6,860 research outputs found
Hubungan Antara Fungsi Kognitif dengan Kemampuan Interaksi Sosial Pada Lansia di Kelurahan Mandan Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo
Salah satu gangguan mental pada lansia adalah gangguan fungsi kognitif.
Pada lansia perlu dilakukan pengkajian fungsi kognitif untuk mengidentifikasi
terjadinya penurunan fungsi kognitif. Dampak dari menurunnya fungsi kognitif akan
menyebabkan bergesernya peran lansia dalam berinteraksi sosial, sehingga
mengakibatkan lansia merasa terisolir dan merasa tidak berguna. Lansia yang tinggal
di Kelurahan Mandan wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo, ketika dilakukan
pengkajian fungsi kognitif (MMSE), 4 dari 5 lansia termasuk dalam kategori buruk
dan interaksi sosial mereka juga berbeda-beda, ada yang senang berbicara tetapi ada
juga yang hanya diam saja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara fungsi kognitif dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia di Kelurahan
Mandan wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo. Jenis penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif yang menggunakan rancangan diskriptif korelatif dengan
pendekatan cross sectional. Sample penelitian ini berjumlah 80 responden dengan
menggunakan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan adalah
pengkajian fungsi kognitif (MMSE) dan kuesioner kemampuan interaksi sosial.
Teknik analisa data menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa fungsi kognitif sebagian besar lansia mempunyai fungsi kognitif baik yaitu
sejumlah 43 responden (53,8%), sedangkan kemampuan interaksi sosial sebagian
besar lansia mempunyai kemampuan interaksi sosial baik yaitu sejumlah 47
responden (58,8%). Hasil uji Chi Square diperoleh X
2
= 6,830 dan p = 0,009, maka
H0 ditolak. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan
antara fungsi kognitif dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia di Kelurahan
Mandan wilayah kerja Puskesmas Sukoharj
Fungsi Kognitif dan Aktivitas Fisik pada Lansia Petani
Fungsi kognitif pada lansia mengalami penurunan akibat proses penuaan. Sel otak seiring bertambahnya usia mengalami penurunan untuk mengingat informasi baru. Menurunnya fungsi kognitif berujung pada masalah kesehatan demensia. aktivitas fisik mampu menstimulasi fungsi kognitif, semakin tinggi aktivitas fisik, maka semakin meningkat fungsi kognitif. Aktifitas fisik yang umum dilakukan lansia di Desa Pakis, Kecamatan Beringin, Kabupaten Semarang adalah bertani. Bertani termasuk jenis aktivitas fisik sedang. Mengkaji fungsi kognitif pada petani Desa Pakis Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Tujuan penelelitian ini mengkaji hubungan aktivitas fisik dan fungsi kognitif lansia yang aktif bertani. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Kriteria inklusi ialah lansia berusia 60-70 tahun, bertani, dan warga Desa Pakis.Pengambilan data menggunakan kuesioner Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) untuk aktifitas fisik dan Mini Mental State Examination (MMSE). Data diolah dan dianalisis menggunakan uji korelasi bivariat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara aktivitas fisik terhadap fungsi kognitif lansia dengan nilai Pearson Correlation = 0,662**. Bertani dapat menjadi aktivitas fisik bagi lansia untuk mengurangi resiko penurunan fungsi kognitif
Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif pada Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Kalimantan Selatan
Salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada golongan lanjut usia adalah gangguan fungsi kognitif. Penurunan tingkat aktivitas fisik diduga menjadi faktor menurunnya fungsi kognitif pada lansia. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik, dengan pendekatan cross sectional study. Populasi penelitian adalah lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Sejahtera Kalimantan Selatan. Sampel penelitian sebanyak 39 responden dengan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi adalah usia 60 tahun, laki-laki, bersedia menjadi responden. Lansia yang mengalami gangguan neuropsikiatrik, gangguan pendengaran dan pengelihatan tidak diikutkan sebagai responden. Tingkat aktivitas fisik dinilai menggunakan kuesioner General Practicioner Physical Activity Questionaire (GPPAQ), sedangkan untuk mengetahui nilai fungsi kognitif menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE). Analisis data menggunakan uji Fischer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 72% tingkat aktivitas fisik aktif dan 28% pasif. Sebesar 59% fungsi kognitif buruk dan 41% fungsi kognitif baik. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna p0,05. Disimpulkan bahwa sebagian besar lansia laki-laki memiliki tingkat aktivitas fisik tergolong aktif (72%), namun 59% memiliki fungsi kognitif tergolong buruk. Secara statistik terbukti bahwa tingkat aktivitas fisik tidak berhubungan dengan fungsi kognitif
Gambaran Fungsi Kognitif pada Lansia dengan Hipertensi
Seiring bertambahnya usia lansia mengalami proses penuaan. Pada proses ini beberapa lansia akan mengalami masalah kesehatan salah satunya hipertensi. Hipertensi ini berpengaruh pada otak melalui beberapa proses yang pada akhirnya berpengaruh pada penurunan fungsi kognitif. Gangguan kognitif mempengaruhi kapasitas seseorang untuk perhatian, bahasa, memori, fungsi visuospasial, dan pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif pada lansia dengan hipertensi di Desa Branjang Kecamatan Ungaran Barat. Metode penelitian ini deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara total sampling dengan wawancara. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi menjadi sampel penelitian yaitu sebanyak 60 lansia dengan hipertensi. Pengumpulan data menggunakan kuesioner berupa kuesioner Mini Mental StatusExamination (MMSE). Analisa data yang digunakan adalah distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia memiliki fungsi kognitif pasti sebanyak 26 responden (43,3%). Fungsi kognitif pada lansia dengan hipertensi paling banyak mengalami penurunan pada aspek orientasi mengalami fungsi kognitif pasti sebanyak 27 responden (45,0%), aspek registrasi mengalami fungsi kognitif pasti sebanyak 29 responden (48,3%), dan aspek bahasa mengalami fungsi kognitif pasti sebanyak 27 responden (45,0%) dan probable sebanyak 30 responden (50,0%). Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan serta wawasan dalam merawat lansia dalam upaya pencegahan penurunan fungsi kognitif
PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI RT 03 RW 01 KELURAHAN TANDES SURABAYA
Penurunan fungsi kognitif pada lansia bukanlah hal yang dianggap wajar, dan bisa dihambat dengan aktivitas senam otak.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia di RT 03 RW 01 Kelurahan Tandes.
Desain penelitian ini pra-Eksperimental dengan one group pra post
test,populasinya10 lansia yang berumur 60-74 tahun. Pengambilan sampel secara simple random sampling, didapat 6 orang. Variabel independen adalah senam otak dan variabel dependen adalah fungsi kognitif.Pengumpulan data dilakukan menggunakan MMSE melalui pengolahan data editing, coding, processing, cleaning, tabulasi dan dianalisis menggunakanWilcoxon Sign Rank dengan α =
0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dilakukan senam otak sebagian besar (66,7%) mengalami gangguan fungsi kognitif sedang dan setelah dilakukan senam otak sebagian besar (66,7%) tidak mengalami gangguan fungsi kognitif. Setelah dilakukan uji Wilcoxon signed rank test didapatkan nilai ρ =
0,014 <α = 0,05 sehingga H0 ditolak, artinya ada pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia.
