17 research outputs found
Pengaruh Penambahan Campuran Pupuk Kotoran Sapi dan Kambing Terhadap Hasil Pengomposan Sampah Daun Kering TPST Undip
ABSTRAK- Salah satu permasalahan dalam pengomposan adalah pada bahan baku kompos yang memiliki rasio C/N yang tinggi. Maka itu perlu ditambahkan material lain yang mengandung nitrogen yang tinggi sehingga dapat menghasilkan kompos yang memiliki rasio C/N rendah. Salah satu material yang baik untuk dicampurkan dalam pengomposan adalah pupuk kandang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan campuran pupuk kotoran sapi dan kambing terhadap kualitas hasil pengomposan. Variasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu 3:1:1 (sampah daun: pupuk kotoran sapi: pupuk kotoran kambing) (b/b), 5 1:1 dan 4:1:1. Sedangkan parameter yang diamati yaitu pH, suhu, kadar air, kadar N-Total, kadar C-Organik, rasio C/N, kadar P-Total, kadar K-Total, nilai GI kompos dan kandungan total coliform. Hasil penelitian menunjukkan penambahan campuran pupuk kotoran sapi dan kambing berpengaruh baik terhadap kualitas kompos. Rasio C/N kompos yang divariasikan telah memenuhi SNI 19-7030-2004 pada akhir pengomposan. Variasi optimum pada penelitian ini yaitu 3:1:1 dengan hasil kadar C-Organik 31,27%, kadar N-Total 2,36%, rasio C/N 13,21, kadar P-Total 0,45% dan kadar K-Total 0,55%. Kemudian hasil uji mikrobiologi menunjukan bahwa jumlah total koliform yang ada pada yaitu 210 MPN/gr. Sedangkan untuk hasil pengujian toksisitas menggunakan uji GI, nilai GI pada variasi 3:1:1 adalah 102,7 yang menunjukkan bahwa kompos bebas toksik, sudah matang dan stabil.
Kata kunci: Kompos; sampah daun; pupuk kotoran
ABSTRACT- One of the problems in composting is the compost materials have higher C / N ratio. So, it needs to add the other material that contains higher nitrogen to reach lower C/N ratio. One of alternative materials that can be added is manure. So, the purpose of this study was to determine the effect of the mixture of cow and goat manure to the quality of leaves waste composting result. Variations of this study were 3: 1: 1 (the leaves waste: cow manure: goat manure) (w / w), 5: 1: 1 and 4: 1: 1. While the observed parameters were pH, temperature, water content, N-Total, C-Organic, C / N ratio, P-Total, K-Total, GI value of compost and total coliform content. The results showed that the addition of a mixture of cow and goat manure had the good effects on the quality of the compost. C / N ratio of varied composts had complied the standards that assigned by SNI 19-7030-2004 at the end of composting. The optimum variation in this study was 3: 1: 1 with the C-Organic value was 31.27%, the N-total value was 2.36%, C/N ratio of the compost was 13.21, the P-total value was 0.45%, and the K-total value was 0.55%. Number of total coliform that exist in the compost was 210 MPN/g. As for the results of toxicity testing using Germination Index test, the GI value was 102.7 which indicated that the compost was free of toxic, mature and stable
LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) LOKASI SMP N 13 MAGELANG
Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan sebuah kesempatan bagi mahasiswa untuk mempraktekkan ilmu yang bersifat teoretis yang telah diterima di perkuliahan di aplikasikan langsung di masyarakat. Pada saat PPL ini mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengaplikasikan teori-teori tersebut sekaligus mencari ilmu secara empirik dan bersifat faktual, tidak sekedar teoritis seperti pada saat di perkuliahan. Kegiatan PPL dapat bertujuan untuk mendapatkan berbagai pengalaman mengenai proses pembelajaran dan kegiatan dalam lingkungan sekolah yang digunakan sebagai bekal menjadi tenaga pendidik yang memiliki nilai, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang digunakan sebagai tenaga pendidik yang profesional.
