100 research outputs found
PRARANCANGAN PABRIK ASAM ASETAT DARI OKSIDASI ASETALDEHID DENGAN UDARA KAPASITAS 100.000 TON/TAHUN
INTISARI Ira Wariadi dan Niga Roszaputra, 2015, Prarancangan Pabrik Asam Asetat dari Oksidasi Asetaldehid dengan Udara Kapasitas 100.000 ton/tahun, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Asam asetat banyak digunakan dalam industri kimia sebagai pelarut katalis dalam industri PTA (Purified Terephtalic Acid), anhydrida asetat, vinil asetat monomer, etil asetat dan tekstil. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan adanya peluang ekspor yang masih terbuka, maka dirancang pabrik asam asetat proses Hoechst kapasitas 100.000 ton / tahun dengan operasi pabrik 330 hari per tahunnya. Bahan baku yang digunakan asetaldehid 0,820 kg/kg produk dan udara 2,284 kg Udara/kg produk. Pabrik direncanakan berdiri di kawasan industri Cilegon, Banten pada tahun 2020 dan akan beroperasi pada tahun 2022. Harga bahan baku Asetaldehid US 1/kg , harga jual produk Asam asetat US 0,58/kg. Peralatan proses yang ada antara lain mixer, kompresor, reaktor, menara distilasi, heat exchanger, dan pompa Reaksi pembentukan asam asetat dari asetaldehid melalui proses oksidasi dimana asetaldehid akan dioksidasi dengan oksigen yang berasal dari udara. Hasil reaksi adalah asam asetat, karbondioksida, air, dan metil asetat. Pada proses ini digunakan katalis mangan asetat. Reaksi berlangsung dalam reaktor gelembung pada kondisi isothermal non adiabatis pada suhu 65 °C dan tekanan 5 atm yang dilengkapi dengan koil pendingin. Konversi untuk reaksi ini adalah 94% dengan yield 90% dan selektivitas 90%. Produk utama adalah asam asetat 99,50 % dan sebagai produk sampingnya adalah metil asetat 99,24 %. Tahapan proses meliputi penyiapan bahan baku asetaldehid dan udara, pembentukan asam asetat dalam reaktor, dan pemurnian produk. Pemurnian produk dilakukan oleh menara distilasi. Kebutuhan utilitas meliputi air sanitasi sebanyak 6,13 x 10-5 m3/kg produk, air umpan boiler sebanyak 0,0012 m3/kg produk, air pendingin sebanyak 0,078 m3/kg produk, kebutuhan steam sebesar 1,35 kg/kg produk, energi listrik sebesar 0,023 kWh/kg produk, bahan bakar solar sebanyak 1,16 x 10-4 m3/kg produk, udara tekan (P=6,89 bar, T=35 oC) sebanyak 0,01 m3/kg produk. Pabrik juga didukung laboratorium yang mengontrol mutu bahan baku dan produk serta bahan buangan pabrik bahan buangan pabrik berupa cairan dan gas. Bentuk perusahaan yang dipilih adalah Perseroan Terbatas (PT), dengan struktur organisasi line and staff. Jumlah kebutuhan tenaga kerja sebanyak 173 orang yang terdiri atas karyawan shift dan non shift. Hasil analisis ekonomi diperoleh, ROI (Return on Investment) sebelum dan sesudah pajak sebesar 61,19 % dan 42,83 %, POT (Pay Out Time) sebelum dan sesudah pajak selama 1,40 dan 1,89 tahun, BEP (Break Event Point) 44%, dan SDP 31 %. Sedangkan DCF (Discounted Cash Flow) sebesar 36,25%. Jadi dari segi ekonomi pabrik tersebut layak untuk didirikan
HUBUNGAN ANTARA GRATITUDE DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA PUTRI DI KABUPATEN ALOR
Citra tubuh merupakan salah satu aspek yang menonjol pada masa remaja. Pada remaja perempuan, perhatian terhadap tubuh menjadi kekhawatiran terpenting dalam kehidupan. Gratitude merupakan emosi positif yang memiliki manfaat untuk mengurangi, dan menghilangkan emosi-emosi negatif seperti penyesalan, ketidakpuasan, kekecewaan, dan frustasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara gratitude dengan citra tubuh pada remaja putri di Kabupaten Alor. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 106 remaja putri di Kabupaten Alor, teknik pengambil sampel yang digunakan yaitu accidental sampling dan snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara gratitude dengan citra tubuh pada remaja putri di Kabupaten Alor dengan koefisien korelasi sebesar 0,306 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Semakin tinggi tingkat gratitude maka semakin tinggi pula citra tubuh, dan sebaliknya semakin rendah tingkat gratitude maka semakin rendah citra tubuh. Penelitian ini juga menghasilkan temuan lain dimana meningkatnya gratitude tidak selalu diikuti dengan meningkatnya citra tubuh pada individu
