13 research outputs found

    Enhancing Virtual City with Collective Memory to Support Urban Design Learning

    Get PDF
    This research investigates the pedagogical effects of collective memory enhanced virtual city models as an e-learning environment for urban design in an Indonesian university context. In this study, collective memory refers to expressions people made when remembering buildings, spaces and places of the past and present city living. A city's collective memory is either elicited from or produced directly by the city's residents or visitors. The thesis presents the outcomes of designing an experimental collective memory enhanced virtual city (CREATI) platform and applying it to the urban design course at the Department of Architecture, Atma Jaya Yogyakarta University, Indonesia. The Jalan Malioboro area in Yogyakarta was chosen as the case study site for constructing 30 virtual city models and gathering records of collective memory associated with the street and city. Student participants were invited to use CREATI while undertaking the urban design course. The usability and effects of CREATI on the students' learning outcomes are analysed according to the learning experiences reported by the students as well as the urban design proposals they produced for the course. The study finds that students appear more knowledgeable about the urban contextual issues because of accessing and sharing the resources hosted on CREATI. Students also reported that they felt better supported in developing more context­ sensitive design proposals by working with the collective memory enhanced virtual city models

    PENDEKATAN DESAIN ARSITEKTUR INDISCHE DALAM PERANCANGAN PASTORAN GEREJA SANTO ANTONIUS KOTABARU DI YOGYAKARTA

    Get PDF
    Abstract: Being located in the centre of cultural heritage area of Kotabaru, city of  Yogyakarta,  the Saint Anthony Catholic Church then is known as Kotabaru Church (Dutch: Nieuw Wijk Katholieke Kerk). The church is located in Abu Bakar Ali street (Boulevard Jonquiere) and I Dewa Nyoman Oka street (Sultansboulevard). As one of the eldest churches in the city, the church was built during the colonial time and inaugurated in 1926 by Mgr. A. Van Velsen SJ, the Bishop of Jakarta. In 2014 The Saint Anthony Church was stated as a cultural heritage building. In October 2016 the Church bought a piece of land with a building on it, adjacent to its parish house. The two story building was half constructed, developed from a single story Indische architectural style building which unfortunately was already destroyed, leaving only a small part of its original building entrance. The building was planned to be functioned as the new parish house with a spatial connection to the old parish house. Despite the strong recommendation to reduce the expenses by making minimum physical changes, the building especially the façade should be redesigned as far as possible to be restored to its original façade and according to the requirements as an Indische architectural style building. As a part of the cultural heritage buildings in the area of Kotabaru, the new parish house should perform contextual architectural style and elements. Furthermore, the design results are proposed three alternatives and presented in the form of floorplans and elevations.Abstrak: Terletak di tengah kawasan cagar budaya Kotabaru, Kota Yogyakarta, Gereja Katolik Santo Antonius kemudian dikenal dengan nama Gereja Kotabaru (Bahasa Belanda: Nieuw Wijk Katholieke Kerk). Gereja tersebut terletak di Jalan Abu Bakar Ali (Boulevard Jonquiere) dan Jalan I Dewa Nyoman Oka (Sultansboulevard). Sebagai salah satu gereja tertua di kota Yogyakarta, gereja ini dibangun pada masa kolonial dan diresmikan pada tahun 1926 oleh Mgr. A. Van Velsen SJ, Uskup Jakarta. Pada tahun 2014 Gereja Santo Antonius ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Pada bulan Oktober 2016 Gereja membeli sebidang tanah dengan sebuah bangunan di atasnya, bersebelahan dengan rumah parokinya. Bangunan berlantai dua ini setengah dibangun, dikembangkan dari bangunan bergaya arsitektur Indische berlantai satu yang sayangnya sudah hancur, hanya menyisakan sebagian kecil dari entrance bangunan aslinya. Gedung tersebut rencananya akan difungsikan sebagai rumah paroki baru dengan keterkaitan spasial dengan rumah paroki lama. Meskipun ada rekomendasi kuat untuk mengurangi biaya dengan melakukan perubahan fisik seminimal mungkin, bangunan terutama fasad harus didesain ulang sejauh mungkin untuk dikembalikan ke fasad aslinya dan sesuai dengan persyaratan sebagai bangunan bergaya arsitektur Indische. Sebagai bagian dari bangunan cagar budaya di wilayah Kotabaru, rumah paroki baru hendaknya menampilkan gaya dan elemen arsitektur yang kontekstual. Selanjutnya, hasil rancangan diusulkan 3 alternatif dan disajikan dalam bentuk denah dan tampak bangunan

