22 research outputs found
Agama dan Perubahan Sosial di Basis Multikulturalisme: Sebuah Upaya Menyemai Teologi Pedagogi Damai di Tengah Keragaman Agama dan Budaya di Kabupaten Malang
INDONESIA:
Kebhinekaan agama dan budaya ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi merupakan sebuah kekayaan dan menjadi kekuatan dan peluang. namun di sisi lain juga dapat menjadi pemicu konflik dan perpecahan jika tidak di kelola dengan baik. Kasus Poso, Sampit dan Tolikara merupakan sebagian exsemplar contoh bagaimana keragaman agama dan budaya yang tidak termenej dengan baik. di titik inilah peran agama sebagai basis perubahan sosial menempati peran vital untuk dijadikan sebagai katalisator perdamaian di dunia. melalui doktrin doktrin peace education yang menjadi inti ajaran semua agama diharapkan eksistensi agama mampu menjadi alat penyulam kebhinekaan agama dan budaya di indonesia. Oleh karena itu, studi dalam tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis potret masyarakat multikultural di malang dalam menyikapi keragaman agama dan budaya. Selain itu artikel ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kognisi para guru PAI dalam melihat pentingnya teologi pedagogi damai di tengah keragaman agama dan budaya di Kabupaten Malang. pada waktu yang bersamaan artikel ini juga bertujuan untuk menganalisis media pembelajaran apa sajakah yang digunakan oleh guru PAI dalam menyemai teologi pedagogi damai di tengah keragaman agama dan budaya di Kabupaten Malang.
ENGLISH:
Religious and cultural diversity is like a double-edged sword. On the one hand is a wealth and a strength and opportunity. but on the other hand it can also be a trigger for conflict and division if not managed properly. The cases of Poso, Sampit and Tolikara are some examples of how religious and cultural diversity is not well managed. at this point the role of religion as the basis of social change occupies a vital role to serve as a catalyst for peace in the world. Through the doctrines of peace education which is the core of the teachings of all religions, it is hoped that the existence of religion can become a tool for embroidering religious and cultural diversity in Indonesia. Therefore, the study in this paper aims to identify and analyze the portrait of a multicultural society in Malang in responding to religious and cultural diversity. In addition, this article also aims to identify and analyze the cognition of PAI teachers in seeing the importance of peaceful pedagogical theology in the midst of religious and cultural diversity in Malang Regency. At the same time, this article also aims to analyze what learning media are used by PAI teachers in sowing the theology of peaceful pedagogy in the midst of religious and cultural diversity in Malang Regency
Agama dan Perubahan Sosial di Basis Multikulturalisme: Sebuah Upaya Menyemai Teologi Pedagogi Damai di Tengah Keragaman Agama dan Budaya di Kabupaten Malang
INDONESIA:
Kebhinekaan agama dan budaya ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi merupakan sebuah kekayaan dan menjadi kekuatan dan peluang. namun di sisi lain juga dapat menjadi pemicu konflik dan perpecahan jika tidak di kelola dengan baik. Kasus Poso, Sampit dan Tolikara merupakan sebagian exsemplar contoh bagaimana keragaman agama dan budaya yang tidak termenej dengan baik. di titik inilah peran agama sebagai basis perubahan sosial menempati peran vital untuk dijadikan sebagai katalisator perdamaian di dunia. melalui doktrin doktrin peace education yang menjadi inti ajaran semua agama diharapkan eksistensi agama mampu menjadi alat penyulam kebhinekaan agama dan budaya di indonesia. Oleh karena itu, studi dalam tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis potret masyarakat multikultural di malang dalam menyikapi keragaman agama dan budaya. Selain itu artikel ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kognisi para guru PAI dalam melihat pentingnya teologi pedagogi damai di tengah keragaman agama dan budaya di Kabupaten Malang. pada waktu yang bersamaan artikel ini juga bertujuan untuk menganalisis media pembelajaran apa sajakah yang digunakan oleh guru PAI dalam menyemai teologi pedagogi damai di tengah keragaman agama dan budaya di Kabupaten Malang.
