1,702 research outputs found

    Changes of Physico–Chemical Properties of Pig Slurry During Storage

    Full text link
    This study was aimed to determine changes of the characteristics of raw pig slurry as liquid organic fertilizer at various storage times. A completely randomized design was used in this research. The treatments were storage times, i.e.: 0, 15, 30, 45, and 60 days. Variables observed were loss of the slurry, degree of acidity (pH), electrical conductivity (EC), total solid (TS), volatile solid (VS), total chemical oxygen demand (tCOD), soluble chemical oxygen demand (sCOD), total nitrogen (TN), ammonia-nitrogen (NH3-N), nitrate-nitrogen (NO3-N), total phosphate (TP), and dissolve reactive phosphate (DRP). The results showed that storage time significantly affected all the observed variables, except the concentration of NO3-N and total phosphate content. The pH, TS, VS, DRP, and losses of slurry lost during storage times increased, while EC, TN, NH3-N, tCOD, and sCOD decreased. Physico-chemical properties of slurry during storage times changed, as a result of organic matter breakdown

    DIASPORA SUKU BUGIS DI WILAYAH TANAH BUMBU, KARESIDENAN BORNEO BAGIAN SELATAN DAN TIMUR TAHUN 1842-1942

    Get PDF
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui diaspora orang Bugis di wilayah Tanah Bumbu, Karesidenan Borneo bagian Selatan dan Timur tahun 1842-1942. Penelitian tesis ini merupakan kajian Sejarah Maritim dengan pendekatan Antropologi. Dalam hal ini mengkaji bagaimana proses dan kontinuitas diaspora Bugis di wilayah Tanah Bumbu. Penelitian dilakukan menggunakan metode sejarah dengan tahapan penelitian yakni heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Teori yang digunakan adalah teori diaspora klasik dari Safran. Dalam penelitian ditemukan bahwa diaspora Bugis ke wilayah Tanah Bumbu di Karesidenan Borneo (Kalimantan) bagian Selatan dan Timur, “embrio”-nya terbentuk pada abad ke-18 dan berlangsung secara intensif pada pertengahan abad ke-19 hingga abad ke-20. Kesinambungan diaspora Bugis ke wilayah ini berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama atau diaspora awal berlangsung sejak pertengahan abad ke-19 atau sekitar tahun 1842. Faktor utama yang mendorong terjadinya diaspora Bugis ke Borneo (Kalimantan) adalah naluri merantau atau sompe. Kemudian meningkatnya pelayaran dan perdagangan di “daerah otonom” Bugis di Kalimantan bagian tenggara (Pagatan, Cantung dan Batulicin) turut menunjang “kesinambungan” diaspora dalam kurun waktu tersebut. Jaringan diaspora Bugis di Kalimantan bagian tenggara terbentuk karena peranan pionir passompe’ (perantau) Bugis ke wilayah Borneo (Kalimantan), yakni La Maddukelleng Arung Singkang dari Wajo, Sulawesi Selatan pada kurun waktu sebelumnya yakni tahun 1726. La Madukelleng berkelana ke daerah Kerajaan Pasir dan akhirnya menjadi raja di Kerajaan Pasir. Kemudian jaringan diaspora Bugis “menyebar” ke wilayah Kalimantan bagian tenggara (Tanah Bumbu), pada tahun 1735-an. Dipelopori oleh matoa Puanna Dekke yang membuka daerah Pamagatan menjadi Kerajaan Bugis Pagatan tahun 1735-1800, atas izin dari Sultan Banjar, Panembahan Batu. Pionir Bugis lainnya, Andi Paseere atau Arung Turawe juga berperan dalam membuka wilayah Cantung, Batulicin dan Sebamban tahun 1775. Proses diaspora ini mencapai puncaknya pada tahun 1842-an dengan meningkatnya pelayaran dan perdagangan di wilayah Pagatan, Cantung dan Batulicin dengan wilayah lainnya yakni ke Jawa dan Sulawesi Selatan. Kemudian kesinambungan diaspora ini juga didukung makin kokohnya “hegemoni” Kerajaan Bugis Pagatan. Selanjutnya, diaspora Bugis ke Kalimantan tahap kedua berlangsung sejak awal abad ke 20 atau awal tahun 1900-an. Dalam jangka waktu empat dasawarsa, yakni tahun 1900 hingga tahun 1942, terjadi peningkatan intensitas migrasi kelompok etnik Bugis-Makassar ke Kalimantan dalam jumlah yang lebih besar. Migran ini terutama dari daerah Bone dan Wajo. Alasan utama migran Bugis melakukan mallekke dapureng (migrasi menetap) adalah faktor ekonomi. Pada umumnya migran berasal dari kalangan petani dan nelayan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Selain itu, diaspora juga disebabkan kondisi politik di Sulawesi Selatan pada tahun 1906 yang tidak kondusif karena pemerintah kolonial Belanda sudah menguasai hampir seluruh daerah di Sulawesi Selatan. Dampak diaspora pada abad ke-20 ini adalah munculnya kampoeng-kampoeng Boegis di sepanjang pesisir Pagatan, Tanah Bumbu. Munculnya tradisi Mappanretasi dan migrasi musiman nelayan Pegatang atau Pappagatang pada tahun 1920-1930-an. Kemudian