    Exploring collective memory and place attachment using social media data

    Get PDF
    This paper describes how collective memory and level of place attachment can be explored using social media data to develop a sustainable travel destination in the city of Yogyakarta. Yogyakarta is famous as a tourist destination city for tourism in Indonesia. One of the reasons why people visit an object at travel destination is to recall the memory of the place. Memory is important for creating memorable space and places as it differentiates one place to another. Memorable places could grow as a symbol and an identity of a district in the city. This paper explores the collective memories recorded as status in the social media. The study identifies the distribution of such locations or nodes representing the memory footprint of the city of Yogyakarta, which can be achieved by determining the quality level of nodes based on the level of place attachment. Analysis is done by looking at the number of caption status by location and time. Qualitative description is used to present the level of place attachment based on the content of the status captioned. The study shows that level of place attachment seems not to be influenced by the popularity of an object. However it affects how strong a travel destination might be sustainable in future development

    PENDEKATAN DESAIN ARSITEKTUR INDISCHE DALAM PERANCANGAN PASTORAN GEREJA SANTO ANTONIUS KOTABARU DI YOGYAKARTA

    Get PDF
    erletak di tengah kawasan cagar budaya Kotabaru, Kota Yogyakarta, Gereja Katolik Santo Antonius kemudian dikenal dengan nama Gereja Kotabaru (Bahasa Belanda: Nieuw Wijk Katholieke Kerk). Gereja tersebut terletak di Jalan Abu Bakar Ali (Boulevard Jonquiere) dan Jalan I Dewa Nyoman Oka (Sultansboulevard). Sebagai salah satu gereja tertua di kota Yogyakarta, gereja ini dibangun pada masa kolonial dan diresmikan pada tahun 1926 oleh Mgr. A. Van Velsen SJ, Uskup Jakarta. Pada tahun 2014 Gereja Santo Antonius ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Pada bulan Oktober 2016 Gereja membeli sebidang tanah dengan sebuah bangunan di atasnya, bersebelahan dengan rumah parokinya. Bangunan berlantai dua ini setengah dibangun, dikembangkan dari bangunan bergaya arsitektur Indische berlantai satu yang sayangnya sudah hancur, hanya menyisakan sebagian kecil dari entrance bangunan aslinya. Gedung tersebut rencananya akan difungsikan sebagai rumah paroki baru dengan keterkaitan spasial dengan rumah paroki lama. Meskipun ada rekomendasi kuat untuk mengurangi biaya dengan melakukan perubahan fisik seminimal mungkin, bangunan terutama fasad harus didesain ulang sejauh mungkin untuk dikembalikan ke fasad aslinya dan sesuai dengan persyaratan sebagai bangunan bergaya arsitektur Indische. Sebagai bagian dari bangunan cagar budaya di wilayah Kotabaru, rumah paroki baru hendaknya menampilkan gaya dan elemen arsitektur ang kontekstual. Selanjutnya, hasil rancangan diusulkan 3 alternatif dan disajikan dalam bentuk denah dan tampak bangunan