KAJIAN PROSES CHARGE-DISCHARGE PADA SEL AKI Pb-PbO2
AbstrakEnergi listrik masih menjadi energi paling dibutuhkan pada saat ini. Tetapi, jumlah kebutuhan energi tidak sesuai dengan ketersediaan sumber energi. Maka dari itu, energi listrik perlu disimpan. Baterai merupakan perangkat elektronik yang dapat menyimpan energi listrik. Pada penelitian ini digunakan jenis baterai sekunder, yaitu akumulator (aki). Aki yang digunakan yaitu aki bekas yang memiliki konstruksi yang masih bagus dan memiliki tegangan per sel aki sebesar 2 V. Tujuan dari penelitian ini, yaitu (1) menganalisis performa elektroda Pb-PbO2 saat proses charge dan discharge muatan pada sel aki, dan (2) mengukur kapasitas listrik sel aki yang digunakan. Sel aki yang diuji berasal dari aki bekas dengan merk Yuasa tipe YT7C dengan spesifikasi 12 V 6 Ah. Proses pengukuran charge dengan memberikan tegangan 6 V pada sel aki, dan proses discharge dengan memberikan beban lampu 2,5 V 0,3 A. Berdasarkan data hasil pengukuran, elektroda Pb-PbO2 masih menunjukkan kinerja yang baik dalam proses pengisian dan pengosongan muatan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai tegangan per sel aki masih berada di kisaran nilai 2 V, walaupun telah diuji selama 2 siklus. Selain itu, nilai kapasitas sel aki yang terukur sebesar 0,9 Ah. Nilai tersebut sudah mendekati nilai standar spesifikasi dari aki tersebut, yaitu sebesar 1 Ah.Kata Kunci: sel aki, charge-discharge, kapasitas aki AbstractElectrical energy is still the energy most needed today. However, the amount of energy needs does not match the availability of energy sources. Therefore, the energy needs to be stored. A battery is an electronic device that can store electricity. In this study, the type of secondary battery used is as an accumulator. The accumulator used is a former accumulator that still has a good construction and a voltage per cell of 2 V. The purpose of this study, is (1) analyzing the performance of Pb-PbO2 electrodes during the charge and discharge process of the accumulator cell, and (2) measuring the capacity of the accumulator. The accumulator cells tested were from a former accumulator Yuasa brand YT7C type with 12 V 6 Ah specification. The charge process provides a 6 V voltage to the battery cell, and the discharge process provides a 2.5 V 0.3 A lamp load. Based on the test data, the Pb-PbO2 electrode still shows good performance in the charge and discharge process. It is indicated by the voltage value per cell which is still in the range of 2 V, even though it has been tested for 2 cycles. Besides, the measured accumulator cell capacity value is 0.9 Ah. This value is close to the accumulator standard specification value, which is equal to 1 Ah.Keywords: accumulator cell, charge-discharge, accumulator capacit
ANALISIS PERBEDAAN MOTIVASI KERJA DAN KINERJA GURU PADA GURU YANG BERSERTIFIKAT DAN TIDAK BERSERTIFIKAT DI SMA NEGERI 1 DAN 2 NUBATUKAN KABUPATEN LEMBATA
