35 research outputs found

    PENAFSIRAN ZAITUNAH SUBHAN DAN AMINAH WADUD TENTANG KEBEBASAN PEREMPUAN

    Get PDF
    A Discourse on gender is still a controversial issue today. The emergence of various inequalities in society as well as majority injustice occurs in women. The differences in roles between men and women also characterize the culture in society. The role of women is considered limited in the domestic realm, taking care of their children and husbands, while men are not limited. Religion is accused of being one of the causes for the differences between men and women. Therefore this thesis focuses on: (1) How do Amina Wadud and Zaitunah Subhan interpret the verses on women's freedom? (2) What are the similarities and differences in the interpretations of Amina Wadud and Zaitunah Subhan? This study uses a qualitative method with library research techniques or library research, which collects a variety of literature such as books, journals, theses, and theses that are in accordance with the topic of discussion. The results of this study include (1) interpreting the pronunciation of qawwamun in QS. al-Nisā: 34 Amina, interpreting as a leader. By setting two conditions, men have advantages over women. Second, provide for his wife with his own assets. While the meaning of the verse is to imply the functional relationship between men and women. Meanwhile, Zaitunah interprets the pronunciation of qawwāmūn as protector, or person in charge. Regarding nuzhūz, Amina interpreted it as a hormonal disorder, while oliveah interpreted nuzhūz as defiance related to the relationship between humans and their gods. Regarding the progress of women in the public domain, Amina and Zaitunah agree that women should be given the same opportunity to develop themselves. Biological differences according to the two are not reasons in limiting women's movement space. (2) in interpreting the verses Amina and Zaitunah use different methods. Amina Wadud used her hermeneutic method while Zaitunah Subhan used the maud}ū'ī(thematic) method

    HUKUM BERHIAS DALAM ISLAM PERSFEKTIF HADIS

    Get PDF
    Kualitas hadis�hadis tentang merias wajah telah memenuhi kriteria hadis shahih. Sedangkan pemahaman terhadap hadis-hadis tersebut menemukan hasil bahwa ada 3 bagian yang dikaji yakni berkaitan dengan celak, mencukur alis, dan bedak. Para ulama sepakat bahwa mamakai celak dan bedak adalah dibolehkan. Adapun mencukur alis ada dua pendapat yakni, pertama mengharamkan karena termasuk merubah ciptaan Allah. Kedua membolehkan dengan seizin suami. Terkait dengan konsep merias wajah pada mata serta bulu pada wajah ada beberapa pendapat. Pertama ulama membolehkan merias wajah dengan menggunakan celak. Kedua ulama melarang merias wajah dengan bahan yang dapat merontokkan bulu wajah, kecuali dengan bahan yang alami

    KAJIAN TERHADAP PASAL 487 RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (Di Tinjau Dari Pasal 1 Dan 2 Ayat (1), (2) Undang -Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)

