17 research outputs found

    Factors That Influence the Quality of Doctor's Services in Children’s Diarrhea Cases in Indonesia

    Get PDF
    Diarrhea is one of the diseases that can increase child mortality rate. More than 2.3 billion cases and 1.5 million children under five years die from diarrhea. Good quality doctors can have positive influence on the quality of service. Outcome of good service is the increased level of health, including reduced child mortality caused by diarrhea. Analysis of the quality of doctors in Indonesia needs to be done to improve the quality of health workers. Methods: This study was a quantitative study using secondary data analysis Indonesian Family Life Survey (IFLS) 2007 using cross-sectional design. IFLS 2007 data were collected from 13 provinces. Number of doctors as respondents were 786. Analysis of the quality of doctor was assessed from vignette questions on the health centers block and private practice block by scoring each question that can be answered. Data was analyzed by bivariate test with independen T test using STATA. Results: The average correct answer of doctor was 22.25 ± 7.9 out of 56 questions. Doctors who worked for 15 years and 2.18 points higher than who worked for 6-15 years. The quality of doctors who received diarrhea training were 2.18 points higher than those who did not. Doctors who worked in eastern Indonesia had an average quality of 3.42 points higher than who worked in Sumatra and 1.84 points higher than who worked in Java-Bali. The work place was not influenced on doctor quality. Conclusion: The quality of doctors in handling child diarrhea cases in Indonesia needs improvement. Doctors who have a working period of less than six years, attend diarrhea training and work in eastern Indonesia have a better quality than the other

    HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ASETILKOLINESTERASE DARAH DAN TINGKAT ATENSI PADA PETANI KENTANG DENGAN PAPARAN KRONIK PESTISIDA ORGANOFOSFAT DI DESA KEPAKISAN BANJARNEGARA

    Get PDF
    Latar Belakang: Keracunan pestisida organofosfat merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi di Indonesia. Melalui mekanisme penghambatan enzim asetilkolinesterase, paparan kronik organofosfat dapat memunculkan berbagai gangguan kognitif, salah satunya gangguan atensi. Tujuan: Mengetahui hubungan antara aktivitas asetilkolinesterase darah dan tingkat atensi pada petani kentang dengan paparan kronik pestisida organofosfat di Desa Kepakisan Banjarnegara. Method: Penelitian dengan rancangan belah lintang dilakukan pada 33 petani kentang Banjarnegara berjenis kelamin laki-laki berusia 18-59 tahun, yang telah bekerja sebagai petani selama minimal 2 tahun. Setiap subjek menjalani pemeriksaan asetilkolinesterase dengan Tintometer Kit (metode semikuantitatif) dilanjutkan dengan pengukuran atensi menggunakan aplikasi Attention Network Test (ANT). Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil :Dari seluruh subjek penelitian, 57.6 % (n=19) petani mengalami keracunan ringan sedangkan 42.4% (n=14) lainnya memiliki aktivitas asetilkolinesterase yang normal. Terdapat korelasi negatif bermakna antara aktivitas asetilkolinesterase darah dan total atensi, fungsi alerting serta orienting dengan derajat korelasi secara berurutan adalah -0,472 (p=0,006), -0,562 (p=0,001) dan -0,653 (p<0,001). Kesimpulan: Terdapat korelasi antara aktivitas asetilkolinesterase yang rendah dengan tingkat atensi yang buruk pada petani kentang dengan paparan kronik organofosfat di Kepakisan Banjarnegara. Kata Kunci: Aktivitas asetilkolinesterase, tingkat atensi, organofosfa

