17 research outputs found

    Registration of Land Ownership Rights Obtained Through Selling-Buying in the Presence Of The Village’s Head

    Get PDF
    This research purposed (1) to determine the implementation of registration of land ownership rights obtained through selling- buying in the presence of the village head; and (2) to find out the obstacles in registration of land ownership rights obtained through selling- buying in the presence of the village head. This research was carried out in Kajuara Subdistrict of Bone District.  The research’s respondents were the Community Leaders and related Agencies in Bone District. The data were qualified as primary data in which the data obtained directly from the respondents through interview. The data also were qualified as secondary data in which the data found out through   library research and data from relevant agencies. The data used is analyzed qualitatively. The results of the research indicate that (1) The implementation of registration of land ownership rights obtained through selling-buying in the presence of the village head can be registered systematically. The underhanded deed in the form of a statement / sale and purchase agreement made by the village head is considered sufficient by the National Land Agency (BPN) to be used as juridical evidence in land registration; (2) The obstacles in registration of land ownership rights obtained through selling-buying in the presence of the village head are the lack of community knowledge about land registration and the un-systematic registration. Keywords: Selling-Buying, Village Head, Land Registratio

    Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertambangan: Studi Sengketa Tanah Antara Masyarakat Karunsi’e Dongi dan PT Vale Indonesia Tbk

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan evaluasi penyelesaian sengketa tanah antara masyarakat Karunsi’e Dongi dengan PT Vale Indonesia Tbk melalui alternatif penyelesaian sengketa. Penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis (empiris). Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa tanah antara masyarakat Karunsi’e Dongi dengan PT Vale yang dilakukan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa, yaitu mediasi belum efektif sehingga sengketa terus berlanjut. Hal ini disebabkan oleh lemahnya komitmen dan itikad baik para pihak untuk melaksanakan kesepakatan hasil mediasi. Oleh karena upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi belum mampu memberikan solusi terhadap sengketa tanah yang telah berlangsung selama lebih dari dua dekade, maka Bupati Luwu Timur menerbitkan Surat Keputusan yang menetapkan lokasi yang menjadi obyek sengketa tersebut sebagai Kawasan Permukiman Terbatas Sementara. Kebijakan Bupati tersebut juga belum memberikan kepastian hukum atas status tanah yang disengketakan karena bersifat sementara dan memerlukan syarat pemenuhan berupa perubahan kebijakan atau keputusan dari Pemerintah Pusat, yaitu enclave lokasi tersebut dari Wilayah Kontrak Karya Pertambangan dan perubahan pemanfaatan ruang (RTRW) dari kawasan pertambangan menjadi kawasan permukiman

    PENGAKUAN HAK ULAYAT TERHADAP HAK ATAS TANAH YANG DIKUASAI MASYARAKAT LONG ISUN SERTA EKSISTENSI MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM UPAYA PENGAKUAN ATAS PENGUASAAN HUTAN ADAT

    Get PDF
    Masyarakat  Long Isun telah berupaya mendapat pengakuan  hutan adat mereka melalui penyerahan dokumen pengusulan Masyarakat Hukum Adat Kampung Long Isun secara resmi pada 19 September 2018, yang didampingi Koalisi Kemanusiaan untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat. Namun hingga saat ini belum ada perkembangan mengenai usulan pengakuan dan perlindungan masyarakat Hukum Adat Long Isun tersebut. Ditinjau dari beberapa payung hukum yang telah ada yakni, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat di Kalimantan Timur, Peraturan Daerah Kabupaten Mahakam Ulu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengakuan, Perlindungan, Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat dan Lembaga, dan Keputusan Bupati Mahakam Ulu Nomor 800.05.140.436.1/K.185d/2017. Seharusnya tidak ada lagi alasan bagi pemerintah daerah untuk tidak mengakui masyarakat Long Isun sebagai Masayarakat Hukum Adat. Telah terjadi pertemuan Pada tanggal 6 Februari 2018 dan telah ditandatangani perjanjian antara masyarakat Long Isun, pemerintah Kabupaten Mahulu, Ketua DPRD Mahulu, serta perusahaan untuk menyelesaikan konflik, terdapat kesepakatan yang dihasilkan dari pertemuaan tersebut salah satunya  kampung Long Isun ditetapkan status quo dan akan diproses menjadi hutan adat. Namun dalam kenyataannya kesepakatan itu belum terealisasi dengan baik hingga sekarang. Pemerintah kabupaten  dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disingkat DPRD) Mahulu belum mengakui masyarakat Long Isun sebagai Masyarakat Hukum Adat sehingga  belum dapat menetapkan hutan tersebut menjadi hutan adat

