136 research outputs found
Pengaruh Penambahan Gula dan Sari Buah terhadap Kualitas Minuman Serbuk Daging Buah Pala
Daging buah pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan bagian dari buah pala yang beratnya sekitar 70% dari berat utuh, dan telah dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk makanan.Tujuan penelitian ini ialah memanfaatkan daging buah pala untuk pembuatan serbuk instan dan mendapatkan formulasi minuman serbuk instan daging buah pala. Penelitian menggunakan metode percobaan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan penambahan gula 90%, sari buah pala 10%; gula 80%: sari buah pala 20%; gula 70%, sari buah 30%; gula 60%; sari buah pala 40%; dan gula 50%: sari buah 50%. Pengamatan dilakukan menggunakan beberapa parameter pada SNI 01-4320-2004 yaitu kadar gula, kadar air, uji mikrobiologi berupa angka lempeng total dan coliform; uji pH, uji kelarutan, serta uji organoleptik terhadap rasa, aroma, dan penampakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan variasi perbandingan penambahan gula dan sari buah memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar pH, kelarutan, dan parameter organoleptik yang meliputi rasa, aroma, dan penampakan, serta tidak memiliki pengaruh nyata terhadap kadar air. Serbuk instan daging buah pala memenuhi syarat mutu SNI 01-4320-2004 untuk parameter kadar air dan parameter mikrobiologi yang meliputi angka lempeng total dan coliform. Perlakuan terbaik didapat pada variasi penambahan gula 60%:sari buah 40% yang menghasilkan serbuk minuman instan dengan kadar gula 84,79%, kadar air 0,4%, kadar abu 0,53%, dan kadar kelarutan 99,89%, dengan uji organoleptik terhadap rasa, aroma, dan penampakan cenderung lebih disukai panelis dengan skor penilaian agak suka
PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN SARI BUAH TERHADAP KUALITAS MINUMAN SERBUK DAGING BUAH PALA
Daging buah pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan bagian dari buah pala yang beratnya sekitar 70% dari berat utuh, dan telah dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk makanan.Tujuan penelitian ini ialah memanfaatkan daging buah pala untuk pembuatan serbuk instan dan mendapatkan formulasi minuman serbuk instan daging buah pala. Penelitian menggunakan metode percobaan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan penambahan gula 90%, sari buah pala 10%; gula 80%: sari buah pala 20%; gula 70%, sari buah 30%; gula 60%; sari buah pala 40%; dan gula 50%: sari buah 50%. Pengamatan dilakukan menggunakan beberapa parameter pada SNI 01-4320-2004 yaitu kadar gula, kadar air, uji mikrobiologi berupa angka lempeng total dan coliform; uji pH, uji kelarutan, serta uji organoleptik terhadap rasa, aroma, dan penampakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan variasi perbandingan penambahan gula dan sari buah memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar pH, kelarutan, dan parameter organoleptik yang meliputi rasa, aroma, dan penampakan, serta tidak memiliki pengaruh nyata terhadap kadar air. Serbuk instan daging buah pala memenuhi syarat mutu SNI 01-4320-2004 untuk parameter kadar air dan parameter mikrobiologi yang meliputi angka lempeng total dan coliform. Perlakuan terbaik didapat pada variasi penambahan gula 60%:sari buah 40% yang menghasilkan serbuk minuman instan dengan kadar gula 84,79%, kadar air 0,4%, kadar abu 0,53%, dan kadar kelarutan 99,89%, dengan uji organoleptik terhadap rasa, aroma, dan penampakan cenderung lebih disukai panelis dengan skor penilaian agak suka. Kata kunci: daging buah pala, serbuk instan daging buah pal
Recommended from our members
Associations of serum folate and holotranscobalamin with cardiometabolic risk factors in rural and urban cameroon
