19 research outputs found
KUALITAS PUPUK ORGANIK CAIR DARI AIR LIMBAH LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) DAN KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca)
Air limbah ikan lele menjadi masalah dalam berternak ikan lele karena
mengeluarkan bau tak sedap dan dapat mencemari lingkungan. Pembuatan pupuk
organik cair dapat menjadi salah satu solusi pengurangan pembuangan limbah air
ikan lele yang berlebih. Daun gamal dan kulit pisang kepok memiliki potensi yang
dapat digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair karena mengandung unsur
hara esensial yang tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan unsur
hara air limbah ikan lele yang dicampur dengan bahan organik, daun gamal dan kulit
pisang kepok, dan mengetahui bakteri yang berperan dalam proses fermentasinya.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan analisis data
one-way anova dmrt untuk mengetahui perbedaan pada rata-rata N, P, dan K pada
pupuk organik cair. Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan yaitu perlakuan A
(100% air limbah ikan lele), perlakuan B (30% daun gamal, dan 70% kulit pisang
kapok), perlakuan C (50% daun gamal, dan 50% kulit pisang kapok), perlakuan D
(70% daun gamal, dan 30% kulit pisang kapok) dengan 3 kali pengulangan dan
difermentasikan selama 21 hari. Kadar nitrogen perlakuan A, B, C, dan D secara
berurutan yaitu 0,5138%, 0,8683%, 1,0319%, 1,1291%. Kandungan fosfor
perlakuan A, B, C, dan D secara berurutan yaitu 0,6438%, 0,9556%, 1,0627%,
1,0233%. Kandungan kalium perlakuan A, B, C dan D secara berurutan yaitu
0,4341%, 1,1051%, 1,0679%, 0,9188%. Genus bakteri yang diduga berperan pada
penelitian ini yaitu genus Pseudomonas, Bacillus, Lactobacillus. Kandungan NPK
pada pupuk organik cair yang terbuat dari air limbah ikan lele, daun gamal, dan kulit
pisang kapok sudah memenuhi SNI pupuk organik cair
Analisis Nilai-nilai Multikultural Masyarakat Desa Patoman, Blimbingsari, Banyuwangi
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang Multikultur/Majemuk. Masyarakat majemuk tersusun oleh keragaman kelompok etnik atau suku bangsa beserta tradisi dan budayanya, tidak hanya berpeluang menjadikan bangsa Indonesia menjadi negara yang kuat di masa mendatang, tetapi juga berpotensi mendorong timbulnya konflik sosial yang dapat mengancam integrasi negara-bangsa. Maka perlu dicari solusi yang tepat untuk mengelola kemultikulturan bangsa Indonesia. Dalam mengelola kemultikulturan cara pandang kita harus dirubah yaitu menjaga kemultikulturan tidak hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat tetapi tanggung jawab seluruh warga negara Indonesia termasuk masyarakat pedesaan. Desa merupakan representasi dari kemultikulturan Indonesia. Misalnya kemultikulturan yang ada di Desa Patoman. Desa Patoman merupakan desa dengan tingkat kemultikulturan yang tinggi. Mulai dari agama Islam dengan jumlah 82.3%, Hindu mencapai 17.3%, Kristen sebanyak 8 jiwa, Buddha 7 Jiwa dan kepercayaan khususnya kejawen. Dilihat dari etnik seperti Madura, Jawa, Bali, dan Osing. Dalam artikel ini mencoba untuk menganalisis nilai-nilai kemultikultural yang ada di desa Patoman dan bagaimana mengelola kemultikulturan tersebut sehingga menghasilkan keharmonisan baik antar maupun inter agama, suku, etnik, dan budaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriftif Kualitatif dengan langkah-langkahnya yaitu: 1) Penentuan lokasi penelitian; 2) Waktu Penelitian; 3) bentuk dan strategi yang digunakan Analitik Deskriptif kualitatif; 4) Teknik pengambilan data berupa wawancara mendalam, observasi langsung, dan studi dokumen; 5) Validasi data dengan menggunakan triannggulasi data, peneliti, teori, dan metodelogis; 6) Sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik analisis data kualitatif yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan/verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam kemultikulturan masyarakat Desa Patoman meliputi: Nilai Social, Simpati, Toleransi dan Empati, Religious, Nasionalisme, Gotong Royong, Demokrasi, Bersahabat/komunikatif, kecintaan terhadap lingkungan, cinta damai, dan peduli sosial. Dalam mengelola kemultikulturan yang ada di Desa Patoman dilakukan melalui beberapa cara, yaitu Dialog dan Kerjasama antarumat Beragama, Meyakini Agama Sendiri dan Menghargai Agama Orang Lain, Doa Bersama, Komunikasi Lintas Budaya, Toleransi, Simpati, dan Empati, Desa Kebangsaan, Forum Pembauran Kebangsaan, dan Forum Kerukunan Antar Umat Beragama.DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um033v2i22019p164
Laporan praktik kerja profesi apoteker Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Jalan Ahmad Yani No. 118, Ketintang, Kec. Gayungan, Surabaya, Jawa Timur 60231 24-28 Juni 2024
Laporan praktik kerja profesi apoteker Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya Jl. Karang Menjangan No. 20, Airlangga, Kec. Gubeng, Surabaya, Jawa Timur 60286 18-20 Oktober 2023
Laporan praktik kerja profesi apoteker di Bidang Sumber Daya Kesehatan Seksi Kefarmasian dan Seksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Rumah Tangga Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 118 Surabaya 24-28 Juni 2024
The evolving SARS-CoV-2 epidemic in Africa: Insights from rapidly expanding genomic surveillance.