ENGLISH:
Religious and cultural diversity is like a double-edged sword. On the one hand is a wealth and a strength and opportunity. but on the other hand it can also be a trigger for conflict and division if not managed properly. The cases of Poso, Sampit and Tolikara are some examples of how religious and cultural diversity is not well managed. at this point the role of religion as the basis of social change occupies a vital role to serve as a catalyst for peace in the world. Through the doctrines of peace education which is the core of the teachings of all religions, it is hoped that the existence of religion can become a tool for embroidering religious and cultural diversity in Indonesia. Therefore, the study in this paper aims to identify and analyze the portrait of a multicultural society in Malang in responding to religious and cultural diversity. In addition, this article also aims to identify and analyze the cognition of PAI teachers in seeing the importance of peaceful pedagogical theology in the midst of religious and cultural diversity in Malang Regency. At the same time, this article also aims to analyze what learning media are used by PAI teachers in sowing the theology of peaceful pedagogy in the midst of religious and cultural diversity in Malang Regency
Hukum Islam dan etika pelestarian ekologi: Upaya mengurai persoalan lingkungan di Indonesia
Alhamdulillahirabbil 'aalamiin, segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kitab suci Al-Qur’an kepada hamba-Nya Muhammad ibni Abdillah dan tidak ada sedikit pun kesesatan dan keraguan di dalamnya. Serta tidak pula ada makna yang saling berlawanan dan menyimpang dari kebenaran. Alhamdulillah ala maulidi Muhammad ibni Abdillah wa ala nubuwwati Muhammad ibni Abdillah wa ala risalati Muhammad ibni Abdillah wa ala nuuri Ahmad wa Muhammad sallallahu alaihi wa sallam. Alhamdulillah ala nikmatil iman wal islam wal ihsan. Alhamdulillah al kulli haalin wa nikmat, sehingga penulisan karya sederhana ini dapat terselesaikan dengan baik. Rabbana ma kholaqta haza batila subhanaka fakina azabannar.
Selawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah menjadi teladan dalam pelestarian ekologi dengan misi profetiknya yang rahmatan lil alamin. Selawat dan salam juga teruntuk keluarga dan para sahabatnya yang telah berjuang menemani Rasulullah dalam menjalankan misi kenabian yang penuh dengan kasih dan sayang. Semoga Allah senantiasa menempatkan Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan sahabatnya di tempat terpuji sebagaimana yang Engkau janjikan. Serta ridai kami semua untuk meneladani sunah-sunahnya. Asyhadu Allah ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammad ibni abdillah wa asyhadu anna Muhammad nabiyallah, wa ashadu anna muhammada Rasulullah, wa asyhadu anna Muhammad nurallah. Allohummma shalli wa sallim ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad. Amin ya rabbal Alamin.
Dalam ajaran Islam, alam bukan hanya benda yang tidak berarti apa-apa selain dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Alam dalam pandangan Islam adalah tanda “keberadaan” Allah. Alam memberikan jalan bagi manusia untuk mengetahui keberadaan-Nya. Dalam kitab suci Al-Qur’an banyak sekali ditemukan ayat-ayat yang ketika berbicara tentang alam x dilanjutkan dengan anjuran untuk berpikir, memahami, mengingat, bersyukur, dan bertafakur. Semua ini akan mengantarkan manusia kepada sesuatu zat Yang Maha Mengatur.Islam tidak melarang memanfaatkan alam untuk kepentingan kehidupan manusia, namun semua ada aturan mainnya. Memanfaatkan alam harus dengan cara yang arif dan manusia bertanggung jawab dalam melindungi alam dan lingkungannya serta larangan merusaknya.Masalah lingkungan adalah berbicara tentang kelangsungan hidup (manusia dan alam). Melestarikan lingkungan sama halnya dengan menjamin kelangsungan hidup manusia dan segala yang ada di alam dan sekitarnya. Sebaliknya, merusak lingkungan, apapun bentuknya, merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup alam dan segala isinya, tak terkecuali manusia
Coastal Ulama Ijtihād and Destructive Fishing Prevention in Indonesia
Indonesia has large fisheries and marine resources. However, most of Indonesia's marine ecosystems are still under threat. One of them is the coast of Lamongan. The damage is caused by destructive fishing using destructive gears such as tiger trawls, cantrang (a modified Danish seine), explosives, and others. Government regulations to prevent those activities have not been effective. Therefore, alternative approaches are needed. One approach to be chosen is the Islamic law approach. Because the Lamongan coastal community has a strong Islamic culture, the Islamic view of destructive fishing is expected to offer a better alternative solution. Therefore, this article examines the ecological ijtihād of Nahdlatul Ulama (NU) and Muhammadiyah