10 research outputs found

    Hubungan Perilaku Tidak Aman dengan Kejadian Kecelakaan Kerja pada Pengrajin Kapal Nelayan Patorani

    Get PDF
    Bahaya kesehatan dan keselamatan seringkali terjadi di kalangan pekerja di sektor informal. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi yang didapatkan pekerja di sektor informal terkait tentang penerapan perilaku aman (safe action) dan kondisi aman (safe condition) saat bekerja. Perilaku tidak aman mengacu pada perilaku yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan, sehingga berisiko terjadinya kecelakaan. Kondisi tidak aman mengacu pada kondisi lingkungan tidak aman yang berisiko menyebabkan kecelakaan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku tidak aman dengan kejadian kecelakaan kerja pada pembuat kapal nelayan patorani. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional. Lokasi penelitian ini di Desa Palalakkang Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Teknik pengambilan sampel menggunakan exhaustive sampling dengan jumlah populasi dan sampel sebanyak 50 pekerja. Hasil penelitian bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yangmsignifikan antara kebiasaan merokok saat bekerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada Pengrajin kapal nelayan Patorani Kabupaten Takalar (p=0.04), tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan dan minum saat bekerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada Pengrajin kapal nelayan Patorani Kabupaten Takalar (p=0.27), ada hubungan yang signifikan antara penggunaan APD saat bekerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada Pengrajin kapal nelayan Patorani Kabupaten Takalar (p=0.00), ada hubungan yang signifikan antara postur kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada Pengrajin kapal nelayan Patorani Kabupaten Takalar (p=0.02). Diharapkan pengrajin kapal nelayan Patorani untuk bekerja secara professional dan memperhatikan perilaku aman dalam bekerja

    Distribusi Spasial dan Temporal Arus Permukaan Laut di Selat Makassar

    Get PDF
    ABSTRACT: The present study aimed to determine the spatial and temporal distribution of sea surface currents in the Makassar Strait by using satellite imagery data. The TheAVISO satellite imagery data was applied from January to December 2019. The results of the study obtained that the Makassar Strait waters based on the Makassar Strait water current map (West Season, Transition Season I, EastSeason, and Transition Season II) found that surface currents move from the south (Sea Flores) towards the North. Where the West Season (December -February) and East Season (September -November) have a stronger current velocity compared to the transition season each year, which ranges from 0.3243- .5059m/s. Meanwhile, the current velocity during the transition season was around 0.05347 -0.2352 m/s. The results of this study are expected to be a preliminary study for the current patterns map in the Makassar Strait and their correlation to the distribution of economically important fish in these waters region ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial dan temporal arus permukaan laut di perairan Selat Makassar dengan menggunakan data citra satelit. Data yang digunakan adalah data citra satelit AVISO Januari-Desember 2019. Hasil penelitian diperoleh bahwa perairan Selat Makassar Berdasarkan peta arus perairan Selat Makassar (Musim Barat, Musim peralihan I, Musim Timur dan musim peralihan II) didapatkan bahwa arus permukaan bergerak dari Selatan (Laut Flores) ke arah bagian Utara. Dimana Musim Barat (Desember – Februari) dan Musim Timur (September – November) memiliki kecepatan arus yang lebih kuat dibandingkan dengan musim peralihan setiap tahunnya yaitu berkisar antara 0.3243 - 0.5059 m/s. Sedangkan kecepatan arus pada saat terjadi musim peralihan yaitu sekitar 0.05347 - 0.2352 m/s. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi penelitian pendahuluan untuk memetakan pola arus di Selat Makassar dan keterkaitannya dengan distribusi ikan-ikan ekonomis penting di perairan tersebut

    Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dalam Pembentukan Karakter Religius Peserta Didik di SD Negeri Kassi Kota Makassar

    Get PDF
    Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Peranan Guru PAI dalam pembentukan karakter religius peserta didik yaitu; a. Guru sebagai Pendidik, b. Guru sebagai Teladan, c. Guru sebagai Evaluator. 2) Hasil pembentukan karakter religius peserta didik melalui; a. Pembiasaan/Budaya Sekolah. b. Jum’at Ibadah, c. Nasihat dan Motivasi menunjukkan peserta didik berdoa sebelum dan setelah belajar, melaksanakan shalat dhuha, dzuhur dan ashar berjamaah serta berpuasa Ramadhan, membaca al-Qur’an, kedisiplinan, bertanggung jawab terhadap tugas-tugas dan suka menolong sesama. 3) Faktor pendukung meliputi; a. Sarana dan Prasarana memadai, b. Guru Berkompeten, c. Dukungan Orang Tua Peserta Didik, sedangkan faktor penghambat yaitu lingkungan sekitar sekolah yang terkesan keras dan pendidikan orang tua menengah ke bawah, kebanyakan bekerja sebagai pemulung sehingga perhatian orang tua terhadap anak kurang di rumah