terdapat “industri” pembuatan perahu di Kampung Pedjala, Pagatan tahun 1912. Keberadaan perusahaan Pertambangan Batubara Pulau Laut pada tahun 1913, turut menjadi faktor penarik tidak langsung bagi migrasi orang Bugis di daerah ini. Dalam kurun waktu tahun 1930, keberadaan Ponggawa (pengusaha ikan) Bugis turut memberikan andil terhadap perkembangan ekonomi di Tanah Bumbu di tengah depresi ekonomi tahun 1930-an. Usaha perikanan ini dibangun oleh orang Bugis yang berasal dari strata sosial “to-maradeka” (orang merdeka) dan “anakarung” (bangsawan/elit tradisional). Karena faktor depresi ekonomi tahun 1930, orang Bugis di Pagatan juga mengembangkan sistem pertanian bahuma dan membuat kopra yang juga menjadi bagian dari strategi adaptasi ekonomi Bugis. Keberadaan ponggawa (pengusaha ikan) dan sawi (pekerja/buruh perikanan) dalam jaringan ekonomi ini, menciptakan hubungan patron-klien atau biasanya disebut ajjoareng-joa’. Sayangnya hubungan patron klien ini mulai pudar pada tahun 1930-an. Kesinambungan diaspora orang Bugis di Tanah Bumbu dari abad ke-18 hingga abad ke-20, terpelihara berkat peranan aspek pelayaran dan perdagangan. Armada perahu layar Bugis menunjukkan peranannya dalam interaksi pelayaran dan perdagangan antara orang Bugis di wilayah Tanah Bumbu dengan daerah asal di Sulawesi Selatan. Armada perahu tradisional ini seperti pinisi, pelari maupun sekonyer. Hubungan perdagangan Kalimantan-Sulawesi pun makin ramai seiring dengan dilaluinya jalur Karesidenan Borneo bagian Selatan dan Timur (Pagatan, Batulicin dan Kotabaru) ke Sulawesi bagian selatan oleh armada Koninklijk Paketvaart Maatshappij (KPM) milik pemerintah Hindia Belanda sejak awal abad XX. The purpose of this study is to study the Bugis diaspora to the southeastern part of Borneo and its contiunity during the period 1842-1942. The issues to be examined includes the relationship between the Bugis diaspora and the processes and sustainability especially in Tanah Bumbu region, Residency of Zuider- en Oosterafdeeling van Borneo in during 1842-1942. Besides, this research also tries to answere of why the Bugis people could maintain its identity in the interaction with other tribes in the area of the Tanah Bumbu in 1842-1942. This research can be categorized as maritime history. In this case, for examining of how the relationship between the Bugis diaspora and the processes and sustainability in Tanah Bumbu, Southeastern Borneo, historical method was applied. The method comprises four stages, i.e. heuristic, source criticism, interpretation, and historiography. Approach used in this study is anthropological approach by using theory of classical diaspora especially from Safran. The study found that there are two stages to the Bugis diaspora in Borneo (Kalimantan) region. The first phase occurred after the fall of Makassar by the VOC in 1669. Diaspora was pioneered by the prince and some of his followers who were also descendants of the nobility. In addition to political factors, the diaspora was also motivated by Bugis people instinctively wande or sompe'. The destination area of Bugis diaspora in Borneo, were the Pasir and Tanah Bumbu region. In order to maintain its existence, with the permission than Sultan of the Banjarmasin kingdom, Bugis migrants established the Pagatan kingdom in 1750. Furthermore, the Pagatan kingdom would be the "home base" of Bugis migrants who migrated from South Sulawesi to the Tanah Bumbu region. The second phase of diaspora occurred in the early of 1900s. It closely linked with the expansion of Dutch colonial rule in South Sulawesi. Then the economic factors, namely to find more areas of potential in the field of fisheries, agriculture and plantations. This causes the formation of diaspora identity to Ugi' the emergence of kampoeng-kampoeng Boegis, mappanretasi’ ceremony, "boat building industry” in Kampoeng Pedjala, social mobility among the to-maradeka into the economic elite, patron-client relationship of Buginese or ajjoareng-joa, and the solidarity of the Bugisnese or pesse'. Subsequently, this historical process also formed the emergence of ponggawa Bugis which during the Great Depression in the 1930s worked in agriculture and fisheries. In the context of the Bugis diaspora, the relationship between the Buginese in the Tanah Bumbu region and the homeland in South Sulawesi, preserved by the Bugis traditional shipping. This is also enhanced by the development of the Koninklijk Paketvaart Maatshappij (KPM) of the Dutch which connected southeastern Kalimantan and South Sulawesi. Keywords: diaspora, identity, patron-client relationship

