17 research outputs found
Decolonizing Javanese-Islamic Identity in the Discourses of Contemporary Indonesian Islamic Studies
This article discusses the phenomenon of decolonization of Islamic studies as a continuation of postcolonial critical projects that are widespread in various areas of study. In particular, this paper wants to answer two main questions: (1) the background and foundations of decolonization of Islamic studies and (2) its struggle in Indonesian Islamic discourse by focusing on the issue of Javanese-Islamic identity. By analyzing relevant data, this paper concludes that decolonization was motivated by scientists’ anxiety over the impact of colonialism in the academic-scientific area, which formed an oppressive cultural construction. Decolonization seeks to go beyond the postcolonial project, which, at a certain point, is still shadowed by the ideas of Western figures. The epistemological basis of decolonization is a critical approach in the study of religion in general, and it also involves political factors of knowledge in one of its dimensions. In Javanese-Islamic identity, decolonization emphasizes the close intertwining between Javaneseness and Islam, which tend to be separated in colonial studies
PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA DOSIS AIR KELAPA MUDA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) PADA PEMBIBITAN UTAMA (MAIN NURSERY )
Penelitian bertujuan untuk mengetahui dosis terbaik pemberian air kelapa muda terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada pembibitan utama (main nursery).Penelitian berbentuk percobaan lapangan yang dilaksanakan di laboratorium Kampus III universitas andalas Dharmasraya pada bulan Januari hingga bulan Mei 2018. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dengan enam ulangan. Perlakuan berupa pemberian air kelapa muda dengan variasi dosis 0 ml, 50 ml, 100 ml, 150 ml, dan 500 ml. variabel yang diamati antara lain adalah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang helaian daun, lebar daun serta diameter bonggol. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan statistik dengan uji F pada taraf 5% dan dilanjutkaan dengan uji Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian air kelapa muda tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang helaian daun, lebar daun dan diameter bonggol pada pembibitan utama kelapa sawit.
Kata kunci :air kelapa muda, dharmasraya, kelapa sawit, pertumbuhan, main nurser
Forgiveness Therapy as A Religious Conflict Resolution of Violence Conflict (Carok) in Pamekasan Madura
This research efforts to answer the problem of conflict resolution models were used by Madurese society to resolve carok and why forgiveness can overcome carok conflict. The research tries to understand how the forgiveness stages between the parties involved in the case of carok in Madura? This research used a qualitative method to explore the power of forgiveness in the resolve of carok in Bujur Tengah Village, Batu Marmar, Pamekasan. In collecting data, the researcher used observation, interview, documentation, and triangulation techniques, while the analysis techniques used were data reduction, data presentation, and conclusion drawing. This research shows that the forgiveness model becomes a conflict resolution capable of controlling anger and retaliation to achieve true reconciliation. That is because the forgiveness mechanism has extraordinary power to rebuild the relationship or restore the effects of trauma from the victim's family. The forgiveness mechanism of forgiveness in the case of carok cannot be separated from the role of Kiai to resolve the disputes of land swap overland (village treasury) between two parties. The Kiai carries out many stages to accelerate the achievement of reconciliation; namely restoring security conditions, embracing the families of carok victims, strengthening friendship to prevent counter-conflict, the tabayyun process by presenting conflicting parties, accelerating dialogue, and holding reconciliation studies
The Dynamics of Religious Conflict in Indonesia: Contestation and Resolution of Religious Conflicts in The New Order Age
Social conflicts in Indonesia are often associated with political turmoil and disappointment with the hegemony of power. Therefore, it is important to understand comprehensively how the dynamics of religious conflict in Indonesia, especially during the New Order era. As we know that this research is a literature study to understand the contestation of religious conflicts and how conflict resolution was implemented by the government in resolving ethnic-religious conflicts during the New Order era. Using qualitative methods, this study finds that there are several factors of ethnic and religious conflicts in Indonesia, especially during the New Order era, namely group identity conflicts, levels of chaos and social mobilization, repressive actions by power groups, and collective conflicts between communal groups. This study also shows that for the resolution of social conflicts, the government uses a repressive and security approach to control the community, and there is also a cultural approach from civil society as a form of resistance for the government. Civil society also plays an active role in promoting peace agreements between conflicting groups.Konflik sosial di Indonesia seringkali dikaitkan dengan kekacauan politik dan kekecewaan terhadap hegemoni kekuasaan. Karena itu, penting untuk memahami lebih komprehensif bagaimana dinamika konflik agama di Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru. Sebagaimana kita ketahui bahwa. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan untuk memahami kontestasi konflik agama dan bagaimana resolusi konflik yang diterapkan oleh pemerintah dalam penyelesaian konflik agama-etnis pada masa Orde Baru. Menggunakan metode kualitatif, penelitian ini menemukan bahwa ada beberapa faktor konflik etnis dan agama di Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru, yaitu konflik identitas kelompok, tingkat kekacauan dan mobilisasi sosial, tindakan represif oleh kelompok kekuasaan, dan konflik kolektif diantara kelompok komunal. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa untuk penyelesaian konflik sosial, pemerintah menggunakan pendekatan represif dan keamanan untuk mengontrol masyarakat, dan juga ada pendekatan budaya dari masyarakat sipil sebagai salah satu perlawanan bagi pemerintah. Masyarakat sipil juga berperan aktif dalam mendorong kesepakatan damai antara kelompok-kelompok yang berkonflik
PENGELOLAAN KURIKULUM PROGRAM KEPALA SEKOLAH PEMBELAJARAN TAHUN 2016
Modul Pengelolaan Kurikulum memfasilitasi Saudara untuk menyempurnakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)mengacu kurikulum tahun 2006 dan Kurikulum 2013.