    Kualitas Semen Segar Ejakulasi Pertama Dan Kedua Pada Sapi Limousin Di Bbib, Singosari Malang

    Get PDF
    Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Inseminasi Buatan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu yang di awali pada akhir bulan Mei sampai dengan awal bulan Juni 2021. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kualitas semen segar ejakulasi pertama dan kedua pada sapi Limousin di BBIB Singosari, Malang. Material yang digunakan dalam penelitian ini berupa 26 semen segar dari 13 sapi Limousin di BBIB dengan kisaran berumur 3-5 tahun yang masing-masing sapinya ditampung semennya selama dua kali dalam satu waktu penampungan. Setelah ditampung semen segar akan di evaluasi keadaan makroskopis dan mikroskopisnya. Evaluasi makroskopis pada penelitian ini meliputi evaluasi volume dan pH dari semen segar, sedangkan untuk evaluasi mikroskopis meliputi evaluasi konsentrasi dan motilitas spermatozoa. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode percobaann/experimental dan untuk analisis hasilnya menggunakan metode uji t dependen. Selain uji makroskopis vii dan mikroskopisnya, peneliti juga melakukan pengukuran karakteristik sapi berupa tinggi gumba, berat badan, panjang badan, lingkar dada, dan lingkar skrotum pada sapi Limousin. Diketahui untuk rata-rata tinggi gumba sebesar 145,1 cm, rata-rata berat badan 936,5 cm, rata-rata panjang badan 174,5, rata-rata lingkar dada 223 cm, dan rata-rata lingkar skrotum 37,4 cm, dimana kelima pengukuran tersebut menghasilkan data yang normal. Pada pengukuran volume dan pH semen terlebih dahulu ditampung pada collection tube dan juga menggunakan kertas pH, sedangkan pada evaluasi konsentrasi dan motilitas menggunakan spektofotometer SDM 6 untuk konsentrasi dan CASA IVOS II untuk evaluasi dari motilitas spermatozoa. Hasil pengukuran volume didapatkan untuk ejakulasi pertama sebesar 5,35 ml dan untuk ejakulasi kedua sebesar 5,03 ml. Kemudian untuk volume pada ejakulasi pertama yang paling besar didapatkan sebesar 8,6 ml dengan sapi berumur 5,2 tahun dan berbobot 978 kg. Sedangkan pada ejakulasi kedua didapatkan volume terbesar yaitu 8,6 ml dengan sapi berumur 5,1 tahun dan berbobot 1.040 kg. Hasil pengukuran yang kedua yaitu pH semen segar didapatkan rata-rata untuk ejakulasi pertama dan kedua sebesar 6,50 dan 6,49. Hasil pengukuran pH semen segar ini menunjukkan hasil yang relatif sama diantara 13 sapi, dan semua pH menunjukkan derajat yang asam. Diketahui dari hasil pengukuran pH pada ejakulasi pertama yang paling asam sebesar 6,2 lalu yang paling mendekati nilai 7 sebesar 6,8. Sedangkan pada ejakulasi kedua untuk pH yang paling asam yaitu 6,2 lalu yang paling mendekati 7 sebesar 6,6. Hasil pengukuran yang ketiga yaitu konsentrasi spermatozoa pada ejakulasi pertama dan kedua memiliki rata-rata sebesar 1.107,07 juta/ml dan 902,38 juta/ml. Pada ejakulasi pertama viii konsentrasi yang paling besar yaitu 1.664,0 juta/ml dengan berat sapi sebesar 820 kg dan berumur 3,0 tahun. Kemudian konsentrasi terbesar pada ejakulasi kedua sebesar 1.149,0 juta/ml dengan berat badan 935 kg dan berumur 4,4 tahun. Dan untuk hasil pengukuran yang terakhir yaitu motilitas spermatozoa didapatkan rata-rata untuk ejakulasi pertama dan kedua sebesar 76,39 % dan 82,31 % dimana hasil ini termasuk baik. Pada ejakulasi pertama motilitas yang paling besar yaitu 89,2 % dengan bobot sapi mencapai 932 kg dan berumur 5,0 tahun. Kemudian pada ejakulasi kedua motilitas yang paling besar yaitu 90,5 dengan berat badan sapi mencapai 935 kg dan berumur 4,4 tahun. Berdasarkan keseluruhan hasil pengukuran didapatkan pada ejakulasi pertama menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan ejakulasi kedua, tetapi hal ini tidak berlaku pada pengukuran motilitas, dimana pada ejakulasi pertama motilitasnya lebih rendah dibandingkan motilitas pada ejakulasi kedua. Disimpulkan dari penelitian ini ejakulasi pertama dan kedua tidak berpengaruh terhadap kualitas semen segar baik volume, pH, konsentrasi, dan motilitas pada sapi Limausin di BBIB, Singosari Malang, dikarenakan dari hasil perbandingan volume, pH, konsentrasi, dan motilitas pada ejakulasi pertama dan kedua tidak diperoleh perbedaan yang signifikan (P > 0,05)

