228 research outputs found

    KARAKTERISTIK INTUISI SISWA SMA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA DAN PERBEDAAN GENDER

    Get PDF
    Intuisi berperan penting dalam pemecahan masalah matematika, karena dengan intuisi siswa mempunyai gagasan kreatif dalam memecahkan masalah matematika. Banyak siswa pandai dalam memecahkan soal matematika sering menggunakan cara-cara yang cerdas, sehingga memberikan jawaban yang singkat dan akurat. Pada siswa-siswa yang berkemampuan matematika sedang atau rendah, cara yang digunakan untuk memecahkan soal cenderung memberikan jawaban yang kurang akurat, bahkan siswa-siswa yang berkemampuan matematika sedang dan rendah tersebut kesulitan untuk menemukan cara dalam memecahkan masalah matematika. Di samping itu faktor gender mempengaruhi cara memperoleh pengetahuan matematika dan intuisi berperan dalam memperoleh pengetahuan matematika. Oleh sebab itu perlu dikaji karakteristik intuisi siswa dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari kemampuan matematika dan perbedaan gender. Tujuan penelitian ini: (1) untuk mendeskripsikan karakteristik intuisi siswa SMA dalam memecahkan masalah aljabar berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah dari Polya ditinjau dari kemampuan matematika dan perbedaan gender, (2) untuk mendeskripsikan karakteristik intuisi siswa SMA dalam memecahkan masalah geometri berdasarkan langkah- langkah pemecahan masalah dari Polya ditinjau dari kemampuan matematika dan perbedaan gender. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-eksploratif. Subjek penelitian adalah siswa-siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sragen. Subjek penelitian sebanyak 6 siswa, terdiri atas 2 siswa berkemampuan matematika tinggi, 2 siswa berkemampuan matematika sedang dan 2 siswa berkemampuan matematika rendah yang masing-masing terdiri dari 1 laki-laki dan 1 perempuan. Metode pengumpulan data adalah dengan wawancara berbasis tugas. Di dalam wawancara tersebut, subjek penelitian diwawancarai apakah subjek menggunakan intuisi atau tidak pada setiap langkah pemecahan masalah dari Polya. Jika intuisi digunakan, bagaimana karakteristik intuisi tersebut pada setiap langkah pemecahan masalah yang dilakukan. Hasil penelitian ini: (1) Karakteristik intuisi siswa dalam memecahkan masalah aljabar ditinjau dari kemampuan matematika dan perbedaan gender adalah: (i) Subjek berkemampuan matematika tinggi laki-laki; dalam memahami masalah, menggunakan intuisi afirmatori yang bersifat langsung, dalam membuat rencana penyelesaian, menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat global, dan intuisinya berupa pemikiran matematika real, dalam melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa jawaban tidak menggunakan intuisi. (ii) Subjek berkemampuan matematika tinggi perempuan; dalam memahami masalah, tidak menggunakan intuisi, dalam membuat rencana penyelesaian, menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat global dan intuisinya berupa pemikiran matematika real, dalam melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa jawaban tidak menggunakan intuisi. (iii) Subjek berkemampuan matematika sedang laki-laki; dalam memahami masalah, menggunakan intuisi afirmatori yang bersifat langsung, dalam membuat rencana penyelesaian, menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat global dan intuisinya berupa pemikiran matematika real, yaitu menggunakan rumus barisan, dalam melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa jawaban, tidak menggunakan intuisi. (iv) Subjek berkemampuan matematika sedang perempuan; dalam memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa jawaban, tidak menggunakan intuisi. (v) Subjek berkemampuan matematika rendah laki-laki; dalam memahami masalah, menggunakan intuisi afirmatori yang bersifat langsung. dalam membuat rencana penyelesaian dan melaksanakan rencana, tidak menggunakan intuisi, memeriksa jawaban, menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat bertentangan dengan dugaan pada umumnya, yaitu dengan mempraktekkan apa yang ada pada soal. (vi) Subjek berkemampuan matematika rendah perempuan; dalam memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa jawaban tidak menggunakan intuisi. (2) Karakteristik intuisi siswa dalam memecahkan masalah geometri ditinjau dari kemampuan matematika dan perbedaan gender adalah: (i) Subjek yang berkemampuan matematika tinggi laki-laki; dalam memahami masalah, menggunakan intuisi afirmatori yang bersifat langsung, dalam membuat rencana penyelesaian, menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat global dan intuisinya berupa pemikiran matematika secara real, dalam melaksanakan rencana dan memeriksa jawaban, tidak menggunakan intuisi. (ii) Subjek yang berkemampuan matematika tinggi perempuan; dalam memahami masalah, tidak menggunakan intuisi, dalam membuat rencana penyelesaian, menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat global dan intuisinya berupa pemikiran matematika secara real, dalam melaksanakan rencana dan memeriksa jawaban, tidak menggunakan intuisi. (iii) Subjek yang berkemampuan matematika sedang laki-laki; dalam memahami masalah, menggunakan intuisi afirmatori yang bersifat langsung, dalam membuat rencana penyelesaian, menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat global dan intuisinya berupa pemikiran matematika secara real, dalam melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa jawaban, tidak menggunakan intuisi. (iv) Subjek yang berkemampuan matematika sedang perempuan; dalam memahami masalah, tidak menggunakan intuisi, dalam membuat rencana penyelesaian, menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat global dan intuisinya berupa pemikiran matematika secara real, dalam melaksanakan rencana penyelesaian, menggunakan intuisi afirmatori yang bersifat intrinsic certeainty, dalam memeriksa jawaban, tidak menggunakan intuisi. (v) Subjek yang berkemampuan matematika rendah laki-laki; dalam memahami masalah, menggunakan intuisi afirmatori yang bersifat langsung, dalam membuat rencana penyelesaian, menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat bertentangan pada umumnya dan intuisinya didasarkan pada indera dan imajinasi, dalam melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa jawaban, tidak menggunakan intuisi. (vi) Subjek yang berkemampuan matematika rendah perempuan; dalam memahami masalah, tidak menggunakan intuisi, dalam membuat rencana penyelesaian, menggunakan intuisi antisipatori yang bersifat bertentangan pada umumnya dan intuisinya didasarkan pada indera dan imajinasi, dalam melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa jawaban, tidak menggunakan intuisi. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan antara lain: (1) sebagai pedoman guru matematika dalam merancang kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah yang didasarkan pada karakteristik intuisi siswa, (2) sebagai bahan masukkan guru tentang karakteristik intuisi siswa ditinjau dari kemampuan matematika dan perbedaan gender, agar dalam pembelajarannya sesuai dengan karakteristik siswa, (3) sebagai dasar lebih lanjut bagi peneliti untuk mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan intuisi. Kata Kunci : Karakteristik intuisi, masalah matematika, afirmatori, antisipatori

