7 research outputs found

    Efektifitas Program Magang Mahasiswa Bersertifikasi (PMMB) Dalam Mendukung Tujuan Mata Kuliah Kerja Praktik (KP) di Universitas Hang Tuah

    Get PDF
    Kurikulum Universitas Hang Tuah (UHT) menyajikan mata kuliah Kerja Praktik/magang bagi mahasiswanya. Magang atau kerja praktik merupakan salah mata kuliah dalam kurikulum dengan beban SKS 3, yang wajib diikuti oleh mahasiswa semester akhir yang sudah berhasil menempuh 110 SKS. Magang adalah teknik belajar yang melibatkan pengamatan individual pada pekerjaan dan penentuan umpan balik untuk memperbaiki kinerja atau mengoreksi kesalahan. Selain magang yang diwajibkan sesuai dengan kurikulum tersebut, di Universitas Hang Tuah juga diadakan magang di luar kurikulum yang diselenggarakan  oleh lembaga Pusat Karir Universitas Hang Tuah bekerjasama dengan Forum Human Capital Indonesia (FHCI), yang disebut dengan Program Magang Mahasiswa Bersertifikasi (PMMB). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas PMMB dalam mendukung pencapaian tujuan mata kuliah kerja praktik pada kurikulum di Universitas Hang Tuah. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Tehnik pengambilan sampel dilakukan secara sensus, pengambilan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa Program Magang Mahasiswa Berprestasi cukup efektif dalam mendukung mata kuliah Kerja Praktek, yang merupakan program magang wajib dalam kurikulum di UHT. Dukungan ini terutama dalam meningkatkan kemampuan kompetitif mahasiswa yaitu berupa peningkatan keterampilan dan etika dalam bekerja

    MONITORING SEBARAN VEGETASI MANGROVE YANG DIREHABILITASI DI KAWASAN EKOWISATA MANGROVE WONOREJO SURABAYA

    Get PDF
    ABSTRAKKawasan pesisir Wonorejo merupakan kawasan mangrove yang direhabilitasi menjadi kawasan ekowisata. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pola pembentukan zonasi vegetasi pada ekosistem mangrove yang telah direhabilitasi. Lokasi pengamatan berada pada 3 stasiun, yaitu Stasiun 1 terletak pada batas atas zona supratidal, Stasiun 2 di pertengahan zona intertidal, dan Stasiun 3 pada zona subtidal. Struktur vegetasi mangrove dianalisis berdasarkan Kerapatan Jenis (K), Dominansi (D), dan Indeks Nilai Penting (INP); sedangkan sebaran vegetasi mangrove berdasarkan karakteristik lingkungan dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis, PCA). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis yang dominan pada Stasiun 1 adalah Nypa fruticans (84,2%), sedangkan pada Stasiun 2 jenis yang dominan adalah Excoecaria agallocha (40,9%), dan di Stasiun 3 adalah Avicennia alba (83,4%). Tingkat kerusakan vegetasi mangrove di Wonorejo dikategorikan sedang, dengan kerapatan pohon antara ≥ 1000 – < 1500 per hektar. Indeks keanekaragaman pada semua stasiun juga tergolong rendah karena bernilai kurang dari 1,5. Ekosistem ini mulai menunjukkan adanya suksesi ekosistem, terbukti dengan mulai adanya jenis-jenis mangrove lain yang tidak ditanam dengan sengaja. Hasil analisis PCA menunjukkan adanya korelasi positif antara parameter jenis vegetasi dengan tinggi rendaman pasut, salinitas, dan pH, yang berkontribusi membentuk sumbu F2 positif. Artinya ketiga parameter tersebut merupakan faktor utama yang menentukan apakah ekosistem tersebut sesuai untuk pertumbuhan jenis mangrove tertentu. ABSTRACTThe coastal area of Wonorejo is the mangrove area rehabilitated to become an ecotourism area. The research aims to analyze the patterns of formation of mangrove vegetation zoning that have been rehabilitated. The observation locations are at 3 stations, i.e. station 1 is located at the upper limit of supratidal zone, station 2 is in the middle of intertidal zone, and station 3 is in the subtidal zone. The structure of the mangrove vegetation were analyzed based on the species density (K), dominance (D), and important value index (IVI); while the distribution of mangrove vegetation based on environmental characteristics was analyzed using Principal Component Analysis (PCA). The results showed that the dominant species at Station 1 was Nypa fruticans (84.2%), whereas in Station 2 the dominant species was Excoecaria agallocha (40.9%), and at Station 3 was Avicennia alba (83.4%) The level of damage to mangrove vegetation in Wonorejo is categorized as medium, with tree densities between ≥ 1000 - <1500 per hectare. Diversity index at all stations is also relatively low because it is worth less than 1.5. This ecosystem begins to show the existence of an ecosystem succession, as evidenced by the start of other species of mangroves that are not planted intentionally. The results of PCA analysis showed a positive correlation between the parameters of vegetation types with high tide baths, salinity, and pH, which contributed to forming a positive F2 axis. This means that the three parameters are the main factors that determine whether the ecosystem is suitable for the growth of certain species of mangroves