    Evaluasi Penggunaan Tepung Bulu Ayam Terhadap Penampilan Produksi dan Jumlah Pin Feather Pada Karkas Itik

    Get PDF
    Penampilan karkas itik lokal Indonesia yang dimanfaatkan sebagai Itik pedaging cenderung menghasilkan itik dengan penampilan karkas yang terkesan kotor. Penampilan tersebut disebabkan oleh banyaknya bulu hitam yang tertinggal dalam karkas setelah prosessing. Karkas yang terlihat kotor ini berpengaruh pada kesukaan konsumen. Penelitian sebelumnya bertujuan untuk menghasilkan itik dengan produksi daging yang tinggi dan penampilan karkas yang bersih telah dilakukan dengan elaborasi beragam aspek, utamanya nutrisi dan genetika. Hasil penelitian menunjukkan performa, efisiensi penggunaan pakan dan kualitas daging yang lebih baik, namun beberapa bulu-bulu jarum (pinfeather) tertinggal dan ditemukan pada karkas. Unggas domestik memiliki siklus alami pertumbuhan bulu yaitu peluruhan atau penanggalan bulu tua (shedding) dan moulting (memperbaharui bulu). Siklus alami ini membantu untuk menentukan kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan bulu dan dapat dijadikan acuan untuk menemukan umur potong yang sesuai bagi itik. Kematangan bulu juga memudahkan pencabutan bulu saat pemprosesan itik menjadi karkas. Hal ini dapat meningkatkan kualitas karkas dan preferensi konsumen karena penampilan karkas yang bersih dari pin feather. Asam amino bersulfur merupakan salah satu penyusun protein bulu, sehingga limbah bulu yang terbuang sebagai hasil samping industri pemotongan unggas berpotensi dimanfaatkan. Praperlakuan dari bulu harus dilakukan untuk mengatasi masalah rendahnya kecernaan protein. Metode hidrolisis enzimatik biasanya digunakan. Allzyme FD dipilih dalam penelitian ini untuk meningkatkan daya cerna tepung bulu. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan tepung bulu ayam terhadap penampilan produksi dan jumlah pin feather pada karkas itik. Tujuan tersebut dicapai dengan melakukan 4 tahap penelitian, yaitu: penelitian tahap 1 dilakukan untuk mengevaluasi kandungan nutrien Tepung Bulu yang dihidrolisis secara enzimatik. Dua bentuk fisik limbah bulu ayam yang berbeda (Pre-grinding dan Post-grinding) digunakan, dan 2 level enzim (0,01% dan 0,02% Allzyme FD/kg tepung bulu). Hasil penelitian tahap 1 menunjukkan bahwa analisis proksimat berturut-turut Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 untuk protein kasar (%) adalah 89,89; 87,98; 91,03; 90,11, Gross Energi (Kkal/kg) berturut-turut : 5115,8; 4726,5; 4870,4; 4527,8. Sedangkan daya cerna tepung bulu menggunakan pepsin (%) berturut-turut adalah 78,61; 84,4; 76,33 dan 80,76. Untuk analisis kandungan asam amino dapat dilaporkan bahwa hasil kandungan asam amino dalam kisaran yang normal, kecuali kandungan sistin (%) berturut-turut 0,51; 0,53, tidak terdeteksi dan 2,23. Akan tetapi, metode analisis asam amino yang digunakan tidak dapat menganalisis tryptophan dan sistein. Pada tahap II evaluasi dilakukan untuk menguji pengaruh level penggunaan Allzyme FD dan bentuk fisik tepung bulu terhadap kecernaan protein dan nilai Energi Metabolis Semu (EMS), nilai Energi Metabolis Terkoreksi Nitrogen (EMSn). Perlakuan terdiri dari: P0 = 100% pakan basal ; Pre-G1 = 95% P0+ 5% Pre-grinding tepung bulu yang diberi 0,01% Allzyme FD; Pre-G2 = 95% P0 + 5% Pre-grinding tepung bulu yang diberi 0,02% Allzyme FD; Post-G1 = 95% P0 + 5% Post-grinding tepung bulu yang diberi 0,01% Allzyme FD; Post-G2 = 95% P0 + 5% Post-grinding tepung bulu yang diberi 0,02% Allzyme FD. Evaluasi kecernaan dan penentuan nilai energi metabolis EMS dan EMSn dengan Metode terpstra dan Jansen (1976), menggunakan rancangan Acak Lengkap Lengkap 5 x 4 x 1 dan total 20 ekor itik digunakan. Hasil penelitian menunjukkan kecernaan protein pakan P0 (basal), Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 berturut-turut 83.66a ; 82,83c ; 83,13bc; 83,09bc ; 83.33ab (%). Kecernaan methionin untuk Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 berturut turut adalah 