273 research outputs found
Menggali Sosiologi Agama versi Sapen: Refleksi Lokalitas Menjawab Pesan Globalisasi
Ilmu pengetahuan, demikian kritik post-modernisme atas modernisme, ternyata tidaklah selalu bisa dipegang sebagai sebuah produk atau cara melihat realitas dengan obyektif atau apa adanya. Ilmu pengatahuan dan obyektifitas dalam masa akhir modernitas menjadi bahan perbincangan dan banyak yang mempertanyakan apakah ilmu pengetahuan itu benar-benar obyektif sebagaimana yang diyakini banyak fihak. Dengan kata lain, obyektif itu belum tentu obyektif dalam arti yang sebenarnya. Ilmu dan pengetahuan yang dikembangkan manusia modern itu sangat terkait erat dengan ideologi yang menggalinya. Ilmu sangat dipengaruhi oleh konteks dimana ia di lahirkan. Kritik ala Foucaultian, yang tentu dimotori oleh Michael Foucault dan para penerusnya, terhadap berkembangnya pengetahuan modern adalah pada pengamatan jelinya bahwa kontrol kekuasaan terhadap pengetahuan selalu menyertai sejarah pengetahuan manusia
Antara Ziarah Religius dan Kapitalisasi di Era Globalisasi: Catatan Etnografis Umrah
This article is written based on ethnographical notes, through observation,
interviews, and direct involvement in the lesser pilgrimage (umroh) to Medina on
March 12-20, 2016. The writing focuses on the performance of the ritual and other
factors which have influenced the development of the holy city from social, economic,
and cultural perspectives making the modern city of Medina. This article
reveals that Medina as a holy city of pilgrimage destination grows with modern
capitalism with the mushrooming business in accommodation and world products.
Not only does the religion of Islam mix with capitalism, but the combination of the
two does not decrease the sacrality of the city and the performance of the rituals in
the city. In fact, the sacrality and holiness remain intact amidst commercialization of
the city in the forms of luxuriouos hotels, malls, and modern kiosks. What is more,
modern Medina is a symbol of plurality with the Muslim visitors for pilgrimage
coming from different countries who bring their own local cultures and various
religious traditions seen in their diverse fashions, traditions, and religious rites.
Keywords: religiosity, religious commodifications, umrah
ABSTRAK
Tulisan ini berasal dari data etnografi, catatan, observasi, wawancara dan
pengalaman langsung ziarah umroh ke Madinah pada tanggal 12-20 Maret, 2016.
Catatan yang berfokus pada ritual dan faktor yang mempengaruhi Madinah modern
dari sisi sosial, ekonomi, dan budaya untuk berusaha memotret Madinah dari
berbagai sudut. Dalam artikel ini ditemukan potret Madinah sebagai kota tujuan
ibadah ziarah dan juga sekaligus kapitalisasi modern dengan menjamurmnya bisnis
akomodasi dan produk-produk dunia. Tidak hanya fenomena agama berbaur dan
akrab dengan dunia kapitalisme, namun juga penyatuan keduanya tidak
menyurutkan ritualitas keagamaan. Kenyataannya, kesucian kota itu tetap terjaga
ditengah komersialisasi Madinah dengan maraknya kemegahan hotel, mall, dan
kios-kios. Madinah modern juga sekaligus menjadi penanda pluralnya kaum Muslim dunia dengan membawa budaya dan tradisi keislaman yang berbeda-beda
terlihat dari mode pakaian, tradisi, dan praktek keagamaan dalam ziarah di kota
itu.