The objectives of this study were to examine and analyze whether there were differences in work motivation and teacher performance between certified and uncertified teachers in SMA Negeri 1 and 2 Nubatukan, Lembata District. The research was conducted in January 2021. This study is a comparative research. The research population were teachers of SMA Negeri 1 and SMA Negeri 2 Nubatukan, Lembata District. The number of sample was 82 teachers. The research sampling technique was saturated sampling technique. The data collection technique was a questionnaire. The data analysis technique was Man Whitney test. The results of data analysis showed that: (1) there were differences of work motivation between certified and non-certified teachers in SMA Negeri 1 and 2 Nubatukan, Lembata District and (2) there were differences of teacher performance between certified and non-certified teachers in SMA Negeri 1 and 2 Nubatukan, Lembata District.Keywords: work motivation, teacher performance, certified teachers, non-certified teacher
Drug use pattern in private drug retail outlets
Abstract: This is the first preliminary appraisal report on drug use pattern in private drug retail outlets in Southern Nations, Nationalities and Peoples Region. Community pharmacies and other retail outlets have always been the major reservouir of drugs in the health care system worldwide. Pharmacy employees are consulted for health advice on problems of all kinds, and remedies are sold or dispensed with almost every transaction. Some of the remedies are safe and effective when used correctly but otherwise can be dangerous. The results of the baseline study revealed that 94% of the retailers dispense drugs under dose; 74% dispense drugs obtained from illegal sources; 68% handled drugs beyond their level of competence; 20% dispense expired drugs, and 63% of the retailers provide medical services against regulations. Irrational use of drugs in the private retail outlets in the region, is obvious as depicted by the results of this study. It is recommended that formulation and implementation of a new drug legislation and regulation in addition to the educational intervention will help in promoting rational practice. [Ethiop. J. Health Dev. 1998;12(3):261-264
LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK LAPANGAN TERBIMBING (PLT)
Praktik Lapangan Terbimbing (PLT) merupakan program yang di naungi oleh LPPMP UNY yang bekerja sama dengan Sekolah, lembaga, klub maupun instansi yang berada di beberapa kabupaten di DIY dan Propinsi Jawa Tengah. PLT merupakan mata kuliah yang wajib di tempuh oleh mahasiswa kependidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. PLT dilaksanakan di SLB A Yaketunis dengan jumlah mahasiswa yang praktik yaitu 9 Mahasiswa. PLT tersebut dilaksanakan dari tanggal 15 September sampai dengan 15 November 2017. PLT dilakukan dengan tujuan agar mahasiswa mampu mendapatkan pengalaman nyata dalam pelaksanaan praktek mengajar siswa tunanetra. Selain itu, PLT juga mampu memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam mengelola administrasi sekolah, penyusuan RPP, serta pelaksanaan evaluasi pembelajaran.
Kegiatan PLT dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan ko-kurikuler dan kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan ko-kurukuler terdiri dari praktik mengajar yang dilakukan sebanyak delapan kali pertemuan dan mengganti mengajar guru mengajar di kelas. Kegiatan ekstrakurikuler terdiri dari kegiatan upacara bendera hari Senin, upacara bendera peringatan hari Kesaktian Pancasila, upacara bendera peringatan hari Pahlawan, apel pagi, lomba peringatan hari Pahlawan, pembuatan mading dan kerja bakti. Kegiatan lainnya yang dilaksanakan adalah kegiatan insidental yang terdiri dari menggantikan guru untuk mengajar, pendampingan sosialisasi program kerja OSIS, kegiatan PRB, pendampingan kegiatan kunjungan dari lembaga sekolah lain, pendampingan olahraga siswa, dan diminta bantuan oleh guru.
