12 research outputs found

    The Controversy of Environmental Law Policies from Regulation Perspective

    Get PDF
    Government Regulation in Lieu of Act No. 2 of 2022 was born as a result of obstacles in the investment sector, not due to the issue of climate change as contained in the Job Creation Government Regulation. The purpose of the research was to find out and analyze because the issuance of PERPPU Job Creation ignores the Constitutional Court Decision Number 91/PUU-XVIII/2020, which is related to Article 22 of the 1945 Constitution concerning the urgency which imposes benchmarks according to circumstances and is necessary to prevent a legal vaccum. The method used is normative research which studies legal norms and literature. Government Regulations in Lieu of Laws become the full authority of the President in accordance with the constitution and are regulated in Article 22 Paragraph 1 of the 1945 Constitution. In this Government Regulation in lieu of the Job Creation Law there are articles that have problems with the environment. The article will regulate issues of environmental permits, the role of the community in the AMDAL (Environmental Impact Analysis), use of forest areas and criminal sanctions

    PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG PERTANAHAN DI KEJAKSAAN NEGERI DELI SERDANG

    Get PDF
    ABSTRACTThe increase in corruption crimes in the land sector has had a very bad impact because it is very detrimental to the state. Corruption can no longer be classified as an extraordinary crime. In addition to causing losses to the state, it also affects the life of the nation and state. Government policies in dealing with eradicating corruption include the Decree of the People's Correctional Assembly of the Republic of Indonesia Number XI/MPR/1998 concerning the Implementation of a State that is Clean and Free of Corruption, Collusion and Nepotism. However, in 1999 the government issued Law Number 28 of 1999 concerning State Administration Clean and Free from Corruption, Collusion and Nepotism and Law Number 31 of 1999 concerning Eradication of Corruption Crimes. Various ways by individuals and officials to commit acts of corruption include those carried out including in the Government Land section, namely the Honorarium budget fund for structuring and inventorying land assets and resolving land conflicts and monitoring government land issues. That is why the author here is interested in studying and conducting research with the title "Investigation of Corruption Crimes in the Land Sector at the Deli Serdang District Attorney's Office".Keywords: Investigations, Corruption Crimes, In the Land Sector

    KAJIAN YURIDIS ATAS PENANGKAPAN DAN PENAHANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA (Studi Kasus PutusanNomor: 15/Pra.Pid/2012/PN.Mdn dan Putusan Nomor: 01/Pid.Pra/Per/2012/PN.Stb)

    Get PDF
    Dalam sistem peradilan pidana yang dianut dalam KUHAP terdapat berbagai lembaga penegak hukum yang menjadi institusi pelaksana peraturan perundang-undangan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan satu sama lainnya yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan advokat/pengacara. Sistem peradilan pidana adalah intitusi kolektif dimana seorang pelaku tindak pidana melalui suatu proses sampai tuntutan ditetapkan atau penjatuhan hukuman telah diputuskan.Berbagai undang-undang yang memberikan kewenangan penyidikan kepada PPNS menempatkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu lembaga yang menjalankan fungsi penegakan hukum di berbagai sektor dalam kerangka sistem peradilan pidana.Dalam praktek penegakan hukum, penyidik pegawai negeri sipil demi kepentingan penyidikan dapat melakukan penangkapan dan penahananterhadap tersangka tanpa melibatkan penyidik Polri sehingga memunculkan permasalahan mengenai legalitas penangkapan dan penahanan tersebut. Permasalahan ini dibahas dengan menggunakan teori sistem peradilan pidana yang berkaitan dengan upaya pengendalian kejahatan melalui kerjasama dan koordinasi di antara lembaga-lembaga yang oleh undang-undang diberi tugas untuk itu

    Tinjauan Kriminologi Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Diduga Dilakukan Oleh Oknum Kepolisian Dalam Proses Penyidikan

