31 research outputs found

    PENGARUH INHIBITOR NA2WO4 TERHADAP LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM PADUAN 7075 DILINGKUNGAN 3,5% NACL

    Get PDF
    Aluminium adalah material yang paling banyak digunakan saat ini karena beberapa keunggulan, diantaranya aluminium merupakan logam ringan, memiliki kekuatan tarik yang relatif tinggi, sifat mampu bentuk (formability) yang baik, tahan terhadap korosi dan bersifat non magnetik sehingga membuat aluminium menjadi pilihan di dunia industri termasuk industri pesawat terbang. Namun, logam akan tetap mengalami korosi bila berada pada lingkungan yang korosif termasuk aluminium paduan 7075 yang biasanya digunakan untuk industri pesawat terbang. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan korosi adalah dengan penggunaan inhibitor. Inhibitor merupakan zat kimia yang apabila ditambahkan dalam jumlah yang kecil/sedikit kedalam lingkungan korosif, dapat secara efektif memperlambat atau mengurangi laju korosi. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian sifat mekanis sebagai data penunjang untuk menguji komposisi (uji tarik, uji kekerasan dan struktur mikro) dan pengujian laju korosi. Pengujian laju korosi yang dilakukan menggunakan metode polarisasi potensiodinamik (Tafel plot) dilingkungan 3,5% NaCl. Sedangkan jenis inhibitor yang digunakan adalah inhibitor anorganik Na2WO4 dengan variasi konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% dan 0,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inhibitor dengan konsentrasi 0,1% merupakan konsentrasi inhibitor optimal untuk menurunkan laju korosi. Semakin tinggi konsentrasi inhibitor laju korosi semakin meningkatAluminium adalah material yang paling banyak digunakan saat ini karena beberapa keunggulan, diantaranya aluminium merupakan logam ringan, memiliki kekuatan tarik yang relatif tinggi, sifat mampu bentuk (formability) yang baik, tahan terhadap korosi dan bersifat non magnetik sehingga membuat aluminium menjadi pilihan di dunia industri termasuk industri pesawat terbang. Namun, logam akan tetap mengalami korosi bila berada pada lingkungan yang korosif termasuk aluminium paduan 7075 yang biasanya digunakan untuk industri pesawat terbang. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan korosi adalah dengan penggunaan inhibitor. Inhibitor merupakan zat kimia yang apabila ditambahkan dalam jumlah yang kecil/sedikit kedalam lingkungan korosif, dapat secara efektif memperlambat atau mengurangi laju korosi. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian sifat mekanis sebagai data penunjang untuk menguji komposisi (uji tarik, uji kekerasan dan struktur mikro) dan pengujian laju korosi. Pengujian laju korosi yang dilakukan menggunakan metode polarisasi potensiodinamik (Tafel plot) dilingkungan 3,5% NaCl. Sedangkan jenis inhibitor yang digunakan adalah inhibitor anorganik Na2WO4 dengan variasi konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% dan 0,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inhibitor dengan konsentrasi 0,1% merupakan konsentrasi inhibitor optimal untuk menurunkan laju korosi. Semakin tinggi konsentrasi inhibitor laju korosi semakin meningka

    PENGARUH INHIBITOR NA2WO4 TERHADAP LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM PADUAN 7075 DILINGKUNGAN 3,5% NACL