    Saranjana in Historical Record: The City's Invisibility in Pulau Laut, South Kalimantan

    Get PDF
    Saranjana is a mystical city that is a myth for the people of Pulau Laut, South Kalimantan. Rumours about this mysterious city became increasingly excited because its existence, but not recorded on the map of Indonesia. Therefore it is very interesting to examine from a historical point of view. The purpose of this paper is to uncover the historical side of the occult city suggestion on Pulau Laut. This study using the method of history is a method to test and analyze the critical records and relics of the past. The historical method consists of four stages, namely heuristics (data collection), source criticism, interpretation (interpreting facts) and historiography. The results show exist of Saranjana in a place between fact and myth. In conclusion, there are two hypotheses that the Saranjana is ethnic state Dayak Samihim tribe. Then the second hypothesis, that Saranjana is (only) the dream country of Prince Purabaya in the 18th century AD

    Peningkatan Kompetensi Guru Dalam Penginputan Penilaian E-Raport Melalui Pelatihan TIK Di SDN-1 Pangkalan Satu Tahun Pelajaran 2019/2020

    Get PDF
    Penilaian hasil belajar dimulai dengan merencanakan penilaian, menyusun instrumen, melaksanakan penilaian, mengolah dan memanfaatkan, serta melaporkan hasil penilaian. E-Raport sebagai muara akhir dari proses penilaian yang dilakukan pada seluruh proses pada satuan pendidikan. Aplikasi E-Raport yang telah diluncurkan oleh Kemendikbud baik untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK telah berlangsung kurang lebih 3 tahun. Guru disibukkan dengan tugasnya sebagai pendidik, dimana guru dalam fungsi tugasnya Merencanakan, Mengajar, Mendidik dan Melakukan Evaluasi atau Penilaian terhadap peserta didik di setiap akhir semester. Kalau selama ini penilaian dilakukan secara manual yaitu guru menuliskan Raport dengan menggunakan tinta pulpen, setelah diluncurkan E-Raport maka penilaian Raport di lakukan dengan digital dimana guru harus merencanakan penilaian dan melakukan penilaian secara semi online. Penilaian E-Rapor memiliki tingkat keribetan yang tinggi ketika sudah berhadap K13 di bandingkan KTSP

    Peningkatan Aktivitas Belajar Pkn melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Siswa Kelas V SD Negeri 005 Koto Perambahan Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar

    Full text link
    This research aims increased the civics learning activities using the jigsaw learning model in class V SD Negeri005 Koto Perambahan Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. This research was conducted at SDNegeri 005 Koto Perambahan Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. The subject of this research is thestudents of class V with the number of students 34. This research was conducted two cycles. Each cycle uses theprocedure of research implementation that is planning, implementation of action, observation and reflection.The results of research showed student learning outcomes that in cycle I of the first meeting, the total number ofcomplete students is 11 students (32,35%). In the cycle I of the second meeting, the total number of completestudents is 13 students (38,23%). In the cycle I of the third meeting, the total number of complete students is 15students (44,11%). Furthermore, in the cycle II of the first meeting there is an increase in student learningoutcomes, the total number of complete students is 17 students (50%). In the cycle II of the second meeting, thetotal number of complete students is 19 students (55,88%). In the cycle II of the third meeting, the total numberof complete students is 25 students (73,52%). Based on the result of the research it can be concluded that the useof jigsaw learning model can improve the civics learning activities on materials explain the importance of theUnitary State of the Republic Indonesia students of class V SD Negeri 005 Koto Perambahan KecamatanKampar Timur Kabupaten Kampar