    Get PDF
    Perlindungan terhadap HAM merupakan wujud dari Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945. Penelitian dilakukan mengunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, yang bersifat deskriptif analitis. Teknik dan alat pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Sumber data yaitu data primer dan data sekunder dengan analisis data kualitatif. Berdasarkan hasil Penelitian dapat dipahami bahwa bentuk pelanggaran yang dikategorikan sebagai HAM  dimaksud dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidak tidak ada membagi bentuk-bentuk pelanggaran HAM. Akan tetapi dalam Pasal 104 UU Nomor 39 Tahun 1999 menjadi dasar pembentukannya UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sehinga dasar Pasal 104 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 dijadikan konsiderans menimbang huruf b dalam UU Nomor 26 Tahun 2000. Melihat isi Pasal 7 UU Nomor 26 Tahun 2000 hanya diatur tentang pelanggaran HAM berat. Akan tetapi, tidak serta merta perbuatan dari penyidik itu merupakan suatu perbuatan pelanggaran HAM berat. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oknum aparat Kepolisian dalam proses penyidikan terbagi dalam 2 (dua) faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal terdiri dari faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor kurangnya pengawasan penyidikan (Wasidik), faktor pasilitas prasarana. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor hukum, faktor masyrakatat, dan faktor budaya. Upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM oleh uknum aparat Kepolisian dalam proses penyidikan adalah dengan melaporkan oknum tersebut kepada Propam agar dapat diproses secara etik oleh internal Kepolisian sesuai Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian.

    Legal Protection Of Concurrent Creditors Due To Postponement of Debt Payment Obligations During The Covid-19 Pandemic

    Get PDF
    The rights of concurrent creditors in the decision to postpone debt payment obligations during the COVID-19 pandemic. To know and analyze the rights of concurrent creditors in determining the vote for extension and peace after the postponement of debt payment obligations during the COVID-19 pandemic. To find out and analyze the obstacles and legal protection efforts against concurrent creditors due to the postponement of debt payment obligations during the COVID-19 pandemic. Problem formulations for this journal are; How are the rights of concurrent creditors in the postponement of debt payment obligations during the Covid-19 pandemic?, How are the rights of concurrent creditors in determining the extension vote and peace after the postponement of debt payment obligations during the Covid-19 pandemic? and What are the obstacles and legal protection efforts against concurrent creditors due to the postponement of debt payment obligations during the COVID-19 pandemic? This research is normative legal research accompanied by supporting data. The research data was collected through a literature study. The analysis was carried out using qualitative methods. Based on the research results, it is concluded that: First, the rights of concurrent creditors in the decision to postpone debt payment obligations during the Covid-19 pandemic are based on the theory of positive law put forward by John Austin, namely in Article 222 paragraph (2) of Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. Second, The rights of concurrent creditors in determining the extension vote and peace after the postponement of debt payment obligations during the Covid-19 pandemic. Third, Obstacles to legal protection of concurrent creditors due to the postponement of debt payment obligations during the Covid-19 pandemic, namely the absence of funds for the costs of managing and administering postponement of debt payment obligations, uncooperative bankrupt debtors, and debtors selling/hiding their assets before being declared bankrupt. Legal protection efforts against concurrent creditors due to the decision to postpone debt payment obligations.Keywords: legal protection, concurrent creditors, postponement of debt payment obligation

    KAJIAN YURIDIS ATAS PENANGKAPAN DAN PENAHANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA (Studi Kasus PutusanNomor: 15/Pra.Pid/2012/PN.Mdn dan Putusan Nomor: 01/Pid.Pra/Per/2012/PN.Stb)

    No full text
    Dalam sistem peradilan pidana yang dianut dalam KUHAP terdapat berbagai lembaga penegak hukum yang menjadi institusi pelaksana peraturan perundang-undangan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan satu sama lainnya yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan advokat/pengacara. Sistem peradilan pidana adalah intitusi kolektif dimana seorang pelaku tindak pidana melalui suatu proses sampai tuntutan ditetapkan atau penjatuhan hukuman telah diputuskan.Berbagai undang-undang yang memberikan kewenangan penyidikan kepada PPNS menempatkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu lembaga yang menjalankan fungsi penegakan hukum di berbagai sektor dalam kerangka sistem peradilan pidana.Dalam praktek penegakan hukum, penyidik pegawai negeri sipil demi kepentingan penyidikan dapat melakukan penangkapan dan penahananterhadap tersangka tanpa melibatkan penyidik Polri sehingga memunculkan permasalahan mengenai legalitas penangkapan dan penahanan tersebut. Permasalahan ini dibahas dengan menggunakan teori sistem peradilan pidana yang berkaitan dengan upaya pengendalian kejahatan melalui kerjasama dan koordinasi di antara lembaga-lembaga yang oleh undang-undang diberi tugas untuk itu.</p

    Pertanggungjawaban Hukum Pidana Pimpinan Proyek Terhadap Kecelakaan Kerja yang Menyebabkan Kematian