    Get PDF
    Aluminium adalah material yang paling banyak digunakan saat ini karena beberapa keunggulan, diantaranya aluminium merupakan logam ringan, memiliki kekuatan tarik yang relatif tinggi, sifat mampu bentuk (formability) yang baik, tahan terhadap korosi dan bersifat non magnetik sehingga membuat aluminium menjadi pilihan di dunia industri termasuk industri pesawat terbang. Namun, logam akan tetap mengalami korosi bila berada pada lingkungan yang korosif termasuk aluminium paduan 7075 yang biasanya digunakan untuk industri pesawat terbang. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan korosi adalah dengan penggunaan inhibitor. Inhibitor merupakan zat kimia yang apabila ditambahkan dalam jumlah yang kecil/sedikit kedalam lingkungan korosif, dapat secara efektif memperlambat atau mengurangi laju korosi. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian sifat mekanis sebagai data penunjang untuk menguji komposisi (uji tarik, uji kekerasan dan struktur mikro) dan pengujian laju korosi. Pengujian laju korosi yang dilakukan menggunakan metode polarisasi potensiodinamik (Tafel plot) dilingkungan 3,5% NaCl. Sedangkan jenis inhibitor yang digunakan adalah inhibitor anorganik Na2WO4 dengan variasi konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% dan 0,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inhibitor dengan konsentrasi 0,1% merupakan konsentrasi inhibitor optimal untuk menurunkan laju korosi. Semakin tinggi konsentrasi inhibitor laju korosi semakin meningkatAluminium adalah material yang paling banyak digunakan saat ini karena beberapa keunggulan, diantaranya aluminium merupakan logam ringan, memiliki kekuatan tarik yang relatif tinggi, sifat mampu bentuk (formability) yang baik, tahan terhadap korosi dan bersifat non magnetik sehingga membuat aluminium menjadi pilihan di dunia industri termasuk industri pesawat terbang. Namun, logam akan tetap mengalami korosi bila berada pada lingkungan yang korosif termasuk aluminium paduan 7075 yang biasanya digunakan untuk industri pesawat terbang. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan korosi adalah dengan penggunaan inhibitor. Inhibitor merupakan zat kimia yang apabila ditambahkan dalam jumlah yang kecil/sedikit kedalam lingkungan korosif, dapat secara efektif memperlambat atau mengurangi laju korosi. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian sifat mekanis sebagai data penunjang untuk menguji komposisi (uji tarik, uji kekerasan dan struktur mikro) dan pengujian laju korosi. Pengujian laju korosi yang dilakukan menggunakan metode polarisasi potensiodinamik (Tafel plot) dilingkungan 3,5% NaCl. Sedangkan jenis inhibitor yang digunakan adalah inhibitor anorganik Na2WO4 dengan variasi konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% dan 0,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inhibitor dengan konsentrasi 0,1% merupakan konsentrasi inhibitor optimal untuk menurunkan laju korosi. Semakin tinggi konsentrasi inhibitor laju korosi semakin meningka

    PERBAIKAN KETAHANAN KOROSI DAN FATIK KOROSI LAS MIG AA5083 MELALUI INHIBITOR MOLYBDATE

    Get PDF
    Aluminium and alloys are non-ferrous metals that are widely used in the shipping industry. One of them is aluminium alloy AA5083 which has good weldability properties. Aluminium welding joints can be corroded due to corrosive environmental conditions such as seawater environments. The combination of dynamic stress and corrosive environment can result in corrosion fatigue, so there is a need to inhibit the rate of corrosion. The purpose of research is studying the effect of molybdate inhibitor on the corrosion rate and fatigue corrosion crack propagation rate of weld joints (metal inert gas) MIG aluminium 5083. The experiments include microstructure observation, hardness testing and tensile test, corrosion on 3.5% NaCl media using Molybdate 0.3% and fatigue crack propagation test. The results showed that the addition of 0.2% molybdate inhibitors could reduce the corrosion rate and crack propagation rate of fatigue-corrosion of MIG welding on AA5083 material.Aluminium dan paduannya adalah logam non besi (non-ferrous) yang banyak digunakan di industri perkapalan. Salah satu di antaranya adalah aluminium paduan AA5083 yang memimiliki sifat mampu las baik. Sambungan las aluminium dapat mengalami korosi akibat kondisi lingkungan yang korosif seperti lingkungan air laut. Kombinasi antara tegangan dinamis dan lingkungan korosif dapat mengakibatkan fatik korosi (corrosion fatigue) sehingga diperlukan cara untuk menghambat laju korosi. Tujuan penelitian adalah mempelajari pengaruh inhibitor molybdate terhadap laju korosi dan laju perambatan retak fatik korosi sambungan las MIG (metal inert gas) aluminiun 5083. Eksperimen yang dilakukan meliputi pengamatan mikrostruktur, pengujian kekerasan dan uji tarik, korosi pada media NaCl 3,5% yang mengunakan molybdate 0.3% dan uji perambatan retak fatik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan inhibitor molibdate 0.3% dapat mengurangi laju korosi dan laju perambatan retak fatik-korosi las MIG pada bahan AA5083

