36 research outputs found

    Peranan Peer to Peer Lending dalam Menyalurkan Pendanaan pada Usaha Kecil dan Menengah

    Get PDF
    Kehadiran Fintech Peer to Peer Lending di Indonesia, berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. OJK merupakan lembaga independen yang memiliki otoritas untuk mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan dalam sektor jasa keuangan di Indonesia. Melalui perannya itu, maka OJK berwenang untuk menutup Fintech yang melanggar atau tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Apalagi jika keberadaan Fintech ini malah memberikan dampak negatif terhadap perkembangan UKM. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang menggunakan objek kajian penulisan berupa pustaka-pustaka yang ada, baik berupa buku-buku, majalah, dan peraturan-peraturan yang mempunyai korelasi pembahasan masalah, sehingga penulisan ini juga bersifat penulisan pustaka (library research). Peran Peer to Peer Lending bagi UKM memberikan dampak positif terhadap perekonomian dan perindustrian. Terutama pertumbuhan terhadap perindustrian mikro di berbagai daerah. Kemudahan teknologi, memberi pencerahan terhadap kesulitan permodalan dalam kegiatan industr

    Sanksi Pidana Bagi Debitur akibat Perbuatan Melawan Hukum Berdasarkan Undang-undang No. 37 Tahun 2004

    Get PDF
    Sejak putusan pernyataan pailit diucapkan dan selama proses kepailitan berlangsung, Debitor telah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya termasuk diantaranya harta pailit. Namun, dalam praktik pelaksanaannya, masih ada kekurangsempurnaan yang satu diantaranya adalah debitor yang mengajukan pailit telah terlebih dahulu mengalihkan asset-asetnya secara melawan hukum. Pasal 41-49 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang hanya mengatur perbuatan melawan hukum debitor yang dilakukan satu tahun sebelum putusan pailit diucapkan. Jika sampai waktu ditentukan debitor tidak membayar dan melakukan itikad buruk maka hakim pengawas atau kreditor dan pihak lain menyatakan bahwa penundaan pembayaran sesuai ketentuan yang diatur oleh hukum kepailitan berakhir. Hasil penelitian Penulis menunjukkan adanya urgensi untuk merevisi kembali Undang Undang Nomor 37 tahun 2004 dalam penambahan Pasal-Pasal yang berkaitan dengan Pasal-Pasal ketentuan mengenai sanksi pidana, yang akan dikenakan kepada debitor. Dari berbagai Pasal yang diatur dalam UU Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan undang-undang kepailitan ini idealnya harus mengikuti perkembangan masyarakat agar tidak terjadi kerancuan dan ketidakpastian dalam rangka untuk menjamin keadilan

    THE STATE'S RESPONSIBILITY IN THE WELFARE OF PEOPLE AND ECONOMIC RECOVERY IN THE FACE OF COVID-19 FROM THE PERSPECTIVE OF LAW AND HUMAN RIGHTS

    Get PDF
    The Covid-19 pandemic was taking place in almost all countries around the world. Along with the increasingly vigorous government strategy in tackling the spread of the corona virus that was still endemic until now, the government had started to enforce the Large-Scale Social Restrictions (PSBB) with the signing of Government Regulation (PP) No. 21 of 2020 about PSBB which was considered able to accelerate countermeasures while preventing the spread of corona that was increasingly widespread in Indonesia. The research method used was normative prescriptive. The government put forward the principle of the state as a problem solver. The government minimized the use of region errors as legitimacy to decentralization. The government should facilitated regional best practices in handling the pandemic. Thus, the pandemic can be handled more effectively. The consideration, the region had special needs which were not always accommodated in national policies. The government policy should be able to encourage the birth of regional innovations in handling the pandemic as a form of fulfilling human rights in the field of health. Innovation was useful in getting around the limitations and differences in the context of each region. In principle, decentralization required positive incentives, not penalties. Therefore, incentive-based central policies were more awaited in handling and minimizing the impact of the pandemic.   &nbsp

    Optimalisasi Wewenang Dan Tanggung Jawab Hakim Pengawas Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia

    Get PDF
    This article aims to analyze the legal certainty of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and PKPU related to the implementation of the duties, authorities, and responsibilities of bankruptcy supervisory judges in supervising the management and execution of bankruptcy property in the Surabaya Commercial Court. The research method used in this article is empirical juridical with case approach. The writing of this article first reviewed previous research related to the role and authority of supervisory judges in the Commercial Court, but in each article only describes the contents of the provisions of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and PKPU related to the role and authority of bankruptcy law supervisory judges, and then this article analyzes the legal certainty of the enforcement of the authority and responsibility of the supervisory judge in the Surabaya Commercial Court on charges of having received bribes from PT Sky Camping Indonesia (SCI) as a curator in the bankruptcy process. The results of this article show that the legal certainty of Law No. 37 of 2004 on Insolvency and PKPU related to the authority and responsibility of supervisory judges, in practice in the field is not fully operational. The supervisory judge does not carry out his duties and authority to oversee the management and release of bankruptcy property because it has received bribes from PT SCI as a curator so that the supervisory judge determines the verdict of the debtor's bankruptcy assets to non-bankruptcy.Artikel ini bertujuan untuk menganalisa kepastian hukum Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU terkait pelaksanaan tugas, kewenangan, dan tanggung jawab Hakim Pengawas kepailitan dalam mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit di Pengadilan Niaga Surabaya. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah yuridis empiris dengan pendekatan kasus (case approach). Penelitian artikel ini terlebih dahulu mereview penelitian-penelitian sebelumnya terkait peran dan wewenang Hakim Pengawas di Pengadilan Niaga, namun pada masing-masing artikel tersebut hanya memaparkan isi ketentuan Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU terkait peran dan wewenang Hakim Pengawas hukum kepailitan, selanjutnya artikel ini menganalisa kepastian hukum pelaksaan Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU terkait wewenang dan tanggung jawab Hakim Pengawas di Pengadilan Niaga Surabaya atas dakwaan telah menerima suap dari PT Sky Camping Indonesia (SCI) sebagai Kurator dalam proses kepailitan. Hasil artikel ini menunjukkan bahwa kepastian hukum Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU terkait wewenang dan tanggung jawab Hakim Pengawas, dalam praktiknya di lapangan tidak sepenuhnya berjalan. Hakim Pengawas menyalahgunakan tugas dan wewenangnya untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit dikarenakan telah menerima suap dari PT SCI sebagai Kurator supaya Hakim Pengawas menetapkan putusan aset pailit debitur menjadi non pailit.  

    THE ASPECTS OF ENVIRONMENTAL LAW ENFORCEMENT IN INDONESIA AND THE IMPLEMENTATION OF INTERNATIONAL AGREEMENTS IN THE ENVIRONMENTAL FIELD IN INDONESIA

    Get PDF
    Law enforcement is the process of enforcing or trying to implement legal norms as guides for traffic or legal relations in social and state life. In the environmental law enforcement system in Indonesia, there are three legal aspects described in the Environmental Protection and Management Act (UUPPLH), namely administrative law, civil law, and criminal law aspects. Where each aspect's law enforcement and law enforcement processes are distinct. The research method used was normative legal research. One component of environmental law enforcement is the use of civil law in environmental management. In the Environmental Protection and Management Act (UUPPLH) the process of enforcing environmental law through civil procedures is regulated in Chapter XIII Articles 84 to 93. In order to provide legal clarity in law enforcement, efforts are being made to solve environmental problems that emerge in Indonesia. Environmental law enforcement is an endeavor to ensure that regulations and requirements in general and specific legal provisions are followed and implemented through administrative, civil, and criminal supervision and enforcement. With the adoption of the first environmental rules, namely Law Number 4 of 1982 Concerning Basic Provisions for Environmental Management (UUKPPLH), government policy frameworks in implementing environmental law were actualized. Then, it was later replaced by Law Number 23 of 1997 concerning Environmental Management (UUPLH), which was subsequently replaced by Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management (UUPPLH) (Tude Trisnajaya, 2013: 2). The research method used in this study was normative juridical research, which means it was done with an eye on the laws, rules, and court decisions that were relevant to the topic. Keywords: Law Enforcement, Environment, Legal Norms, Dispute Resolution

    ASAS KELANGSUNGAN USAHA SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITOR PAILIT SEHUBUNGAN TIDAK ADANYA INSOLVENCY TEST DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN

    Get PDF
    In its development, the Bankruptcy Law in theory and practice did not progress significantly and it was until 1998 and replaced by a new one, which on October 18, 2004 legalized bankruptcy law and postponement of debt obligations have a wider scope, this is necessary because of the development and legal needs in the community while the provisions that have been applied is not sufficient as a legal means to solve the problem of accounts receivable in a fair, fast, open, and effective. One of them concerning the requirement to declare a bankrupt debtor as stipulated in the provisions of Article 2 paragraph 1 that there is no provision that requires the debtor to be insolvency, this is certainly contrary to the universal philosophy of the Bankruptcy Act that provides a way out for debtors and creditors when the debtor is in a state unable to pay its debts. The absence of this insolvency test shows that the Bankruptcy Act is dominant in protecting the interests of creditors. In order to have a clear philosophical foundation, the concept of business continuity principles should be included in the future Article of Bankruptcy Regulation so as to enable debtor and creditors to pursue debt settlement fairly, quickly, openly and effectively. The type of research in the writing of this journal is prescriptive normative legal research

    KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA PERMOHONAN PERNYATAN PAILIT