    The Experimental Study Of Wekondo Materialsplite And Sand Of Poni-Poniki District Tirawuta East Kolaka Regency As Material Of Concrete Making

    Get PDF
    Split Material derived from Wekondo and Sand found in Poni-Poniki is an abundant material that has the potential to be used as a material for making concrete. The purpose of this research is to find out whether Wekondo split material and Poni-poniki sand can be used in making concrete both in terms of material characteristics and the quality of concrete achieved. This research is experimental by testing material characteristics as well as the making of 150 mm sized concrete cube test object on applicable SNI. The result of the test of the characteristic of Split material such as filter analysis at # 3/8 exceeds the specification of 6.25%, aggregate wear19,639%, pass filter sieve # 200 is 0.772%, specific gravity (SSD) 2,913 gr / cm3, 1.363%, 0.628% moisture content of 1.7kg / ltr solid content and 1.469kg / ltr of loose fill weight. While the examination of a sand material of Poni-poniki analyzed sieve all meet the standard specification, pass filter sieve # 200 is 1,680%, density of 2.661 gr / cm3, aggregate 1.647%, moisture content 0.580%, / ltr the loose weight of 1.531kg / ltr. While in concrete compressive strength test, the age of 7 days is 203,68 kg / cm2, and age 28 day is 257,55 kg / cm2. From the results of the study showed that the compressive strength at the age of 28 days can achieve K-250 quality

    Pandemi Flu Spanyol di Banjarmasin, Karesidenan Borneo bagian Selatan dan Timur (1918-1920)

    Get PDF
    Tingginya kasus covid 19 di Banjarmasin seakan mengulangi sejarah. Pandemi virus mematikan pada kenyataannya bukanlah hal baru. Sekitar satu abad silam, tepatnya pada tahun 1918-1919, flu Spanyol yang mengguncang dunia melanda Banjarmasin. Pada saai itu, Banjarmasin berstatus sebagai ibukota Karesidenan Borneo bagian selatan dan timur. Flu tersebut dinamakan "demam panas” oleh masyarakat Banjar. Sebanyak 1.424 orang tercatat menjadi korban penyakit influenza. Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yang terdiri dari tahapan heurisik, kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pandemi flu spanyol di Banjarmasin dan sekitarnya diduga berasal dari para penumpang kapal laut yang berlayar dan pulang dari Singapura ke Banjarmasin, Bawean, dan Batavia, seperti kapal S. S. Camphuys, S. S. Van Hoorn, S. S. Van Rees, dan S. S. Senang. Masyarakat Banjar telah menggunakan obat-obat tradisional untk melawan pandemi ini sebelum obat medi ditemukan, seperti temulawak. Di samping pengobatan tradisional, masyarakat mempercayai hubungan pandemi dengan hal-hal metafisik. Mereka percaya bahwa penderita telah melanggar pantangan adat

    Mechanical Behaviour and Microstructure Characteristic of Concrete by Using Freshwater and Seawater

    Get PDF
    The development of infrastructure in archipelago countries often faces difficulties and challenges due to the lack of fresh water. Hence, in some cases, the usage of seawater is favourable, in particular for concrete making. Little studies have been conducted on comparing the seawater, and freshwater concretes, especially on microstructure analysis. The objective of this study was to reveal the compressive strength, elasticity, and microstructure of concrete using seawater and freshwater as the mixing water. The methodology of this study was mix design, making test specimens, curing test specimens, and microstructure analysis. The tests of concretes were conducted for each sample with variations of 1, 3, 7, and 28 days and the mechanical behavior were tested using compressive strength and elasticity as parameters. At the same time, the microstructure was examined using an X-Ray Diffraction (XRD). The results showed an increase in compressive strength and elasticity of seawater and freshwater concretes at all variations with insignificant differences observed between the two types of concretes. It was also discovered that the formation of Friedel's salt (3CaO.Al2O3.CaCl2.10H2O) in the seawater concrete was not in the freshwater concrete. In conclusion, the differentiation of microstructure did not significantly affect the compressive strength and elasticity between seawater and freshwater in mixing concrete