    KEANEKARAGAMAN KOMUNITAS KRUSTASEA DI KEPULAUAN MATASIRI KALIMANTAN SELATAN

    Get PDF
    Studies on the community diversity of crustaceans have been conducted in the waters of Matasiri Islands, South Kalimantan, from 19th November to 1st December 2010. This research was conducted to determine the density, diversity and the presence of crustacean fauna in the waters of South Kalimantan, especially in the Matasiri Islands. Samples were collected using trawl gear operated by KR (Research Ship) BarunaJaya VIII in four Stations and three Stations of free collecting along the islands. Free sampling was conducted along the beach and the reef edge by breaking live and dead rocks, and digging sand and mud in the mangrove or using hand net around the beach of Matasiri Islands. Collection is also done using the gillnet gear which is installed in shallow water during high tides about 4 hours.The samples were collected during low tide. The results obtained were 1882 individuals covering 86 species and 19 families. The diversity index ranges between 0.97 (the lowest at Station 3 of free collecting) and 3.74 (the highest in Station 3 of trawl). While the similarity index ranged from 0.36 (the lowest in Station 1 of trawl) to 0.97 (the highest in Station 3 of free collecting). Penaeidae prawn has the highest density in each observed station. Portunidae crab has the second highest density. South Kalimantan waters especially Matasiri Islands is still in good condition for crustacean life

    MODEL PENGELOLAAN KEPITING BAKAU UNTUK KELESTARIAN HABITAT MANGROVE DI TAMAN NASIONAL KUTAI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (The Model of Mud Crab (Scylla serrata) Management for Habitat Preservations of Mangrove in Kutai National Park, East Kalimantan Province)

    Get PDF
    AbstrakTaman Nasional Kutai (TNK) memiliki ± 5.227 ha hutan mangrove di sepanjang pesisir pantainya. Hampir 23% luas hutan mangrove ini mengalami degradasi akibat konversi lahan dan pemanfaatan yang merusak. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu sumberdaya yang terdapat dalam ekosistem mangrove, yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya sylvofishery. Pemanfaatan ini merupakan mata pencaharian alternatif bagi penduduk lokal dalam kawasan TNK agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merusak hutan mangrove. Model pemanfaatan sylvofishery kepiting bakau disusun dari 5 submodel, yaitu habitat mangrove, penangkapan kepiting, budidaya pembesaran kepiting, pasar, dan sosial. Hasil simulasi terhadap model dinamik, menunjukkan bahwa skenario optimistik memberikan kinerja model yang lebih berkelanjutan untuk pengelolaan hutan mangrove di TNK, bila dilakukan dengan pendekatan optimasi pemanfaatan sumberdaya S. serrata. Dengan sylvofishery diharapkan akan terjadi keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian lingkungan hutan mangrove.AbstractThe National Park Kutai (TNK) has ± 5,227 ha mangrove forest in along coastal beach. Therefore, almost 23% of mangrove forest was degraded caused by land conversion and utilization of damaged. Mud crab (Scylla serrata) is one of the resources in mangrove ecosystem, and it can be utilized for the cultivation sylvofishery. The utilization of sylvofishery was an alternative livelihood for the local resident in TNK areas that was not damaged their forest necessity. The model of sylvofishery utilization mud crab prepared were 5 sub-models, such as mangrove habitat sub-model, catching mud crab sub-model, enlargement cultivation of mud crab sub-model, market sub-model and social sub-model. The simulation results showed that an optimistic scenario performance model to sustainable for management of mangrove forest in TNK if it was conducted with optimization approached resources in utilization of S. serrata. With silvofishery, it is expected to give a balance between utilization and conservation of mangrove ecosystems

    MANGROVE OF BERAU: ECOLOGICAL CONDITION, FISHERIES, AND MANAGEMENT OPTIONS

    Get PDF
    Mangrove area of Berau District, East Kalimantan Province is an important buffering zone for Derawan Islands. It also becomes a distinctive habitat for commercial fisheries commodity. Land conversion into shrimp ponds has threatened its sustainability. This paper summarizing its ecological condition, fisheries, and management options presents a guideline for the decision makers about what strategies can be applied in conserving the mangrove sustainability. Overall, the ecological condition is proven to support sustainable fisheries practice; such as shrimp and crab silvofisheries. Moreover, the calculation of firewood economic value shows that a sustainable commercial firewood production is another option that can be established to support local economic activities. In addition, a well managing ecotourism may be considered by local government considering its potential for local economic growth

