27 research outputs found

    MANFAAT MANGROVE BAGI PERUNTUKAN SEDIAAN FARMASITIKA DI DESA MAMUYA KECAMATAN GALELA TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR (TINJAUAN ETNOFARMAKOLOGIS)

    Get PDF
    PenelitianĀ  ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis mangrove yang dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional di Desa Mamuya Kecamatan Galela Timur, mengetahui bagian dari manrove yang berpotensi untuk sediaan farmasitika dan mengetahui teknik pengolahan bahan mangrove yang dijadikan sebagai obat di Desa Mamuya Kecamatan Galela Timur. Hasil penelitianĀ  ditemukan jenis mangrove yang dimanfaatkan penduduk Desa Mamuya sebagai obat sebanyak 8 jenis yaitu Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. stylosa, Sonneratia alba, Xylocarpus gratanum, Xylocarpus molucensis, Nypa fruticans dan Heritiera littoralis. Bagian mangrove yang dijadikan sebagai obat yaitu : akar muda, kulit batang, daun dan buah. Cara mengolah bahan dari bagian mangrove, akar, kulit batang, daun, buah dilakukan secara sederhana yaitu ada yang dilumatkan dalm mulut dan ada yang direbus. Masa penyembuhan ditentukan seberapa parah (akut) penyakit yang diderita.BENEFITS OF MANGROVE FOR PHARMACITIC INVENTORY IN MAMUYA VILLAGE, EAST GALELA DISTRICT, EAST HALMAHERA REGENCY (ETHNOPHARMACOLOGICAL REVIEW). This research was conducted to determine the type of mangrove used in traditional medicine in the village of Mamuya, Galela Timur District, knowing the potential part of the mangrove for pharmaceutical preparation and knowing the techniques for processing mangrove materials which were used as medicine in Mamuya Village, Galela Timur District. The results of the study found that the types of mangroves used by the residents of Mamuya Village were 8 types of drugs, namely Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. stylosa, Sonneratia alba, Xylocarpus gratanum, Xylocarpus molucensis, Nypa fruticans and Heritiera littoralis. Parts of the mangrove that are used as medicine are: young roots, bark, leaves and fruit. How to process ingredients from parts of the mangrove, roots, bark, leaves, fruit is done simply that there are crushed in the mouth and some are boiled. The healing period is determined by how severe (acute) the disease is suffered

    Pembinaan Pola Pikir Komputasi dan Informatika pada Siswa Sekolah Dasar

    Full text link
    Bebras adalah sebuah inisiatif Internasional yang tujuannya adalah untuk mempromosikan Computational Thinking (Berpikir dengan landasan Komputasi atau Informatika), di kalangan guru dan murid mulai kelas 3 SD, serta untuk masyarakat luas. Berpikir komputasional (Computational Thinking) adalah metode menyelesaikan persoalan dengan menerapkan teknik ilmu komputer (informatika). Tantangan bebras menyajikan soal-soal yang mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan kritis dalam menyelesaikan persoalan dengan menerapkan konsep-konsep berpikir komputasional. Cara untuk mempromosikan computational thinking adalah dengan menyelenggarakan kegiatan kompetisi secara daring (on line), yang disebut sebagai "Tantangan Bebras" (Bebras Challenge). Tantangan Bebras bukan hanya sekedar untuk menang. Selain untuk berlomba, tantangan Bebras juga bertujuan agar siswa belajar Computational Thinking selama maupun setelah lomba. Pengabdian ini berupaya untuk mensosialisasikan dan melakukan pembinaan ke sekolah-sekolah mengenai bebras task sehingga harapannya siswanya mampu bersaing untuk ikut dalam Bebras Challenge Indonesia di tahun mendatang. Kegiatan ini meliputi pre test, pembahasan dan post-test terkait soal-soal Bebras (Bebras Task). Hasil kegiatan menunjukkan bahwa adanya peningkatan rata-rata pemahaman pola pikir komputasi dan informatika pada SD Ummul Quro\u27 sebesar 13,74% untuk siswa kelas IV dan V serta sebesar 10% untuk siswa kelas III

    Pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pengeringan ikan di Desa Idamdehe Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara

    Get PDF
    Due to the location at the ring of fire, Indonesia has 252 geothermal potentials distributed in various regions, from Java to Nusa Tenggara, together with Sulawesi and Maluku. Geothermal points are found in North Maluku in Idamdehe Village, West Halmahera. Research on the usage of geothermal energy for fish processing in Indonesia, especially North Maluku, is very limited. Therefore, this study was aimed to use geothermal energy for fish processing using a modified oven. The sample used was the yellowstripe scad (Selaroides leptolepis). In situ measurement was done to obtain the geothermal steam temperature which is 70Ā°C to 130Ā°C. The experiments wewe done in 4 hours for the fish drying processed with three sets of temperature including 0Ā°C, 50Ā°C and 100Ā°C. The results suggest geothermal as a promising energy souce for fish processing

    Diversity of Soil Arthropods in Three Elevations of Coffee Plantations, Tebat Pulau Village, Bermani Ulu, Rejang Lebong District

    Get PDF
    Coffee is a leading commodity in Bengkulu Province, whose production still needs to be improved. One of the supporting factors for coffee fruit production is the existence of a good soil arthropod ecosystem. Information regarding the diversity of soil arthropods can be considered in evaluating coffee plants' health. This research aims to obtain initial data on the diversity of soil arthropods and their role in central coffee plantations in Tebat Pulau Village, Bermani Ulu District, Rejang Lebong Regency. This research began with taking soil samples from productive coffee plantations. The type of coffee plant sampled was robusta coffee at an altitude of 900, 1000, and 1100 meters above sea level. Next, the soil taken is placed in the bottom funnel. Arthropods obtained from the Berlesse funnel were identified and counted. The results of counting arthropods are used to calculate diversity, dominance, and evenness index numbers. The results show moderate variability in the three types of elevation: low dominance, high evenness. Research also shows that the highest number of arthropods is found at an altitude of 900 m, and the most common type is acarina

    Konservasi Kawasan Geosite Berbasis Ketahanan Lingkungan dan Kelembagaan

    Get PDF
    Keanekaragaman warisan geologi, hayati, dan keragaman budaya Kabupaten Kebumen menjadi dasar penetapan wilayah ini menjadi salah satu geopark nasional. Delineasi Kawasan Geopark Nasional Karangsambung Karangbolong meliputi Kawasan Karangsambung, Kawasan Sempor, dan Kawasan Karst Gombong Selatan. Penelitian ini menggunakan metode observasi ketahanan lingkungan dan kelembagaan secara deskriptif kualitatif di sekitar kawasan geosite. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan geosite yang berada bersebelahan dengan DAS Luk Ulo menunjukkan kerentanan lingkungan yang signifikan. Aktivitas penambangan berdampak sistemik terhadap konservasi geosite dan kerusakan ekosistem, terutama kelestarian sumberdaya air. Pembatasan aktivitas eksploitasi penambangan di sekitar kawasan geosite membutuhkan peran aktif kelembagaan, khususnya Pokdarwis. Kelembagaan yang kondusif perlu melakukan pengembangan geopark berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip-prinsip konservasi, edukasi, dan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat secara berkelanjutan yang bersinergi dengan pihak-pihak terkait Penguatan konsep pengembangan kawasan geopark terhadap Pokdarwis dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip konservasi lingkungan dan edukasi perlindungan warisan geologi (geoheritage) menjadi mutlak diperlukan.Ā Kata Kunci : geopark, geosite, lingkungan, konservasi, kelembagaan

    Modifikasi dan Karakterisasi Pati Batang Kelapa Sawit Secara Hidrolisis sebagai Bahan Baku Bioplastik

    Get PDF
    Batang kelapa sawit mengandung kadar pati yang tinggi sehingga memiliki potensi digunakan sebagai bahan baku bioplastik. Kadar amilosa dalam pati batang kelapa sawit dapat dinaikkan melalui proses modifikasi dengan pelarut asetat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan sifat kimia (kadar amilosa) dan termal pati batang kelapa sawit melalui proses modifikasi sebagai bahan baku bioplastik. Dalam penelitian ini, pati batang kelapa sawit diperoleh melalui proses ekstraksi. Modifikasi pati batang kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan larutan asetat (CH3COOH+CH3COONa) pH 7. Karakterisasi pati batang sawit dilakukan dengan melihat komposisi kimia (kadar air, abu, protein, lemak, amilosa, dan amilopektin), analisis gugus , dan karakteristik termal. Hasil karakterisasi komposisi kimia pati batang kelapa sawit termodifikasi menunjukkan peningkatan kadar amilosa dari 26% menjadi 29%. Kandungan rantai lurus dalam amilosa yang semakin banyak akan meningkatkan kestabilan pati. Hasil Thermal Gravimetry Analysis (TGA) menunjukkan bahwa pati batang kelapa sawit termodifikasi lebih cepat terdegradasi dibandingkan pati batang kelapa sawit tidak termodifikasi/alami, sedangkan data Derivative Thermal Gravimetry (DTG) dan analisis Differential Scanning Calorimetry (DSC) menunjukkan pengurangan massa pati batang kelapa sawit termodifikasi lebih kecil dari pati batang kelapa sawit tidak termodifikasi/alami serta pati batang kelapa sawit termodifikasi mempunyai Tg (Gelatinization Temperature) yang lebih rendah. Hasil penelitian pati batang kelapa sawit termodifikasi ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai bahan baku bioplastik yang ramah lingkungan.

