10 research outputs found

    Aplikasi Algoritma Genetika pada Pemilihan Beam untuk Support Frame

    Get PDF
    Algoritma genetik adalah sebuah teknik untuk mencari nilai optimum secara stochastic sesuai prinsip dasar dan teori evolusi. Metode ini diawali oleh Holland dan De Jong pada tahun 1975. Selanjutnya, berbagai macam aplikasi algoritma genetik diterapkan untuk berbagai permasalahan, salah satunya dalam jurnal ini yaitu penerapan algoritma genetik untuk pemilihan beam dengan berat minimum dan memenuhi kendala yaitu rasio lebar-tebal, rasio kerampingan, dan unity check berdasarkan persamaan dalam API RP 2A LRFD dan AISC 13th edition. Berat beam akan berpengaruh secara langsung terhadap biaya produksi, beam dengan berat minimum akan menghasilkan biaya produksi yang minimum pula, begitu pula sebaliknya. Diharapkan dengan adanya jurnal ini akan bisa diketahui berat minimum beam yang diijinkan API dan AISC yang sesuai dengan kasus ini, sehingga akan mendapat biaya produksi seminimal mungkin. Dari algoritma genetik diperoleh beam yang menghasilkan berat minimum dan memenuhi ketiga kendala diatas dengan probabilitas crossover 80% adalah W8x40 dengan berat sebesar 629.6 lb, rasio lebar-tebal adalah 14.41, rasio kerampingan terhadap sumbu-x adalah 53.51, rasio kerampingan terhadap sumbu-y adalah 92.59 dan unity check adalah 0.234. Sedangkan untuk probabilitas crossover 95% adalah W12x54 dengan berat sebesar 629.6 lb, rasio lebar-tebal adalah 14.41, rasio kerampingan terhadap sumbu-x adalah 53.51, rasio kerampingan terhadap sumbu-y adalah 92.59 dan unity check adalah  0.235

    Teknologi Decommissioning Anjungan Lepas Pantai Terpancang Pasca-Operasi

    Get PDF
    Berdasarkan data SKK MIGAS (hingga 2019) Indonesia memiliki 613 anjungan lepas pantai terpancang, 54,65% berusia lebih dari 20 tahun, kemudian 24,63% berada di antara 16 hingga 20 tahun. Enam unit platform yang dioperasikan di Laut Jawa siap untuk dinonaktifkan. Kewajiban untuk melakukan decommissioning pada anjungan pasca-operasi tercantum dalam peraturan IMO dan juga Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 17 tahun 1974 dan No. 35 tahun 2004). Ada tiga alternatif metode decommissioning untuk struktur jacket (substructure), sedangkan untuk bangunan atas umumnya diangkut ke darat untuk daur ulang. Ada empat jenis transportasi yang diusulkan dalam makalah ini: monohull (bentuk kapal dan ponton), jack-up dan catamaran. Diskusi tentang masing-masing jenis untuk keuntungan dan kerugian disajikan di sini, di mana penilaian dibatasi dari sisi teknis, yaitu stabilitas, propulsi, luas permukaan dek dan kapasitas beban. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, catamaran memiliki keunggulan teknis yang lebih baik dibandingkan jenis lainnya

    Pengaruh Penggunaan Mesin Las Augmented Reality terhadap Juru Las Pemula pada Proses SMAW untuk Posisi 1G (Flat) Berdasarkan Hasil Uji Penetrant

    Get PDF
    Industri perkapalan tidak akan lepas dari proses pengelasan karena dalam proses pembangunan kapal baru atau perbaikan kapal lama, proses pengelasan akan dibutuhkan untuk menyambung bagian-bagian yang ada di kapal. Kompetensi juru las merupakan faktor penting karena kapal tidak hanya digunakan untuk mengangkut material tetapi juga manusia, sehingga kualitas hasil pengelasan menjadi faktor yang harus diperhatikan. Seorang juru las yang kompeten dibuktikan dengan sertifikat kompetensi. Biaya sertifikasi kompetensi proses SMAW (Shielded Metal Arc Welding) untuk posisi 1G (flat) masih cukup mahal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan mesin las Augmented Reality (AR) dengan membandingkan hasil proses SMAW posisi 1G (flat) untuk juru las pemula (tiga mahasiswa semester II) sebelum dan sesudah menggunakan mesin las AR . Material yang digunakan untuk pengelasan adalah baja karbon A-36 dengan ketebalan 10 mm dan sudut alur 70°. Juru las akan melakukan pengelasan dengan mesin las AR untuk proses SMAW posisi 1G dalam tiga tingkat kesulitan (pemula, menengah, dan lanjutan). Juru las dinyatakan memenuhi syarat ketika mereka telah melewati ketiga tingkat kesulitan pada mesin las AR. Hasil pengelasan juru las sebelum menggunakan mesin las AR menunjukkan hasil uji penetrant yang tidak memenuhi standar ASME Section VIII Mandatory Appendix 8. Hasil uji penetrant pada hasil pengelasan proses SMAW untuk 1G (flat ) posisi setelah menggunakan mesin las AR menunjukkan dua mahasiswa telah berhasil memenuhi standar akseptabilitas dan satu mahasiswa masih belum memenuhi tetapi hasil pengelasan lebih baik dari sebelum menggunakan mesin las AR

