1,246 research outputs found

    PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KUALITAS GELATIN DARI TULANG IKAN TENGGIRI DENGAN BERBANTUKAN ULTRASONIK

    Get PDF
    Kalimantan Timur khususnya Samarinda terkenal dengan makanan olahan yang berasal dari ikan, seperti Kerupuk (amplang). Ikan yang banyak digunakan dalam makanan olahan tersebut ialah ikan tenggiri di samping ikan pipih, ikan haruan (ikan gabus) dan ikan bandeng. Umumnya, sebagian besar yang digunakan adalah dagingnya sedangkan bagian lain seperti kepala, jeroan, sisik, kulit dan tulang hanya sebagai limbah saja. Ikan tenggiri ini berpotensi untuk digunakan dalam pembuatan gelatin karena ikan tenggiri jenis ikan bertulang keras yang mengandung kolagen kurang lebih 49,8%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi waktu ekstraksi terhadap kualitas gelatin dari tulang ikan tenggiri, mengetahui jumlah rendemen tertinggi  terhadap kualitas gelatin dari tulang ikan tenggiri dan mengetahui perbandingan karakteristik gelatin yang diperoleh dari tulang ikan tenggiri dengan standar gelatin komersial. Pembuatan gelatin dimulai dengan membersihkan dan merebus 100 g tulang ikan tenggiri pada suhu 60 ºC selama 30 menit dengan memotong tulang ikan dengan ukuran 2-4 cm. Kemudian merendam tulang dengan larutan HCl 5% selama 2 hari sampai terbentuk ossein lalu mencuci ossein dengan menggunakan air sampai pH nya netral (6-7) setelah itu mengEkstraksi ossein pada suhu 60 ºC dalam variasi 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 jam dengan bantuan gelombang ultrasonik 20 kHz, 700 watt dan kemudian mengeringkan gelatin dalam oven pada suhu 50 ºC selama 24 jam. Pada penelitian ini didapatkan gelatin optimum pada konsentrasi HCl 5% dan waktu ekstraksi 5 jam dengan rendemen 10,35%. Gelatin optimum memiliki hasil analisa warna kuning pucat, bau normal, pH 5,59, kadar air 11,18%, dan kadar abu 1,08% yang masih sesuai standar gelatin komersial.Kata Kunci: Gelatin, HCl, ekstraksi, tulang, ikan tenggiri.THE EFFECT OF EXTRACTION TIME ON GELATIN QUALITY OF TENGGIRI FISH BONE WITH ULTRASONIC ASSISTANCEEast Kalimantan, especially Samarinda, is famous for processed foods derived from fish, such as crackers (amplangles). Fish that are widely used in processed foods are tenggiri fish in addition to flat fish, haruan fish (cork fish) and milk fish. Generally, most of the meat is used while other parts such as heads, viscera, scales, skin and bones are just waste. This tenggiri has the potential to be used in the manufacture of gelatin because tenggiri fish species of hard-boned fish containing collagen is approximately 49.8%. The purpose of this study was to determine the effect of extraction time variations on the quality of gelatin from tenggiri fish bones, determine the highest amount of yield on the quality of gelatin from tenggiri fish bones and determine the comparison of gelatin characteristics obtained from tenggiri fish bones with commercial gelatin standards. Making gelatin begins with cleaning and boiling 100 g of tenggiri fish bones at a temperature of 60 ºC for 30 minutes by cutting fish bones with a size of 2-4 cm. Then soak the bones with 5% HCl solution for 2 days to form ossein then wash ossein using water until the pH is neutral (6-7) after that extract ossein at 60 ºC in variations of 2, 4, 6, 8, 10 and 12 hour with the help of 20 kHz ultrasonic waves, 700 watts and then drying the gelatin in the oven at 50 ºC for 24 hours. In this study the optimum gelatin was obtained at a 5% HCl concentration and 5 hours extraction time with a yield of 10.35%. The optimum gelatin has the results of an analysis of pale yellow color, normal odor, pH 5.59, water content of 11.18%, and ash content of 1.08% which is still according to commercial gelatin standards.Keywords: Gelatin, HCl, extraction, bone, tenggiri fis

    Evolution of Nanoporosity in Dealloying

    Get PDF
    Dealloying is a common corrosion process during which an alloy is "parted" by the selective dissolution of the electrochemically more active elements. This process results in the formation of a nanoporous sponge composed almost entirely of the more noble alloy constituents . Even though this morphology evolution problem has attracted considerable attention, the physics responsible for porosity evolution have remained a mystery . Here we show by experiment, lattice computer simulation, and a continuum model, that nanoporosity is due to an intrinsic dynamical pattern formation process - pores form because the more noble atoms are chemically driven to aggregate into two-dimensional clusters via a spinodal decomposition process at the solid-electrolyte interface. At the same time, the surface area continuously increases due to etching. Together, these processes evolve a characteristic length scale predicted by our continuum model. The applications potential of nanoporous metals is enormous. For instance, the high surface area of nanoporous gold made by dealloying Ag-Au can be chemically tailored, making it suitable for sensor applications, particularly in biomaterials contexts.Comment: 13 pages, PDF, incl. 4 figures. avi movies of simulations available at http://www.deas.harvard.edu/matsci/downdata/downdata.htm

