9 research outputs found
Influence of Impregnation and Coprecipitation Method in Preparation of Cu/ZnO Catalyst for Methanol Synthesis
Cu/ZnO catalyst was succesfully prepared using a coprecipitation method. The mixing procedure of the Cu(NO3)2, Zn(NO3)2 and Na2CO3 solutions had an important influence on the characteristics of the catalyst. The best catalyst obtained was the one prepared with slow mixing of the salt solutions and a CuO/ZnO molar ratio of 50:50. This raw catalyst had a maximum surface area of about 61.6 m2/g. Increasing the CuO/ZnO molar ratio caused an agglomeration of precipitated particles, reducing the surface area. A much better catalyst was obtained using an impregnation method, in which g-Al2O3 was used as support. The impregnated catalyst had a surface area of about 151 m2/g. Activity tests were carried out in a fixed-bed reactor containing 1 g of catalyst and a flow of syngas at a rate of 60 mL/min. The reaction temperature was 170°C and the pressure was 20 barg. The best coprecipitated catalyst gave a CO conversion of about 10%, while the impregnated catalyst gave a CO conversion of up to 69%
Pengaruh Suhu dan Laju Alir Pengeringan pada Bawang Putih Menggunakan Tray Dryer
Garlic is one type of plant commonly used as a spice and seasoning cuisin. Garlic is very usefull, so it needs to be preserved to extend the shelf life. One of them is with manufacture of garlic powder. In this research, garlic powder was made using tray dryer with temperature variation (50oC, 60oC, 700C) and drying flow rate (1,5m/s, 2,5m/s, 3m/s). Garlic powder that has been produced then analyzed the water content, ash content and vitamin C. Based on the results of research on variations of flow rates and temperature variations, the longer drying time caused moisture content decreases as the longer drying time. Water content that has occupy the SNI is obtained for all temperature variations and flow rate of less than 12%. The highest level of ash and vitamin C content for temperature variation and flow rate was obtained at flow rate of 1,5 m/s and temperature of 50oC with ash content of 2,97% and 2,40%, and vitamin C content of 22,10 mg/100g and 26,52 mg/100g
Pengaruh Suhu dan Laju Alir Pengeringan pada Bawang Putih Menggunakan Tray Dryer
Garlic is one type of plant commonly used as a spice and seasoning cuisin. Garlic is very usefull, so it needs to be preserved to extend the shelf life. One of them is with manufacture of garlic powder. In this research, garlic powder was made using tray dryer with temperature variation (50oC, 60oC, 700C) and drying flow rate (1,5m/s, 2,5m/s, 3m/s). Garlic powder that has been produced then analyzed the water content, ash content and vitamin C. Based on the results of research on variations of flow rates and temperature variations, the longer drying time caused moisture content decreases as the longer drying time. Water content that has occupy the SNI is obtained for all temperature variations and flow rate of less than 12%. The highest level of ash and vitamin C content for temperature variation and flow rate was obtained at flow rate of 1,5 m/s and temperature of 50oC with ash content of 2,97% and 2,40%, and vitamin C content of 22,10 mg/100g and 26,52 mg/100g
Pengaruh Bubuk Bawang Putih dan Garam Dapur terhadap Masa Simpan Tahu pada Suhu Kamar dalam Lingkungan Asam: Bahan Pengawet Tahu