    TIPOLOGI DAN RAGAM HIAS MAKAM SULTAN BANJAR DI KAWASAN LAHAN BASAH KESULTANAN BANJAR TAHUN 1526-1860

    Get PDF
    Penelitian dilatarbelakangi kondisi situs sejarah berupa makam Sultan Banjar di kawasan lahan basah Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan tahun 1526-1860 yang belum didaftarkan, diregister serta ditetapkan menjadi Cagar Budaya. Tujuan penelitian menginventarisasi lokasi, bentuk (tipologi) dan ragam hias Makam Sultan Banjar. Sebagai bahan masukan kebijakan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Banjarmasin maupun Kabupaten Banjar dalam rangka pencatatan, pendaftaran, register hingga penetapan Cagar Budaya. Hal ini sesuai fokus bidang Riset Unggulan ULM yakni pendidikan dan seni budaya. Penelitian menggunakan metode sejarah, pendekatan arkeologis. Hasil inventarisasi dari 17 Sultan Banjar hanya 9 makam teridentifikasi, sementara 7 makam yang diduga di Martapura dan 1 di Bogor (Jawa Barat) tidak ditemukan lokasinya. Kondisi makam teridentifikasi bervariasi mulai terawat, kurang terawat hingga tidak terawat (terbengkalai). Makam terdiri dari unsur jirat, nisan, dan cungkup. Bahan pembuatan nisan dan jirat yaitu kayu, batu, bata dan logam. Terdapat tiga langgam nisan, yaitu langgam Aceh, Demak Troloyo dan lokal. Ragam hias makam terdiri atas motif flora, garis lurus, lingkaran, segitiga, dan jajaran genjang. Kesimpulan bahwa makam 16 Sultan Banjar yang pernah memerintah di lahan basah Kesultanan Banjar tahun 1526-1860 tersebar di wilayah Banjarmasin, Martapura dan Bogor. Kondisi bervariasi mulai terawat, kurang terawat dan terbengkalai sehingga perlu perhatian instansi berwewenang dan masyaraka

    TIPOLOGI DAN RAGAM HIAS MAKAM SULTAN BANJAR DI KAWASAN LAHAN BASAH KESULTANAN BANJAR TAHUN 1526-1860

    Get PDF
    Penelitian dilatarbelakangi kondisi situs sejarah berupa makam Sultan Banjar di kawasan lahan basah Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan tahun 1526-1860 yang belum didaftarkan, diregister serta ditetapkan menjadi Cagar Budaya. Tujuan penelitian menginventarisasi lokasi, bentuk (tipologi) dan ragam hias Makam Sultan Banjar. Sebagai bahan masukan kebijakan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Banjarmasin maupun Kabupaten Banjar dalam rangka pencatatan, pendaftaran, register hingga penetapan Cagar Budaya. Hal ini sesuai fokus bidang Riset Unggulan ULM yakni pendidikan dan seni budaya. Penelitian menggunakan metode sejarah, pendekatan arkeologis. Hasil inventarisasi dari 17 Sultan Banjar hanya 9 makam teridentifikasi, sementara 7 makam yang diduga di Martapura dan 1 di Bogor (Jawa Barat) tidak ditemukan lokasinya. Kondisi makam teridentifikasi bervariasi mulai terawat, kurang terawat hingga tidak terawat (terbengkalai). Makam terdiri dari unsur jirat, nisan, dan cungkup. Bahan pembuatan nisan dan jirat yaitu kayu, batu, bata dan logam. Terdapat tiga langgam nisan, yaitu langgam Aceh, Demak Troloyo dan lokal. Ragam hias makam terdiri atas motif flora, garis lurus, lingkaran, segitiga, dan jajaran genjang. Kesimpulan bahwa makam 16 Sultan Banjar yang pernah memerintah di lahan basah Kesultanan Banjar tahun 1526-1860 tersebar di wilayah Banjarmasin, Martapura dan Bogor. Kondisi bervariasi mulai terawat, kurang terawat dan terbengkalai sehingga perlu perhatian instansi berwewenang dan masyaraka
    • …
    corecore