    STUDI PERSEPSI ‘FRIENDLINESS’ KOTA CERDAS STUDI KASUS KOTA SURABAYA

    No full text
    Konsep kota cerdas hadir untuk mengatasi permasalahan dan tantangan yang semakin kompleks di area perkotaan karena terbatasnya sumber daya yang ada. Di beberapa kota di Indonesia, prakarsa kota cerdas sudah berkembang dalam tahap implementasi. Sebaliknya, pada tataran praktis, banyak profesional dan pakar lainnya masih meragukan kesiapan kota-kota di Indonesia dalam menerapkan konsep kota cerdas ini. Dimensi ‘friendliness’ kota-kota yang selama ini dikenal, akan memiliki beberapa keterbatasan/perbedaaan jika diterapkan pada kota-kota cerdas yang dalam banyak hal mengandalkan interaksi dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur dimensi keramahan atau tingkat ‘friendliness’ kota Surabaya terkait dengan konsep ‘smartness’ yang diterapkan dalam pelaksanaan pelayanan kotanya berdasar persepsi warganya. Kota Surabaya digunakan sebagai kasus untuk melihat bagaimana pelaksanaan ‘smart city’ di kota berkategori besar. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif berdasarkan jawaban persepsi responden yang terstruktur dalam Skala Likert. Importance Performance Analysis (IPA) kemudian digunakan untuk melihat atribut dimensi kota cerdas, yang akan menunjukkan hubungan tingkat keramahan kota dan kesiapan pemerintah dalam penerapan kota cerdas. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dimensi keramahan atau tingkat ‘friendliness’ kota Surabaya dari persepsi warga kotanya. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan performansi kota saat ini terkait dimensi dan atribut kota cerdas dengan harapan warga pada kota cerdas di masa depan. Tingkat friendliness dapat membantu pemangku kepentingan untuk menentukan prioritas bidang dalam penerapan konsep kota cerdas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kota Surabaya cukup baik dalam mengimplementasikan konsep smart city dimana sekitar 48% dari 64% atribut smart city yang dianggap penting oleh masyarakat telah diimplementasikan. Sedangkan 52% atribut lainnya juga sudah diterapkan namun perlu ditingkatkan yaitu pada dimensi dimensi smart mobility, smart environment, smart living, smart government, dan smart disaster management. Penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa atribut yang menurut persepsi masyarakat tidak terlalu penting (36%) namun sudah diterapkan dengan sangat baik oleh pemerintah kota Surabaya (70 %). Hal ini menunjukkan bahwa apa yang diputuskan oleh pemerintah kota terkait implementasi smart city tidak selalu dipahami sama oleh masyarakatnya. Tingkat friendliness ini dapat ditingkatkan pemerintah dengan memberikan prioritas pada dimensi-dimensi yang diannggap penting tersebut sehingga harapan masyarakat akan terpenuhi

    THE COMPARISON BETWEEN COMPUTER SIMULATION AND PHYSICAL MODEL IN CALCULATING ILLUMINANCE LEVEL OF ATRIUM BUILDING

    No full text
    This research examines the accuracy of computer programmes to simulate the illuminance level in atrium buildings compare to the measurement of those in physical models. The case was taken in atrium building with 4 types of roof i.e. pitched roof, barrel vault roof, monitor pitched roof (both monitor pitched roof and monitor barrel vault roof), and north light roof (both with north orientation and south orientation). The results show that both methods have agreement and disagreement. They show the same pattern of daylight distribution. In the other side, in terms of daylight factors, computer simulation tends to underestimate calculation compared to physical model measurement, while for average and minimum illumination, it tends to overestimate the calculation

    PENGARUH KETINGGIAN BANGUNAN TERHADAP EFEK PEMBAYANGAN SEPANJANG KORIDOR MALIOBORO - YOGYAKARTA

    No full text
    Kawasan Malioboro merupakan salah satu kawasan komersial yang cukup terkenal dan mempunyai peranan penting di kota Yogyakarta. Meningkatnya aktivitas ekonomi di kawasan Malioboro khususnya di sepanjang Jalan Malioboro menuntut tersedianya berbagai fasilitas untuk mewadahi berbagai kegiatan manusia. Namun terbatasnya lahan, dan tingginya harga lahan di kawasan tersebut telah mendorong perluasan bangunan ke arah vertikal. Perubahan ketinggian bangunan di kawasan ini mengakibatkan perubahan terhadap kenyamanan khususnya kenyamanan visual di kawasan tersebut terlebih bagi pejalan kaki. Pencahayaan alami merupakan kebutuhan vital bagi kenikmatan pejalan kaki. Kenyamanan visual ditentukan oleh efek pembayangan yang terjadi. Efek pembayangan pada Jalan Malioboro diukur pada 3 periode waktu yaitu pukul 05:00-09:00 wib; 09:00-15:00 wib; dan 15:00-18:00 wib. Jalan Malioboro sendiri dibagi menjadi 4 zona pengukuran untuk mempermudah analisis. Selain itu juga diukur ketinggian bangunan di sisi Timur dan Sarat jalan Malioboro agar area sidewalk sebagai wadah aktivitas bagi pejalan kaki selalu mendapat efek pembayangan pada jam-jam yang membutuhkan sehingga kenyamanan tetap tercapai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembayangan yang diakibatkan keberadaan bangunan-bangunan di sepanjang sisi Timur dan Sarat Jalan Malioboro tidak mengganggu kenyamanan visual di kawasan tersebut, Namun hal ini dapat ditingkatkan dengan mengatur tinggi bangunan sehingga didapatkan efek pembayangan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sangunan dengan ketinggian 1-3 lantai dapat membantu area sidewalk untuk mendapatkan efek pembayangan yang diinginkan. Sementara bangunan di sisi barat dapat dirancang sebagai bangunan 4-8 lantai