Investment in severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) sequencing in Africa over the past year has led to a major increase in the number of sequences that have been generated and used to track the pandemic on the continent, a number that now exceeds 100,000 genomes. Our results show an increase in the number of African countries that are able to sequence domestically and highlight that local sequencing enables faster turnaround times and more-regular routine surveillance. Despite limitations of low testing proportions, findings from this genomic surveillance study underscore the heterogeneous nature of the pandemic and illuminate the distinct dispersal dynamics of variants of concern-particularly Alpha, Beta, Delta, and Omicron-on the continent. Sustained investment for diagnostics and genomic surveillance in Africa is needed as the virus continues to evolve while the continent faces many emerging and reemerging infectious disease threats. These investments are crucial for pandemic preparedness and response and will serve the health of the continent well into the 21st century
The evolving SARS-CoV-2 epidemic in Africa: Insights from rapidly expanding genomic surveillance
INTRODUCTION
Investment in Africa over the past year with regard to severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) sequencing has led to a massive increase in the number of sequences, which, to date, exceeds 100,000 sequences generated to track the pandemic on the continent. These sequences have profoundly affected how public health officials in Africa have navigated the COVID-19 pandemic.
RATIONALE
We demonstrate how the first 100,000 SARS-CoV-2 sequences from Africa have helped monitor the epidemic on the continent, how genomic surveillance expanded over the course of the pandemic, and how we adapted our sequencing methods to deal with an evolving virus. Finally, we also examine how viral lineages have spread across the continent in a phylogeographic framework to gain insights into the underlying temporal and spatial transmission dynamics for several variants of concern (VOCs).
RESULTS
Our results indicate that the number of countries in Africa that can sequence the virus within their own borders is growing and that this is coupled with a shorter turnaround time from the time of sampling to sequence submission. Ongoing evolution necessitated the continual updating of primer sets, and, as a result, eight primer sets were designed in tandem with viral evolution and used to ensure effective sequencing of the virus. The pandemic unfolded through multiple waves of infection that were each driven by distinct genetic lineages, with B.1-like ancestral strains associated with the first pandemic wave of infections in 2020. Successive waves on the continent were fueled by different VOCs, with Alpha and Beta cocirculating in distinct spatial patterns during the second wave and Delta and Omicron affecting the whole continent during the third and fourth waves, respectively. Phylogeographic reconstruction points toward distinct differences in viral importation and exportation patterns associated with the Alpha, Beta, Delta, and Omicron variants and subvariants, when considering both Africa versus the rest of the world and viral dissemination within the continent. Our epidemiological and phylogenetic inferences therefore underscore the heterogeneous nature of the pandemic on the continent and highlight key insights and challenges, for instance, recognizing the limitations of low testing proportions. We also highlight the early warning capacity that genomic surveillance in Africa has had for the rest of the world with the detection of new lineages and variants, the most recent being the characterization of various Omicron subvariants.
CONCLUSION
Sustained investment for diagnostics and genomic surveillance in Africa is needed as the virus continues to evolve. This is important not only to help combat SARS-CoV-2 on the continent but also because it can be used as a platform to help address the many emerging and reemerging infectious disease threats in Africa. In particular, capacity building for local sequencing within countries or within the continent should be prioritized because this is generally associated with shorter turnaround times, providing the most benefit to local public health authorities tasked with pandemic response and mitigation and allowing for the fastest reaction to localized outbreaks. These investments are crucial for pandemic preparedness and response and will serve the health of the continent well into the 21st century
Fakta-Fakta Historis Tensho Iga No Ran Dalam Film Shinobi No Kuni Karya Yoshihiro Nakamura
Film Shinobi no Kuni merupakan salah satu film bertema sejarah karya
Yoshihiro Nakamura. Film ini menceritakan tentang peristiwa Tensho Iga no Ran
yang terjadi di Jepang pada abad 15 oleh klan Oda yang memiliki pemimpin
bernama Nobunaga. Dalam film ini terdapat beberapa fakta sejarah yang bisa
menambah pengetahuan mengenai sejarah Jepang khususnya peristiwa Tensho Iga
no Ran.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan historis.
Penelitian ini juga menggunakan teori mise en scene sebagai teori pendukung.
Kemudian metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif untuk
mendeskripsikan fakta sejarah yang terdapat dalam film Shinobi no Kuni.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat fakta sejarah pada
peristiwa Tensho Iga no Ran yang terdapat pada film Shinobi no Kuni, yaitu letak
geografis Provinsi Iga pada era Sengoku, keberadaan Iga Jounin Juu-Ni
Kehyoujo-shu, ambisi Oda Nobunaga untuk menyatukan Jepang, Kitabatake
Tomonori mengangkat Nobukatsu sebagai anak angkatnya, terbunuhnya
Kitabatake Tomonori, pembangunan benteng Maruyama, penyerangan benteng
Maruyama, Dai Ichi Ji Tensho Iga no Ran, dan Dai Ni Ji Tensho Iga no Ran