    Moronene Indigenous Recognition and Protection Regulation Hukaea Laea in Bombana County

    Get PDF
    Regulations on the Recognition and Protection of Customary Law Communities are not always effective. This study was to determine the concept of recognition and protection of the Customary Law Community in Rawa Aopa Watumohai National Park. This research is a normative legal research. The results of the research are First, the law still provides conditional recognition of indigenous peoples, which limits their space. second, that the recognition and protection of the customary MHA of Moronene Hukaea Laea in Bombana Regency has not been maximized. They have received recognition and protection through a recognition of perda, but their customary territory still has the status of designating a National Park Area, so they cannot use it as customary land

    Peran Lembaga Adat Patowonua dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah pada Masyarakat Tolaki-Mekongga

    Get PDF
    Penelitian ini membahas tentang peran lembaga adat Patowonua dalam menyelesaikan kasus sengketa tanah yang terjadi dikalangan suku Tolaki-mekongga sebelum terbentuknya lembaga adat dan pasca terbentuknya lembaga adat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peran lembaga adat dalam penyelesian sengketa tanah dengan menggunakan Kalosara sebagai media penengahnya. Penelitian merupakan jenis penelitian Hukum Empiris. Hasil penelitian menunjukan bahwa meski sempat dihapuskan nyatanya peradilan adat masih tetap eksis hingga kini di kalangan suku Tolaki-mekongga, Peralihan proses penyelesaian sengketa dari mekanisnme adat ke mekanisme hukum positif dikalangan suku tolaki pernah terjadi khusnya tentang sengketa tanah dimana pada saat kabupaten kolaka utara baru saja dimekarkan menjadi sebuah kabupaten baru yang kemudian terjadi kekosongan lembaga adat pada tingkat kabupaten yang mengakibatkan struktur kelembagaan adat yang beradah dibawahnya menjadi tidak stabil sehingga masayrakat menyelesaikan permasalahannya melalui mediasi yang diakukan oleh kepolisain bahkan hingga ke jalur hukum positif namun setelah lembaga adat kembali dihidupkan masyrakat lebih memilih menyelesaikan masalahnya melalui lembaga adat

    EFEKTIVITAS TERHADAP PELAKSANAAN PENGATURAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

    Get PDF
    Penulisan ini dilakukan berdasarkan pada permasalahan tentang lahan pertanian pangan memiliki fungsi strategis secara sosial, ekonomi dan religius bagi masyarakat Indonesia yang agraris. Namun karena kebutuhan terhadap lahan-lahan baru serta luas lahan yang terbatas serta laju pertumbuhan penduduk  yang memerlukan  lahan,  alih  fungsi  lahan tidak  dapat dihindari. Alih fungsi lahan bila  tidak  diantisipasi  akan mengancam ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan petani dan  masyarakat. Karena itu,  akan ditelaah lebih lanjut mengenai perlunya perlindungan hukum bagi lahan pertanian pangan yang ada menjadi lahan pertanian abadi dalam kebijakan negara mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Melalui penelitian normative dengan pendekatan dan pendekatan  peraturan  perundang-undangan,  hasil penelitian menunjukan  bahwa Bagi masyarakat sebagai tambahan pengetahuan   bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional,lahan pertaniannya harus dipertahankan.Bagi pemerintah untuk menyusun program dan kebijakan  terkait  dengan   perlindungan   lahan   pertanian berkelanjutan di Kabupaten Sinjai. Pemerintah Daerah perlu  menetapkan kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam Peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya diderivasi ke dalam Peraturan daerah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan agar alih fungsi lahan dapat dicegah dan lahan pertanian pangan dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian abadi untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan

    AKIBAT HUKUM TERHADAP PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA

    Get PDF
    Penelitian ini mengkaji tentang Bagaimana akibat hukum terhadap perkawinan kedua menurut hukum adat batak toba. Tipe Penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) penelitian untuk menguji suatu norma atau ketentuan yang berlaku. Juga dapat dikatakan sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian hukum doktrinal. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan konseptual.Berdasarkan apa yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut Akibat hukum terhadap perkawinan yang tidak tercatat dalam pencatatan sipil menurut hukum adat Batak Toba adalah hak-hak sebagai istri dianggap tidak ada karena dalam masyarakat Batak Toba dalam perkembangannya, apabila perkawinan telah dilakukan secara adat dan agama, maka harus diikuti dengan pencatatan perkawinan pada pencatatan sipil agar status perkawinan menjadi sah dimata masyarakat dan resmi dihadapan Negara. Dari sudut pandang lain, apabila perkawinan  dilakukan oleh laki-laki lebih dari satu kali dalam waktu yang bersamaan (poligami), sebagaimana diketahui masyarakat Batak Toba yang mayoritas beragama Kristen tidak mengenal sistem perkawinan poligami, maka bisa dikatakan perkawinan poligami dalam masyarakat Batak Toba adalah tidak sah

    TANGGUNG JAWAB PENGAWASAN PEMERINTAH DALAM MELINDUNGI HUTAN PRODUKSI TERBATAS MAPONGKA DI KABUPATEN TANA TORAJA

    Get PDF
    Abstract This study aims to formulate, identify, and analyze the type of provincial government oversight necessary to safeguard the Mapongka Limited Production Forest (HPT) in Tana Toraja Regency, as well as the barriers that prevent the provincial government from keeping an eye on and reining in forest encroachment there. By gathering primary data in the form of interviews and secondary data obtained through literature study, this type of research discusses the manner in which the provincial government supervises itself as well as the barriers that prevent it from keeping an eye on and reining in forest squatters in the Tana Toraja Regency's Mapongka Limited Production Forest Area (HPT). The collected data were then subjected to qualitative analysis. The findings of this study suggest that (1) forestry authorities are in charge of supervision. Special police powers are granted to some officials. (1) Obstacles that prevent the provincial government from monitoring and controlling forest encroachers in the Mapongka Limited Production Forest Area (HPT) of Tana Toraja Regency because of a lack of personnel/HR UPT Saddang I Forest Management Unit, inadequate infrastructure, and a lack of public awareness of the importance of controlling forest encroachment are covered by the authority of the forestry police. Keywords: Forest with little production, Government, Responsibility.Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan, menentukan dan menganalisa bentuk pengawasan dari pemerintah provinsi dalam melindungi Hutan Produksi Terbatas (HPT) Mapongka di Kabupaten Tana Toraja, serta kendala-kendala yang menghambat pemerintah provinsi dalam melakukan pengawasan dan menertibkan perambah hutan di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Mapongka Kabupaten Tana Toraja. Tipe penelitian ini adalah penelitian empiris yang membahas tentang bentuk pengawasan pemerintah dan kendala-kendala yang menghambat pemerintah provinsi dalam melakukan pengawasan dan menertibkan perambah hutan di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Mapongka Kabupaten Tana Toraja, dengan mengumpulkan data primer berupa hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data yang diperoleh lalu dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) Pengawasan dilakukan oleh pejabat kehutanan. Pejabat yang diberi wewenang kepolisian khusus diberikan wewenang. Wewenang polisi kehutanan meliputi kegiatan dan tindakan yang bersifat preventif, tindakan administratif dan operasi represif dan (2) kendala-kendala yang menghambat pemerintah provinsi dalam melakukan pengawasan dan menertibkan perambah hutan di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Mapongka Kabupaten Tana Toraja karena kurangnya personil/SDM UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Saddang I, sarana prasarana yang belu memadai, dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga hutan. Kata Kunci: Hutan Produksi Terbatas, Pemerintah, Tanggung Jawab

    IMPLEMENTASI ASAS RECHSTVERWERKING DALAM MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH DALAM SISTEM PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA.