83,82bc; 90.20a; 89.74a ; 87ab; 81.19c (%). Kecernaan treonin tertinggi terdapat pada perlakuan Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 masing-masing 84,81ᵃ ; 84,57ᵃ ; 82,22ᵃ dan 79,98ᶜ(%). Perlakuan tidak dapat meningkatkan Nilai EMSn, tetapi berpengaruh signifikan terhadap nilai EMS. Nilai EMSn basal (P0), Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 berturut-turut (kkal/kg): 3248,6; 3270,5; 3270,4; 3271,1 dan 3271,2. Nilai EMS untuk pakan basal (P0), Pre-G1, Pre-G2, Post-G1 dan Post-G2 (kkal/kg) masing-masing: 3257,5b ; 3280,9a ; 3281,1a ; 3281,4a dan 3281.1a. Berdasarkan pertimbangan kandungan protein kasar dan tingkat kesulitan dalam proses pembuatan tepung bulu, maka Post-grinding dipilih untuk digunakan dalam penelitian 3 dengan tujuan untuk uji pertumbuhan dan penelitian 4 bertujuan pengukuran jumlah Protruding Pin-Feather (PPF) dan Non-Protruding Pin-Feather (NPPF) yang tertinggal pada karkas itik. Penelitian dilakukan selama 10 minggu, Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan, yaitu P0: pakan basal, Post-G1 dan Post-G2 dan setiap perlakuan memiliki 6 ulangan. Setiap ulangan masing-masing berisi 6 ekor itik. Variabel yang diukur pada penelitian 3 adalah adalah konsumsi pakan, bobot badan, pertambahan bobot badan (PBB), konversi pakan, dan persentase karkas, sedangkan penelitian 4 mengukur bobot bulu, persentase bulu, jumlah PPF dan NPPF yang tertinggal pada karkas itik umur 7,8,9, dan 10 minggu. Data yang diperoleh ditabulasi menggunakan program excel, diolah berdasarkan analisis varian (ANOVA) menggunakan program DSAASTAT. Uji Jarak Berganda Duncan’s dilakukan apabila ada perbedaan antar perlakuan. Hasil analisis variansi perlakuan menunjukkan perlakuan pakan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P < 0.01) terhadap konsumsi pakan, PBB, bobot badan akhir, konversi pakan, bobot karkas dan persentase karkas. Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa pakan yang Post-G2 lebih tinggi (1428.5a) dibanding itik yang mengkonsumsi pakan Post-G1 (1398.61b) dan itik yang mengkonsumsi pakan basal Post-G1 (1195.33c). Bobot badan tertinggi terlihat pada itik yang mengkonsumsi pakan Post-G2 (1483.2a) diikuti dengan pakan Post-G1(1454.0b) dan pakan P0 (1249.8c). Uji Duncan untuk konversi pakan menujukkan perlakuan terbaik 4.6 diperoleh pada perlakuan Post-G2 diikuti oleh perlakuan pakan Post-G1 (4,8). Dalam hal bobot karkas, hasilnya juga berpengaruh sangat nyata (P<0,01) meningkatkan bobot karkas Post-G2 (861a) dan Post-G1 (841a) dibandingkan yang terendah Basal (711b). Uji Duncan terhadap persentase karkas itik menunjukkan tren yang sama dengan bobot karkas. Persentase karkas itik (%) yang mengkonsumsi pakan basal P0, Post-G1 dan Post-G2 berturut-turut : 56.9a ; 57,9b dan 58.0b. Hasil ANOVA penelitian 4 untuk PPF dan NPPF menunjukkan bahwa perlakuan Post-G1 dan Post-G2 menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01) terhadap bobot bulu, persentase bulu, PPF dan NPPF yang tertinggal pada karkas itik umur 7, 8, 9 dan 10 minggu, kecuali persentase bulu umur 8 dan 9 minggu. Uji Duncan terhadap perlakuan menunjukkan bobot bulu dan persentase bulu minggu 7 dan 10 lebih tinggi dibandingkan control (P0). Jumlah PPF dan NPPF yang tertinggal pada karkas untuk setiap umur pemotongan (7 – 10 minggu) mencerminkan kecepatan berkurangnya jumlah kedua jenis bulu tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah prosessing dan penambahan enzim secara deskriptif meningkatkan kecernaan in vitro tetapi menurunkan energi bruto (GE). Pakan Post-G1 dan Post-G2 menurunkan konsumsi pakan, tetapi kecernaan protein meningkat. AME pakan tersebut juga meningkat dibandingkan basal, tetapi tidak untuk AMEn. Pakan Post-G2 menghasilkan penampilan produksi yang paling baik, juga terhadap berat dan persentase bulu. Jumlah PPF dan NPPF menurun atau lebih rendah dibandingkan pakan basal, menunjukkan peningkatan penampilan karkas itik yang dipotong mulai umur 7 hingga 10 minggu