    No full text
    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technology) berjalan seiring dengan peradaban manusia, demikian juga bahaya (hazards) yang ditimbulkan. Industrialisasi,&nbsp; telah memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia, tetapi dengan modus operandi yang begitu kompleks dapat menjadi ancaman penyebab terjadinya bencana (disaster), kecelakaan (accident), dan berbagai penyakit (gemeenschap) akibat kurang/tidak dikelola (manage) dengan baik. Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder&nbsp; Penelitian ini dilakukan guna untuk mendapatkan bahan-bahan berupa: teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan. Bersadarkan penelitian dapat diketahui bahwa pengaturan Hukum terhadap kecelakaan kerja Memperhatikan pertimbangan yuridis dan non yuridis yang dimana pertimbangan yuridis tersebut berdasarkan pada surat dakwaan, alat bukti yang sah, dan juga berdasarkan pada keterangan saksi dan keterangan terdakwa yang berdasarkan pada fakta yang terungkap. Pertanggungjawaban hukum pidanaa pimpinan proyek&nbsp; terhadap kecelakan kerja adalah sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan di terima pelaku dari sescorang yang telah dirugikan, menurutnya juga bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan tersebut tidak hanya menyangkut masalah hukum semata akan tetapi menyangkut pula masalah nilai- nilai moral ataupun kesusilaan yang ada dalam suatu masyarakat. Hambatan Dalam Penyelesaian Masalah Kecelakaan Kerja, kurang nya komunikasi yang baik antara pimpinan proyek dengan bahawan nya terkait kcelakaan kerja yang terjadi akibat kelalaian (culpa). &nbsp

    KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERUNDUNGAN DI DUNIA MAYA (CYBERBULLYING)

    No full text
    Perundungan di dunia maya dilakukan dengan cara mengirim pesan yang berisi ancaman atau untuk mempermalukan seseorang melalui pesan teks, surel (surat elektronik)/email, menulis komentar menghina seseorang di website atau media sosial (facebook, instagram, twiter, line), mengancam atau mengintimidasi seseorang melalui berbagai bentuk daring atau dalam jaringan.Jenis Penelitian ini Yuridis Normatif  dengan pendekatan Perundang-undangan dan Studi kepustakaan yang bersifat deskriftif analisis teknik pengumpulan data mengunaja kepustakaan. Sumber data yaitu data Primer, Skunder dan Tersier anlisis data kualitatif . Tindak pidana perundungan (cyberbullying) yang terjalin di media sosial ialah perubatan amoral serta abnormal. Dampak negatif yang ditimbulkannya membagikan permasalahan psikologis ataupun sosiologis yang membahayakan untuk orang yang dirundung. Keadaan serta suasana semacam itu pastinya tidak boleh dibiarkan berlarut- larut. Cyberbullying yang termaktub dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2008 sebagaimana sudah diganti dengan Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Data serta Transaksi Elektronik tidak ada faktor yang jelas. Cuma terdapat faktor penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman serta pemerasan. Sementara itu tipe cyberbullying tidak cuma memiliki faktor penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman serta pemerasan saja.Untuk mengetahui mengenai cyberbullying lebih lanjut, harus diketahui bahwa cyberbullying merupakan salah satu bentuk dari bullying. Bullying adalah bentuk kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara terus menerus dengan tujuan menindas korban membuat korban menjadi terluka, kehilangan kepercayaan diri, atau terbunuh karakternya. Bullying mempunyai tiga unsur yang mendasar, yaitu perilaku yang bersifat menyerang (agresif) dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum bagi korban cyberbullying sebagai upaya penanggulangan cyberbullying. Meskipun penindakan cyberbullying di Indonesia diidentifikasi dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-UndangNomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektroni

    Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan Anak yang Dilakukan oleh Orangtua