Kegiatan PPL ini dilaksanakan oleh mahasiswa kependidikan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) untuk melaksanakan pembelajaran PPL langsung pada lingkungan sekolah. Sekolah yang digunakan sebagai tempat praktek ini adalah SMP Negeri 13 Magelang, yang dilaksanakan mulai dari tanggal 3 Juli 2014 hingga tanggal 17 September 2014. Pelaksanaan PPL ini dilakukan dengan mengajar di kelas selama kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Pengajaran di kelas pada kegiatan PPL ini diharapkan dapat dilakukan minimal 8 kali pertemuan, namun praktikan dapat melakukan kegiatan pengajaran di kelas sebanyak 11 kali dan kelas yang diajar adalah kelas VII G. Metode yang digunakan dalam pengajaran di kelas antara lain, observasi, eksperimen, dan diskusi kelompok. Untuk mendukung kegiatan pembelajaran digunakan beberapa media, antara lain gambar, model, serta LKS. Banyak kendala dan hambatan selama waktu dilaksanakannya PPL, baik yang bersifat intern maupun ekstern, diantaranya dalam pengelolaan kelas yang sulit untuk dikendalikan, karena peserta didik terlalu ramai. Namun, hal ini merupakan suatu kenyataan bahwa anak usia SMP memang dalam perkembangan dan masih dalam masa transisi karakter, dan hal ini merupakan suatu proses untuk menuju yang lebih baik.
Dengan adanya kegiatan PPL ini, praktikan mendapat bekal pangalaman dan gambaran nyata tentang kegiatan dalam dunia pendidikan khususnya di sekolah. Adanya kerjasama, kerja keras dan disiplin akan sangat mendukung terlaksananya program-program PPL dengan sukses. Dengan terselesaikannya kegiatan PPL ini diharapkan dapat tercipta tenaga pendidik yang professional dan berkualitas
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN METAKOGNISI SISWA KELAS VIII-A SMP TASHFIA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MELALUI METODE IMPROVE DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan metakognisi
siswa kelas VIII-A SMP Tashfia Bekasi dalam memecahkan masalah
menggunakan metode pembelajaran IMPROVE dengan pendekatan kontekstual.
Kemampuan metakognisi dalam memecahkan masalah meliputi 2 aspek, yaitu
pengetahuan metakognisi dan pengalaman atau keterampilan metakognisi.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan
secara kolaboratif dan partisipatif. Tindakan dilaksanakan dalam 3 siklus dan tiap
siklusnya terdiri dari 3 pertemuan. Pada setiap siklus, siswa diberikan tes akhir
siklus dan angket metakognisi. Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan
data dalam penelitian ini adalah lembar observasi, tes akhir siklus, angket
metakognisi dan pedoman wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
observasi, tes, wawancara, pengisian angket, dan dokumentasi. Analisis data
dilakukan dengan diskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan metode IMPROVE dengan
pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan metakognisi siswa kelas
VIII-A SMP Tashfia dalam memecahkan masalah. Hal tersebut ditunjukkan
melalui observasi serta wawancara bahwa metakognisi siswa meningkat secara
bertahap disetiap siklusnya menjadi kriteria metakognisi minimal “sedang” dan
melalui angket bahwa adanya peningkatan persentase metakognisi dengan target
ketercapaian 75% siswa kelas VIII-A telah mencapai kriteria “sedang”, pada
prasiklus sebesar 53,11% siswa yang memiliki kemampuan metakognisi dengan
kategori minimal “sedang”. Pada siklus I, sebesar 71% siswa yang memiliki
kemampuan metakognisi dengan kategori minimal “sedang”. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 17,89%. Pada siklus II, sebesar
65,80% siswa yang memiliki kemampuan metakognisi dengan kategori minimal
“sedang”. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan sebesar 5,2%. Pada
siklus III, sebesar 76,31% siswa memiliki kemampuan metakognisi dengan
kategori minimal “sedang”. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
sebesar10,51%
Third Place: Perancangan Interior Jakal Project sebagai Ruang Komunal dengan Pendekatan Usee-centered Design