Modul ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Saudara dalam mengelola kurikulum meliputi kegiatan merencanakan, melaksanakan, memantau, dan menilai KTSP.
Pembelajaran pengelolaan kurikulum akan dilakukan melalui serangkaian kegiatan mengkaji
dan menyempurnakan dokumen I KTSP, mengembangkan Perangkat Pembelajaran meliputi:
Program Tahunan (Prota), Program Semester (Prosem), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mingguan (RPPM), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) untuk jenjang TK/TKLB, dan Program Tahunan (Prota), Program Semester (Prosem), Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) serta menetapkan KKM untuk jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB, dan SMK/SMKLB, sebagai salah satu proses penjaminan mutu SKL. Kemampuan pengelolaan kurikulum ini penting agar Saudara mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kurikulum secara efektif, sehingga dapat dijadikan panduan bagi guru dalam menerapkan kurikulum untuk menciptakan proses pembelajaran yang mendidik, beragam, dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan prestasi peserta didik. Dengan demikian, visi dan misi sekolah dapat dipahami serta diwujudkan ke dalam sikap, perilaku, kebiasaan, kinerja, dan profil lulusan sekolah yang mengacu pada tuntutan masyarakat “Indonesia Baru: Cerdas dan Kompetitif”.
Modul pengelolaan kurikulum meliputi tiga topik utama, yaitu: KTSP, dokumen Perangkat Pembelajaran, dan Penetapan KKM. Setiap topik terbagi menjadi sejumlah kegiatan pembelajaran yang dapat meliputi pengenalan komponen dokumen, pengkajian dokumen, revisi, dan penyusunan dokumen.
Kegiatan-kegiatan ini akan Saudara lakukan dalam satu tahap. Saudara akan melakukan kegiatan diskusi, curah pendapat (brainstorming), simulasi, dan lain-lain. Kegiatan ini dapat dilakukan secara mandiri jika jumlah peserta tidak memungkinkan. Saudara juga akan melakukan kegiatan:
(1)praktik mengkaji dan menyempurnakan dokumen I KTSP;
(2)mengembangkan perangkat pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku; dan
(3)menetapkan KKM.
Modul ini memperhatikan aspek-aspek inklusi sosial, dapat dipergunakan dalam kondisi sosial-budaya sekolah yang beragam, mempertimbangkan isu-isu suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, status sosial ekonomi, orang dengan HIV/AIDs, dan yang berkebutuhan khusus. Inklusi sosial ini diberlakukan bagi pendidik, tenaga kependidikan dan
peserta didik
Rekonstruksi Kerangka Etis untuk Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Sumenep: Perspektif Islam dan Kearifan Lokal
Penelitian ini menemukan bahwa ada tiga masalah pokok yang mengemuka dalam pengembangan program pariwisata di Kabupaten Sumenep. Tiga masalah pokok itu adalah masalah desain dan fokus program pariwisata yang belum tertata secara baik (belum koheren dan berbasis data), partisipasi yang belum maksimal, dan belum mengemukanya pertimbangan keberpihakan pada kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah. Ada beberapa asas dan prinsip yang perlu digarisbawahi dan dikemukakan yang kiranya dapat menjadi kerangka etis bagi pengembangan program pariwisata di Kabupaten Sumenep. Setidaknya ada tiga asas dan prinsip, yakni asas keberlanjutan, asas manfaat, adil dan merata, dan asas partisipatif
Jembatan untuk Pendidikan Kontekstual: Refleksi Kritis dari Lapangan
Salah satu kritik mendasar terhadap dunia pendidikan saat ini adalah kenyataan bahwa pendidikan, yakni sistem persekolahan, dipandang masih belum mampu menjawab tantangan zaman. Lulusan sekolah masih banyak gagap menghadapi kenyataan hidup di masyarakat saat mereka terjun dan bergelut langsung dalam kehidupan sehari-hari.Salah satu pertanda yang dapat dikemukakan terkait dengan problem krisis sosial-ekologis yang dihadapi umat manusia saat ini. Dalam pandangan sejumlah pihak, sekolah dipandang belum cukup mampu untuk menanamkan kepekaan ekologis atau melek ekologis (ecological literacy) terhadap para siswa di sekolah sehingga siswa gagal memberi tanggapan kritis atas krisis sosial-ekologis yang dihadapi umat manusia.Di sisi yang lain, kesenjangan praktik pendidikan di sekolah dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman juga terasa kurang terjembatani oleh dunia akademis, yakni pendidikan tinggi yang mengelola jurusan keguruan dan ilmu pendidikan. Buku berjudul Mendidik Pemenang Bukan Pecundang yang ditulis oleh dua orang praktisi pendidikan ini kiranya dapat menjadi jembatan untuk menghidupkan kembali pendidikan kritis dan pendidikan kontekstual. Pendidikan kritis dan pendidikan kontekstual yang dimaksudkan di sini adalah model pendidikan yang mampu menanamkan kepekaan kepada para peserta didiknya atas situasi masyarakat yang bergerak cepat dan praktik pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman di masa mendatang