Industri tahu harus menghasilkan tahu berkualitas yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan untuk bertahan dalam persaingan bisnis saat ini. Alternatif pengawetan tahu dengan menggunakan bahan pengawet alami tunggal, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda nyata, yaitu masing-masing pengawet hanya mampu mempertahankan mutu tahu yang baik dikonsumsi hanya sampai dua sampai tiga hari masa simpan. Oleh karena itu, pada penelitian menggunakan kombinasi dimana penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh serbuk bawang putih dan garam (NaCl) terhadap tahu selama penyimpanan pada suhu kamar pada kondisi asam. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu kombinasi bubuk bawang putih [A] Garam (NaCl) 5% + Jeruk nipis; (B): bubuk bawang putih (7%) + jeruk nipis; (C), Bawang putih bubuk (7%), dan garam (NaCl) 5%; [D] bubuk bawang putih (7%) + garam (NaCl) 5% dan jeruk nipis. Parameter yang dianalisis adalah total mikroba, pH tahu, dan karakteristik sensorik (warna, aromatik, rasa, dan tekstur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi bubuk bawang putih berpengaruh sangat signifikan terhadap total mikroba, pH tahu, pH larutan terendam, dan karakteristik sensorik (warna, aromatik, rasa, dan tekstur). Konsentrasi garam berpengaruh sangat nyata terhadap pH tahu, pH larutan terendam, kadar air, dan karakteristik sensorik (warna, aromatik, dan rasa). Interaksi kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pH tahu, pH larutan terendam, dan karakteristik sensorik (aromatik dan bumbu). Konsentrasi bubuk bawang putih 7%, konsentrasi garam 5% dan nipis jeruk merupakan pengawet terbaik untuk kualitas tahu. Skor rata-rata tertinggi terhadap kesukaan tekstur, persen skor rata-rata terkecil pada uji visual kerusakan tahu selama masa penyimpanan (tekstur tidak kompak, adanya lender, adanya aroma asam tahu rusak) serta masih dapat mengawetkan tahu kurang lebih tujuh sampai sembilan hari.Industri tahu harus menghasilkan tahu berkualitas yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan untuk bertahan dalam persaingan bisnis saat ini. Alternatif pengawetan tahu dengan menggunakan bahan pengawet alami tunggal, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda nyata, yaitu masing-masing pengawet hanya mampu mempertahankan mutu tahu yang baik dikonsumsi hanya sampai dua sampai tiga hari masa simpan. Oleh karena itu, pada penelitian menggunakan kombinasi dimana penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh serbuk bawang putih dan garam (NaCl) terhadap tahu selama penyimpanan pada suhu kamar pada kondisi asam. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu kombinasi bubuk bawang putih [A] Garam (NaCl) 5% + Jeruk nipis; (B): bubuk bawang putih (7%) + jeruk nipis; (C), Bawang putih bubuk (7%), dan garam (NaCl) 5%; [D] bubuk bawang putih (7%) + garam (NaCl) 5% dan jeruk nipis. Parameter yang dianalisis adalah total mikroba, pH tahu, dan karakteristik sensorik (warna, aromatik, rasa, dan tekstur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi bubuk bawang putih berpengaruh sangat signifikan terhadap total mikroba, pH tahu, pH larutan terendam, dan karakteristik sensorik (warna, aromatik, rasa, dan tekstur). Konsentrasi garam berpengaruh sangat nyata terhadap pH tahu, pH larutan terendam, kadar air, dan karakteristik sensorik (warna, aromatik, dan rasa). Interaksi kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pH tahu, pH larutan terendam, dan karakteristik sensorik (aromatik dan bumbu). Konsentrasi bubuk bawang putih 7%, konsentrasi garam 5% dan nipis jeruk merupakan pengawet terbaik untuk kualitas tahu. Skor rata-rata tertinggi terhadap kesukaan tekstur, persen skor rata-rata terkecil pada uji visual kerusakan tahu selama masa penyimpanan (tekstur tidak kompak, adanya lender, adanya aroma asam tahu rusak) serta masih dapat mengawetkan tahu kurang lebih tujuh sampai sembilan hari
Pengaruh Suhu dan Laju Alir Pengeringan pada Pembuatan Tepung Jagung Manis Menggunakan Tray Dryer