    Experimental Study and Numerical Analysis of Floating Crane Catamaran Mooring Tension in Intact and Damage Conditions Using Time-Domain Approach

    Get PDF
    Floating Crane Catamaran equipped with a mooring system to keep stable while operating. During operation, wave load causes tension on the mooring system. In this study, the tension of the mooring system was analyzed using experimental studies and numerical analysis with intact and damaged mooring conditions. Experimental studies were carried out by simulating a physical model in the Ocean Basin Maneuvering Laboratory, BTH-BPPT. While numerical using related software. Mooring tension analysis is carried out using the frequency domain approach which refers to the API RP 2SK rules. The sum of the average tension, significant low frequency tension and maximum wave frequency tension is the maximum tension of the mooring system. The low frequency tension and wave frequency tension is obtained by the low-band-pass filter process. The stochastic value is obtained by the FFT of low frequency and wave frequency tension. The results of maximum tension from experimental and numerical at intact conditions, wave headings 90°, Hs  2.5 m, are 373.7 kN and 441.6 kN and at Hs  6.37 m are 565.6 kN and 1741.5 kN. In the damaged condition, wave heading 90°, Hs 2.5 m, the maximum tension is 863.9 kN and 2113.3 kN

    Desain Electric Starting System untuk Kapal Slerek di Kawasan Camplong Kabupaten Sampang Pulau Madura

    Get PDF
    Nelayan di pulau Madura hampir semuanya menggunakan kapal slerek dengan penggerak utamanya adalah motor diesel. Motor diesel yang digunakan untuk kapal slerek di wilayah Madura, khususnya Camplong, kebanyakan masih menggunakan sistem starting konvensional atau mekanik, yang berisiko cidera terhadap operatornya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonversi sistem starting konvensional menjadi sistem starting elektrik, dengan demikian dapat meminimalisir risiko cidera yang dialami oleh operator. Desain sistem starting elektrik didasarkan kepada banyak literatur dan regulasi, sehingga menghasilkan desain yang optimal. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah motor starter dengan daya sebesar 0.8 kW dan tegangan 12 V, roda gigi dengan tipe ring gear yang memiliki gigi sebanyak 115 gigi dan diameter dalam 340 mm, pulley dengan lebar 60 mm dan diameter 94.50 mm, v-belt dengan panjang nominal 813 mm, bahan adaptor berupa baja St 33 dengan panjang adaptor sebesar 220 mm dan lebar 150 mm, baterai dengan kuat arus 70 A dan tegangan 12 V, serta alternator dengan kuat arus 75 A dan output tegangan 13.2 V. Selain itu, hasil dari design peletakan electric starting system adalah gambar rencana umum dan engine room lay out  pada Kapal Ikan “Rajawali” dengan ketentuan main engine akan diletakkan di bagian main deck

    Desain Rescue Boat Kelas III Berbahan Fiberglass Reinforced Plastics (FRP) di Perairan Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Berdasarkan BKI Volume 5 Rules for FRP Tahun 2016

    Get PDF
    Badan Pertolongan dan Pencarian Nasional (BASARNAS) Kendari menyatakan telah menangani 33 kecelakaan kapal pada tahun 2020 di perairan kota Kendari. Berdasarkan uraian permasalahan yang telah disampaikan, maka dibuatlah rescue boat kelas III (panjang kapal antara 20 s.d. < 30 m) berbahan dasar Fiberglass Reinforced Plastics (FRP) sebagai salah satu alternatif solusi untuk menambah rescue boat di kota Kendari. Rescue boat kelas III didesain berdasarkan kepada aturan yang dikeluarkan oleh Badan SAR Nasional (BASARNAS) dengan ukuran kapal sebagai berikut: Loa = 20 m; B = 5,5 m; H = 2,1 m; T = 1 m. Rescue boat kelas III dirancang dengan kecepatan sebesar 21 knot, sehingga membutuhkan 4 outboard motor dengan daya 700 HP tiap motornya. Kapal ini didesain dengan fasilitas yang mampu mengangkut 30 orang yang terdiri dari 4 orang ABK, 4 orang tenaga medis, serta sisanya untuk para korban dan anggota BASARNAS. Penentuan laminasi untuk rescue boat kelas III telah disesuaikan dengan formula yang terdapat di BKI Volume 5 Rules for FRP Ships edisi tahun 2016. Perlengkapan keselamatan untuk rescue boat kelas III juga telah disesuaikan dengan peraturan yang ada, mulai dari alat komunikasi, GPS, peralatan selam, peralatan kesehatan, lifebuoys, life jacket, dan peralatan keselamatan lainny