Kata kunci: relijiusitas, komodifikasi agama, umra
Homogenizing Indonesian Islam: Persecution of the Shia group in Yogyakarta
is article studies “the homogenizing movement” in Indonesian
Islam propagated by conservative Sunni groups in the form of persecuting
minorities. However, this paper particularly focuses on the case of a Shia
intellectual group in Yogyakarta called Rausyan Fikr which was persecuted
by the radical Indonesian Jihad Front (FJI) group in November and
December 2013. is pape
From Musaylima to the Khārijite Najdiyya
This paper tries to reconstruct the following accounts: the defeat of Musaylima and the death of his prominent followers, and the rise of the Khārijite Najdiyya in Yamama. Moreover, this study seeks the evidence which points to the possible connection between Musaylima’s movement and the Khārijite Najdiyya. This paper highlights that many founders and prominent leaders of the Khārijites, and particularly the Najdiyya sect, came from the tribe of Ḥanīfa, to which Musaylima belonged. This, among other things, seems to have become the main impulse of attraction for the people of Ḥanīfa to join the sect. Additionally, the ‘characteristics’ and the ‘image’ of the Najdiyya reflect those of Musaylima. This leads us to conjecture that the people of Ḥanīfa, having failed to defend their prophet Musaylima and the land of Yamāma against the Medinan caliphate under Abū Bakr in the Battle of ‘Aqraba, later joined the Khārijite Najdiyya.[Artikel ini menjelaskan kekalahan Musaylima dan kematian pengikut-pengikut utamanya serta kemunculan aliran Khawārij Najdiyya di Yamāma. Melalui artikel ini, penulis membuktikan relasi antara gerakan Musaylima dan Khawārij Najdiyya. Ini bisa dibuktikan dengan mencermati fakta bahwa sebagian pendiri dan tokoh utama Khawārij, utamanya sekte Najdiyya, berasal dari suku Ḥanīfa suku yang juga menjadi asal muasal Musaylima. Kesamaan suku inilah dan beberapa faktor lainnya nampaknya menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang suku Ḥanīfa untuk bergabung dengan sekte Najdiyya. Selain itu, ‘karakteristik’ dan ‘imej’ sekte Najdiyya yang menyerupai gerakan Musaylima adalah hal lain yang turut menguatkan asumsi tersebut. Pandangan inilah yang kemudian mengantarkan penulis pada kesimpulan bahwa setelah gagal mempertahankan nabi mereka, Musaylima, dan wilayah mereka, Yamāma, melawan khilafah Islam di Madinah yang dipimpin Abū Bakr, suku Ḥanīfa memilih memberontak dan bergabung dengan sekte Khawārij Najdiyya.
Revisiting the Spirit of Religious Nationalism in the Era of Pluralism and Globalization: Reading the Text of NDP of HMI
This article is a reflection of the text of NDP (Nilai Dasar Perjuangan/Basic Principles of Struggle) text held by HMI (Himpunan Mahasiswa Islam/Muslim Student Association) as a basis of their activism struggle in Indonesia. The text consists of eight sections covering many aspects, such as theology, anthropology, sociology, and epistemology. By critical thinking, the NDP text of HMI should be transformed continuously toward an era of global diversity and plurality. In Indonesian context, there has been a fundamental change along with the democratization that brings out an openness and multi-party political system. This is important regarding that the NDP of HMI has been drafted in 1960 and 1970 when Nurcholis Madjid era faced the context of socio-political thought. The study found that the NDP of HMI is required to be changed in the context of new world order. It is not a sacred text, so the change is a necessity
TUHAN DI ANTARA DESAKAN DAN KERUMUNAN: KOMODIFIKASI SPIRITUALITAS MAKKAH DI ERA KAPITALISASI
Artikel ini ditulis berdasarkan data etnografi berupa catatan, observasi,
pengalaman langsung penulis dan beberapa wawancara ritual umrah di
Makkah tanggal 12-20 Maret, 2016. Tulisan ini berusaha memotret kota
Makkah modern dari relasi antara perkembangan kota ini dan bagaimana
pelaksanaan ritual umrah meliputi: tawaf, sai, dan kehidupan para peziarah
di sana ketika penulis melaksanakan ibadah itu. Lebih jelasnya, penulis coba
menilik pencarian Tuhan di tengah kerumuman manusia dalam kehidupan
modern-postmodern dalam kesibukan kota Makkah sebagai pusat ritual
dan sakralitas Muslim. Proses komodifikasi ibadah dengan berbagai motif
dan latar belakang bisnis dan kehidupan sosial dan ekonomi terlihat jelas
dalam ibadah umrah. Pencarian Tuhan dalam ritual ini tidak pada kondisi
kesepian dan menyendiri, tetapi pencarian di tengah kerumunan kapitalisasi
dan komersialisasi tempat-tempat utama Makkah di sekitar area Haram.
Ritual umrah dan komodifikasi ritual di tengah pasar global menunjukkan
menyatunya Islam dengan kapitalisme.