    Kelimpahan Clownfish (Amphiprioninae ocellaris) sebagai Bioindikator Kondisi Karang di Gili Labak, Madura

    No full text
    Terumbu karang merupakan habitat bagi lebih dari 300 jenis karang, 200 jenis ikan, dan berbagai macam invertebrata lain seperti moluska, krustasea, spons, alga, dan biota lainnya. Anemon laut adalah hewat laut dari anggota taksonomi kelas Anthozoa, yang berbentuk bunga. Clownfish mempunyai daya tarik pada warna mempunyai corak warna dasar dengan kombinasi: merah – putih, merah – hitam dan hitam – kuning – putih. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisi kondisi karang serta kelimpahan clownfish di Pulau Gili Labak, Sumenep. Penelitian ini dilakukan pada bulan oktober 2021 pada 4 stasiun pengamatan di Perairan Pulau Gili Labak, Sumenep. Metode yang digunakan untuk mengambil data kondisi terumbu karang yaitu menggunakan belt transek dengan panjang 50 m sejajar garis pantai untuk pengambilan data kelimpahan clownfish menggunakan metode UVC (underwater visual sensus) dan untuk pengambilan data kecerahan, salinitas, suhu dan kecepatan arus menggunakan data in situ (langsung). Hasil yang didapat dari penelitian ini hubungan kondisi terumbu karang dan clownfish yaitu korelasi bernilai positif dengan koefisien determinasi (R²) = 0,8048. Hubungan antara kondisi terumbu karang dan kelimpahan anemon laut yaitu korelasi bernilai negatif dengan nilai koefisien determinasi (R²) = 0,2049.Terumbu karang merupakan habitat bagi lebih dari 300 jenis karang, 200 jenis ikan, dan berbagai macam invertebrata lain seperti moluska, krustasea, spons, alga, dan biota lainnya. Anemon laut adalah hewat laut dari anggota taksonomi kelas Anthozoa, yang berbentuk bunga. Clownfish mempunyai daya tarik pada warna mempunyai corak warna dasar dengan kombinasi: merah – putih, merah – hitam dan hitam – kuning – putih. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisi kondisi karang serta kelimpahan clownfish di Pulau Gili Labak, Sumenep. Penelitian ini dilakukan pada bulan oktober 2021 pada 4 stasiun pengamatan di Perairan Pulau Gili Labak, Sumenep. Metode yang digunakan untuk mengambil data kondisi terumbu karang yaitu menggunakan belt transek dengan panjang 50 m sejajar garis pantai untuk pengambilan data kelimpahan clownfish menggunakan metode UVC (underwater visual sensus) dan untuk pengambilan data kecerahan, salinitas, suhu dan kecepatan arus menggunakan data in situ (langsung). Hasil yang didapat dari penelitian ini hubungan kondisi terumbu karang dan clownfish yaitu korelasi bernilai positif dengan koefisien determinasi (R²) = 0,8048. Hubungan antara kondisi terumbu karang dan kelimpahan anemon laut yaitu korelasi bernilai negatif dengan nilai koefisien determinasi (R²) = 0,2049

    PENGEMBANGAN WISATA BAHARI PULAU GILI LABAK MELALUI DIGITAL MARKETING

    No full text
    Gili Labak Island is located in Kombang Village, Talango District, Sumenep Madura Regency. Marine tourism in Gili Labak is in the form of beach tourism (white sand) and snorkeling tours, because Gili Labak has an unspoiled and shallow coral reef ecosystem that is easily accessible to visitors. The current problem is the socio-economic gap between the local residents of Gili Labak Island and tour agents who are people from outside the island. In addition, there is a threat of damage to the coral reef ecosystem due to the activities of tourists who do not understand the code of conduct while traveling on coral reefs. The mentoring method used in this community service is PAR (Participatory Action Research). The UHT community service team built a website with the name https://wonderfulgililabak.com/ for the promotion of Gili Labak coral reef tourism. The dissemination of tour guides on coral reefs using leaflets in the local language (Madura) was quite effective in making local people and visitors understand the importance of preserving coral reef ecosystems. The use of websites for digital marketing of marine tourism in Gili Labak is still not effective due to the limited ability of local people to manage websites
    corecore