    Teknologi Decommissioning Anjungan Lepas Pantai Terpancang Pasca-Operasi

    Full text link
    Berdasarkan data SKK MIGAS (hingga 2019) Indonesia memiliki 613 anjungan lepas pantai terpancang, 54,65% berusia lebih dari 20 tahun, kemudian 24,63% berada di antara 16 hingga 20 tahun. Enam unit platform yang dioperasikan di Laut Jawa siap untuk dinonaktifkan. Kewajiban untuk melakukan decommissioning pada anjungan pasca-operasi tercantum dalam peraturan IMO dan juga Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 17 tahun 1974 dan No. 35 tahun 2004). Ada tiga alternatif metode decommissioning untuk struktur jacket (substructure), sedangkan untuk bangunan atas umumnya diangkut ke darat untuk daur ulang. Ada empat jenis transportasi yang diusulkan dalam makalah ini: monohull (bentuk kapal dan ponton), jack-up dan catamaran. Diskusi tentang masing-masing jenis untuk keuntungan dan kerugian disajikan di sini, di mana penilaian dibatasi dari sisi teknis, yaitu stabilitas, propulsi, luas permukaan dek dan kapasitas beban. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, catamaran memiliki keunggulan teknis yang lebih baik dibandingkan jenis lainnya

    Experimental Seakeeping and Uncertainty Analysis of Benchmark Ship Model in Regular Head and Beam Waves

    Get PDF
    Confidence levels of the seakeeping experiment results can be assessed through uncertainty analysis. The seakeeping experiments with a free-running model system were carried out in the manoeuvring and ocean engineering basin (MOB) at the Indonesian Hydrodynamic Laboratory (IHL) using uncertainty techniques to improve the experiment quality. The method used is the International Organization for Standardization, Guide for Uncertainty of Measurements (ISO-GUM), type A and B uncertainty, which is the foundation for the uncertainty analysis for seakeeping experiment recommendations released by the International Towing Tank Conference (ITTC). This research aims to determine the combined uncertainty value of the seakeeping experiment on a benchmark ship model with a scale of 1:62, representing the full scale of 186 meters. Seakeeping testing is carried out under head and beam waves, each with regular waves at one wave height (Hs) with three different wave periods (Tw). The experimental seakeeping result, generally, has the same tendency in each heave, pitch, and roll motion mode. The expanded uncertainty with 95% confidence level of the RAO-Heave uncertainty in all period conditions is always less than 3%, RAO-Pitch uncertainty in all period conditions is always less than 1%, and RAO-Roll uncertainty in all period conditions is always less than 1.2%. These uncertainties are quite small

    Pengaruh Konfigurasi Sudut Sebar dan Panjang Tali terhadap Kinerja Sistem Tambat Kapal Isap Produksi Timah

    Full text link
    Kinerja sistem tambat Kapal Isap Produksi (KIP) timah sangat dipengaruhi oleh tension dari tali tambat dan offset yang dialami oleh struktur. Analisis pada sistem tambat untuk penelitian ini dilakukan dengan variasi sudut sebar tali tambat (30°, 45°, dan 60°) dan variasi panjang tali yaitu dengan diperpendek 0.2 m dan diperpanjang 0.2 m. Hasil yang diperoleh dari analisis yang dilakukan adalah respon gerak dari KIP timah dalam gerakan vertikal dan horizontal sudah cukup bagus. Variasi sudut sebar tali 30° menghasilkan tension maksimum paling baik, dengan tension maksimum sebesar 451.35 kN akibat arah pembebanan 90° di fairlead. Pada variasi panjang tali, adanya penambahan panjang 0.2 m, sudut sebar 30°, arah pembebanan 90° di fairlead merupakan yang terbaik dengan tension maksimum sebesar 449.30 kN. Tension maksimum yang dihasilkan masih dalam batas yang diijinkan API RP 2SK. Offset maksimum yang dihasilkan juga masih dalam batas aman yang diijinkan oleh API RP 16Q, dengan offset sumbu-x terbesar 0.228 m akibat arah pembebanan 135° dan sumbu-y sebesar 0.566 m akibat arah pembebanan 90°
    corecore