    PERBANDINGAN SKOR DECISION MAKING ANTARA ATLET CABANG OLAHRAGA PERMAINAN DENGAN BELA DIRI

    Get PDF
    Latar Belakang: Kemampuan decision making atau pengambilan keputusan memainkan peran dalam pencapaian tujuan selama aktivitas olahraga dilakukan. Bola voli dan sepak bola merupakan olahraga permainan beregu sedangkan taekwondo dan karate merupakan olahraga bela diri individual. Keempat cabang olahraga tersebut memiliki gerakan, teknik, jumlah pemain, dan aturan permainan yang berbeda sehingga memerlukan pola pikir yang berbeda terhadap tindakan yang akan dilakukan. Tujuan: Membandingkan skor decision making antara atlet cabang olahraga permainan dengan bela diri. Metode: Penelitian menggunakan desain belah lintang. Penelitian dilaksanakan di tempat latihan cabang olahraga di Kota Semarang. Subjek penelitian adalah 56 atlet laki-laki usia 14-19 tahun dari cabang olahraga bola voli, sepak bola, karate dan taekwondo. Subjek penelitian terdiri atas empat kelompok dengan jumlah 14 orang pada masing-masing kelompok. Skor decision making diukur menggunakan Iowa Gambling Task. Analisis statistik menggunakan uji t tidak berpasangan, uji Mann-Whitney dan uji Kruskal Wallis. Hasil: Rerata dan simpang baku skor decision making pada atlet cabang olahraga bela diri adalah 1,79 ± 6,71, lebih tinggi dibandingkan dengan permainan 0,79 ± 4,26 (p=0,596). Rerata dan simpang baku skor decision making pada atlet cabang olahraga tertinggi terdapat pada atlet karate dengan 1,86 ± 5,61, taekwondo 1,71 ± 7,88, bola voli 1,71 ± 3,52 dan terendah pada atlet sepak bola dengan -0,14 ± 4,85 (p=0,509). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna skor decision making antara atlet cabang olahraga permainan dan bela diri. Kata Kunci: olahraga, bola voli, sepak bola, taekwondo, karate, decision making, Iowa Gambling Task

    HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ASETILKOLINESTERASE DARAH DENGAN FUNGSI MEMORI PADA PETANI KENTANG YANG TERPAPAR KRONIK PESTISIDA ORGANOFOSFAT DI DESA KEPAKISAN, BANJARNEGARA

    Get PDF
    Latar Belakang : Sebagai negara agraris, angka penggunaan pestisida di Indonesia cenderung tinggi. Paparan kronik pestisida organosfosfat dapat menyebabkan gangguan fungsi memori, salah satu mekanismenya melalui inhibisi enzim asetilkolinesterase. Dari penelitian sebelumnya, fungsi memori yang terganggu dapat berupa memori spasial, memori visual, maupun memori jangka pendek Tujuan : Mengetahui hubungan antara aktivitas asetilkolinesterase darah dengan fungsi memori, khususnya fungsi recall, pada petani yang terpapar kronik pestisida organofosfat Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan belah lintang. Sampel adalah 33 petani kentang dengan paparan kronik pestisida organofosfat di Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Pengambilan data berupa data karakteristik, data aktivitas asetilkolinesterase darah, dan data fungsi memori mengguakan Memory Impairment Screen. Uji statistik menggunakan uji chi-square. Hasil : Dari 33 sampel , ditemukan 15 (45,5%) sampel mengalami keracunan ringan dan 18 (54,5%) sampel dalam kadar normal. Hasil pemeriksaan memori didapatkan 11 (33,3%) sampel dengan gangguan memori. Prevalensi kejadian gangguan memori lebih tinggi pada sampel yang mengalami keracunan ringan dengan rasio prevalensi 3,18 (p=0.026) Simpulan : Terdapat hubungan bermakna antara aktivitas asetilkolinesterase darah dengan fungsi memori. Prevalensi kejadian gangguan memori lebih tinggi pada petani yang mengalami keracunan organofosfat. Kata Kunci : Organofosfat, keracunan, kronik, Memori, Memory Impairment Screen, asetilkolinesterase

    The Immunomodulatory Effect of Cinnamon (Cinnamomum Burmanii) Bark Extract On the C-Reactive Protein (CRP) Level, Leukocyte Count and Leukocyte Type Count of Wistar Rats Exposed to Staphylococcus Aureus