    The Pandemic A Leap Of Faith - Covid-19 Vaccine Fatwa in Indonesia Religious Institutions Independence and Rival Politics

    Get PDF
    Imagine where we are in 2019. We are still living in best possible way, we gather, we socialize, and we celebrate plenty of things together with our loved one without worry. The 2019 is just two years ago, but in certainly feels like longer than that. Now, we are at the year of 2021. The pandemic has beeb with us for 17 months now. The countres all over the worlds loosen and tighten its boreder as the pandemics evolve into certainty when the vaccinations held. Indees, the catastrophic of the pandemics didn't just leave us behind, many of us losing out loved one and in grief. Yet we are still hopeful of the future especialyy when Science nurtured our thinking while God is with all of us at heart

    Penampilan Reproduksi Pada Sapi Peranakan Ongole (Po) Di Desa Sidomakmur Dan Desa Sekarputih Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi

    No full text
    Sapi PO merupakan sapi lokal Indonesia mengalami penurunan populasi seiring dengan meningkatkan kebutuhan protein hewani asal daging, sehingga pemerintah Republik Indonesia berupa meningkatkan populasi sapi pedaging melalui program Si Komandan (Sapi dan Kerbau Andalan Negeri) dengan aplikasi bioteknologi Inseminasi Buatan (IB). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan reproduksi pada sapi Peranakan Ongole (PO) di Desa Sidomakmur dan Desa Sekarputih, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi pada paritas 2, 3 dan 4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga bulan Februari 2021. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data reproduksi induk sapi PO dari tiga kelompok paritas yang berbeda, yaitu paritas 2, 3 dan 4 masing-masing sebanyak 35 ekor yang diambil secara purposive sampling berdasarkan data yang diperoleh dari catatan reproduksi petugas Inseminator dan Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi. Metode pada penelitian ini adalah studi kasus. Sumber data diperoleh dari catatan reproduksi petugas inseminator di Desa Sidomakmur dan Desa Sekarputih, Kecamatan Widodaren dan data Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi. Variabel pengamatan adalah S/C, CR, DO, CI dan IF. Data yang diperoleh di rata-rata, kemudian dilanjutkan dengan analisis statistik menggunakan Uji Chi Kuadrat dan perhitungan Indeks Fertilitas. Hasil penelitian di Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai S/C, CR, DO, CI dan IF sapi PO paritas 2, 3 dan 4 Nilai S/C paritas 2, 3 dan 4 masing-masing adalah 1,89±0,96 kali; 1,83±0,89 kali dan 1,89±0,90 kali. Nilai CR pada paritas 2, 3 dan 4 masing-masing adalah 46%; 46% dan 43%. Nilai DO paritas 2, 3 dan 4 masing-masing adalah 130,66±27,33 hari; 134,86±20,59 hari dan 132,14±22,74 hari. Nilai CI pada paritas 2, 3 dan 4 masing-masing adalah 410,71±30,40 hari; 410,37±30,18 hari dan 411,31±22,25 hari dan nilai IF paritas 2, 3 dan 4 masing-masing 18,74; 15,18 dan 15,66. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penampilan reproduksi sapi PO berdasarkan nilai S/C dan CR paritas 2, 3 dan 4 baik (kurang dari 2), nilai (CR) paritas 2, 3 dan 4 dibawah nilai ideal (kurang dari 60%). Nilai (DO) melebihi nilai ideal (lebih dari 90 hari) dan (CI) melebihi nilai ideal (lebih dari 365 hari). IF sapi PO pada ketiga paritas masih tergolong rendah (dibawah 70%). Diharapkan peternak memperpendek masa sapih pedet agar nilai DO dan CI tidak panjang serta perbaikan manajemen pemeliharaan dan manajemen reproduksi