    Modul pengembangan keprofesian berkelanjutan sd kelas awal terintegrasi penguatan pendidikan karakter dan pengembangan soal : b kelompok kompetensi

    Get PDF
    Pengembangan profesionalitas guru melalui Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan merupakan upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependikan dalam upaya peningkatan kompetensi guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan kompetensi guru telah dilakukan melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) untuk kompetensi pedagogik dan profesional pada akhir tahun 2015. Peta profil hasil UKG menunjukkan kekuatan dan kelemahan kompetensi guru dalam penguasaan pengetahuan pedagogik dan profesional. Peta kompetensi guru tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG pada tahun 2016 dan akan dilanjutkan pada tahun 2017 ini dengan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi guru sebagai agen perubahan dan sumber belajar utama bagi peserta didik. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru dilaksanakan melalui tiga moda, yaitu: 1) Moda Tatap Muka, 2) Moda Daring Murni (online), dan 3) Moda Daring Kombinasi (kombinasi antara tatap muka dengan daring

    Modul pengembangan keprofesian berkelanjutan kelompok kompetensi b: SD kelas awal terintegrasi penguatan pendidikan karakter dan pengembangan soal

    Get PDF
    Pengembangan profesionalitas guru melalui Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan merupakan upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependikan dalam upaya peningkatan kompetensi guru. Sejalan dengan hal tersebut, pemetaan kompetensi guru telah dilakukan melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) untuk kompetensi pedagogik dan profesional pada akhir tahun 2015. Peta profil hasil UKG menunjukkan kekuatan dan kelemahan kompetensi guru dalam penguasaan pengetahuan pedagogik dan profesional. Peta kompetensi guru tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG pada tahun 2016 dan akan dilanjutkan pada tahun 2017 ini dengan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi guru sebagai agen perubahan dan sumber belajar utama bagi peserta didik. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru dilaksanakan melalui tiga moda, yaitu: 1) Moda Tatap Muka, 2) Moda Daring Murni (online), dan 3) Moda Daring Kombinasi (kombinasi antara tatap muka dengan daring)

    PROSES BERPIKIR SISWA TUNAGRAHITA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER

    Get PDF
    Penelitian ini adalah kualitatif dengan data utama yakni proses berpikir siswa yang dituangkan dalam bentuk kata-kata tertulis atau transkrip wawancara. Pemilihan subyek ditinjau dari proses berpikir dan gender, sehingga subyek penelitian terdiri dari dua siswa dengan keterbelakangan mental dengan klasifikasi jenis kelamin pria dan wanita . Kedua peserta dari penelitian ini adalah siswa kelas X Sekolah Luar Biasa C Dharma Asih Pontianak. Data proses berpikir siswa dihimpun melalui wawancara berbasis tugas . Tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk ( 1 ) mengetahui proses berpikir siswa tunagrahita dengan jenis kelamin laki-laki, ( 2 ) mengetahui proses berpikir siswa tunagrahita dengan jenis kelamin perempuan. Berpikir adalah proses pembentukan representasi mental yang baru melalui transformasi informasi dengan interaksi yang kompleks dari atribusi mental yang mencakup pertimbangan, penalaran abstrak, representasi, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep, kreativitas dan kecerdasan. Proses berpikir adalah tahap dalam proses pemecahan masalah matematika dengan tahap pembentukan konsep, logika, dan pengambilan keputusan. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa, proses berpikir siswa tunagrahita yang ditinjau dari perbedaan gender adalah berbeda. Perbedaan ini terjadi pada tahap logika dalam memecahkan masalah matematika dengan nilai tempat pada suatu angka. Siswa laki-laki dapat menjawab dan memecahkan masalah yang diberikan dengan benar, tetapi siswa perempuan tidak dapat memecahkan masalah yang diberikan dengan benar. Pada masalah ini terdapat perbedaan antara proses berpikir siswa tunagrahita laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa siswa tunagrahita laki-laki memiliki pemahaman yang lebih baik tentang konsep nilai tempat dibandingkan dengan siswa tunagrahita perempuan.Kata kunci: Proses Berpikir, Tunagrahita, Pemecahan Masalah Matematika, Gende

    EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGANPENDEKATAN OPEN-ENDEDPADA POKOK BAHASAN LOGARITMA DITINJAU DARI GAYA BERPIKIRDAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI SE-KABUPATEN GUNUNGKIDULTAHUN PELAJARAN 2012/2013

    Get PDF
    The aim of the research was to determine and comparecooperative learning model of the STAD type with the open-ended approach and STAD viewed from the thinking style and the creativity of toward learners student mathematics learning achievement.This research used the quasi-experimental research method with the factorial design of 2 x 2 x 2. Its population was all of the students in Grade X of State Senior Secondary Schools in Gunungkidul in Academic Year 2012/2013. Based on the results of the data analyses, the conclusions were as follows. 1) The cooperative learning model of the STAD type with the open-ended resulted in a better learning achievement than the STAD type. 2) The students with the sequential thinking style have a better learning achievement than those with the random thinking style. 3) The students with the high creativity have a better learning achievement than those with the low creativity. 4)(a) In the sequential thinking style, the students treated to the cooperative learning model of the STAD type with the open-ended approach have the same learning achievement as those treated with the STAD type; and (b) In the random thinking style, students treated to the cooperativelearning model of the STAD type with the open-ended approach have a better learning achievement than those treated with the STAD type. 5)(a) in the high creativity, the cooperative learning model of the STAD type with the open-ended approach results in a better learning achievement than that of the STAD type; and (b) in the low creativity, the cooperative learning model of the STAD type with the open-ended approach results in the same learning achievement as that of the STAD type. 6) (a) In the high creativity, the students with the sequential thinking style have a better learning achievement than those with the random thinking style; (b) In the low creativity, the students with the sequential thinking style have the same learning achievement as those with the random thinking style; (c) in the sequential thinking style, the students with the high creativity have a better learning achievement than those with the low creativity; and (d) In the random thinking style, the students with the high creativity have the same learning achievement as those with the low creativity. 7) In the sequential thinking style with the high creativity and the low creativity and in the random thinking style with the low creativity, the cooperative learning model of the STAD type with the open-ended approach results in the same learning achievement as that of the STAD type,and in the random thinking style with the high creativity, the cooperative learning model of the STAD type with theopen-ended approach results in a better learning achievement than thatof the STAD type

    EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING PADA POKOK BAHASAN STATISTIKA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA KELAS XII SMK KELOMPOK TEKNOLOGI SE-KABUPATEN KEBUMEN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

