ANALISIS TREND PENAWARAN DAN PERMINTAAN KOMODITI KEDELAI INDONESIA

ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui faktor – faktor yangberpengaruh terhadap penawaran kedelai di Indonesia. 2) Untuk mengetahuifaktor – faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kedelai di Indonesia. 3)Untuk memprediksi penawaran dan permintaan kedelai di Indonesia 32 tahunkedepan.Data yang digunakan ini adalah data Sekunder adalah data yang telahdikumpulkan oleh lembaga riset dan dipublikasikan kepada pengguna data. Datasekunder berasal dari situs internet, laporan penelitian, jurnal, dan data-data yangdiperoleh dari lembaga terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS). Pengelolahandata menggunakan nalisis regresi linier berganda menggunakan SPSS.Hasil analisis menunjukkan bahwa Faktor – faktor yang berpengaruhsignificant secara simultan terhadap penawaran kedelai di Indonesia adalah hargakedelai domestik, harga kedelai impor, harga jagung, luas lahan, dan kurs,sedangkan secara parsial faktor yang berpengaruh significant terhadap penawarankedelai adalah harga kedelai domestik dan luas lahan. Faktor – faktor yangberpengaruh significant secara simultan terhadap permintaan kedelai di Indonesiaadalah harga kedelai domestik, harga kedelai impor, harga jagung, tingkatpendapatan penduduk, dan jumlah penduduk, sedangkan secara parsial faktoryang berpengaruh significant terhadap permintaan kedelai adalah tingkatpendapatan dan jumlah penduduk. Prediksi permintaan dan penawaran kedelai diIndonesia selama 12 tahun kedepan mengalami penurunan tiap tahunnya hinggatahun 2031. Pada tahun 2031 angka penawaran dan permintaan memilikikesamaan data.Kata kunci : Analisis Trend, Penawaran dan Permintaan, Kedelai Indonesia

Soybean Imports in Indonesia

Purpose: Based on its various uses, it produces a high level of consumption of soybeans, but this is not balanced with sufficient domestic production. The increasing population of Indonesia, this further increases the level of soybean consumption. The prospects for soybean development are very good considering that demand continues to increase as the population increases. The growth in soybean demand over the past 34 years is quite high, in line with population growth and the development of the soybean-based food industry. Demand growth is increasingly unbalanced by production growth, so since 1976 Indonesia has always been a net importer of soybeans. The objectives to be achieved in this scientific study are 1) To analyze how much influence soybean production has on soybean imports in Indonesia. Design/methodology/approach: The object of research in this study is Indonesia. The subjects to be studied are soybean imports, to see whether soybean production, soybean consumption, producer soybean prices, the rupiah exchange rate against the United States dollar, soybean exports and soybean import demand in the previous year affected soybean imports using data from 1994 to 2020. The data used in this study is time series data. Findings: The results showed that the Variables of Soybean Production, Soybean Production of Previous Years, Soybean Consumption, Soybean Price consumption of the Previous Year, Soybean Price of the Previous Year, Exchange Rate, soybean exports and soybean exports of the previous year simultaneously influenced the demand for soybean imports in Indonesia. Originality/value: This paper is original Paper type: Research articl

Rancang Bangun Prototip Vortech (Vortex Technology) sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Vorteks untuk Kemandirian Penerangan Jembatan Suramadu

Energy problem is one issue that is important for all developing countries and has been advancing from day to day. As the longest bridge connecting Java and Madura islands, Suramadu Bridge is facing high operational costs, for example it uses fossil fuels as a fuel generator. Given the potential of nature that exist around Suramadu, this study offered a solution to create independence in Suramadu lighting with a vortex energy based tools. The purpose of the program design is to create a Vortech Vortech as a prototype power plant in the vortex for illumination independence Suramadu Bridge