Berdasarkan hasil kegiatan PLT dapat disimpulkan manfaat bagi mahasiswa yaitu memperoleh pengalaman terkait pengembangan pola pikir untuk menghadapi perilaku anak di kelas, membuat rancangan pembelajaran dan mengatur administrasi sekolah serta hal-hal yang berkaitan dengan kependidikan di SLB A Yaketunis
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Capital Intensity Ratio, Inventory Intensity Ratio, dan Leverage Terhadap Effective Tax Rate (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2018)
Effective tax rate merupakan penerapan keefektifan suatu perusahaan dalam mengelola beban pajak dengan membandingkan antara total beban pajak penghasilan dengan laba sebelum pajak. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh ukuran perusahaan, capital intensity ratio, inventory intensity ratio, dan leverage terhadap effective tax rate. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor indutri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015-2018. Sampel pada penelitian ini dipilih menggunakan metode purposive sampling dan data sekunder dalam penelitian ini dianalisa menggunakan metode regresi linear berganda. Secara total, terdapat 27 perusahaan yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Hasil penelitian ini adalah (1) ukuran perusahaan (SIZE) tidak berpengaruh terhadap effective tax rate, (2) capital intensity ratio (CIR) tidak berpengaruh terhadap effective tax rate, (3) inventory intensity ratio (IIR) berpengaruh signifikan terhadap effective tax rate, (4) leverage (DAR) berpengaruh signifikan terhadap effective tax rate, (5) ukuran perusahaan (SIZE), capital intensity ratio (CIR), inventory intensity ratio (IIR), dan leverage (DAR) secara simultan berpengaruh terhadap effective tax rate
PERANAN GREENPEACE DALAM PELESTARIAN HUTAN RAWA GAMBUT DI SEMENANJUNG KAMPAR – RIAU
Greenpeace merupakan salah satu International Non-Governmental
Organization yang bergerak dalam bidang pelestarian lingkungan hidup. Greenpeace
didirikan di Vancouver, British Columbia, Kanada pada tahun 1971 oleh sekelompok
aktivis Kanada dan Amerika yang membentuk formasi “Don’t Make A Wave
Committee di Vancouver. Pada awalnya, fokus utama kampanye Greenpeace hanya
pada anti nuklir dan perlindungan terhadap hewan laut terutama ikan paus. Mulai
tahun 1990 Greenpeace mulai melihat hal lain yang lebih buruk dan mengancam
eksistensi lingkungan hidup, sehingga Greenpeace kemudian memperluas isu
kampanyenya, yaitu, perubahan iklim, pencemaran lingkungan akibat bahan kimia
beracun, teknologi genetika serta perdagangan berkelanjutan (sustainable trade) yang
ramah lingkungan.
Selama ini aksi-aksi kampanye yang dilakukan Greenpeace di banyak negara
selalu berhasil mengubah kebijakan pemerintahan dari yang tidak berpihak pada
pelestarian lingkungan, menjadi kebijakan yang mendukung lingkungan dan
perdamaian. Tonggak keberhasilan Greenpeace pertama kali adalah menghentikan
percobaan nuklir Amerika Serikat di pulau Amchitka, Alaska. Pada saat itu
Greenpeace mampu mengubah kebijakan pemerintah Amerika Serikat untuk
menghentikan percobaan senjata nuklir di pulau Amchitka dan memetakan kawasan
itu sebagai kawasan lindung untuk burung-burung.
Mulai tahun 2001 Greenpeace masuk ke Indonesia dan terus-menerus
melakukan aksi kampanye untuk melindungi lingkungan hidup yang ada di
Indonesia. Salah satu isu lingkungan yang menjadi target kampanye Greenpeace di
Indonesia adalah kerusakan hutan rawa gambut yang terjadi di wilayah Semenanjung
Kampar propinsi Riau.