    Get PDF
    Introduction: Bacterial infection induces inflammation in human body. This process produceshumoral and cellular immune responses. Cinnamomum burmaniigrows very vast in Indonesia and contains cinnamaldehyde known to have an anti-inflammatory effect.Objective: To prove the effect of C. burmanii bark extract on CRP level, leukocyte count and differential blood count.Methods: Aposttest-only controlled group design with 25 Wistar Rats divided into 5 groups was employed. The CN-G group was giventhe standard feed, the CP-G group was given the standard feed and levamisole 2.5 mg/KgBW, while the CBE-100, CBE-200, and CBE-400 groups were respectively given the standard feed and cinnamon bark extract 100 mg/kgBW, 200 mg/KgBW and 400 mg/KgBW. The treatmentswereconducted for 7 consecutive days.On day 8, all rats were injected with the suspense of S. aureus intraperitoneally. The blood wasthen drawn on day 9, followed with CRP level measurement using the ELISA method. The total leukocyte count and differential blood count weremanually measured.Results: There is no significant difference in the value of CRP level (One Way ANOVA; p = 0.749) with the total counts of leukocytes(p=0.685), monocytes (p=0.769), and eosinophil(p=0.123) between groups. The neutrophils and lymphocytes of CBE-100 group aresignificantly differentfrom the other groups.Conclusion: C. burmanii extract has a potential benefit as immunomodulator.

    The Effect of Green Tea Leaf Extract on Spatial Memory Function and Superoxyde Dismutase Enzyme Activity in Mice with D-galactose Induced Dimentia

    Get PDF
    Background: Oxidative stress and inflammation play an important role in pathogenesis of brain aging and neurodegenerative diseases such as Alzheimer. Green tea has been shown to have antioxidant, anti-inflammatory, anticancer, and neuroprotective activity.Objectives: to determine the effect of green tea extract on spatial memory function and superoxide dismutase enzyme activity in mice with D-galactose induced dementiaMethods: An experimental study using "post test only control group design". Twenty male BALB/c Mice aged 6-8 weeks were divided into 4 groups. Negative control group (NG) was induced by subcutaneous injection of D-galactose (150 mg/kg BW) once daily for 6 weeks. GT-90, GT-270, GT-540 were induced by D-galactose and orally administered with 90, 270, and 540 mg/kg BW of green tea extract once daily for 6 weeks. The spatial memory functions were assessed using Morris water maze and SOD enzyme activities were evaluated using ELISA. One-way Anova and Kruskal-Wallis were used for statistical analysis. Results: mean percentage of latency time in the GT-90 (35.29 (SD= 2.69)%), GT-270 (35.28 (SD= 2.62)%), and GT-540 (35.62 (SD=5.05)%) were significantly higher compared to that of NG (20.38 (SD = 3.21)%), p <0.05). SOD enzyme activity in the GT-270 (0.78 (SD = 0.07) U/ml) was significantly higher compared to that of NG (0.51 (SD = 0.01) U ml), p= 0.004).Conclusion: Green tea extract may improve spatial memory function and the activity of superoxide dismutase enzyme in mice with D-galactose induced dementia.Introduction: Oxidative stress and inflammation play an important role in pathogenesis of brain aging and neurodegenerative diseases such as Alzheimer. Green tea has been shown to have antioxidant, anti-inflammatory, anticancer, and neuroprotective activity.Objective: to determine the effect of green tea extract on spatial memory function and superoxide dismutase enzyme activity in mice with D-galactose induced dementia.Methods: An experimental study using “post test only control group design”. Twenty male BALB/c Mice aged 6-8 weeks were divided into 4 groups. Negative control group (NG) was induced by subcutaneous injection of D-galactose (150 mg/kg BW) once daily for 6 weeks. GT-90, GT-270, GT-540 were induced by D-galactose and orally administered with 90, 270, and 540 mg/kg BW of green tea extract once daily for 6 weeks. The spatial memory functions were assessed using Morris water maze and SOD enzyme activities were evaluated using ELISA. One-way Anova and Kruskal-Wallis were used for statistical analysis.Results: mean percentage of latency time in the GT-90 (35.29 (SD= 2.69)%), GT-270 (35.28 (SD= 2.62)%), and GT-540 (35.62 (SD=5.05)%) were significantly higher compared to that of NG (20.38 (SD = 3.21)%), p <0.05). SOD enzyme activity in the GT-270 (0.78 (SD = 0.07) U/ml) was significantly higher compared to that of NG (0.51 (SD = 0.01) U ml), p= 0.004).Conclusion: Green tea extract may improve spatial memory function and the activity of superoxide dismutase enzyme in mice with D-galactose induced dementia