    Get PDF
    Salah satu persoalan yang sangat mendesak dan memerlukan pemecahan saat ini setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 97 Tahun 1999 Tentang  Pembentukkan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang. Dualisme kewenangan mengadili antara Pengadilan Niaga dengan Pengadilan Negeri  mengakibatkan timbulnya permasalahan mengenai yurisdiksi mengadili suatu perkara. Permasalahan kekuasaan atau yurisdiksi mengadili timbul disebapkan berbagai faktor satu diantaranya faktor instansi peradilan yang membedakan eksistensi antara peradilan banding dan peradilan kasasi sebagai peradilan yang lebih tinggi (superior court) berhadapan dengan peradilan tingkat pertama (inferior court). Jenis penelitian dalam penulisan jurnal ini adalah penelitian hukum normatif. Dalam rangka pengembangan kompetensi atau wewenang Pengadilan Niaga di era globalisasi, maka diperlukan konsep yang matang untuk mempersiapkan perluasan kompetensi absolut dari Pengadilan Niaga agar Pengadilan Niaga dapat dipercaya dan kredibel di mata pencari keadilan, selain itu pula diperlukam pengakuan atas keberadaan dan eksistensi Pengadilan Niaga dalam hubungannya dengan wewenang yang dimiliki Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit melalui adanya pengaturan mengenai kekhususan hukum acara Pengadilan Niaga, dikarenakan hukum acara yang selama ini digunakan dalam pemeriksaan perkara kepailitan di Pengadilan Niaga masih menggunakan ketentuan Herziene Indonesisch Reglement atau Rechreglement Buitengewesten (HIR/R.BG). Untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai kepada pihak ketiga (penggugat), yang perkara perdatanya dimenangkan di Pengadilan Negeri  perlu dibuat mekanisme hukum acara tentang penghentian eksekusi putusan Pengadilan Negeri sehubungan dengan adanya putusan Pengadilan Niaga yang menyatakan debitor paili

    Legal Protection of Personal Data Financial Technology Based Online Loans from The Consumer Protection Act

    Get PDF
    This study aims to determine the legal protection of personal data financial technology (Fintech) based on online loans in terms of the Consumer Protection Act and what are the legal consequences of personal data violations by fintech companies based on online loans in terms of the Consumer Protection Act. The type of research used is normative legal research. The conclusion of this study is that the legal protection of consumer personal data has been regulated by the Financial Services Authority (OJK) Circular and the Regulation of the Minister of Communication and Information concerning Confidentiality, Integrity and Security of Consumer Personal Data or Information and the Legal Consequences of Personal Data Violation, which is regulated in Article 47 of the Authority Regulation. Financial Services Number 77/POJK.01/2016 is an administrative sanction, then there is the Personal Data Protection Bill which regulates criminal sanctions. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum data pribadi financial technology berbasis pinjaman online ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan bagaimana akibat hukum pelanggaran data pribadi yang dilakukan perusahaan fintech berbasis pinjaman online ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Kesimpulan penelitian  ini adalah perlindungan hukum data pribadi konsumen telah diatur oleh Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Kerahasiaan, Keutuhan dan Keamanan Data atau Informasi Pribadi Konsumen dan Akibat Hukum Pelanggaran Data Pribadi yaitu diatur dalam Pasal 47 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 adalah sanksi administratif, lalu terdapat Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang mengatur sanksi pidana

    Legal Protection of Personal Data Financial Technology Based Online Loans from The Consumer Protection Act

    Get PDF
    This study aims to determine the legal protection of personal data financial technology (Fintech) based on online loans in terms of the Consumer Protection Act and what are the legal consequences of personal data violations by fintech companies based on online loans in terms of the Consumer Protection Act. The type of research used is normative legal research. The conclusion of this study is that the legal protection of consumer personal data has been regulated by the Financial Services Authority (OJK) Circular and the Regulation of the Minister of Communication and Information concerning Confidentiality, Integrity and Security of Consumer Personal Data or Information and the Legal Consequences of Personal Data Violation, which is regulated in Article 47 of the Authority Regulation. Financial Services Number 77/POJK.01/2016 is an administrative sanction, then there is the Personal Data Protection Bill which regulates criminal sanctions. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum data pribadi financial technology berbasis pinjaman online ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan bagaimana akibat hukum pelanggaran data pribadi yang dilakukan perusahaan fintech berbasis pinjaman online ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Kesimpulan penelitian  ini adalah perlindungan hukum data pribadi konsumen telah diatur oleh Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Kerahasiaan, Keutuhan dan Keamanan Data atau Informasi Pribadi Konsumen dan Akibat Hukum Pelanggaran Data Pribadi yaitu diatur dalam Pasal 47 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 adalah sanksi administratif, lalu terdapat Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang mengatur sanksi pidana
    corecore