9 research outputs found

    GERAKAN SYARIKAT ISLAM KEMBALI KE KHITTAH TAHUN 1905

    Get PDF
    The article aims to describe the causes of Syarikat Islam which returned to khittah 1905 (original path) and the process of this organisation to return to it. This study conveys the factors which are influenced Syarikat Islam to decide to turn back to its original path: 1. The fragmentation of political Islam and the low level of competitiveness of Islamic party in legislative elections after the New Order era; 2) Internal conflict within Syarikat Islam has caused this organization fragmented and inactive for years. The idea to return to its original path is considered as a solution to reunite previously-fragmented factions within the organization. To realize that agenda, Syarikat Islam has utilized mobilizing structures that includes organizational consolidation and its members’ social networks

    Strategi Pemenangan Dalam Pemilihan Kepala Daerah

    Full text link
    Based on empirical case of Husein and Budhi‟s victory in the Banyumas local election in 2013, this article gives contribution to the study of political communication, especially on the issue of the campaign. The context of this article is the incumbent head of regency candidate, who had more chances to win, was defeated by the other candidate. The research method used was descriptive qualitative. This research was conducted in Banyumas. The data collected by interview and informant were chosen by purposive sampling technique. The aim of this research is to report Husein-Budhi campaign team and political party members. This article includes analysis of the Husein and Budhi‟s strategy to win the local election and the contextual factor supported their winning. Those strategies encompass areas of party consolidation, segmentation, targeting, positioning, and .the image of candidate Those strategies are the creation of images that he is not part of the incumbents so he cannot be in charged by any criticism to the local government, the campaign issues that correspond with the weakness of the potential rival and the campaign objectives, the party rooting by involving elements of civil society and the party consolidation which is included from the candidacy process to campaign by employing local legislative candidates. The contextual factor is the information about the potential rival candidate‟s weakness that caused voters\u27 disappointment to him. In conclusion, the future head of regency can win an election by doing the same strategy as Husein-Budhi

    ANALISA PERSPEKTIF KAUM MILENIAL KABUPATEN BANYUMAS TENTANG REPRESENTASI POLITIK LOKAL DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF DI KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2024