    Get PDF
    Tipe Penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) penelitian untuk menguji suatu norma atau ketentuan yang berlaku. Juga dapat dikatakan sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.[1] Penelitian hukum doktrinal. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan konseptual (conseptualical). Sistem publikasi yang digunakan dalam pendaftaran tanah di Indonesia berdasarkan PP No. 24 tahun 1997 adalah sistem negatif bertendens positif. Pengertian sistem negatif bahwa keterangan-keterangan yang ada pada sertifikat/ buku tanah jika tidak benar dapat diubah, oleh karena itu sertipikat bukan satu-satunya alat bukti, dan kekuatan sertipikat bisa dilumpuhkan oleh alat bukti lain sepanjang bisa dibuktikan sebaliknya di persidangan. Hal itu hanya  bisa dilakukan sebelum 5 tahun pasca terbitnya sertipikat. Sedangkan bertendensi positif berarti adanya peran aktif dari pelaksanaan pendaftaran tanah untuk secara saksama mengadakan penelitian terhadap riwayat bidang tanahSehingga untuk pendaftaran tanah diperluakan pengumuman yang cukup lama (30 hari untuk pendaftaran tanah secara sistematik dan 60 hari untuk pendaftaran tanah secara sporadik, agar memberikan kesempatan kepada semua pihak yang merasa berkepentingan untuk memberikan sanggahan. Hal ini ditempuh untuk mencegah timbulnya kekeliruan dan mendapatkan keadaan yang sesuai dengan yang sebenarnya. Selain itu, pengertian bertendens positif juga terlihat secara eksplisitdalam pasal 32 ayat 2 PP No. 24 tahun 1997 yaitu jika sudah berlangsung 5 tahun sejak terbitnya sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan etikad baik maka pemegang sertipikat tidak dapat diganggu gugat. Ketentuan ini adalah perwujudan diakomodirnya konsep lembaga “rechtsverwerking” yang dikenal dalam hukum tanah adat

    Kekuatan Hukum Akta Jual Beli Tanah yang Mengandung Unsur Tindakan Pura-Pura

    No full text
    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang kekuatan hukum akta jual beli tanah yang mengandung unsur tindakan pura-pura. Penelitian ini adalah penelitian hukum bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Selain itu juga merujuk pada literatur, dan kamus hukum guna memperoleh data sekunder. Wawancara juga dilakukan sebagai salah satu bentuk bahan non hukum sebagaimana merupakan bahan pelengkap untuk memberikan petunjuk dan penjelasan yang relevansi dengan topik penelitian. Adapun data penelitian dianalisis secara kualitatif untuk memberikan preskriptif permasalahan hukum yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan hukum akta jual yang mengandung unsur tindakan pura-pura pada kasus yang dibahas dan diteliti yakni ketiga akta jual beli hak atas tanah yang dibuat dihadapan PPAT ASC tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena telah mencederai unsur kepastian hukum sebagaimana yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang peraturan pejabat pembuat akta tanah. Mengingat dengan adanya akta jual beli berarti memberikan kedudukan yang sama antar subyek hukum yang terlibat terkait kepastian dalam bentuk prestasi hingga penetapan sanksi jika ingkar terhadap perjanjian yang telah disepakati. Namun pada ketiga akta jual beli oleh PPAT ASC tidak terdapat pelaksanaan prestasi, tidak adanya pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian yang mengikat mereka. Secara jelas tidak pernah terjadi perbuatan hukum sebagaimana ternyata dalam akta sehingga dapat dikatakan bahwa sejak awal perjanjian tersebut tidak pernah ada
    corecore