    PENGARUH FREKUENSI PENGGORENGAN MINYAK JELANTAH TERHADAP HEPAR TIKUS WISTAR (Rattus novergicus)

    Get PDF
    Latar Belakang : Penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh yang kemudian membentuk gugus peroksida (radikal bebas) dan monomer siklik. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan pada membran sel, retikulum endoplasma, mengacaukan proses oksidasi, dan menyebabkan pembengkakan hati. Tujuan : Mengetahui pengaruh frekuensi penggorengan minyak jelantah terhadap gambaran mikroskopis hepar tikus wistar (Rattus norvegicus). Metode : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian true eksperimental laboratorik dengan Post Test Only with Control Group Design. Sampel sebanyak 25 ekor tikus wistar jantan yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, diadaptasi selama 7 hari. Kelompok K1 hanya diberi pakan dan minum standar, Kelompok K2, P1, P2, dan P3 diberi pakan dan minyak jelantah dengan frekuensi 1x, 3x, 6x dan 9x penggorengan dengan dosis 1.5 ml/hari selama 30 hari. Parameter histopatologi yang dinilai adalah gambaran sel hepar normal, degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nikrosis. Analisis data dengan Chi Square. Hasil : Didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok K1 yang tidak diberi minyak jelantah dengan kelompok P2 yang diberi minyak 6x penggorengan (p=0,050), kelompok K1 yang tidak diberi minyak jelantah dengan kelompok P3 yang diberi minyak jelantah 9x penggorengan (p=0,031) , dan kelompok P1 yang diberikan minyak jelantah 3x penggorengan dengan kelompok P2 yang diberikan minyak jelantah 6x penggorengan (p=0,050) serta didapatkan juga pada kelompok P1 yang diberikan minyak jelantah 3x penggorengan dengan kelompok P3 yang diberikan minyak jelantah 9x penggorengan(p=0,031). Kesimpulan : Terdapat pengaruh frekuensi penggorengan minyak jelantah terhadap gambaran mikroskopis hepar tikus wistar (Rattus norvegicus). Kata Kunci : Minyak jelantah, frekuensi penggorengan, kerusakan mikroskopis hepar

    EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN Carica pubescens TERHADAP JUMLAH LIMFOSIT TIKUS Sprague dawley YANG DIINDUKSI AZOXYMETHANE

    Get PDF
    Latarbelakang: Inflamasi merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam patofisiologi kanker kolorektal. Daun Carica pubescens yang mengandung flavonoid berpotensi sebagai agen preventif kanker kolorektal. Tujuan: Mengetahui efek pemberian ekstrak daun Carica pubescens terhadap jumlah limfosit tikus Sprague dawley yang diinduksi azoxymethane. Metode: randomized post test control group design yang menggunakan 25 ekor tikus Sprague dawley jantan. Kontrol normal (K1) diinjeksi NaCl fisiologi. Kontrol sakit (K2) diinjeksi Azoxymethane satu kali seminggu selama dua minggu. Kelompok P1, P2, dan P3 diinjeksi Azoxymethane dan diberi ekstrak daun Carica pubescens dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB. Untuk analisis data digunakan One-Way Anova dan uji Post-Hoc. Hasil: Jumlah limfosit kelompok K2 (3100/μl±200,00) signifikan lebih tinggi daripada K1 (5460/μl±1647,1; p=0,000). Jumlah limfosit kelompok P1 (3260/μl±746,9) lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kelompok K2 (p=0,001), P2 (5080/μl±630,0; p=0,004 ) dan P3 (4680/μl±476,4; p=0,020). Kesimpulan: Pemberian ekstrak daun Carica pubescens menyebabkan penurunan jumlah limfosit tikus Sprague dawley yang diinduksi azoxymethane. Kata Kunci: Carica pubescens, limfosit, inflamasi, kanker kolorekta

    Efek Pemberian Ekstrak Daun Carica pubescens Terhadap Jumlah Neutrofil Pada Tikus Sprague dawley yang Diinduksi Azoxymethane