ulama in Lamongan. This is empirical legal research, with data from focused-group discussions and in-depth interviews. The study finds that the NU Ulama had issued a fatwa through Bahtsul Masail, stating that preserving marine ecology is the obligation of every Muslim and destructive fishing is prohibited. Meanwhile, Muhammadiyah ulama have not issued fatwas institutionally. Nonetheless, the fatwa of the two communities has become a reinforcement for government policies in preventing marine ecosystems damage through eco-fishing.Keywords: destructive fishing; ecological ijtihād; NU; Muhammadiyah AbstrakIndonesia memiliki sumber daya perikanan dan kelautan yang besar. Namun, sebagian besar ekosistem laut Indonesia masih terancam di antaranya di pesisir Lamongan. Kerusakan ini disebabkan oleh penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan alat tangkap yang merusak seperti pukat harimau, cantrang, bahan peledak dan lainya. Pencegahan aktivitas tersebut dengan peraturan pemerintah tidak berjalan efektif. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan alternatif yang lebih efektif. Salah satu pendekatan yang dapat dipilih adalah pendekatan hukum Islam karena masyarakat pesisir Lamongan mempunyai kultur keislaman yang kuat. Artikel ini mengkaji ijtihād ekologis ulama pesisir Lamongan yang berafiliasi NU dan Muhammadiyah. Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis-empiris, dengan data didapatkan dari diskusi kelompok dan wawancara mendalam. Penelitian ini menemukan bahwa Ulama NU di Paciran Lamongan telah mengeluarkan fatwa melalui Bahtsul Masail yang menyatakan bahwa menjaga kelestarian ekologi laut adalah kewajiban setiap umat Islam sehingga destructive fishing dilarang. Sementara ulama Muhammadiyah belum mengeluarkan fatwa secara kelembagaan, namun mayoritas secara pribadi menyatakan bahwa kegiatan tersebut juga dilarang. Meskipun demikian, fatwa kedua komunitas tersebut menjadi penguat bagi kebijakan pemerintah dalam mencegah kerusakan ekosistem laut melalui eco-fishing.Kata Kunci: destructive fishing; ijtihād ekologi; NU; Muhammadiy
Menakar Potensi Lokalitas Tasawuf sebagai Gerakan Penghijauan yang Mekanik dalam Islam di Jawa Timur
Artikel ini bertujuan untuk menelisik potensi lokalitas tasawuf sebagai gerakan penghijauan yang mekanik dalam Islam di Bojonegoro dan Tuban. Metode penelitian yang digunakan dalam studi artikel ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam, observasi, partisipan dan dokumentasi. Adapun hasil dalam studi artikel ini menunjukkan bahwa peran tarekat Rowobayan dan Lintas Ghoib sebagai komunitas lokal dengan kesadaran mekaniknya mempunyai potensi yang cukup besar dalam mendorong gerakan penghijauan komunitas akar rumput di Bojonegoro dan Tuban. Kedua tarekat tersebut mempunyai cara pandang yang distingtif dalam menjalin hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam. Gerakan penghijauan yang dilakukan oleh kedua tarekat dan komunitas akar rumput ini dilakukan secara mekanik oleh para mursyid kepada murid-muridnya. Eksistensi mursyid merupakan pewaris dari peran Nabi Muhammad yang ditunjuk Tuhan sebagai juru kasih universal untuk alam semesta yang harus dipraksiskan dalam gerakan penghijauan yang transformatif. Selain itu, potensi lokalitas tasawuf sebagai basis gerakan penghijauan adalah cara pandangnya yang tidak melihat hubungan manusia dengan alam sebagai hubungan subjek-objek yang eksploitatif, sebagaimana manusia modern. Kedua tarekat lokal ini berupaya menjalin hubungan harmonis antara manusia dan alam dengan relasi subjek dan subjek yang symbiosis mutualistik. Bukan hubungan subjek-objek yang eksploitatif. Potensi-potensi tersebut kemudian dipraksiskan secara mekanik oleh murid-muridnya untuk pelestarian sungai di Bojonegoro dan pelestarian hutan di Tuban
Teologi Konversi Agama dan Upaya Menumbuhkan Nilai-Nilai Toleransi di Basis Multikultural
INDONESIA:
Tulisan artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis konstruksi para elite tiga agama samawi dalam melakukan misi konversi agama di satu sisi, namun di sisi lain mereka juga harus mampu menumbuhkan nilai-nilai toleransi di tengah kehidupan mereka yang multikultural di Kabupaten Malang. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam tulisan artikel ini adalah studi komunitas (Community Studies) dengan menggunakan perspektif fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi. Adapun hasil dari studi ini menunjukkan bahwa proselitisasi atau koNversi agama merupakan sebuah keniscayaan teologis yang dimiliki oleh ketiga agama samawi di Indonesia, yaitu Islam, Katolik, dan Kristen. Namun, misi konversi agama tersebut di sisi yang lain dapat mencederai nilai-nilai toleransi dalam beragama. Sehingga teologi konversi agama tersebut harus mampu dikontekstualisasikan dengan konteks kebinekaan masyarakat Indonesia yang multikultural.