Kerusakan hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar terjadi sejak tahun
1997 ketika aktivitas illegal logging mulai terjadi di propinsi Riau. Saat ini, kerusakan hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar tidak hanya disebabkan oleh
aktivitas illegal logging saja, tetapi juga oleh kegiatan-kegiatan industri seperti:
pengeringan lahan gambut, pembakaran untuk konversi menjadi lahan pertanian
kelapa sawit, industri dan pemukiman, serta pembuatan parit atau saluran oleh
perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di daerah Semenanjung Kampar.
Melihat kondisi hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar yang terusmenerus
mengalami degradasi, maka Greenpeace kemudian melakukan upaya-upaya
untuk mendesak pemerintah agar segera menghasilkan kebijakan yang mendukung
pelestarian hutan. Menurut Greenpeace jika kerusakan lahan gambut di daerah
Semenanjung Kampar terus dibiarkan, maka bukan Indonesia saja yang akan
menanggung akibatnya, tetapi masyarakat regional maupun global juga akan ikut
merasakan akibatnya.
Semenanjung Kampar merupakan wadah dari lahan gambut tropis terbesar di
Indonesia, yang berlokasi di pantai timur Riau dan meliputi area lebih dari 700 ribu
hektar. Lapisan dalam lahan gambut di Semenanjung Kampar ini menyimpan jumlah
karbon yang sangat besar setiap hektarnya, yakni sekitar dua milyar ton persediaan
karbon/tahun. Hal ini menjadikan ekosistem lahan gambut di Semenanjung Kampar
sebagai kunci pertahanan menghadapi perubahan iklim global.
Pada tahun 2002, sebagian besar hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar
belum tersentuh. Lima tahun kemudian 300 ribu hektar hutan rawa gambut telah
dirambah, dikeringkan dan dibakar untuk memenuhi kebutuhan kayu hutan tropis dari
pabrik pengolahan bubur kertas, dan menyediakan lahan untuk pembukaan
perkebunan akasia dan perkebunan kelapa sawit. Aktivitas-aktivitas ini sebagian
besar didalangi oleh perusahaan-perusahaan kertas raksasa, seperti Asia Pulp and
Paper (APP) dan saingannya Asia Pacific Resources International Holding Limited
(APRIL) yang secara akumulasi memegang 80% kapasitas total bubur kertas di
Indonesia dan mengendalikan dua pabrik pengolahan bubur kertas terbesar di dunia. Proses konversi hutan rawa gambut yang terjadi di Semenanjung Kampar
terdiri dari tiga tahapan yaitu: pertama, pohon dengan nilai jual yang tinggi ditebang
untuk diambil kayunya. Kedua, jaringan kanal dibangun untuk menyingkirkan kayukayu
dan mengeringkan gambut agar keadaannya sesuai untuk mengembangkan
perkebunan kelapa sawit dan pohon akasia. Ketiga, perambahan hutan yang tersisa
menyebabkan kekeringan gambut yang melepaskan lebih banyak CO2. Terkadang,
hutan rawa gambut dibakar untuk mengurangi kadar keasaman sebelum dilakukan
penanaman kelapa sawit.
Keberadaan Greenpeace di Semenanjung Kampar bertujuan untuk
menghentikan deforestasi yang terjadi pada hutan rawa gambut. Sebagai langkah
awalnya, Greenpeace menggunakan metode bekerja sama dengan aktor-aktor sosial
yang terkait seperti Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Perdagangan,
Gubernur Riau, Polisi Riau, perusahaan-perusahaan multinasional (Unilever, Sinar
Mas, Duta Palma, dan RSPO (Roundtable of Sustainable Palm Oil)), LSM-LSM lokal
di Riau, media internasional, dan media nasional. Hubungan sosial yang dijalin oleh
Greenpeace dengan aktor-aktor sosial tersebut bertujuan untuk memberikan power
lebih bagi Greenpeace untuk mendesak pemerintah agar mengeluarkan kebijakan
mengenai perlindungan hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar.