Simpulan dari penelitian ini bahwa senam otak mampu meningkatkan fungsi kognitif pada lansia di RT 03 RW 01 Kelurahan Tandes. Sebaiknya senam otak diterapkan di posyandu setiap 3x seminggu karena semakin rutin dilakukan senam otak pada lansia, maka fungsi kognitif akan semakin meningkat, sehingga dapat memperlambat penurunan fungsi kogitif
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN PASCA STROKE ISKEMIK DI RSUDZA BANDA ACEH
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab kematian utama sebesar 15,4% dengan prevalensi stroke tertinggi di Provinsi Aceh (16,6%). Stroke iskemik merupakan tipe stroke yang paling sering ditemui (80%) yang dapat menimbulkan cacat motorik, sensorik maupun gangguan fungsi kognitif yang dapat berlanjut menjadi demensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif pada pasien pasca stroke iskemik di RSUDZA Banda Aceh. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan cross sectional pada bulan Oktober hingga Desember 2012. Penelitian ini menggunakan instrumen Mini-Mental State Examination (MMSE) dan rekam medik. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 44 orang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh persentase gangguan fungsi kognitif sebesar 61,4%. Hasil uji analisis Chi-Square menunjukkan terdapat hubungan antara usia (p=0,004), jenis kelamin (p=0,004), tingkat pendidikan (p=0,000), dan lokasi lesi (p=0,036) dengan gangguan fungsi kognitif serta tidak terdapat hubungan antara riwayat hipertensi (p=0,401), dan riwayat diabetes melitus (p=0,067) dengan gangguan fungsi kognitif pada pasien pasca stroke iskemik di RSUDZA Banda Aceh. Kata Kunci: pasca stroke iskemik, gangguan fungsi kognitif, faktor risik
HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF DENGAN RIWAYAT OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA SYNDROME (OSAS) PADA PASIEN PASCA STROKE ISKEMIK DI RSUP DR KARIADI
Latar belakang : Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) merupakan penyakit yang berhubungan dengan gangguan dan penurunan aliran udara selama tidur. Sebanyak 2-5% populasi penduduk dunia menderita OSAS. OSAS dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif. Belum banyak penelitian mengenai
fungsi kognitif pada pasien pasca stroke iskemik yang juga mengalami OSAS.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara fungsi kognitif dengan riwayat OSAS pada pasien pasca stroke iskemik.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain Crosssectional Study. Sampel terdiri dari 40 pasien pasca stroke iskemik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan penilaian OSAS menggunakan
kuesioner Epworth Sleepiness Scale (ESS) dan penilaian fungsi kognitif menggunakan Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina). Uji statistik menggunakan uji Fisher Exact.
Hasil : Dari 40 subyek penelitian didapatkan sebanyak 20 orang (50%) mengalami OSAS dan 20 orang (50%) tidak mengalami OSAS. Dari 20 subjek yang memiliki OSAS, 19 subyek (95%) memiliki gangguan kognitif dan 1 orang(5%) tidak mengalami gangguan kognitif. Dari 20 subyek yang tidak OSAS, 13 subyek (65%) memiliki gangguan kognitif dan 7 orang (35%) tidak mengalami gangguan kognitif. Pada uji Fisher Exact didapatkan perbedaan yang signifikan antara OSAS dan fungsi kognitif (p=0,022).
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara fungsi kognitif dengan riwayat Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) pada pasien pasca stroke iskemik.
Kata kunci : Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS), fungsi kognitif, stroke iskemi
Hubungan antara Tingkat Keparahan Obstructive Sleep Apnea dan Fungsi Kognitif pada Pasien Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo
Hubungan antara Tingkat Keparahan Obstructive Sleep Apnea dan Fungsi Kognitif pada Pasien Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo. Prevalensi obstructive sleep apnea (OSA) pada populasi dewasa diperkirakan berkisar antara 5-14%. Sebagian besar pasien OSA di Rumah Sakit Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo, Jakarta diukur tingkat keparahannya menggunakan polisomnografi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat keparahan OSA dan fungsi kognitif. Penelitian menggunakan desain cross sectional dan teknik consecutive sampling. Data diambil dari 60 pasien OSA Rumkital Dr. Mintoharjo pada bulan April-Mei 2018. Data tingkat keparahan OSA diambil dari rekam medis, sedangkan data fungsi kognitif diukur menggunakan kuesioner Montreal Cognitive Assessment Indonesia version (MoCA-Ina). Subjek penelitian sebagian besar adalah pasien OSA laki-laki dengan usia rata-rata 43 tahun, berpendidikan tinggi, dan bekerja sebagai pegawai swasta. Berdasarkan data apnea-hypopnea index didapatkan 25 pasien OSA berat, 23 pasien OSA sedang, dan 12 pasien OSA ringan. Pada penelitian didapatkan pula sebanyak 45 pasien dengan fungsi kognitif terganggu dan 15 pasien dengan fungsi kognitif normal. Hasil uji Chi-square menunjukkan hubungan antara tingkat keparahan OSA dan fungsi kognitif (p = 0,000). Perlu diberikan edukasi kepada pasien OSA agar patuh mengikuti tatalaksana yang dianjurkan dokter, sehingga penurunan fungsi kognitif lebih lanjut dapat dicegah
- …