Third place menyediakan tempat di mana orang-orang dari berbagai latar belakang berbeda dapat bertemu, berinteraksi, dan membangun hubungan. Media sosial meningkatkan keinginan seseorang untuk berbagi interaksi pribadi secara global dan membuat ruang sosial mendapat perhatian lebih. Perubahan ini adalah salah satu alasan mengapa third place menjadi salah satu sektor komersial dengan pertumbuhan tercepat di seluruh dunia, termasuk di Yogyakarta, Indonesia. Metode yang digunakan dalam perancangan ini dibagi menjadi dua proses utama, yaitu proses analisis dan proses sintesis. Dalam proses analisis, desainer menganalisis masalah berdasarkan seluruh data fisik, non fisik dan literatur yang telah dikumpulkan. Selanjutnya desainer melakukan proses sintesis dimana pada tahap ini desainer menyampaikan ide solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Desain interior memegang peranan penting dalam menciptakan suasana yang mendukung terbentuknya third place. Perancangan ini mengusung konsep “At the Club: Comfort, Connect, Collab” sebagai ide untuk menciptakan ruang komunal yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat pertemuan, namun juga sebagai wadah yang menginspirasi interaksi sosial, kenyamanan pribadi, dan kolaborasi produktif. Untuk menciptakan lingkungan yang memadukan faktor-faktor tersebut dalam suasana modern dan menarik, konsep ini diciptakan dengan menggunakan gaya industrial modern yang diperkaya dengan sentuhan warna-warna cerah. Dengan demikian, desain ini tidak hanya memenuhi kebutuhan fungsional berbagai aktivitas tetapi juga menciptakan lingkungan yang ramah, inklusif, dan inspiratif bagi seluruh pengunjung
Konsep eco design tourism pada ruang terbuka hijau publik (RTHP) untuk peningkatan pariwisata budaya di Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta sebagai wilayah perkotaan dengan karakteristik ketersediaan tanah terbatas tak lepas dari permasalahan penyediaan kuantitas RTH. Eco-design sendiri merupakan salah satu penerapan dari aspek environmental protection yang berfokus pada keberlanjutan lingkungan alam dari tiga pilar utama sustainable design yang terdiri economic growth, environmental protection, dan social equity. Sejalan dengan meningkatnya gerakan pengembangan ekowisata, Pemerintah Yogyakarta juga serius memajukan beberapa potensi pariwisata yang dapat diaplikasikan menjadi konsep ekowisata Pada saat yang sama pariwisata budaya dan warisan budaya telah menjadi elemen penting untuk menarik wisatawan datang ke destinasi. Hal ini tentu berimplikasi pada dikotomi pariwisata budaya dan budaya pariwisata. Konsep eco design ttourism dianggap sesuai dengan Visi RPJPD Kota Yogyakarta 2005-2025 adalah: “Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan” yang salah satu misinya adalah Mempertahankan predikat Kota Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata, Kota Budaya dan Kota Perjuangan. Tema Ecodesign diangkat karena melihat fenomena di perkotaan khususnya di Kota Yogyakarta bahwa kondisi lingkungan di Yogyakarta mengalami penurunan sebagai dampak dari pembangunan. Pencemaran di pinggir kali sudah semakin parah, polusi udara meningkat, sedangkan kesadaran lingkungan masyarakat termyata masih rendah. Apalagi ditambah dengan konsep RTH yang hanya sebuah taman. Tema ecodesign juga didasarkan atas regulasi pemerintah Kota Jogja bahwa pembangunan wilayah harus berdasar atas pembangunan yang berwawasan lingkungan. Eco Design Tourism merupakan konsep kegiatan Kepariwisataan minat khusus (alternative tousrim) yang di desain berdasarkan kepedulian terhadap lingkungan (lingkungan binaan dan lingkungan ekologis) dengan berpedoman kepada aspek konservasi alam dan budaya. Pengunaan Material dan penggunaan pepohonan local yangmmempunyai maknaa tradisi. Hal tersebut dalam rangka melestarikan nilai-nilai budaya yang ada di Kota Yogyakarta
Analisis Regulasi Jaminan Fidusia Untuk Mencapai Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Dengan Objek Jaminan Kendaraan Bermotor Dua
Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 mengatur tentang jaminan dan fidusia di bidang keuangan yang juga berlaku dalam pembiayaan pinjaman kendaraan bermotor roda dua. Jaminan fidusia memberikan perlindungan hukum bagi kreditor jika terjadi wanprestasi oleh peminjam dengan mengamankan hak kreditor atas kendaraan yang dijaminkan sebagai jaminan untuk pembayaran pinjaman. Undang-undang ini juga menyediakan prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase jika terjadi sengketa terkait jaminan fidusia. Namun, sebaiknya peminjam memahami dengan baik ketentuan dan implikasi dari jaminan fidusia sebelum menyetujui untuk memberikan jaminan tersebut.Kata kunci : Jaminan Fidusia, Kreditor, Wanprestas