B. ISI
International Non-Governmental Organizations (INGO) merupakan organisasiorganisasi
swasta yang terdiri dari individu-individu dari berbagai negara, yang
menyebar dan melintasi batas-batas negara dengan tujuan untuk mempengaruhi
kebijakan suatu negara atas isu-isu yang menjadi program mereka. INGO sering
disebut sebagai sektor ketiga setelah negara atau pemerintah dan swasta yang
beroperasi di luar pemerintah dan pasar. INGO merupakan organisasi non-profit yang
tujuan utamanya adalah melayani orang banyak tanpa motivasi laba. Kemandirian
dan independensi dari INGO berarti seluruh aktivitasnya berpijak atas dasar kebebasan dan otonomi yang dimiliki secara kelembagaan dan mempunyai personal
untuk mengatur, memutuskan dan menggerakkan roda organisasinya (self governing).
INGO bukan bagian dari perpanjangan tangan pemerintah, bukan underbow partai
politik tertentu dan bukan investasi bagi sektor bisnis. Dalam hal finansial, INGO
bersandar pada kedermawanan dari pihak lain melalui donasi dan dana untuk
menutup biaya-biaya aktivitas mereka.
Sekitar tahun 1980an International Non-Governmental Organizations (INGO)
mulai berfokus pada kelompok atau organisasi yang bergerak dalam bidang
lingkungan hidup seperti Greenpeace, Sierra Club, World Wildlife Fund (WWF) dan
lain-lain. Kemunculan INGO lingkungan hidup ini didorong oleh adanya dampak
degradasi lingkungan yang sudah mempengaruhi seluruh dunia dan salah satu
dampak degradasi tersebut adalah perubahan iklim yang dapat menyebabkan
kepunahan seluruh makhluk hidup.
Greenpeace merupakan International Non-Governmental Organizations yang
bergerak dalam bidang lingkungan hidup, dan kegiatannya khusus melakukan
advokasi atau kampanye. Dalam menangani isu-isu lingkungan hidup Greenpeace
hanya melakukan kegiatan-kegiatan advokasi dan tidak mengimplementasikan
program seperti yang dilakukan INGO lingkungan hidup yang lain.
Dalam hal finansial, Greenpeace tidak meminta atau menerima dana dari
pemerintah, perusahaan atau partai politik. Greenpeace mendapatkan dana dari
sumbangan individual sebagai pendukung (supporter) dan dana hibah dari yayasanyayasan
yang sudah teruji komitmennya. Greenpeace mendapatkan dana paling besar
dari individu yang bersimpati pada Greenpeace dan memiliki kepedulian yang sama
dengan Greenpeace. Nilai-nilai ini membantu Greenpeace lebih independen ketika
harus berhadapan dengan pemerintah dan perusahaan. Greenpeace sebagai organisasi
non-pemerintah juga memegang teguh prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dua
prinsip ini menjadi penting karena Greenpeace harus mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya kepada para supporter individu dan foundation yang
memberikan dana untuk membiayai aktivitasnya.. Dalam kampanyenya untuk
melindungi kawasan hutan rawa gambut di wilayah Semenanjung Kampar
Greenpeace menyiapkan dana sekitar 1,5 miliar untuk mendukung kegiatan
kampanye pelestarian hutan rawa gambut di daerah tersebut.
1. Peran Greenpeace Dalam Bidang Advokasi
Greenpeace sebagai NGO lingkungan juga memiliki peran advokasi terkait
dengan rehabilitasi dan perlindungan hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar.
Kegiatan membela, memajukan, menciptakan dan melakukan perubahan untuk
melindungi hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar, terus dilakukan Greenpeace
pada tingkat masyarakat lokal, pemerintah daerah dan pusat serta forum internasional.
Kegiatan advokasi dalam bidang lingkungan dilakukan Greenpeace demi tercapainya
penyempurnaan program pelestarian lingkungan hutan rawa gambut yang ada di
Semenanjung Kampar.