    Pengembangan E-modul Berbasis Android Mobile Materi Ekosistem Lokal Nusa Tenggara Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Siswa SMA

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui need assessment dari sekolah-sekolah di wilayah Lombok Timur NTB dan Kupang NTT, (2) mengetahui hasil uji terbatas modul berbasis android mobile, dan (3) mengetahui efektivitas modul berbasis android yang diuji cobakan di SMA N 2 Selong, Lombok dalam meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang dilanjutkan dengan penelitian pengembangan dengan desain kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah semua SMA/MA di Provinsi. NTB dan NTT. Sampel penelitian yaitu semua guru SMA/MA se-Kabupaten Lombok timur, NTB dan se-Kabupaten Kupang, NTT. Berdasarkan hasil survei tersebut kemudian diperoleh satu SMA (SMAN 2 Selong, Lomok Timur, NTB) yang dijadikan sebagai research population. Teknik pengumpulan data survey menggunakan matriks need assessment dan wawancara sedangkan teknik pengumpulan data pengembangan menggunakan instrumen tes kemampuan berpikir. Teknik analisis data menggunakan analisis data kuantitatif yaitu statistik deskriptif berupa diagram dan tabel serta statistik inferensial menggunakan anakova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ekosistem darat (hutan) dapat digunakan sebagai materi dalam e-modul dalam pembelajaran di Lombok Timur, sedangkan ekosistem pantai perlu diangkat menjadi materi pokok di Kupang dengan menggunakan e-modul, (2) hasil uji terbatas modul berbasis android mobile menunjukkan bahwa berdasarkan aspek bahasa, aspek kosntruksi, dan aspek materi termasuk dalam kategori baik dengan skor 3,09, dan (3) modul berbasis android efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik yang ditunjukkan dengan nilai p<0,05

    Marketing Mix Method Sebagai Strategi Pemasaran Pendidikan di SMA Kristen Barana

    Get PDF
    Artikel ini membahas tentang marketing mix sebagai strategi pemasaran di SMA Kristen Barana dengan tujuan penelitian ini untuk menciptakan lembaga pendidikan swasta yang berkualitas yang mampu bersaing dengan sekolah pada umumnya. Strategi pemasaran yang dimaksud adalah adanya kondisi pemasaran yang kondusif serta mampu memberikan dampak pada sekolah itu sendiri, masyarakat dan konsumen. Tujuan dari manajemen pemasaran jasa pendidikan untuk memepermudah lembaga dalam memasarkan jasa pendidikannya kepada mayarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMA Kristen Barana strategi pemasaran yang dilakukan adalah Marketing Mix yang terdiri dari 2 langkah yaitu perencanaan dan pelaksanaan. Perencanaan meliputi Identifikasi Pasar, Segmentasi Pasar, Target dan untuk pelaksanaan meliputi Produk, Harga, Tampat, Promosi, Sumber Daya Manusia, Proses. Oleh karena itu disimpulkan bahwa marketing mix yang ada di SMA Barana dilakukan secara maksimal dan objektif

    SOSIALISASI PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN PENDEKATAN REDUCE, REUSE, DAN RECYCLE (3R) BAGI PESERTA DIDIK DI SMPN NEONBAT KEFAMENANU