A low intake of fruit and vegetables and a high intake of meat are associated with higher cardiometabolic disease risk; however much prior research has relied on subjective methods for dietary assessment and focused on Western populations. We aimed to investigate the association of blood folate as an objective marker of fruit and vegetable intake and holotranscobalamin (holoTC) as a marker of animal-sourced food intake with cardiometabolic risk factors. We con-ducted a population-based cross-sectional study on 578 adults (mean ± SD age = 38.2 ± 8.6 years; 64% women). The primary outcome was a continuous metabolic syndrome score. The median serum folate was 12.9 (IQR: 8.6–20.5) nmol/L and the mean holoTC was 75 (SD: 34.3) pmol/L. Rural residents demonstrated higher serum folate concentrations (15.9 (9.8–25.9) nmol/L) than urban residents (11.3 (7.9–15.8) nmol/L), but lower holoTC concentrations (rural: 69.8 (32.9) pmol/L; urban: 79.8 (34.9)) pmol/L, p < 0.001 for both comparisons. There was an inverse association between serum folate and metabolic syndrome score by −0.20 in the z-score (95% CI, −0.38 to −0.02) per 10.8 (1 SD) of folate) in a model adjusted for socio-demographic factors, smoking status, alcohol intake, BMI, and physical activity. HoloTC was positively associated with the metabolic syndrome score in unadjusted analysis (0.33 (95% CI, 0.10 to 0.56)) but became non-significant (0.17 (−0.05 to 0.39)) after adjusting for socio-demographic and behavioural characteristics. In conclusion, serum folate and holoTC were associated with the metabolic syndrome score in opposite directions. The positive association between serum holoTC and the metabolic syndrome score was partly dependent on sociodemographic characteristics. These findings suggest that, based on these biomarkers reflecting dietary intakes, public health approaches promoting a higher intake of fruit and vegetables may lower cardiometabolic risk factors in this population
PENGARUH KONSENTRASI SODA ABU TUNGKU KOPRA ASAP DAN ASAP CAIR TERHADAP KUALITAS MI BASAH
Mi merupakan makanan yang dibuat dari tepung terigu dan dikonsumsi secara luas di masyarakat karena harganya yang murah dan pembuatannya mudah. Mi basah mempunyai kadar air tinggi sehingga tidak dapat disimpan lama. Hal ini menjadikan banyak pihak berlaku curang dengan cara menambahkan bahan makanan non pangan seperti boraks atau formalin untuk mendapatkan mi basah yang kenyal dan memperpanjang masa simpan. Pada penelitian ini, digunakan soda abu tungku kopra asap sebagai bahan pengenyal dan asap cair sebagai bahan pengawet mi basah. Penelitian pertama adalah penambahan larutan soda abu ke dalam adonan mi dengan perlakuan 0, 2, 3, 4, 5 dan 10oBaume untuk kemudian dilanjutkan dengan uji kesukaan. Penambahan soda abu 4oBaume menghasilkan mi basah yang paling disukai. Penelitian dilanjutkan dengan perlakuan penambahan asap cair sebanyak 0% (A), 0,5% (B), 1% (C), 1,5% (D) dan 2% (E). Mi basah yang dihasilkan kemudian diuji kadar protein, kadar abu dan kadar airnya serta uji organoleptik dan cemaran mikrobiologinya selama penyimpanan (hari ke-1, ke-7, ke-14 dan ke-21). Dari hasil pengamatan didapat kadar protein berkisar antara 6,18-7,72%, kadar abu 1,04-1,36% dan kadar air 50,60-55,64%. Dari pengamatan fisik, sampai penyimpanan hari ke-21, mi basah masih kenyal dan tidak tumbuh jamur yang terlihat. Pada hari ke-21 jumlah ALT berkisar antara 1,59×101-1,09×102 cfu, sedangkan jumlah kapang berkisar antara 7,72×100-2,55×101 cfu, masih lebih kecil dari persyaratan SNI (2406-90) yaitu 1,0×106 dan 1,0×104 cfu. Dapat disimpulkan bahwa penambahan soda abu dan asap cair dapat menghasilkan mi basah yang kenyal dan memiliki daya simpan lama.Kata kunci: asap cair, mie basah, soda ab
Free-Living Physical Activity Energy Expenditure Is Strongly Related to Glucose Intolerance in Cameroonian Adults Independently of Obesity
OBJECTIVE—We examined the cross-sectional association between objectively measured free-living physical activity energy expenditure (PAEE) and glucose tolerance in adult Cameroonians without known diabetes
Free-Living Physical Activity Energy Expenditure Is Strongly Related to Glucose Intolerance in Cameroonian Adults Independently of Obesity
OBJECTIVE—We examined the cross-sectional association between objectively measured free-living physical activity energy expenditure (PAEE) and glucose tolerance in adult Cameroonians without known diabetes
- …