Jagung merupakan salah satu komoditas pangan yang banyak terdapat di Indonesia. Pada tahun 2014, produksi jagung mengalami kenaikan sebesar 2,81% yaitu mencapai 19,03 juta ton. Hingga saat ini pemanfaatan jagung terbatas karena pengolahan yang belum tepat sehingga banyak produksi jagung yang diekspor ke luar negeri, dengan negara tujuan ekspor terbesar adalah Filipina sebesar 16,51%. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengolah jagung adalah dengan membuatnya menjadi tepung. Pada penelitian ini dilakukan proses pengeringan jagung menjadi tepung dengan menggunakan variasi suhu 50oC, 60oC, 70oC dan 80oC serta laju alir 1,5 m/s, 2,5 m/s dan 3 m/s. Jagung basah yang sudah ditimbang, dicuci dan diiris tipis, lalu dimasukkan ke dalam ram kawat pada tray dryer. Setiap 30 menit diamati penyusutan beratnya dan dilakukan hingga mencapai berat konstan. Setelah itu jagung diblender agar menjadi bentuk tepung dan dianalisa kadar air, kadar abu dan kadar protein pada tepung jagung. Hasil penelitian menunjukkan, kadar air pada suhu 600C dan 700C diperoleh kadar air masing-masing sebesar 10% dan telah memenuhi nilai SNI yaitu maksimal 10 %. Untuk analisis kadar abu pada suhu 500C diperoleh hasil sebesar 1,38% yang memenuhi SNI, yaitu maksimal 1,5 %. Analisis kadar protein pada laju alir 1,5 m/s diperoleh hasil sebesar 7,98% sedangkan laju alir 2,5 m/s didapatkan nilai 7,54%. Kedua kadar tersebut lebih besar dari nilai SNI yaitu minimal 7,0 %
Identifikasi Kadar Natrium Benzoat Pada Beberapa Merek Teh Kemasan, Saos Tomat dan Kecap
Bahan tambahan pangan seperti penyedap rasa, pemanis, pewarna dan pengawet masih banyak digunakan
oleh masyarakat. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan yaitu agar produk makanan mempunyai
masa simpan yang lebih lama. Bahan pengawet seperti natrium benzoat dapat digunakan pada teh
kemasan, saos tomat dan kecap. Bahan pangan yang diberi pengawet natrium benzoat akan lebih tahan
lama dibanding tanpa menggunakan pengawet. Natrium benzoat dengan rumus kimia C
6
H
5
COONa
merupakan garam atau ester dari asam benzoat yang secara komersial dibuat dengan sintesis kimia.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar natrium benzoat pada teh kemasan, saos tomat dan kecap
berbagai merk yang beredar di Kabupaten Bandung dengan menggunakan titrasi asam basa. Titrasi asam
basa adalah suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah
diketahui konsentrasinya. Secara kuantitatif, kadar benzoat dalam teh kemasan merek Nu Green Tea adalah
118,811 ppm, Frestea Guava 197,778 ppm dan Teh Gelas sebesar 217,314 ppm. Kadar natrium benzoat
pada saos tomat bermerk Indofood sebesar 410,46 ppm, Belibis sebesar 527,73 ppm, dan Sasa sebesar
498,41 ppm, sedangkan pada kecap merek Raos ECHO, HD dan Cap Cabe Rawit berturut-turut yaitu 34,7
ppm, 81,4 ppm dan 44,3 ppm. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar benzoat pada semua sampel
tersebut masih memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam SNI 01-0222-1995 yaitu
sebesar 600mg/kg untuk teh kemasan dan kecap serta tidak melebihi 1000 mg/kg untuk saos tomat
Improvement of Properties of Poly(L-lactic acid) through Solution Blending of Biodegradable Polymers
Cu/ZnO catalyst was succesfully prepared using a coprecipitation method. The mixing procedure of the Cu(NO3)2, Zn(NO3)2 and Na2CO3 solutions had an important influence on the characteristics of the catalyst. The best catalyst obtained was the one prepared with slow mixing of the salt solutions and a CuO/ZnO molar ratio of 50:50. This raw catalyst had a maximum surface area of about 61.6 m2/g. Increasing the CuO/ZnO molar ratio caused an agglomeration of precipitated particles, reducing the surface area. A much better catalyst was obtained using an impregnation method, in which -Al2O3 was used as support. The impregnated catalyst had a surface area of about 151 m2/g. Activity tests were carried out in a fixed-bed reactor containing 1 g of catalyst and a flow of syngas at a rate of 60 mL/min. The reaction temperature was 170°C and the pressure was 20 barg. The best coprecipitated catalyst gave a CO conversion of about 10%, while the impregnated catalyst gave a CO conversion of up to 69%
Influence of Impregnation and Coprecipitation Method in Preparation of Cu/ZnO Catalyst for Methanol Synthesis