    Get PDF
    ABSTRAKSalah satu dampak negatif dari kegiatan pembangunan adalah permasalahan lingkungan. Permasalahan lingkungan yang selalu ditemukan di sekitar kita adalah sampah. Sampah dapat dikelola dengan pendekatan 3R (reduce, reuse, recycle). Pengelolaan sampah dengan pendekatan 3R perlu disosialisasikan kepada semua pihak terutama peserta didik. Sosialisasi pengelolaan sampah dengan pendekatan 3R dilaksanakan dalam bentuk kegiatan pengabdian pada masyarakat ini berlokasi di SMPN Neonbat Kefamenanu. Tujuan pengabdian ini adalah memberi pemahaman pada peserta didik mengenai pentingnya pengelolaan sampah di lingkungan serta untuk meningkatkan pemahaman peserta didik mengenai jenis sampah organik dan anorganik.  Metode kegiatan pengabdian yang digunakan adalah permainan dan pembuatan produk kreasi dari sampah. Hasil tes akhir menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pemahaman peserta didik tentang pengelompokkan sampah organik dan anorganik. Sosialisasi pengelolaan sampah dengan pendekatan 3R pada peserta didik SMPN Neonbat telah memberi dampak positif dengan meningkatnya pemahaman mengenai pengelompokan sampah organik dan anorganik serta memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa sampah yang dihasilkan bisa dimanfaatkan kembali dan dapat bernilai ekonomis apabila dikembangkan menjadi sebuah produk bermanfaat. Kata kunci: sampah organik; sampah anorganik; 3R (reduce, reuse, recycle). ABSTRACTOne of the negative impacts of development activities is environmental problems. Environmental problems that are always found around us are garbage. Waste can be managed with a 3R approach (reduce, reuse, recycle). Waste management with the 3R approach needs to be socialized to all parties, especially students. The socialization of waste management with the 3R approach was carried out in the form of community service activities located at SMPN Neonbat Kefamenanu. The purpose of this service is to provide students with an understanding of the importance of waste management in the environment and to increase students' understanding of the types of organic and inorganic waste. The method of service activities used are games and the manufacture of creative products from waste. The final test results show that there is an increase in students' understanding of the grouping of organic and inorganic waste. Socialization of waste management with the 3R approach to students of SMPN Neonbat has had a positive impact by increasing understanding of the grouping of organic and inorganic waste and providing understanding to students that the waste produced can be reused and can be of economic value if it is developed into a useful product. Keywords: organic waste; inorganic waste; 3R (reduce, reuse, recycle)

    Emosi Dalam Perspektif Lintas Budaya

    Get PDF
    Emosi adalah pengalaman manusia mulai sejak manusia dilahirkan, manusia telah memiliki dasar emosi karena dengan emosi, manusia bisa melihat dan memandang setiap aktivitas yang berbeda. Pada dasarnya emosi paling sering diungkapkkan dengan ekspresi sehingga salah satu kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal yang meliputi nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah dan sebagainya Salah satu faktor yang memengaruhi perbedaan ini adalah faktor budaya. Semua orang dari semua budaya memiliki emosi. Emosi yang diekspresikan melalui wajah memiliki dua fungsi, yaitu komunikatif dan adaptif. Terlepas dari ras atau budaya di sekitar di seluruh dunia, manusia mengekspresikan emosi melalui wajah dengan cara yang sama. Tulisan ini menggunakan Literatur Review yaitu studi kepustaan yang mengenai topic emosi dalam prespektif lintas budaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman baru mengenai studi emosi dalam sudut pandang budaya

    The Tropical and Zonotopal Geometry of Periodic Timetables

    Get PDF
    The Periodic Event Scheduling Problem (PESP) is the standard mathematical tool for optimizing periodic timetables in public transport. A solution to a PESP instance consists of three parts: a periodic timetable, a periodic tension, and integer offset values. While the space of periodic tensions has received much attention in the past, we explore geometric properties of the other two components. The general aim of this paper is to establish novel connections between periodic timetabling and discrete geometry. Firstly, we study the space of feasible periodic timetables as a disjoint union of polytropes. These are polytopes that are convex both classically and in the sense of tropical geometry. We then study this decomposition and use it to outline a new heuristic for PESP, based on neighbourhood relations of the polytropes. Secondly, we recognize that the space of fractional cycle offsets is in fact a zonotope, and then study its zonotopal tilings. These are related to the hyperrectangle of fractional periodic tensions, as well as the polytropes of the periodic timetable space, and we detail their interplay. To conclude, we also use this new understanding to give tight lower bounds on the minimum width of an integral cycle basis

    Tropical Neighbourhood Search: A New Heuristic for Periodic Timetabling

    Get PDF
    Periodic timetabling is a central aspect of both the long-term organization and the day-to-day operations of a public transportation system. The Periodic Event Scheduling Problem (PESP), the combinatorial optimization problem that forms the mathematical basis of periodic timetabling, is an extremely hard problem, for which optimal solutions are hardly ever found in practice. The most prominent solving strategies today are based on mixed-integer programming, and there is a concurrent PESP solver employing a wide range of heuristics [3]. We present tropical neighborhood search (tns), a novel PESP heuristic. The method is based on the relations between periodic timetabling and tropical geometry [4]. We implement tns into the concurrent solver, and test it on instances of the benchmarking library PESPlib. The inclusion of tns turns out to be quite beneficial to the solver: tns is able to escape local optima for the modulo network simplex algorithm, and the overall share of improvement coming from tns is substantial compared to the other methods available in the solver. Finally, we provide better primal bounds for five PESPlib instances
    corecore