Semen PCC Dengan Pemanfaatan Pasir Besi

Pembangunan proyek fisik strategis terus berlanjut bahkan terjadi percepatan meskipun perekonomian Indonesia sedang melambat. Semen merupakan elemen penting bagi perekonomian suatu Negara sebagai pengikat ini adalah bahan bangunan yang digunakan untuk infrastruktur dan pengembangan properti. Dengan demikian, penjualan semen memberikan informasi tentang kekuatan dan investasi di suatu negara. Menurut catatan Asosiasi Semen Indonesia (ASI) pada tahun 2010 konsumsi semen di Indonesia tercatat sebesar 40.782.377 ton kemudian naik terus hingga mencapai 59.909.500 ton pada tahun 2014. Pada tahun 2015 diperkirakan akan naik menjadi 60.440.312 ton. Dari data tersebut terlihat bahwa kebutuhan semen PCC di Indonesia semakin meningkat. Dalam proses pembuatan semen, terdapat dua teknologi, yaitu proses basah (Wet Process) dan proses kering (Dry Process). Proses basah yaitu dalam pembuatan semen menggunakan penambahan air saat penggilingan dan pencampuran bahan baku. Sedangkan pada proses kering, proses penggilinan dan pencampuran bahan baku dilakukan dalam keadaan kering. Dari kedua proses tersebut dipilihlah proses kering (Dry Process) karena dinilai lebih hemat. Adapun tahapannya yaitu (1) Proses persiapan bahan baku, meliputi penambangan dan pengeringan serta penggilingan bahan baku. Proses persiapan bahan baku dimulai dari penggalian limestone (batu kapur), clay (tanah liat), pasir besi dan pasir silika yang menggunakan alat berat kemudian diangkut oleh jenis kendaraan dump truck. Kemudian keempat bahan tersebut dimasukkan kedalam masing masing hopper, selanjutnya menuju crusher untuk dikecilkan ukruannya agar seragam sebelum memasuki tahap proses pembakaran pada kiln. (2) Proses pembakaran, proses pembakaran terdiri dari alat preheater dan kiln, alat-alat tersebut digunakan untuk proses pemanasan awal dan reaksi pembentukan kandungan utama semen, reaksinya : 4C + A + F → C4AF4, 3C + A → C3A, 2C + S → C2S dan C2S + C → C3S. (3) Proses finishing, proses ini adalah untuk pencampuran dan penggilingan yang kedua agar kandungan semen lebih merata. Proses akhir pengepakan dan pengiriman ini dilakukan dengan kemasan 50 kg atau pengiriman dalam kapasitas besar sejenis truk dan distribusi kapal. Adapun bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk PCC dengan kapasitas 315.657 kg/jam antara lain: (1) batu kapur (limestone) sebanyak 312.511 kg, (2) tanah liat sebanyak 65.107 kg, (3) pasir silica sebanyak 2.589 kg, (4) pasir besi sebanyak 1.668 kg, dan (5) fly ash sebanyak 42.614 kg. Dalam prosesnya, terdapat beberapa komponen yang hilang yaitu kandungan air dan beberapa bahan yang menjadi debu. Bahan bakar yang digunakan untuk pemanasan di pabrik semen PCC adalah batubara. Karena batubara digunakan, sehingga dihasilkan flue gas dengan kandungan SO2, NO2 dan CO2. Sistem pemanasan yang dilakukan menggunakan udara hasil pembakaran dan aliran gas panas yang dihasilkan. Batubara digunakan sebagai pembakaran di kiln dan kalsiner, gas hasil pembakaran dari kiln digunakan kembali untuk pemanasan di preheater, kemudian diteruskan untuk pemanasan pada raw mill, sedangkan udara panas yang keluar dari cooler setelah proses pendinginan clinker digunakan pada kiln. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan Portland Composite Cement (PCC) antara lain crusher, raw mill, suspension preheater, rotary kiln dan finish mill. Kiln yang memiliki bahan konstruksi mild steel dan brick menggunakan high aloumina fire brick, dipilih karena tahan terhadap reaksi kimia. Pabrik Portland Composite Cement (PCC) ini rencananya akan didirikan di Kabupaten Kutai Timur di Provinsi Kalimantan TImur, Indonesia. Dalam pendirian pabrik ini laju pengembalian modal (Internal Rate of Return /IRR ) didapatkan dari hasil perhitungan pada Appendiks D, harga i sebesar 20,86%. Harga i yang diperoleh lebih besar dari harga i untuk bunga pinjaman yaitu 10.50% per tahun. Dengan harga yang didapatkan dari perhitungan menunjukkan bahwa pabrik ini layak didirikan dengan kondisi tingkat bunga pinjaman 10.50% per tahun. Dari perhitungan yang terlampir di appendiks D, didapatkan bahwa waktu pengembalian modal minimum adalah 4.5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pabrik ini layak didirikan dengan kondisi tingkat bunga pinjaman 10.5% per tahun. Titik impas dianalisa untuk mengetahui besarnya kapasitas produksi dimana biaya produksi total sama dengan hasil penjualan. Dengan memperhitungkan biaya tetap (FC), biaya variable (VC), biaya semi variabel (SVC) dan total