    Penampilan Reproduksi Pada Sapi Peranakan Ongole (Po) Di Desa Sidomakmur Dan Desa Sekarputih Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi

    No full text
    Sapi PO merupakan sapi lokal Indonesia mengalami penurunan populasi seiring dengan meningkatkan kebutuhan protein hewani asal daging, sehingga pemerintah Republik Indonesia berupa meningkatkan populasi sapi pedaging melalui program Si Komandan (Sapi dan Kerbau Andalan Negeri) dengan aplikasi bioteknologi Inseminasi Buatan (IB). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan reproduksi pada sapi Peranakan Ongole (PO) di Desa Sidomakmur dan Desa Sekarputih, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi pada paritas 2, 3 dan 4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga bulan Februari 2021. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data reproduksi induk sapi PO dari tiga kelompok paritas yang berbeda, yaitu paritas 2, 3 dan 4 masing-masing sebanyak 35 ekor yang diambil secara purposive sampling berdasarkan data yang diperoleh dari catatan reproduksi petugas Inseminator dan Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi. Metode pada penelitian ini adalah studi kasus. Sumber data diperoleh dari catatan reproduksi petugas inseminator di Desa Sidomakmur dan Desa Sekarputih, Kecamatan Widodaren dan data Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi. Variabel pengamatan adalah S/C, CR, DO, CI dan IF. Data yang diperoleh di rata-rata, kemudian dilanjutkan dengan analisis statistik menggunakan Uji Chi Kuadrat dan perhitungan Indeks Fertilitas. Hasil penelitian di Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai S/C, CR, DO, CI dan IF sapi PO paritas 2, 3 dan 4 Nilai S/C paritas 2, 3 dan 4 masing-masing adalah 1,89±0,96 kali; 1,83±0,89 kali dan 1,89±0,90 kali. Nilai CR pada paritas 2, 3 dan 4 masing-masing adalah 46%; 46% dan 43%. Nilai DO paritas 2, 3 dan 4 masing-masing adalah 130,66±27,33 hari; 134,86±20,59 hari dan 132,14±22,74 hari. Nilai CI pada paritas 2, 3 dan 4 masing-masing adalah 410,71±30,40 hari; 410,37±30,18 hari dan 411,31±22,25 hari dan nilai IF paritas 2, 3 dan 4 masing-masing 18,74; 15,18 dan 15,66. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penampilan reproduksi sapi PO berdasarkan nilai S/C dan CR paritas 2, 3 dan 4 baik (kurang dari 2), nilai (CR) paritas 2, 3 dan 4 dibawah nilai ideal (kurang dari 60%). Nilai (DO) melebihi nilai ideal (lebih dari 90 hari) dan (CI) melebihi nilai ideal (lebih dari 365 hari). IF sapi PO pada ketiga paritas masih tergolong rendah (dibawah 70%). Diharapkan peternak memperpendek masa sapih pedet agar nilai DO dan CI tidak panjang serta perbaikan manajemen pemeliharaan dan manajemen reproduksi

    Early evidence of Austronesian speaker occupation in the Bulu Taroa 2 Site Cave, Maros-Pangkep Karst region, South Sulawesi, Indonesia

    No full text
    Repository for supplementary filesfor the article "Early evidence of Austronesian speaker occupation in the Bulu Taroa 2 Site Cave, Maros-Pangkep Karst region, South Sulawesi, Indonesi
    corecore