Jembatan untuk Pendidikan Kontekstual: Refleksi Kritis dari Lapangan
Salah satu kritik mendasar terhadap dunia pendidikan saat ini adalah kenyataan bahwa pendidikan, yakni sistem persekolahan, dipandang masih belum mampu menjawab tantangan zaman. Lulusan sekolah masih banyak gagap menghadapi kenyataan hidup di masyarakat saat mereka terjun dan bergelut langsung dalam kehidupan sehari-hari.Salah satu pertanda yang dapat dikemukakan terkait dengan problem krisis sosial-ekologis yang dihadapi umat manusia saat ini. Dalam pandangan sejumlah pihak, sekolah dipandang belum cukup mampu untuk menanamkan kepekaan ekologis atau melek ekologis (ecological literacy) terhadap para siswa di sekolah sehingga siswa gagal memberi tanggapan kritis atas krisis sosial-ekologis yang dihadapi umat manusia.Di sisi yang lain, kesenjangan praktik pendidikan di sekolah dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman juga terasa kurang terjembatani oleh dunia akademis, yakni pendidikan tinggi yang mengelola jurusan keguruan dan ilmu pendidikan. Buku berjudul Mendidik Pemenang Bukan Pecundang yang ditulis oleh dua orang praktisi pendidikan ini kiranya dapat menjadi jembatan untuk menghidupkan kembali pendidikan kritis dan pendidikan kontekstual. Pendidikan kritis dan pendidikan kontekstual yang dimaksudkan di sini adalah model pendidikan yang mampu menanamkan kepekaan kepada para peserta didiknya atas situasi masyarakat yang bergerak cepat dan praktik pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman di masa mendatang
Sekolah dalam himpitan google dan bimbel: visi pendidikan, tantangan literasi, pendidikan lingkungan
Buku ini berusaha berbagi gagasan dan kepedulian tentang masalah kependidikan di tengah himpitan kecenderungan instan yang membuat kegiatan pendidikan justru bisa mengasingkan murid dari kenyataan. Ada tiga tema utama yang dibahas dalam buku ini. Bagian pertama mendiskusikan visi dan hal-hal mendasar dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Bagian kedua mengulas literasi dan tantangan era informasi. Bagian ketiga mengupas pendidikan lingkungan sebagai salah satu pintu masuk bagi pendidikan yang lebih kontekstual
Jembatan untuk Pendidikan Kontekstual: Refleksi Kritis dari Lapangan
Salah satu kritik mendasar terhadap dunia pendidikan saat ini adalah kenyataan bahwa pendidikan, yakni sistem persekolahan, dipandang masih belum mampu menjawab tantangan zaman. Lulusan sekolah masih banyak gagap menghadapi kenyataan hidup di masyarakat saat mereka terjun dan bergelut langsung dalam kehidupan sehari-hari.Salah satu pertanda yang dapat dikemukakan terkait dengan problem krisis sosial-ekologis yang dihadapi umat manusia saat ini. Dalam pandangan sejumlah pihak, sekolah dipandang belum cukup mampu untuk menanamkan kepekaan ekologis atau melek ekologis (ecological literacy) terhadap para siswa di sekolah sehingga siswa gagal memberi tanggapan kritis atas krisis sosial-ekologis yang dihadapi umat manusia.Di sisi yang lain, kesenjangan praktik pendidikan di sekolah dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman juga terasa kurang terjembatani oleh dunia akademis, yakni pendidikan tinggi yang mengelola jurusan keguruan dan ilmu pendidikan. Buku berjudul Mendidik Pemenang Bukan Pecundang yang ditulis oleh dua orang praktisi pendidikan ini kiranya dapat menjadi jembatan untuk menghidupkan kembali pendidikan kritis dan pendidikan kontekstual. Pendidikan kritis dan pendidikan kontekstual yang dimaksudkan di sini adalah model pendidikan yang mampu menanamkan kepekaan kepada para peserta didiknya atas situasi masyarakat yang bergerak cepat dan praktik pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman di masa mendatang