    Get PDF
    The objective of this research is to investigate: (1) which of the TPS learning model with Quantum Learning approach, the TPS learning model, and the conventional learning model results in a better learning achievement of the students; (2) which of the students with the high, medium, and low learning interest levels have a better learning achievement; (3) which of the students taught in the TPS learning model with Quantum Learning approach, the TPS learning model, and the conventional learning model have a better learning achievement with the high, medium, and low learning interest levels; and (4) which of the students have a better learning achievement in each of the learning interest levels with the TPS learning model with Quantum Learning approach, the TPS learning model, and the conventional learning model. This research used the quasi-experimental method with the factorial design of 3 x 3. The population of this research was all of the 12th-grade students of the engineering vocational secondary schools in Kebumen regency in the academic year of 2012/2013. The data of this research were gathered through documentation, questionnaire, and achievement test. The test on the hypothesis of the research was conducted by using unbalanced Two-way Analysis of Variance. The results of this research are as follows: (1) the TPS learning model with Quantum Learning approach and the TPS learning model result in an equal learning achievement whereas the TPS learning model with Quantum Learning approach results in a better learning achievement than the conventional learning model. However, the TPS learning model and the conventional learning model result in an equal learning achievement; (2) the students with the high learning interest level have an equal learning achievement to those with the medium and low learning interest levels; (3) the TPS learning model with Quantum Learning approach results in an equal learning achievement to the TPS learning model but results in a better learning achievement than the conventional learning model in the high, medium, and low learning interest levels whereas the TPS learning model results in an equal learning achievement to the conventional learning model in the high, medium, and low learning interest levels; and (4) the students with the high learning interest level have an equal learning achievement to those with the medium and low learning interest levels in the TPS learning model with Quantum Learning, the TPS learning model, and the conventional learning model

    Analysis of mathematical problem-solving skills viewed from ınitial ability and gender differences in an elementary school

    Get PDF
    This study aims to describe the mathematical problem solving skills of students based on gender. This research is a descriptive qualitative study. Sampling was done by purposive sampling. The subjects of this study were fifth grade students of SDN Sinduadi 1 Sleman Yogyakarta in the academic year 2018/2019. The technique of collecting data used are testing and interview methods to get data about the process of making information done by students in solving mathematical problems. The instruments used to collect data are solving test and interview guidelines. The results of this study indicate male and female students who have low initial mathematical ability have not been able to apply mathematical problem solving with Polya steps. Those students are include in very poor category. Where Polya steps are 1) understanding the problem, 2) plan problem solving, 3) solve the problem according to the plan, and 4) re-checking. Therefore, special learning strategies and habituation are needed for students to solve the problem completely. In conclusion there are differences between male and female in problem solving but not so significantly.

    Description of Junior High School Students’ Mathematical Understanding According to Skemp Theory in terms of Rational Personality Types

    Get PDF
    Mathematical understanding is one of the supporting factors for students' success in mathematics. Skemp divides understanding into two types, namely instrumental understanding and relational understanding. This research purpose was to describe the mathematical understanding of seventh grade D students in solving set problems based on Skemp's theory of understanding in terms of rational personality types. The type of research used was descriptive qualitative. This research was conducted at Junior High School Darul Aman Mataram of 2021/2022 academic year. Selection of subjects using a purposive sampling technique. The subjects in this study were two students with rational personality types. Data were obtained using a mathematical understanding test and interviews. The study's results showed that students with rational personality types tend to have a relational understanding because they can explain reasons or interpret problem-solving procedures according to the set concept correctly. In addition, students are able to understand the purpose of the given set of problems, can apply ideas according to the logic of thinking in solving problems, can write problem solving procedures coherently according to Skemp's theory even though they tend to be brief, can solve mathematical understanding problems accompanied by appropriate answer arguments, can change mathematical sentences in the given problem in the form of words, images, or certain mathematical symbols. Furthermore, this type can achieve all of the indicators of instrumental understanding and can fulfill the six indicators of relational understanding, except for the ability to correlate several set concepts. Based on these results, it is expected that rational personality type students can determine detailed planning in solving problems, and improve understanding of mathematical concepts such as being more careful in the use of solution strategies so that students are accustomed to applying various solution strategies

    EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN JIGSAW PADA POKOK BAHASAN BENTUK ALJABAR DITINJAU DARI PERHATIAN ORANG TUA SISWA KELAS VII SMP NEGERI DI KABUPATEN CILACAP TAHUN PELAJARAN 2010/2011