ENGLISH:
This article aims to identify and analyze the construction of the elites of the three divine religions in carrying out religious conversion missions on the one hand. Still, on the other hand, they must also be able to cultivate the values of tolerance amid their multicultural life in the Malang district. The research approach used in this article is community studies using a phenomenological perspective. Data collection techniques used were in-depth interviews, participant observation, and documentation. This study indicates that religious proselytization or conversion is a theological necessity shared by the three divine religions in Indonesia, namely Islam, Catholicism, and Christianity. However, the mission of religious conversion, on the other hand, can injure the values of tolerance in religion. So, the theology of religious conversion must be contextualized with the context of the multicultural diversity of Indonesian society
Jihad ekologis kaum bersarung: Melawan eksploitasi, meneguhkan green constitution (sertifikat hak cipta)
Kehadiran industri ekstraktif seringkali memunculkan problem sosial dan ekologis. Sayangnya Proyek industri ekstraktif di berbagai di daerah di Indonesia kebanyakan justru dibangun didaerah beresiko tinggi bencana. Lalu bagamana umat Islam dan organisasi kemasyarakatan yang ada menyikapi masalah itu? Buku ini mengulas bagaimana kiprah kaum bersarung, yang sering diasosialkan dengan Islam tradisional, dalam pelestarian ekologis. Khususnya terkait dengan aktifitas industri penambangan emas di Banyuwangi. Mereka memegang peran signifikan sebagai basis kontrol sosial serta agen pelestarian ekologis, sekaligus menjadi salah satu penggerak upaya penegakan konstitusi hijau
The religion forum and social change in the center of radicalism: An effort to counter-radicalism and deradicalization in The Coastal Pantura Lamongan
The Islamic cleric, through religious forums managed structurally and culturally, is considered one of the essential variables in coloring the perspective of the Lamongan North Coast community amid the emergence of radicalism, which later provided intense penetration. Through the religious pulpit of NU and Muhammadiyah Islamic clerics on the North Coast of Lamongan, it promotes the importance of tolerance values of religious moderation and balance of perspectives as a counter-discourse to the narrative of radicalism that threatens the integrity of the Unitary Republic of Indonesia. While on the other hand, Muhammadiyah Islamic clerics, through religious forums, also often promote al-Ma'un theology as a teaching of compassion for the poor and Mustadh'afin in the North Coast of Lamongan. It began to emerge in various Halaqah managed by radical groups
Islam, Visual Morality and Gender Identity in Cyberspace: The Agency, Controversy and Popular Piety of Ria Ricis
Hijab wearing women are often key players in the digital market ecosystem and
popular culture in Indonesia, as well as being a battleground for discourse on
contemporary relations between Islam and gender. By analyzing the controversy and
development of Instagram celebrity and YouTuber Ria Ricis, this article discusses sexual morality and visual culture in cyberspace that shows the latest developments
in the use of hijab, popular piety, and the lifestyle of young millennial Muslim women.
This article seeks to contribute to refreshing the literature on Islamic studies and
gender studies in Indonesia with the intersection of Islam, gender, and digital media.
This study argues that in the midst of the controversy over Muslim woman’s sexual
morality in Indonesian cyberspace, Ria Ricis shows her agency by positioning herself
as a millennial hijabi woman with popular piety and participating in spreading Islamic
messages according to the digital market ecosystem while maintaining a cheerful and
sensational millennial identity and character