    Get PDF
    Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui perspektif Kaum Milenial Kabupaten Banyumas tentang representasi politik lokal dalam menghadapi Pemilihan Umum Legislatif Kabupaten Banyumas Tahun 2024. Pemiihan Umum Tahun 2024 merupakan Pemilihan Umum yang sangat berbeda karena ada 108 juta pemula muda yang akan menggunakan hak pilihnya. Pemilih pemula masih sangat rentan terhadap pengaruh luar dalam menggunakan hak politiknya. Sehingga pemilih pemula yang sangat potensial menjadi massa mengambang untuk diperebutkan oleh setiap partai politik maupun calon anggota legislatif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data dikumpulkan melalui teknik wawancara dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap mahasiswa FISIP Unsoed yang telah masuk dalam Daftar Pemilih Tetap di Banyumas. Sedangkan dokumentasi data dihimpun dari pemberitaan di media online, artikel jurnal, dan buku referensi. Analisa dilakukan dengan mencocokkan data wawancara dengan dokumentasi data, dan konfirmasi jawaban informan dengan informan lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan, pertama: representasi pengetahuan politik yang mereka miliki lebih besar berasal dari media sosial. Kedua, kaum milenial belum memiliki isu spesifik yang dianggap merepresentasikan kepentingan kaum muda milenial. Namun, mereka memiliki kegelisahan di masa depan tentang lowongan pekerjaan yang dirasa akan semakin sulit terutama dengan adanya teknologi Artifical Inteligence , juga tentang perubahan iklim. Ketiga, menurut anak muda, calon anggota legislatif yang akan mengikuti pemilu 2024 belum ada yang dianggap dapat mewakili anak muda dan kepentingan anak muda. Simpulan dari tulisan ini bahwa representasi politik hari ini akan sangat ditentukan hubungan wakil dan terwakil dalam menstrukturisasi preferensi anak muda milenial.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perspektif generasi milenial Kabupaten Banyumas mengenai keterwakilan politik lokal dalam menghadapi Pemilihan Umum Legislatif Kabupaten Banyumas Tahun 2024. Pemilu 2024 merupakan Pemilu yang sangat berbeda karena terdapat 108 juta pemula muda yang akan menggunakan hak pilihnya. Pemilih baru masih sangat rentan terhadap pengaruh luar dalam menggunakan hak politiknya. Sehingga pemilih baru berpotensi menjadi massa mengambang yang diperebutkan oleh setiap partai politik dan calon legislatif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada mahasiswa FISIP Unsoed yang telah masuk dalam Daftar Pemilih Tetap di Banyumas. Sedangkan data dokumentasi dikumpulkan dari pemberitaan di media online, artikel jurnal, dan buku referensi. Analisis dilakukan dengan cara mencocokkan data wawancara dengan data dokumentasi, dan mengkonfirmasi jawaban informan dengan informan lain. Hasil penelitian ini menunjukkan, pertama: pengetahuan mereka mengenai representasi politik lebih besar berasal dari media sosial. Kedua, generasi milenial belum memiliki isu-isu spesifik yang dianggap mewakili kepentingan generasi muda milenial. Namun mereka mempunyai kekhawatiran di masa depan mengenai lowongan pekerjaan yang mereka rasa akan semakin sulit, terutama dengan munculnya teknologi Artificial Intelligence, serta perubahan iklim. Ketiga, menurut generasi muda, tidak ada satu pun calon legislatif yang akan mengikuti Pemilu 2024 yang dinilai mampu mewakili generasi muda dan kepentingan generasi muda. Kesimpulan dari artikel ini adalah keterwakilan politik saat ini akan sangat ditentukan oleh hubungan antara wakil dan wakil dalam penataan preferensi generasi muda milenial

    BUDAYA POLITIK PARTAI DI TINGKAT LOKAL: PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DI PURBALINGGA

    Get PDF
    This article is to describe the political culture of the Prosperous Justice Party (PKS) in Purbalingga. Political culture in this article are understood as the number of values, knowledge and fundamental beliefs that give shape and substance to the political processes. This article will also discuss the political socialization experienced by PKS cadres to gain a good understanding of the political culture of PKS. The approach used in this article are therefore more focused to institutional analysis approach of the processes that institutionalized. Values and beliefs that form the basis of political culture from the PKS their understanding of Islam. Islam as a religion is believed its teachings to include all areas of life, including politics. Political activity is believed to be part of the missionary activity. Political socialization experienced by the PKS cadres, mainly obtained through halaqah

    Strategi Bertahan Kelompok Minoritas Agama Menghadapi Diskriminasi: Pengalaman Jemaat Ahmadiyah Indonesia Banjarnegara Jawa Tengah