    Get PDF
    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menyebabkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari metode tradisional pada pokok bahasan Bentuk Aljabar pada siswa kelas VII SMP Negeri se-Kabupaten Cilacap tahun pelajaran 2010/2011, (2) Apakah kategori perhatian orang tua siswa yang berbeda-beda memberikan prestasi belajar matematika yang berbeda pula, (3) Manakah diantara penggunaan model pembelajaran yaitu tipe STAD, tipe Jigsaw dan tradisional yang memberikan prestasi belajar lebih baik pada kategori perhatian orang tua tinggi, sedang atau rendah pada pokok bahasan Bentuk Aljabar pada siswa kelas VII SMP Negeri se-Kabupaten Cilacap tahunpelajaran 2010/2011. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri se-Kabupaten Cilacap tahun pelajaran 2010/2011. Sampel dalam penelitian ini adalah 306 siswa. Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan stratified cluster random sampling. Instrumen yang digunakan adalah tes dan angket. Untuk menguji konsistensi internal angket digunakan rumus momen produk dari Karl Pearson, sedangkan untuk menguji reliabilitas angket digunakan rumus Alpha. Untuk menguji reliabilitas tes digunakan rumus KR-20. Uji prasyarat Analisis Variansi digunakan uji Lilliefors untuk uji normalitas, uji Bartlett untuk uji homogenitas. Dengan 0,05 diperoleh sampel berasal dari populasi-populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Tehnik analisa data yang digunakan ádalah analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan faktor (3 x 3). Hasil analisis variansi dua jalan pada taraf sinifikansi 5% menunjukkan (1) terdapat perbedaan prestasi belajar matemátika antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran STAD, Jigsaw dan tradisional pada pokok bahasan Bentuk Aljabar pada siswa kelas VII SMP Negeri se- Kabupaten Cilacap tahun pelajaran 2010/2011 (Fa = 6,04 > F0,05;2,297 = 3,00). (2) terdapat perbedaan prestasi belajar matemátika peserta didik dari ketiga kategori perhatian orang tua pada pokok bahasan BentukAljabarpadasiswakelasVIISMPNegerise-KabupatenCilacaptahunpelajaran2010/2011(Fb = 7,32 > F 0,05;2,297 =3,00), (3) Karakteristik perbedaan antara penggunaan model pembelajaran STAD, Jigsaw dan tradisional untuk setiap kategori perhatian orang tua ádalah sama pada pokok bahasan Bentuk Aljabar pada siswa kelas VII SMP Negeri se-Kabupaten Cilacap tahun pelajaran 2010/2011 (F ab = 2,32 < F0,05;4,297 = 2,37). Dari hasil komparasi ganda dengan metode Scheffe dan dengan melihat rataan untuk masing- masing kelompok dapat disimpulkan bahwa siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai prestasi belajar yang sama baik dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (F1.-2.= 5,52 < F 2(0,05;2,297) = 6,00). Pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari pembelajaran tradisional (F1.-3. = 16,165 > F 2(0,05;2,297) = 6,00). Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sama baik prestasinya dengan pembelajaran tradisional (F2.-3.= 2,897 F2(0,05;2,297) = 6,00), dan siswa dengan perhatian orang tua sedang memiliki prestasi yang lebih baik daripada siswa dengan perhatian orang tua rendah ( F.2-.3= 18,167 > F2(0,05;2,297) = 6,00). Kata Kunci: STAD, Jigsaw, Perhatian Orang Tua, Prestasi Belajar

    THE EFECTIVENESS OF NUMBERED HEADS TOGETHER WITH GUIDED DISCOVERY LEARNING AND JIGSAW II WITH GUIDED DISCOVERY LEARNING VIEWED FROM ADVERSITY QUOTIENT

    Get PDF
    This research was a quasi-experimental research with 2×3 factorial design aimed to find out the influence of learning model NHT with guided discovery learning and Jigsaw II with guided discovery learning for students’ mathematics achievement. The population of this study were all of the eleventh grade students of Junior High School in Karanganyar regency and sampling was done by stratified cluster random sampling. The data was collected by test, questionnaire, and documentation.The test of hypothesis used two-way analysis of variance with unequal cell, past analysis of variance with Scheffe’ method and significance level was 0.05. Based on hypothesis test, it could be concluded that (1) the learning model of Jigsaw II with guided discovery learning approach results students’ mathematics achivement better than NHT with guided discovery learning., (2) students’ mathematics achievement with the climbers type was as good as students’ mathematics achievement with the campers type, and students’ mathematics achievement with the campers type result better than students’ mathematics achievement the quitters type, (3) for each learning model, students’ mathematics achievement with the climbers type was as good as with students’mathematics achievement with the campers type, and students’ mathematics achievement the campers type result better than students’ mathematics achievement the quitters type, (4) for each category AQ, the learning model of Jigsaw II with guided discovery learning approach results better than students’ mathematics achivement learning model NHT with guided discovery learning.Keywords: Jigsaw II, Numbered Heads Together, Guided Discovery Learning, Adversity Quotient, Mathematics Achievemen
    • …
    corecore