Dengan adanya advokasi yang dilakukan Greenpeace, diharapkan pemerintah
Indonesia dan masyarakat internasional dapat berperan serta menjaga dan
merehabilitasi hutan rawa gambut yang ada di Semenanjung Kampar. Diharapkan
juga secara langsung bahwa keputusan-keputusan yang akan diambil pada tingkat
pemerintah Indonesia dan dunia turut serta melindungi keberadaan hutan rawa
gambut tersebut.
Upaya-upaya Greenpeace dalambidang advokasi meliputi beberapa kegiatan
yaitu:  Mengidentifikasi Masalah Yang Dihadapi Masyarakat di Sekitar Hutan Rawa
Gambut
 Menyebarkan Informasi kepada Masyarakat tentang Pentingnya Pelestarian
Hutan Rawa Gambut
 Advokasi Greenpeace Pada Tingkat Regional dan Internasional
2. Peran Greenpeace Dalam Bidang Monitoring
Salah satu peran Greenpeace sebagai INGO lingkungan adalah melakukan
pengawasan atau monitoring langsung terhadap program-program pelestarian lahan
gambut yang dilakukan masyarakat dan pemerintah. Greenpeace melakukan
pengawasan dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk menilai apakah kebijakan
yang dijalankan pemerintah dan perusahaan terkait dengan pelestarian hutan rawa
gambut di Semenanjung Kampar sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Monitoring juga dilakukan Greenpeace untuk memperkecil pelangaran-pelangaran
yang terjadi dalam penyelesaian program di lapangan.
Kegiatan monitoring yang dilakukan Greenpeace di kawasan hutan rawa
gambut Semenanjung Kampar meliputi:
 Pengawasan dan patroli bersama masyarakat di sekitar hutan rawa gambut.
 Mengawasi implementasi kebijakan pemerintah tentang pelestarian hutan
rawa gambut.  Mengawasi aktivitas-aktivitas perusahaan yang beroperasi di Semenanjung
Kampar agar tidak merusak hutan rawa gambut yang ada.
3. Peran Greenpeace di Bidang Fasilitasi
Dalam menjalankan visi dan misinya di Semenanjung Kampar, Greenpeace
juga berperan sebagai lembaga yang bergerak di bidang fasilitasi. Lembaga tersebut
merupakan lembaga yang mempunyai orientasi dengan memberikan kontribusi
berupa pengarahan dan pengadaan fasilitas, yang ditujukan kepada masyarakat sipil,
baik secara langsung maupun melalui lembaga yang sudah ditunjuk. Greenpeace
merupakan lembaga yang memfasilitasi berbagai kegiatan terkait dengan usaha
merestorasi dan melestarikan hutan rawa gambut yang ada di Semenanjung Kampar.
Peran tersebut dituangkan dalam kegiatan komunikasi antara masyarakat, pemerintah
daerah dan nasional dengan para pemangku kepentingan maupun antarnegara terkait
dengan program bersama-sama merestorasi dan melindungi hutan rawa gambut di
Semenanjung Kampar.
4. Peran Greenpeace di Bidang Konsultasi
Selain sebagai lembaga yang memfasilitasi komunikasi antar pemerintah dan
masyarakat, Greenpeace juga menepatkan dirinya sebagi lembaga yang memberikan
informasi dan konsultasi. Konsultasi dan tanya jawab yang dilakukan Greenpeace
kepada masyarakat dan instansi pemerintah merupakan salah satunya kegiatan yang
dilakukan Greenpeace dalam program-programnya terkait usaha untuk melestarikan hutan rawa gambut yang ada di Semenanjung Kampar. Sebagai lembaga yang
mempunyai peran konsultasi, Greenpeace memberikan informasi dan menyediakan
dirinya sebagai tempat untuk masyarakat, institusi dan pemerintah melakukan tanya
jawab, serta memberikan informasi bagi yang mengembangan lahan gambut untuk
dijadikan lahan yang bernilai ekonomis.