    PERBAIKAN KETAHANAN KOROSI DAN FATIK KOROSI LAS MIG AA5083 MELALUI INHIBITOR MOLYBDATE

    Get PDF
    Aluminium and alloys are non-ferrous metals that are widely used in the shipping industry. One of them is aluminium alloy AA5083 which has good weldability properties. Aluminium welding joints can be corroded due to corrosive environmental conditions such as seawater environments. The combination of dynamic stress and corrosive environment can result in corrosion fatigue, so there is a need to inhibit the rate of corrosion. The purpose of research is studying the effect of molybdate inhibitor on the corrosion rate and fatigue corrosion crack propagation rate of weld joints (metal inert gas) MIG aluminium 5083. The experiments include microstructure observation, hardness testing and tensile test, corrosion on 3.5% NaCl media using Molybdate 0.3% and fatigue crack propagation test. The results showed that the addition of 0.2% molybdate inhibitors could reduce the corrosion rate and crack propagation rate of fatigue-corrosion of MIG welding on AA5083 material.Aluminium dan paduannya adalah logam non besi (non-ferrous) yang banyak digunakan di industri perkapalan. Salah satu di antaranya adalah aluminium paduan AA5083 yang memimiliki sifat mampu las baik. Sambungan las aluminium dapat mengalami korosi akibat kondisi lingkungan yang korosif seperti lingkungan air laut. Kombinasi antara tegangan dinamis dan lingkungan korosif dapat mengakibatkan fatik korosi (corrosion fatigue) sehingga diperlukan cara untuk menghambat laju korosi. Tujuan penelitian adalah mempelajari pengaruh inhibitor molybdate terhadap laju korosi dan laju perambatan retak fatik korosi sambungan las MIG (metal inert gas) aluminiun 5083. Eksperimen yang dilakukan meliputi pengamatan mikrostruktur, pengujian kekerasan dan uji tarik, korosi pada media NaCl 3,5% yang mengunakan molybdate 0.3% dan uji perambatan retak fatik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan inhibitor molibdate 0.3% dapat mengurangi laju korosi dan laju perambatan retak fatik-korosi las MIG pada bahan AA5083

    Fatigue Behavior of Resistance Spot-Welded Unequal Sheet Thickness Austenitic Stainless Steel

    Get PDF
    This paper presents a comparative study on the fatigue strength of resistance spot-welded unequal and equal sheet thickness austenitic stainless steel. Lap joints of 3.0-1.0 mm and 1.0-1.0 mm thick austenitic stainless steel were made using the same resistance spot welding schedule with current, weld time and electrode force of 4.7 kA, 20 cycles and 6 kN respectively. The sinusoidal wave form with a constant stress amplitude was selected in the fatigue tests whereas the stress ratio and frequency used were 0.1 and 8 Hz respectively. Fatigue strength and tensile-shear load bearing capacity of 3.0-1.0 mm joint were higher than that of 1.0-1.0 mm joint, although its nugget diameter was smaller. The joint stiffness was the controlling factor of the fatigue strength of resistance spot-welded unequal sheet thickness austenitic stainless steel

    Karakterisasi Ball Mill Import Pada Industri Semen Di Indonesia

    Full text link
    The purpose of this research is to investigate the characteristics of import Ball Mill which is used at cement mills in Indonesia. There were two kind of import Ball Mill from PT. Semen Gresik, Tbk that used in this research which are A type (Ø 30 mm) and B type (Ø 40 mm). Visual investigation, chemistry composition, distribution of hardness, and microstructure photograph was conducted characterize these ball mill. Visually, the import Ball Mill has rough surface, white coloring when cut off, and small cracks at all specimens. Type A ball mill contains of 2,934% C, 11,231% Cr, and 0,177% Mo, where type B Ball Mill contains of 2,693% C, 12,31% Cr, and 1,103% Mo. Both are martensitic white cast iron ASTM A532 Class II type A. The surface are harder then the its core. The highest hardness on the surface are 720,82 kg/mm2 (type A) and 746,5 kg/mm2 (type B), where as lowest hardness on the core are 631,1 kg/mm2 (type A) and 544,0 kg/mm2 (type B). Microstructure investigation shows Perlit, Cementit, and Martensit

    Assessment of Nugget Size of Spot Weld Using Neutron Radiography

    Full text link
    Resistance spot welding (RSW) has been widely used for many years in the fabrication of car body structures, mainly due to the cost and time considerations. The weld quality as well as the nugget size is an issue in various manufacturing and processes due to the strong link between the weld quality and safety. It has led to the development of various destructive and non-destructive tests for spot welding such as peel testing, ultrasonic inspections, digital shearography, and infrared thermography. However, such methods cannot show spot weld nugget visually and the results are very operator's skill dependent. The present work proposes a method to visualize the nugget size of spot welds using neutron radiography. Water, oil and various concentrations of gadolinium oxide-alcohol mixture were evaluated as a contrast media to obtain the best quality of radiography. Results show that mixture of 5 g gadolinium oxide (Gd2O3) in 25 ml alcohol produces the best contrast. It provides the possibility to visualize the shape and size of the nugget spot weld. Furthermore, it can discriminate between nugget and corona bond. The result of neutron radiography evaluation shows reasonable agreement with that of destructive test. Received: 13 October 2010; Revised: 25 August 2011; Accepted 26 August 201

    Analisis Senyawa Karbonil pada Reaksi Maillard antara Gula D-sorbose dan Asam Amino Treonin.