    No full text
    After the Ahmadiyya was sentenced as a heretical group outside Islam in 2005 and restrictions on the spread of its doctrines in 2008, in 2018 the Indonesian Ahmadiyya Community (JAI) experienced restrictions on their activities in Banjarnegara, Central Java due to resistance from the number of dominant Islamic organizations and prohibitions from the local district government. In discussing this, this article describes the discrimination received by the Ahmadiyya group in Banjarnegara according to the historical and developmental timelines and the Banjarnegara JAI's strategy to be able to maintain its existence. Based on qualitative research, this article shows that discrimination against Ahmadiyya in Banjarnegara was closely related to the fatwa that mentions Ahmadiyya as a group outside Islam or heretical and concerns of dominant Islamic groups over the spread of Ahmadiyya doctrines. To maintain its existence, the Ahmadiyya group has taken advantage of the structure of political opportunities available in the region where their new activities were located and social capital formed through collective identity, as well as reaching out to the community with framed humanism-altruistic activities. The region which was the new location for their activities has a relatively tolerant of political structure and society towards religious minority groups such as the Ahmadiyya. As an organization that already has several branches, the group also has taken advantage of social networks that had been formed historically.  (Setelah Ahmadiyah sempat divonis sebagai kelompok sesat di luar Islam pada tahun 2005 dan pembatasan penyebaran ajarannya pada tahun 2008, pada tahun 2018 Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) mengalami pembatasan aktivitas mereka di Banjarnegara, Jawa Tengah karena adanya resistensi dari jumlah ormas Islam dominan dan larangan dari pemerintah kabupaten setempat. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji dinamika diskriminasi yang dialami Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Banjarnegara dan strategi mereka dalam menghadapinya. Dalam membahas hal tersebut, artikel ini memaparkan diskriminasi yang diterima oleh kelompok Ahmadiyah di Banjarnegara sesuai dengan kronologi sejarah dan perkembangan serta strategi JAI Banjarnegara untuk dapat mempertahankan eksistensinya. Artikel ini, berdasarkan penelitian kualitatif, menunjukkan bahwa diskriminasi terhadap Ahmadiyah di Banjarnegara erat kaitannya dengan fatwa yang menyebut Ahmadiyah sebagai kelompok di luar Islam atau sesat dan kekhawatiran kelompok Islam dominan atas penyebaran doktrin Ahmadiyah. Untuk mempertahankan eksistensinya, kelompok Ahmadiyah memanfaatkan struktur peluang politik yang ada di wilayah tempat aktivitas baru mereka berada dan modal sosial yang terbentuk melalui identitas kolektif, serta menjangkau masyarakat dengan kegiatan berbingkai humanisme-altruistik. Wilayah yang menjadi lokasi baru kegiatan mereka memiliki struktur politik dan masyarakat yang relatif toleran terhadap kelompok minoritas agama seperti Ahmadiyah. Sebagai organisasi yang sudah memiliki sejumlah cabang, mereka juga memanfaatkan jejaring sosial yang telah terbentuk secara historis.

    Tata Kelola Tenaga Adhoc Pemilu Yang Lebih Mengakomodasi Generasi Muda dan Perempuan

    No full text
    Artikel ini bertujuan untuk mengkaji tata kelola tenaga adhoc pemilu yang lebih akomodatif terhadap generasi muda dan perempuan. Tata kelola tenaga adhoc yang akomodatif penting dilakukan agar KPU kabupaten/kota dapat melakukan peremajaan tenaga adhoc yang dimilikinya. Artikel ini berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan pada tahun 2021 di Kabupaten Banyumas dengan pengumpulan data melalui wawancara dan FGD yang melibatkan informan dari berbagai latar belakang. Tata kelola tenaga adhoc pemilu dalam riset ini dibatasi hanya pada proses rekrutmen dan tidak sampai mengkaji elemen lain dari administrasi tenaga adhoc KPU. Kajian ini mengusulkan bahwa dalam proses rekrutmen tenaga adhoc pemilu perlu memanfaatkan teknologi dan media terkini. Selain bertujuan untuk menjangkau sebanyak-banyaknya masyarakat, khususnya generasi muda, pemanfaatan media sosial untuk sosialisasi dan rekrutmen juga bermanfaat untuk mengurangi monopoli informasi rekrutmen yang dilakukan oleh birokrat dan kepala desa.Kata kunci: pemilu, tata kelola, tenaga adhoc

    Profile of Student Concept Maps on Environmental Pollution subject during the Pandemic Covid-19

    No full text
    This research aims to describe student Concept Maps profiles during the Covid-19 pandemic. This research includes quantitative descriptive with survey method. The population used as many as 210 high school students class X Mipa. Data collection uses the google form platform which asks students to build Concept Maps at the end of learning environmental materials. The results showed that the highest achievement was owned by the valid relationship component 9.75%, then the hierarchical component with scores 7.34% and the branching component with scores 3.42%. The component pattern becomes the fourth component with scores  1.31%, followed by an example component with scores 1.30% and the last component is crosslink with scores  0
    corecore