selama 48 jam menggunakan Lactobacillus acidophilus dengan variasi 0.5; 1; 3; 5%. Analisa glukosa menggunakan spektrofotometri dan asam laktat menggunakan High performance liquid chromatography (HPLC). Konsentrasi gula reduksi yang dihasilkan dari proses hidrolisis sebesar 16,6-17,9 g/L dan konsentrasi asam laktat tertinggi 0.568 g/L didapatkan dengan penambahan Lactobacillus acidophilus 3
Pengaruh Cell Residence Time (Crt) Terhadap Kualitas Efluent Pada Pengolahan Limbah Cair Sintetik Tapioka
Sintetic Waste water of starch contained in average COD about 12300 mg/L and BOD 10.650 mg/L
respectively. Waste water treatment of starch plant using biologycal treatment and settling commonly. Problem
that frequently found in the biologycal treatment is dificulty in separation of biomass and incomplete contact of
waste water with microorganisme and oxygen in the system. To overcome those problem is by applying system
combination with aeration perforated plate bioreactor and membrane technology. Volume of bioreactor that
used is 6 liters. Membran was polysulfon hollow fiber type. Hidraulic Residence Time (HRT) was 24 hours and
Cell Residence Time (CRT) was 20, 40 and 60 days. Parameter process that measured is COD, BOD, DO and
pH. The result of the research were efficiency COD removal for CRT 20, 40, 60 days can remove COD 92.8,
95.4 and 97.2%. respectively. BOD of effluent was 190-510 mg/L. DO of effluent was 0.5–0.7 mg/L. DO of
permeat was 1.3– 1.9 mg/L and pH 6.6 – 6.9 mg/L.
Keywords : Sintetic Waste water of starch, perforated plate bioreactor, membran
SINTESIS POLILAKTIDA (PLA) DARI ASAM LAKTAT DENGAN METODE POLIMERISASI PEMBUKAAN CINCIN MENGGUNAKAN KATALIS LIPASE
Berkurangnya sumber daya fosil dan meningkatnya konsentrasi karbon dioksida di atmosfer telah memfokuskan perhatian pada pengembangan plastik berbasis bio. Upaya tersebut dilakukan dengan memanfaatkan bahan-bahan biologis untuk dikonversikan menjadi polimer biodegradable ramah lingkungan. Polilaktida (PLA) merupakan polimer yang serbaguna, biodegradable dan berasal dari sumber daya terbarukan sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengganti plastik konvensional. Pembuatan polilaktida (PLA) dari asam laktat dengan metode polimerisasi pembukaan cincin dilakukan menggunakan 3 tahapan proses yaitu polikondensasi, depolimerisasi dan polimerisasi. Polikondensasi menghasilkan oligomer PLA, depolimerisasi mengubah oligomer menjadi senyawa siklik ester (laktida) dan polimerisasi laktida menghasilkan PLA. Salah satu faktor yang mempengaruhi berat molekul PLA adalah optical purity laktida. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan konsentrasi katalis optimum dalam pembuatan laktida melalui tahapan polikondensasi dan depolimerisasi serta menghasilkan PLA dengan metode polimerisasi pembukaan cincin laktida menggunakan katalis lipase Candida rugosa 1%(b/b). Tahapan penelitian meliputi polikondensasi o asam laktat pada temperatur 150-180 C selama 4 jam, depolimerisasi berlangsung tanpa katalis dan o dengan variasi konsentrasi katalis SnCl2 0,05; 0,1; 0,2 % (b/b) pada temperatur 210 C, tekanan vakum o selama 3 jam serta polimerisasi laktida dengan variasi temperatur 45, 70 dan 90 C. Dari hasil analisa 1HNMR didapatkan spektrum H kuartet dan H doblet dari laktida berada pada pergeseran proton 5,07- 5,02 ppm dan 1,65-1,68 ppm. Spektrum ini menandakan bahwa laktida yang dihasilkan mempunyai optical purity L-laktida. Temperatur polimerisasi mempengaruhi berat molekul PLA yang dihasilkan. Berat molekul PLA yang dihasilkan semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya temperatur polimerisasi. Berat molekul PLA yang dihasilkan maksimum sebesar 2833 gr/mol pada temperatur o polimerisasi 90 C. Kata kunci: laktida, lipase, Candida rugosa, oligomer, polilaktid
Wastewater from the Arenga Starch Industry as a Potential Medium for Bacterial Cellulose and Cellulose Acetate Production
Wastewater from the Arenga starch industry (WWAS) contains a high chemical oxygen demand (COD) concentration, so it has to be treated before being discharged into water bodies. Therefore, the purpose of this study was to utilize WWAS as a medium for bacterial cellulose (BC) and cellulose acetate (CA) production. This study consisted of the production of BC through fermentation and the production of CA through acetylation. Fermentation was conducted under static batch conditions with various initial pHs and sucrose additions, while acetylation was conducted with various BC–acetic anhydride ratios. The results of this study showed that the maximum BC production of 505.6 g/L of the culture medium was obtained under the optimal conditions of a sucrose addition of 200 g/L, an initial medium pH of 4.5, and a cultivation time of 14 d. Furthermore, a BC–acetic anhydride ratio of 1:3 resulted in CA being suitable as a biofilm raw material with a yield of 81.49%, an acetyl content of 39.82%, a degree of substitution of 2.456, and a degree of crystallinity of 36.7%. FT−IR, 1H and 13C NMR, XRD, and SEM analyses confirmed the successful process of acetylation of BC to CA