Konsultasi dan tanya jawab dilakukan Greenpeace dalam berbagai
kesempatan. Dalam forum tanya jawab tersebut, Greenpeace memberikan
kesempatan kepada peserta dan masyarakat luas untuk bertanya lebih mengenai halhal
yang berkaitan dengan pelestarian hutan rawa gambut serta program-program
yang dilakukan oleh Greenpeace di Semenanjung Kampar.
C. KESIMPULAN
Dalam kegiatan pelestarian hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar,
penulis menemukan bahwa keterbatasan wewenang yang dimiliki oleh Greenpeace
sebagai INGO yang tidak memiliki kedaulatan dalam pengambilan keputusan serta
pemberian sanksi kepada para perusak ekosistem lahan gambut merupakan salah satu
hambatan dalam upaya perlindungan hutan rawa gambut. Keterbatasan wewenang
tersebut dikarenakan Greenpeace tidak memiliki kedaulatan untuk pengambilan
keputusan di Indonesia. Meskipun kerja sama telah dilakukan oleh Greenpeace
dengan pemerintah Indonesia, lahan gambut di Semenanjung Kampar masih terus
mengalami kerusakan. Selain itu, penulis juga menemukan bahwa ketidakseriusan
pemerintah Indonesia dalam mengangani kerusakan hutan rawa gambut juga menyebakan lambatnya restorasi hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar.
Kebakaran hutan pada musim kemarau, pembalakan liar serta pembukaan lahan
gambut yang dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit merupakan
permasalahan-permasalahn yang masih menganggu upaya untuk melestarikan hutan
rawa gambut.
Namun demikian dapat diakui bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan
Greenpeace untuk melestarikan hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar telah
cukup banyak memberikan hasil yang positif dalam rangka menurunkan angka
kerusakan lahan gambut di Semenanjung Kampar. Keberhasilan Greenpeace tersebut
dapat dijadikan panutan untuk program pelestarian lingkungan di daerah-daerah lain
di Indonesia
Hubungan antara gratitude dengan citra tubuh pada remaja putri di kabupaten Alor
Masa remaja merupakan masa mencari jati diri. Penampilan fisik menjadi salah satu cara untuk menunjukkan diri remaja pada orang lain. Citra tubuh merupakan salah satu aspek yang menonjol pada masa remaja. Pada remaja perempuan, perhatian terhadap tubuh menjadi kekhawatiran terpenting dalam kehidupan. Gratitude merupakan emosi positif yang memiliki manfaat untuk mengurangi, dan menghilangkan emosi-emosi negatif seperti penyesalan, ketidakpuasan, kekecewaan, dan frustasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara gratitude dengan citra tubuh pada remaja putri di Kabupaten Alor. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 106 remaja putri di Kabupaten Alor, teknik pengambil sampel yang digunakan yaitu accidental sampling dan snowball sampling. Pengambilan data menggunakan skala citra tubuh dan skala gratitude yang disusun sendiri oleh peneliti. Penelitian diuji menggunakan statistic non parametrik Kendall’s Tau B. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara gratitude dengan citra tubuh pada remaja putri di Kabupaten Alor dengan koefisien korelasi sebesar 0,306 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Semakin tinggi tingkat gratitude maka semakin tinggi pula citra tubuh, dan sebaliknya semakin rendah tingkat gratitude maka semakin rendah citra tubuh. Hasil tabulasi silang menunjukkan sebanyak 10 responden memiliki tingkat gratitude sangat tinggi yang kemudian diikuti dengan meningkatnya citra tubuh. Namun, penelitian ini menghasilkan temuan lain dimana meningkatkan gratitude tidak selalu diikuti dengan meningkatnya citra tubuh pada individu, hal ini ditunjukkan melalui tabulasi silang. Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian, yaitu rendahnya validitas skala citra tubuh, pengambilan data secara online sehingga peneliti tidak dapat mendampingi responden dalam proses pengisian kuisioner, serta penyusunan alat ukur gratitude yang tidak memperhatikan frekuensi, jangkauan, intensitas, dan densitas
- …