penjualan didapatkan bahwa titik impas (BEP) =28.9% ================================================================================================ The development of strategic physical projects continues even accelerating even though the Indonesian economy is slowing down. Cement is an important element for a country's economy as a binder is a building material used for infrastructure and property development. Thus, cement sales provide information about the strength and investment in a country. According to the records of the Indonesian Cement Association (ASI) in 2010 cement consumption in Indonesia was recorded at 40,782,377 tons and then continued to rise to reach 59,909,500 tons in 2014. In 2015 it is estimated to rise to 60,440,312 tons. From these data it can be seen that the PCC cement demand in Indonesia is increasing. In the process of making cement, there are two technologies, namely Wet Process and Dry Process. The wet process is in the manufacture of cement using the addition of water during grinding and mixing of raw materials. While in the dry process, the process of milling and mixing of raw materials is carried out in a dry state. From the two processes, a dry process was chosen because it was considered more economical. The stages are (1) The process of preparing raw materials, including mining and drying and grinding of raw materials. The process of preparing raw materials starts from extracting limestone (clay), clay (clay), iron sand and silica sand that uses heavy equipment and then transported by type of dump truck vehicles. Then the four ingredients are inserted into each hopper, then towards the crusher to reduce the size to be uniform before entering the combustion process stage in the kiln. (2) The combustion process, the combustion process consists of a preheater and kiln, the tools are used for the preheating process and the reaction formation of the main content of cement, the reaction: 4C + A + F → C4AF4, 3C + A → C3A, 2C + S → C2S and C2S + C → C3S. (3) The finishing process, this process is for mixing and second grinding so that the cement content is more evenly distributed. The final process of packing and shipping is carried out with 50 kg packaging or shipping in large capacity such as trucks and ship distribution. The raw materials needed to produce PCC products with a capacity of 315,657 kg / hour include: (1) limestone as much as 312,511 kg, (2) clay as much as 65,107 kg, (3) silica sand as much as 2,589 kg, (4 ) iron sand as much as 1,668 kg, and (5) fly ash as much as 42,614 kg. In the process, there are several missing components, namely the water content and some materials that become dust. The fuel used for heating in the PCC cement plant is coal. Because coal is used, resulting in flue gas with SO2, NO2 and CO2 content. The heating system is carried out using combustion air and the flow of hot gas produced. Coal is used as combustion in the kiln and calciner, the combustion gases from the kiln are reused for heating in the preheater, then continue to warm up in the raw mill, while the hot air that comes out of the cooler after the cooling clinker is used in the kiln. The equipment used in making Portland Composite Cement (PCC) includes crushers, raw mill, suspension preheater, rotary kiln and mill finish. Kiln which has mild steel and brick construction materials uses high aloumina fire brick, chosen because it is resistant to chemical reactions. The Portland Composite Cement (PCC) plant is planned to be established in East Kutai Regency in East Kalimantan Province, Indonesia. In the establishment of this factory the rate of return of capital (Internal Rate of Return / IRR) was obtained from the results of calculations in Appendix D, i price of 20.86%. The price i obtained is greater than the price i for the loan interest which is 10.50% per year. The price obtained from the calculation shows that this factory is feasible to be established under the condition that the loan interest rate is 10.50% per year. From the calculations attached to appendix D, it was found that the minimum payback time was 4.5 years. This indicates that this plant is feasible to be established under the condition that the loan interest rate is 10.5% per year. The break-even point is analyzed to determine the size of the production capacity where the total production costs are the same as the sales. Taking into account the fixed costs (FC), variable costs (VC), semi-variable costs (SVC) and total sales, it was found that the break-even point (BEP) = 28.9