    SMART CITY IMPLEMENTATION IN BEKASI CITY

    Get PDF
    The advancement of information and communication technology has had a major impact on the world as it increases the fulfillment of people's needs and comfort. This can be seen in urban development with the formation of the concept of a smart city, a city that integrates technological advances with people's lives to make effective decisions so as to improve the welfare of its people. This paper discussed the implementation of the smart city concept in Bekasi City, Indonesia. Along with its development, there are several applications of smart city elements in Bekasi City that are still far from expectations regarding the service quality and coverage. This study aims to see how smart city pillars are implemented in Bekasi City. Nonparticipant observation is used to conduct the study. The result shows that the range of smart city applications in Bekasi City is quite narrow and some service quality is still poor. Only 10 out of 21 criteria have been fulfilled in the city. This research needs further study on the implementation of smart cities in other Indonesian cities to see the effectiveness of its application and other solutions that can be offered

    Capability of Social Media in Structuring Collective Memory for Future Urban Design Project

    No full text
    This study aims to look at how social media can be used for structuring the collective memory data associated with meaning or perception of urban space. ‘Tugu Pal Putih’ monument and its surrounding historic district in Yogyakarta City, which become part of both the philosophical and structural axis of the city, is used as a case study. Methodologically, first, as a basic step of this research, it will collect data about the tendency of collective memory related to ‘Tugu Pal Putih’ monument (whether as a landmark, open space, or signage) available from social media. Secondly, this research will look at the structure of the information flow and how it narrowing down into several trends of object meanings. Third, as part of verification step, this research confirms the collective memory associated with the city’s population that has been generated previously from social media. The results of this study indicate that the area of ‘Tugu Pal Putih” monument became a popular district that has a significant meaning for the various groups of the population because of memory attachment with the object. From the three categories of collective memory, all has a clear structure of how the background of this information comes from the residents of the city. The capability of the social media in this case are large, bulk, easy and valid in presenting the information required for a city area development. Obviously, in terms of method of providing data, the use of social media is very advantageous for designing cities that sensitively accommodate the needs of residents’ memory. The challenge ahead is when these collective memories can be used optimally in an urban design or planning project that is limited by time execution, budgets, and other influenceable factors. Keywords: social media, collective memory, information/data structure, urban design project, Yogyakarta City

    Neuro-Arsitektur

    No full text
    Arsitektur dibentuk melalui imajinasi manusia. Saat arsitektur dibangun, arsitektur membentuk manusia. Saat seseorang berada di suatu tempat, baik itu di sebuah gedung maupun lingkungan perkotaan, ke empat indranya (penglihatan, pendengaran, penciuman, dan peraba) menerima stimuli melalui sensor. Stimuli tersebut dikirim ke otak dan diproses oleh otak untuk membentuk suatu persepsi komprehensif. Persepsi yang dibentuk tersebut merupakan gabungan antara memori masa lampau dan analisis masa kini (juga mungkin projeksi ke masa depan). Persepsi seseorang terhadap arsitektur nyatanya tidak hanya menyangkut visual (penglihat) seperti yang selalu diasosiasikan saat ini, namun juga audial (pendengar), aroma (pencium), dan termal (peraba). Bahkan indra pencecap pun secara tidak langsung membangun persepsi kita terhadap arsitektur. Menilai arsitektur hanya dari bentuk visualnya merupakan kesalahkaprahan. Hal tersebut telah disadari. Konvensi American Institute of Architects (AIA) tahun 2003 di San Diego mendorong terbentuknya Academy of Neuroscience for Architecture (ANFA) untuk menggali potensi kerjasama dua disiplin, neurosains dan arsitektur. Istilah baru dipopulerkan untuk meringkasnya yaitu neuroarchitecture (neuroarsitektur). Buku Neuroarsitektur ini merupakan buku pengantar kepada disiplin baru tersebut secara ringkas. Diharapkan, edisi berikutnya dengan topik beragam akan dipublikasikan secara berkala. Semoga buku ini bermanfaat bagi para mahasiswa arsitektur, pengajar pendidikan arsitektur, dan khalayak umum yang ingin mengenal neuroarsitektur
    corecore