    No full text
    Penganiayaan terhadap anak semakin tahun senakin meningkat,banyak pemberitaan penganiayaan terhadap anak semakin marak. Miris mendengar anak kecil dipukuli oleh bapaknya, disiksa atau disetrika oleh ibu tirinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Penegakan Hukum Terhadap pelaku penganiayaan anak yang dilakukan oleh orang tua, Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap anak korban penganiayaan dan Bagaimana Upaya kepolisian untuk mencegah terjadinya penganiayaan terhadap anak. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normative, dengan pendekatan yuridis empiris yang diambil dari data primer dengan melakukan wawancara dan didukung data sekunder dengan mengolah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dalam pengaturan tentang penganiayaan anak terdapat dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang disahkan tahun 2004 dan Undang-undang No.23 tahun 2002 Junto Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Junto Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.&nbsp; Sangsi hukum pada orang tua pelaku penganiayaan anak juga terdapat dalam KUHP yaitu penganiayaaan dimuat dalam BAB XX II, Pasal 351s/d Pasal 355. Melindungi anak dari kejahatan tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tua semata, tetapi menjadi tanggung setiap orang Upaya Penanggulangan dalam tindak pidana penganiayaan terhadap anak&nbsp; dengan perumusan berbagai undang-undang yang bertujuan menghapuskan diskriminasi terhadap anak, diwujudkan dengan merencanakan perumusan dan pengesahan undang-undang yang sangat berkaitan dengan kepentingannya,oleh karena itu kebijakan kriminal terhadap kekerasan pada anak merupakan slah satu upaya implementasi adanya perumusan tersebut

    ANALISA YURIDIS PENERAPAN UNSUR PERBUATAN BERLANJUT (STUDI TERHADAP PERKARA ATAS NAMA TERDAKWA RUDIYANTO BIN CARTA YANG DI DAKWA MELANGGAR PASAL 374 JO. PASAL 64 KUHP PADA KEJAKSAAN NEGERI JAKARTA UTARA)

    No full text
    The type of research in this study is normative research with an approach in the form of statutory regulations (statue approach) and a conceptual approach (conceptual approach). Data collection techniques in normative legal research are carried out by means of literature study on legal materials, both primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials through library research. The results of the study revealed that the acts continued/concurrently committed criminal acts (types of combined offenses), as referred to in Article 63 paragraph (1) of the Criminal Code concerning Combinations in an Act (Concursus Idealis), Article 64 of the Criminal Code concerning Continuing Actions and Articles 65 to Article 69 of the Criminal Code concerning Combination in Several Actions (Concursus Realis). The application of the continuance act article in the indictment is incorrect, because it does not fulfill the element of the continual act, especially the element "which is related in such a way". The Public Prosecutor did not include elements of continuing actions in the verdict of the case, because it was clearly not in accordance with the legal facts contained in the case files and evidence, and if examined more deeply the actions committed by the Defendant fulfilled more of the Concursus Realis element (Article 65 of the Criminal Code) because every act committed by the Defendant has been completed and any money embezzled by the Defendant is directly spent or used by the Defendant not to be "saved" or "saved" for some purpose in the future. The actions of the Defendant were inappropriate if in conjunction with Article 64 paragraph (1) of the Criminal Code by the Public Prosecutor because the elements of the act continued.Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitan normatif dengan metpde pendekatan berupa peraturan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach). Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier melalu studi pustaka (library research). Hasil penelitian diketahui bahwa perbuatan berlanjut/perbarengan tindak pidana (jenis-jenis gabungan delik), sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP tentang Gabungan Dalam Suatu Perbuatan (Concursus Idealis), Pasal 64 KUHP tentang Perbuatan Berlanjut dan Pasal 65 s.d. Pasal 69 KUHP tentang Gabungan Dalam Beberapa Perbuatan (Concursus Realis). Penerapan pasal perbuatan berlanjut dalam surat dakwaan tidak tepat, karena tidak memenuhinya unsur perbuatan berlanjut tersebut, khususnya unsur “yang ada hubungannya sedemikan rupa”. Penuntut Umum dan tidak memasukkan unsur perbuatan berlanjut dalam amar putusan perkara tersebut, karena memang jelas tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum yang tercantum dalam berkas perkara dan alat bukti, dan jika diteliti lebih dalam lagi perbuatan yang dilakukan Terdakwa lebih memenuhi unsur Concursus Realis (Pasal 65 KUHP) karena setiap perbuatan yang dilakukan Terdakwa telah selesai dan setiap uang yang digelapkan Terdakwa langsung dihabiskan atau dipakai Terdakwa bukan untuk “disimpan” atau “ditabung” untuk suatu tujuan dikemudian hari. perbuatan Terdakwa tidak tepat jika di juncto pasal 64 ayat (1) KUHP oleh Jaksa Penuntut Umum karena tidak terpenuhinya unsur-unsur perbuatan berlanjut
    corecore