Cu/ZnO catalyst was succesfully prepared using a coprecipitation method. The mixing procedure of the Cu(NO3)2, Zn(NO3)2 and Na2CO3 solutions had an important influence on the characteristics of the catalyst. The best catalyst obtained was the one prepared with slow mixing of the salt solutions and a CuO/ZnO molar ratio of 50:50. This raw catalyst had a maximum surface area of about 61.6 m2/g. Increasing the CuO/ZnO molar ratio caused an agglomeration of precipitated particles, reducing the surface area. A much better catalyst was obtained using an impregnation method, in which g-Al2O3 was used as support. The impregnated catalyst had a surface area of about 151 m2/g. Activity tests were carried out in a fixed-bed reactor containing 1 g of catalyst and a flow of syngas at a rate of 60 mL/min. The reaction temperature was 170°C and the pressure was 20 barg. The best coprecipitated catalyst gave a CO conversion of about 10%, while the impregnated catalyst gave a CO conversion of up to 69%
Pembuatan Penyedap Rasa Alami Berbahan Dasar Jamur untuk Aplikasi Makanan Sehat (Batagor)
ABSTRAK: Makanan yang beredar di pasaran mengandung beberapa bahan tambahan pangan seperti penyedap, pemanis dan pengawet. Sebagian besar dari bahan tambahan pangan tersebut menggunakan bahan buatan seperti penyedap sintesis (MSG). MSG dapat diganti dengan penyedap alami yang memiliki kemiripan rasa. Jamur dikenal sebagai salah satu bahan yang bisa dimanfaatkan untuk membuat penyedap rasa alami. Jamur dibuat dalam bentuk serbuk menggunakan alat pengering tipe tray dryer dengan udara pemanas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jenis jamur (jamur tiram dan jamur merang), laju alir udara pengering (0,0028 m3/s, 0,0056 m3/s, 0,0084 m3/s) dan suhu pengeringan (30oC, 40oC, 50oC) terhadap kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar protein, lemak dan karbohidrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air serbuk jamur untuk semua variasi memenuhi SNI yang ditetapkan yaitu maksimum 12%. Analisis proksimat terbaik ditunjukkan pada suhu pengeringan 40oC yang menghasilkan kadar protein sebesar 26,4%, kadar lemak 0,9%, kadar karbohidrat 64,3%, kadar abu 2% dan kadar serat sebesar 6,5%. Variasi laju alir tidak terlalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap uji analisis proksimat. Hasil organoleptik yang diujikan menggunakan serbuk jamur pada batagor menghasilkan penilaian jamur merang memiliki rasa gurih paling tinggi, sedangkan jamur tiram untuk aroma dan tekstur yang paling disukai.Kata Kunci: jamur, penyedap, tray dryer ABSTRACT: Healthy food is one of the important aspects of concern today. Most of these food additives use synthetic ingredients like Monosodium glutamate (MSG). Mushrooms are known as one of the ingredients that can be used to make natural flavorings.. Mushrooms are made in powder form using tray dryer. The purpose of this study was to determine the effect of types of mushroom (Pleurotus ostreatus and Volvariella volvacea), drying air flow rate (1 m/s, 2 m/s, 3 m/s) and drying temperature (30oC, 40oC, 50oC) to the water content, ash content, fiber content, protein, fat and carbohydrate content. The results showed that the moisture content of mushroom powder for all variations fulfilled the specified SNI that is maximum of 12%. The best proximate analysis was shown at a drying temperature of 40oC which resulted in protein content of 26.4%, fat content of 1.1%, carbohydrate content of 64.3 %, ash content of 2% and fiber content of 6.5%. The variation in flow rate does not significantly influence of proximate analysis. The organoleptic results tested using mushroom powder on batagor resulted in the highest tasteful of Pleurotus ostreatus, while Volvariella volvacea for the most preferred aroma and texture.Keywords: mushroom, flavoring, tray drye