    Get PDF
    Pembimbing : Sidik Sunaryo, SH., M.Si Emei Dwinanarhati Setiamandani, SH., LLM. Dalam penulisan hukum ini, penulis mengangkat empat permasalahan hasil dari kegelisahan penulis terhadap dirumuskannya perbuatan hidup bersama sebagai suami isteri diluar perkawinan yang sah sebagai salah satu rancangan delik pada rancangan undang-undang tentang kitab undang-undang hukum pidana (RUU KHUP).Seperti yang diketahui bahwa perbuatan hidup bersama antara pria dan wanita di Indonesia hanya boleh dilakukan setelah melakukan perkawinan berdasarkan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.Namun meskipun sudah diatur didalam undang-undang perkawinan,perbuatan hidup bersama sebagai suami isteri apabila dilakukan oleh pasanganyang belum melakukan perkawinan yang sah, tidak akan menimbulkan sanksi hukum dinegera ini, karena perbuatan tersebut belum diatur dalam hukum positif secara spesifik. Berikut ini empat permasalahan yang diangkatpenulis : 1. bagaimana pasal 487 RUU KUHP apabila dilihat dari unsur “ikatan lahir batin” pada pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 2. bagaimana pasal 487 RUU KUHP apabila dilihat dari unsur “sebagai suami isteri” pada pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 3.bagaimana pasal 487 RUU KUHP apabila dilihat dari unsur “membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal” pada pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 4. bagaimana pasal 487 RUU KUHP apabila dilihat dari unsur “berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa” pada pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 5. Bagaimana rancangan pasal 487 Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ditinjau dari Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 6. Bagaimana rancangan pasal 487 Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ditinjau dari Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Tujuan penulisan adalah: 1. untuk mengetahui rancangan pasal 487 RUU KUHP ditinjau dari unsur “ikatan lahir batin” pada pasal 1 undang-undang perkawinan. 2.untukmengetahui rancangan pasal 487 RUU KUHP ditinjau dari unsur “sebagai suami istri” pada pasal 1 undang-undang perkawinan. 3.untuk mengetahui rancangan pasal 487 RUU KUHP ditinjau dari unsur “membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal” pada pasal 1 undang-undang perkawinan. 4.untuk mengetahui rancangan pasal 487 RUU KUHP ditinjau dari unsur “berdasarkan Ketuhanan Yang maha esa” pada pasal 1 undang-undang perkawinan.5. Untuk mengetahui rancangan pasal 487 Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ditinjau dari Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.6. Untuk mengetahui rancangan pasal 487 Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ditinjau dari Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Metode pendekatan yang digunakan adalah Normatif Doktriner. Hasil kajian adalah sebagai berikut : 1. bahwa menurut unsur “ikatan lahir batin” pada pasal 1 undang-undang perkawinan, pasal 487 RUU KUHP yang telah dikaji dari aspek sosial, aspek psikologi, aspek pendapat ahli, aspek undang-undang perkawinan, dan aspek pasal 487 RUU KUHP, menyatakan bahwa perbuatan hidup bersama sebagai suami isteri diluar perkawinan yang sah bukanlah suatu bentuk ikatan lahir batin 2. bahwa menurut unsur “sebagai suami istri” pada pasal 1 perkawinan, pasal 487 RUU KUHP yang telah dikaji dari aspek sosial, aspek psikologi, aspek ekonomi, aspek undang-undang tentang perkawinan, aspek pasal 487 RUU KUHP, dan aspek agama, menyatakan bahwa perbuatan yang dirumuskan didalam pasal 487 RUU KUHP tersebut tidak bisa menyandang atau disebut sebagai suami isteri. 3. bahwa menurut unsur “membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal”pada pasal 1 undang-undang perkawinan, pasal 487 RUU KUHPyang telah dikaji dalam aspek sosial, aspek psikologi, aspek ekonomi, aspek undang-undang perkawinan, aspek pasal 487 RUU KUHP, dan aspek agama, menyatakan bahwa perbuatan yang dirumuskan didalam pasal 487 RUU KUHP tersebut tidak bisa membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dengan jalan melakukan hidup bersama sebagai suami isteri diluar perkawinan yang sah. 4. bahwa menurut unsur pasal “berdasarkan keTuhanan yang maha esa” pada pasal 1 undang-undang perkawinan, pasal 487 RUU KUHP yang telah dikaji dalam aspek Pancasila, aspek undang-undang perkawinan, aspek pasal 487 RUU KUHP, dan aspek agama, menyatakan bahwa perbuatan yang dirumuskan didalam pasal 487 RUU KUHP tersebut bukan perbuatan yang berdasarkan atas keTuhanan yang maha esa. 5. bahwa perbuatan yang dirumuskan didalam pasal 487 RUU KUHP tersebut bukan merupakan perbuatan yang sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU 1/74 yang mengharuskan adanya perkawinan yang dilakukan sesuai agama atau kepercayaan. 6. bahwa perbuatan yang dirumuskan didalam pasal 487 RUU KUHP tidak mendapatkan hak administrasi sesuai dengan yang disyaratkan didalam pasal 2 ayat (2) UU 1/74

    Perang dan Perdamaian dalam Novel Kilyubatra Fī Khān Al-Khalīlī, Karya Mahmūd Taymūr: Analisis Strukturalisme Genetik / War and Peace in the Kilyubatra Fī Khān Al-Khalīlī Novel, the Work of Mahmūd Taymūr: An Analysis of Genetic Structuralism