[This article is written based on ethnographical notes, that is observation, and
experience of the writer during the performance of umrah (lesser pilgrimage)
to Mecca March 12-20th, 2016. Firstly, this articles portrays the modern city
of Mecca and its relation to the performance of umrah which includes tawaf
(Ka’ba circumambulation), sai (running between Shofa and Marwa), and the way Muslims performed the rituals. This article describes the way Muslims
sought for God amids crowded city with hundreds of people visiting the sacred
sites of Kakbah, drinking water Zamzam, in the complex of Mosque
Haram. The process of commodification of the ritual of umrah amidts the
booming business within the political, social, and economy contexts can be seen.
In this regard, praying to God in the ritual is not necessarily in the quietness,
but in the crowded process of capitalization and commercialization of places
in the area of Haram of Mecaa. The umrah ritual and commodification of
all related activities amid the global market demonstrates the unity of Islam
and capitalism.]
Kata kunci: Tuhan, Komodifikasi Spiritualitas, Umrah, Makka
Re-thinking Other Claimants to Prophethood: the Case of Umayya ibn Abi Salt
This article questions the domination of the prophethood of Muhammad in the narrative of the seventh century of the Arabian Peninsula presented by both Muslim and Western scholars. There were many other claimants to prophethood, who are ignored in Muslim and Western sources. In this vein, this article deals with Umayya ibn Abi Salt, a poet who claimed prophethood. Umayya’s short biography, collections of his poems (diwan) and , and examples of his poems are discussed
Revisiting Indonesian public reactions against Danish cartoons depicting prophet Muhammad
This paper revisits the case of cartoon controversy in 2006, particularly focus-ing on the way in which the Indonesian public reacted against the twelveMuhammad Danish cartoons by the Jylands-Posten published in September 30,2005. The study remains relevant as the case reflects not only Muslims’ reac-tion against the blasphemy theologically but it also mirrors the new face ofIndonesian Islam in the reform era which has given birth to a new free public space in which new differing ideologies emerged and were propagated in various media. This study particularly focuses on the selected thirteen op-ed piecesand one interview published by the Indonesian online media in January 2006—three pieces published by Hidayatullah, one posted in a personal website, twopublished by Kompas, two by The Jakarta Post, one by Gatra, three by Tempoone op-ed and one interview by JIL (Islamic Liberal Network). My analysis ofthese works reveals two groups with different arguments: radical and conservative return to their theological foundation to retaliate the cartoonists whocommitted blasphemy against their prophet, whereas liberals and progressiveIndonesians rely on reasoning and draw cultural values in expressing theirappraisals of the vilifying images.Makalah ini berusaha mengkaji kembali kasus kontroversi kartun pada tahun2006, terutama berfokus pada cara di mana masyarakat Indonesia bereaksiterhadap dua belas kartun Muhammad yang diterbitkan oleh surat kabar Den-mark Jylands-Posten pada tanggal 30 September 2005. Studi ini tetap relevansebagai kasus yang mencerminkan tidak hanya reaksi umat Islam terhadappenghujatan secara teologis tetapi juga mencerminkan wajah baru Islam Indo-nesia di era reformasi yang telah melahirkan ruang publik bebas baru di manaberbagai ideologi baru muncul dan disebarkan di berbagai media. Penelitianini terutama fokus pada tiga belas buah edisi opini dan satu wawancara yangditerbitkan oleh media online Indonesia pada Januari 2006, yang terdiri daritiga potong yang diterbitkan oleh Hidayatullah, yang diposting di sebuah si-tus pribadi, dua diterbitkan oleh Kompas, dua oleh The Jakarta Post, satuoleh Gatra, tiga Tempo, satu op-ed dan satu wawancara dengan JIL (JaringanIslam Liberal). Analisis atas karya-karya ini mengungkapkan dua kelompokdengan argumen yang berbeda: kelompok radikal dan konservatif berpedomanpada landasan teologis mereka untuk membalas kartunis yang melakukanpenghujatan terhadap nabi mereka, sedangkan kaum liberal dan progresif In-donesia mengandalkan penalaran dan menarik nilai-nilai budaya dalammengekspresikan penilaian mereka atas gambar-gambar tersebut.
- …