Ruang Kreatif Sebagai Media Interaksi Dan Ekspresi Untuk Mendukung Pelestarian Budaya Dan Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Di Kelurahan Gunungketur Kecamatan Pakualaman Yogyakarta
Yogyakarta merupakan daerah istimewa (selain DI Aceh) yang dinilai memiliki kebudayaan tradisi yang memiliki nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan. Perlestarian kebudayaan tidak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah saja, namun perlu peran serta dari setiap lapisan masyarakat. Salah satu usaha untuk pelestarian budaya di Yogyakarta adalah dengan menyediakan ruang publik. Fungsi ruang public tersebut adalah untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan kreatif dalam merawat nilai-nilai tradisi. Kelurahan Gunungketur merupakan salah satu dari dua kelurahan yang berada di wilayah Kemantren Pakualaman Kota Yogyakarta. Wilayah ini termasuk dalam zona penyangga Cagar budaya, sehingga dipandang perlu untuk membuat ruang publik di wilayah penyangga cagar budaya sebagai wadah interaksi dan ekspresi dalam konteks kontribusi seni untuk industri ekonomi kreatif bagi warga dalam usaha pelestarian budaya yang nantinya turut mendukung sektor priwisata. Metode desain eksperimental yang akan digunakan pada perancangan ruang kreatif (creative space) ini dengan menggunakan metode metode kilmer dan eco cultural design.. TKT (tingkat kesiapan teknologi) adlah no 2 dimana luaran perancangan ini berupa desain yang didahului dengan riset terkait potensi dan permasalahan yang ada di wilayah Keluarahan Gunungketur. Hasil dari perancangan ini juga bisa dijadikan model untuk pengembangan ruang kreatif yang ada di lahan terbatas
MFCS 2 IN 1 : MICROBIAL FUEL CELLS PENGOLAH AIR LIMBAH DAN PENGHASIL LISTRIK (ALTERNATIF : LIMBAH ISI RUMEN SAPI DENGAN PENGARUH VARIASI COD DAN PH)
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk, konsumsi masyarakat akan pangan pun meningkat. Salah satu kebutuhan akan protein hewani dari daging sapi. Di kota Semarang frekuensi pemotongan hewan sekitar 40-50 ekor sapi dan meningkat hingga 100 ekor sapi perhari menjelang lebaran (Suaramerdeka, 2012). Frekuensi pemotongan yang tinggi ini berpotensi untuk menimbulkan limbah. Limbah yang berasal dari rumen sapi fasa cair mengandung konsentrasi COD sebesar 5.500-7000 mg/L (Padmono, 2005). Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke badan air penerima. Reaktor terbaru dari proses pengolahan anerobik yang sering digunakan dalam pengolahan air limbah yang saat ini telah banyak dikembangkan yaitu microbial fuel cells. Menurut (Aeltermn et al. 2006 dalam Zhang, 2012) microbial fuel cells (MFCs) adalah reaktor bioelektrochemical yang dapat mengkonversi energi kimia dari zat organik pada air limbah menjadi listrik dengan katalis dari mikroorganisme. Penelitian dengan MFCs dual chamber dengan substrat limbah rumen sapi fasa cair dengan variasi pH 7 (netral), pH 5 (asam), pH 9 (basa) ini menunjukan bahwa variasi pH berpengaruh terhadap penurunan konsentrasi COD dan produksi listrik pada pengolahan air limbah rumen sapi menggunakan reaktor Microbial fuel cells. Rreaktor dengan varioasi pH netral produksi listrik terbesar adalah 219,0916 mW/m2, sedangkan variasi pH asam dan pH basa power density terbesar 108,5341 mW/m2 dan 174,5589mW/m2 . Penurunan COD optimum pada hari ke 10 untuk pH netral COD 167,5 mg/L pada reaktor N1 (memenuhi baku mutu), pH asam COD 185,2 mg/L pada reaktor A2 (memenuhi baku mutu), dan pH basa 292,1 mg/L (belum memenuhi baku mutu). Efisensi penyisihan optimum pada pH netral 94,8%, pH asam 94,4% dan pH basa 88,1 %. Pada reaktor dengan variasi substrat pH netral power density, penurunan COD dan efisiensi penurunan lebih baik dibanding dengan pH asam dan basa, meskipun demikian mikroorganisme dalam limbah rumen sapi tetap dapat berkembang biak dalam kondisi substrat pH ekstrim.
Kata Kunci : MFCs, limbah rumen sapi, pH, power density, CO