    Get PDF
    Latar Belakang : Inflamasi yang terjadi terus menerus adalah salah satu penyebab terjadinya kanker kolorektal. Ekstrak daun Carica pubescens mengandung flavonoid yang memiliki efek antiinflamasi diyakini mampu menurunkan jumlah sel neutrofil. Tujuan : Mengetahui efek pemberian dari ekstrak daun Carica pubescens terhadap jumlah sel neutrofil tikus Sprague dawley yang diinduksi Azoxymethane. Metode : Jenis penelitian ini menggunakan true eksperimental laboratorik dengan Post Test Only with Control Group Design. Sampel sebanyak 25 ekor tikus Sprague dawley dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok K1 hanya diberi pakan dan minum standar injeksi NaCl 0,9% seminggu sekali selama dua minggu, Kelompok K2 diberi pakan minum standar dan diinjeksi azoxymethane seminggu sekali selama dua minggu, P1, P2, dan P3 diberi pakan dan Carica pubescens dengan dosis 100, 200, 400 mg/kgBB dan diinjeksi azoxymethane seminggu sekali dalam dua minggu. Jumlah neutrofil dihitung dengan alat hematology analyser Sysmex KX-21 yang dinyatakan dalam sel/μL. Data dianalisis dengan One Way Anova dan uji post Hoc LSD. Hasil : Rerata jumlah neutrofil kelompok P1 (940,0± 554,98 μL) lebih rendah signifikan dibanding K2 (2040,0 ± 270,19 μL p=0,001), rerata jumlah neutrofil kelompok P2 (1220,0 ± 342,05 μL) lebih rendah signifikan dibanding K2 (2040,0 ± 270,19 μL p=0,008), rerata jumlah neutrofil kelompok P3 (1240,0 ± 680,44 μL) lebih rendah signifikan dibanding kelompok K2 (2040,0 ± 270,19 μL p=0,010) serta rerata jumlah neutrofil kelompok K1 (1160,0 ± 114,02 μL) lebih rendah signifikan dibanding kelompok K2 (2040,0 ± 270,19 μL p=0,005) Kesimpulan : Ekstrak daun Carica pubescens dapat menurunkan jumlah sel neutrofil pada tikus SD yang diinduksi Azoxymethane Kata Kunci : Carica pubescens, neutrofil, kanker kolorekta

    EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN Carica pubescens TERHADAP JUMLAH LEUKOSIT TIKUS Sprague Dawley YANG DIINDUKSI Azoxymethane

    Get PDF
    Latar belakang: Inflamasi adalah salah satu faktor penyebab terjadinya kanker kolorektal. Flavonoid adalah suatu senyawa yang terkandung dalam daun Carica pubescens diyakini memiliki efek antiinflamasi. Tujuan: mengetahui efek pemberian ekstrak daun Carica pubescens terhadap jumlah leukosit pada tikus Sprague dawley yang diinduksi azoxymethane. Metode: jenis penelitian ini adalah post test only control group design dengan sampel terdiri dari 25 tikus Sprague dawley yang dibagi dalam 5 kelompok yaitu K1 diberi injeksi NaCl 0,9% seminggu sekali selama dua minggu, K2 diberi injeksi azoxymethane seminggu sekali selama dua minggu. P1, P2 dan P3 yang diberi injeksi azoxymethane seminggu sekali dalam dua minggu dan diberi ekstrak daun Carica pubescens dengan dosis 100 mg/KgBB, 200 mg/KgBB dan 400 mg/KgBB. Jumlah leukosit dihitung dengan alat hematology analyzer Sysmex KX-21 yang dinyatakan dalam sel/μL. Data dianalisis dengan One way Anova dan uji Post Hoc. Hasil: rerata jumlah leukosit kelompok K2 (7000 ± 2065,2 μL) lebih tinggi signifikan dibanding K1(4830 ± 449,4 μL, p=0,002) dan P1 (4380 ± 715,5 μL, p=0,002). Rerata kelompok K2 (7000 ± 2065,2 μL) lebih tinggi namun tidak berbeda signifikan dengan kelompok P2 (6820 ± 1030,5 μL, p=0,807) dan P3 (6020 ± 759,6 μL, p=0,193). Kesimpulan: ekstrak daun Carica pubescens menurunkan jumlah leukosit. Kata Kunci: Carica pubescens, leukosit, kanker kolorektal
    corecore