    Get PDF
    استخدم هذا البحث أحد أنواع أساليب البحث في منهج علم الاجتماع الأدبي، وهو البنيوية التكوينية. والهدف هو الكشف عن وجهة نظر المؤلف من الحالات الاجتماعية الحقيقية التي تؤدي إلى خلق الرواية. الرواية المستخدمة هي كليوباترا في خانالخليلي لمحمود تيمور.  نوعي البحث هو من خلال دراسات المكتبة. بالإضافة إلى الرواية، تتضمن البيانات التي تم تحليلها بيانات عن الاوضاع الاجتماعية في مصر الذي يعد مكانًا للرواية ووضع الحرب العالمية الثانية وهو الوضع الزمني في الرواية. يتم التحليل من خلال مقارنة كل من البيانات داخل الرواية والبيانات داخل الرواية ببيانات من خارج الرواية. نتائج البحث هي: ١) كُتب كليوباترافيخانالخليلي في ظلال الحرب العالمية الثانية. وقد استولت الحرب على ٨٥ مليون شخص. وفي هذه الأوقات من الحرب، نُفذت مؤتمرات كثيرة؛ وفي عام ١٩٩٥، عقدت مؤتمرات عديدة. ٢) كليوباترافيخانالخليلي هي رواية ساخرة تكشف عن مواقف محمودتيمور المتشائمة تجاه السلام العالمي. ٣) كيليوباترا في خان الخللي اعتقاد تيمور بأن الأدب يهدف إلى الإنسانية بدون حدود وطنية.الكلمات االأساسية: محمود تيمور ، كليوباترا في خانالخليلي ، علم اجتماع الأدبي.AbstractThe objective of this study is to elaborate on the writer’s view on the social situation in which a novel is created. Kilyubatra Fī Khān Al-Khalīlī by Mahmūd Taymūr  is studied for the purpose of this study. This study uses a method in sociology of literature study, which is genetic structuralism. The study is qualitative by using literature study. Besides the novel, the study includes data of Egypt’s social situation which is the social setting in the novel and situation of World War II which is the time setting in the novel. The analysis is carried out by comparing data only in the novel and also between data in the novel and data from outside the novel. The results of this study are 1) Kilyubatra Fī Khān Al-Khalīlī is written when World War II happened. This war leads to approximately 85 million casualties. There are many conferences held in this war; 2) Kilyubatra Fī Khān Al-Khalīlī is a satire novel. It conveys Taymūr’s pessimistic view of world peace; 3) Kilyubatra Fī Khān Al-Khalīlī represents Taymūr’s vision of literature for humanity

    The 16th International Istanbul Festivals is organized by the İstanbul Foundation for Culture and Arts under the patronage of the Ministry of Culture and Tourism

    Get PDF
    Taha Toros Arşivi, Dosya No: 131-İstanbul Festivaliİstanbul Kalkınma Ajansı (TR10/14/YEN/0033) İstanbul Development Agency (TR10/14/YEN/0033

    Bahasa dan Susastra Dalam Guntingan - Mei 2009

    Get PDF

    Pengaruh optimisme dan religiusitas terhadap subjective well-being mahasiswa tahun pertama

    Get PDF
    Subjective well-being yang tinggi dibutuhkan oleh mahasiswa tahun pertama untuk mengurangi emosi-emosi negatif yang dirasakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh optimisme dan religiusitas terhadap subjective well-being. Rancangan penelitian ini menggunakan kuantitatif korelasional dengan melibatkan 250 mahasiswa tahun pertama di Bojonegoro. Pengambilan sampel menggunakan quota sampling. Ada empat macam intrument yang digunakan yaitu satisfaction with life scale (SWLS), scale of positive and negative experiences (SPANE),life orientation test-revised (LOT-R) dan Centrality Religiosity Scale (CRS). Uji hipotesis menggunakan analisis regersi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa optimisme dan religiusitas masing-masing menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap terbentuknya subjective well-being. Optimisme dan religiusitas juga bersama-sama berkontribusi terhadap subjective well-bein

    Factors Of Erp Perceived Value And Organizational Performance At The Pre-Implementation Phase: Organisational Learning Capability As A Moderator

    Get PDF
    Higher education institutions (HEIs) are challenged to sustain the high-level information systems to generate complex real-time reports. Also, their need for digital transformation to stay competitive. Enterprise Resource Planning (ERP) systems, through its integration characteristic, can provide tailored solutions for effective resource allocation and better decision making. Even though ERP systems increase organisational innovation, most Egyptian HEIs have not implemented ERP, showing ERP is not perceived as innovation capability. Therefore, this study aims to develop a model of ERP perceived value at the pre-implementation phase. This study explored the insights of 112 Egyptian HEIs. Based on the previous studies, this study predicts the factors of ERP perceived value among HEIs through linking three prominent frameworks; Technology-Organization-Environment (TOE) framework, technology readiness index (TRI), and resource-based view (RBV). The TOE factors include relative advantage, technological capability, top management support, perceived technical competence, and competitive pressure. The research investigates the factors of ERP perceived value, further examines the impact of ERP perceived value on organizational performance and the moderating effects of organisational learning capability (OLC)
    corecore