    Pola Sebaran dan Kelimpahan Hiu Berjalan Halmahera (Hemiscyllium halmahera) di Teluk Weda Maluku Utara, Indonesia

    Get PDF
    The Halmahera walking shark is a nocturnal species that lives at the bottom of waters and is a species endemic to North Maluku. Weda Bay is one of the largest bays on the island of Halmahera and contains marine resources and high diversity. The aims research was analyze the distribution pattern and abundance of Halmahera walking shark at that location. The research was conducted in September - November 2020. The sampling in Weda Bay, is carried out in two methods, (1) catch of nets with a mesh size of 2,5 cm stretched from the mangrove ecosystem, seagrass to coral reefs with a length of Ā± 50 meters and a height of 1,5 meters, (2) hand sampling equipment namely the sample catch it by hand with transect area (50x50m2) or 0,25 ha using basic diving equipment (snorkeling) to a depth of 3 meters at high tide in the night. Distribution pattern data analysis used Morisita Index and abundance analysis used reef fish abundance equation. Results the research found 28 individuals, namely 17 females and 11 males. There are 2 distribution patterns of the Halmahera epaullette shark, namely Grouping and Random. The clustered distribution pattern is found at stations 1, 2 and 4, while the random distribution pattern is found at station 3. Overall the distribution pattern of the Halmahera walking shark in Weda Bay is grouped. The highest abundance of Halmahera walkingshark was at station 1, namely 17,33 ind/ha and the lowest abundance at stations 3 and 4 was 5,33 ind/ha. The highest abundance is at station 1, this is because the habitat is still very good from the mangrove, seagrass and coral reef ecosystems to find food and the growth of the Halmahera walking shark.Hiu Berjalan Halmahera merupakan spesies nokturnal yang hidup di dasar perairan dan merupakan spesies endemik Maluku Utara. Teluk Weda merupakan salah satu teluk terluas di pulau Halmahera dan menyimpan sumberdaya perairan serta keanekaragaman tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui analisis pola sebaran dan kelimpahan Hiu Berjalan Halmahera, yang dilaksanakan pada September - November 2020. Pengambilan sampel di Teluk Weda, dilakukan dengan dua cara yaitu (1) menggunakan jaring dengan ukuran mata jaring 2,5 cm yang dibentangkan dari ekosistem mangrove, lamun sampai terumbu karang sepanjang Ā± 50 meter dan tinggi 1,5 meter, dan (2) menggunakan metode hand sampling equipment yaitu sampel ditangkap menggunakan tangan dengan luasan transek jelajah (50x50m2) atau 0,25 ha menggunakan alat selam dasar (snorkeling) sampai kedalaman 3 meter pada saat pasang di waktu malam hari. Analisis data pola sebaran menggunakan Indeks Morisita dan kelimpahan menggunakan persamaan kelimpahan ikan karang. Hasil penelitian dapat ditemukan 28 individu, yaitu 17 individu betina dan 11 individu jantan. Terdapat 2 pola sebaran dari Hiu Berjalan Halmahera, yaitu mengelompok dan acak. Pola sebaran mengelompok ditemukan pada stasiun 1, 2 dan 4, sedangkan pola sebaran acak terdapat pada stasiun 3. Secara keseluruhan pola sebaran Hiu Berjalan Halmahera di Teluk Weda adalah mengelompok. Kelimpahan Hiu Berjalan Halmahera tertinggi berada di stasiun 1 yaitu 17,33 ind/ha dan kelimpahan terendah pada stasiun 3 dan 4 yaitu 5,33 ind/ha. Kelimpahan tertinggi berada pada stasiun 1, hal ini dikarenakan habibat yang masih sangat baik dari ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang untuk mencari makan dan pertumbuhan Hiu Berjalan Halmahera
    corecore