    No full text
    Polisakarida merupakan senyawa yang umumnya terdapat pada bahan pangan dan juga termasuk sumber nutrisi tubuh. Bahan utama pembentuk gula Dsorbose adalah polisakarida yang melalui reaksi enzimatik menggunakan Dtagatose 3-epimerase. D-sorbose yang terbentuk memiliki tingkat reaktifitas yang tinggi dibandingkan dengan gula alami lainnya. Reaksi Maillard merupakan reaksi yang terjadi antara gula dan asam amino dengan perlakuan panas, reaksi ini biasa terjadi pada proses pengolahan pangan seperti pemanggangan dan pengovenan. Reaksi Maillard memiliki dampak positif dan negative yang timbul dari perlakuan suhu tinggi dan dapat mempengaruhi kesehatan. Penelitian ini menggunakan sorbose (Sor) dan Threonine (Thr) sebagai model reaksi Maillard untuk menghasilkan MRPs (Maillard Reaction Products) dan mendapatkan dampak positif tanpa menimbulkan dampak negatif dari reaksi Maillard. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan intensitas kecoklatan, indeks kecoklatan, pengukuran spectrum, aktivitas antioksidan dan korelasi antara intesitas kecoklatan dan aktivitas antiosidant MRPs yang dihasilkan dari Sor-Thr pada suhu 50℃. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah D-sorbose, Threonine, ABTS atau 2,2'-azino-bis (3-ethylbenzthiazoline-6-sulfonic acid). Sorbose dan Threonine digunakan untuk memproduksi MRPs menggunakan perlakuan pemanasan pada suhu 50°C selama 48 jam. MRPs dengan intensitas coklat diperiksa dengan pengukuran spektral yang menggunakan spektrofotometer pada 420 nm dan aktifitas antioksidan dianalisis dengan menggunakan panjang gelombang 734nm dengan metode ABTS, sedangkan indeks browning menggunakan colorimeter untuk menentukan nilainya. Korelasi antara intensitas kecoklatan dan aktivitas pemulungan dianalisis dengan menggunakan GraphPad Prism 6.0 untuk mendapatkan nilai signifikansi 60% sehingga mendapatkan korelasi antar data yang dihasilkan. Selama proses reaksi Maillard berlangsung untuk menghasilkan MRPs, Sor-Thr menunjukkan aktivitas yang lebih baik daripada Sor. Intensitas kecoklatan, perubahan warna, dan aktivitas antioksidan meningkat seiring dengan meningkatnya durasi perlakuan pemanasan. Berdasarkan pengukuran spektral, MRPs dari Sor-Thr awalnya terdeteksi pada 48h pada saat perlakuan pemanasan berlangsung. Korelasi antara intensitas kecoklatan dan aktivitas oksidan dilakukan sebagai korelasi positif non linier dan korelasi signifikan. Karena proses reaksi glikasi yang berlangsung secara terus menerus disarankan harus adanya kontrol dengan memberi perlakuan khusus lama pemanasan dan suhu yang digunakan pada gula dan asam amino

    Analisa Heat Input Pengelasan Terhadap Distorsi, Struktur Mikro Dan Kekuatan Mekanis Baja A36

    Full text link
    The minimization of weld distortion has become an important subject of research in welding. Severe distortion can cause undesirable influence on the cost of fabrication since additional work or repair needs to be performed. In addition, distortion also reduce dimensional accuracy and even loss of structural integrity. The present investigation aims to reduce welding distortion on A36 steel by controlling heat input during Metal Inert Gas (MIG) welding. The welding process was carried out by maintaining constant voltage and current of 23 Volt and 145 Ampere respectively whereas travel speed was varied in the range of 3.9 to 4.9 mm/s giving heat input of 678 to 936 J/mm. Result of this investigation showed that the welding distortion was achieved at the heat input of 756 J/mm. At this heat input, the percentage of acicular ferrite is maximized resulting in good weld impact toughness

    Mapping ergonomics application to improve SMEs working condition in industrially developing countries: a critical review

    Get PDF
    In industrially developing countries (IDC), small and medium enterprises (SMEs) account for the highest proprotion of employment. Unfortunately, the working conditions in SMEs are often very poor and expose employees to a potentially wide range of health and safety risks. This paper presents a comprehensive review of 161 articles related to ergonomics application in SMEs, using Indonesia as a case study. The aim of this paper is to investigate the extent of ergonomics application and identify areas that can be improved to promote effective ergonomics for SMEs in IDC. The most urgent issue found is the need for adopting participatory approach in contrast to the commonly implemented top-down approach. Some good practices in ergonomics application were also revealed from the review, e.g. a multidisciplinary approach, unsophisticated and low-cost solutions, and recognising the importance of productivity. The review also found that more work is still required to achieve appropriate cross-cultural adaptation of ergonomics application. Practitioner Summary: Despite continuous efforts in addressing ergonomics issues in SMEs of IDC, workers are still exposed to poor work conditions. We reviewed factual-based evidence of current ergonomics application to inform future strategies of ergonomics in IDC, using Indonesia as a case study
    corecore