Jurnal Manusia dan Lingkungan
Not a member yet
    446 research outputs found

    ANALISIS KUALITAS AIR TANAH AKIBAT PENGARUH SUNGAI KLAMPOK YANG TERCEMAR LIMBAH INDUSTRI DI KECAMATAN BERGAS SEMARANG JAWA TENGAH (Analysis of Groundwater Quality Due to Effect Klampok River that was Contaminated Industrial Waste in Bergas Semarang Central Java)

    Get PDF
    AbstrakSungai Klampok mengalir melalui Kecamatan Bergas dan sekelilingnya terdapat beberapa industri sehingga mengakibatkan sungai tersebut tercemar karena menjadi badan penerima air limbah. Akibat penurunan kualitas air Sungai Klampok akan berimbas pada penurunan kualitas air tanah yang digunakan oleh penduduk sekitar sungai tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air tanah yang berada di sekitar Sungai Klampok sebagai akibat adanya pengaruh beban pencemaran oleh air limbah industri berdasarkan Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih. Lokasi pengambilan sampel air sungai dibagi menjadi 3 stasiun (LK1, LK2 dan LK3) sedangkan untuk sampel airtanah dari rumah-rumah penduduk dilakukan pada 6 titik yaitu 3 titik di daerah utara dari Sungai Klampok (U1,U2, U3) dan 3 titik di daerah selatan dari Sungai Klampok (S1,S2, S3). Pengambilan sampel dilakukan pada musim kemarau. Dari hasil uji kualitas air sungai, pencemaran yang terjadi pada air sungai Klampok masuk dalam kategori tercemar ringan-sedang. Sedangkan hasil uji kualitas air tanah masih berada di bawah baku mutu yang disyaratkan oleh Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990, sehingga penurunan kualitas air sungai Klampok tidak mempengaruhi kualitas air tanah di sekitar sungai tersebut. AbstractThe Klampok River flows through the Bergas Subdistrict and there are a number of industries around it, causing the river to become polluted because it becomes the body of the recipient of wastewater. As a result of the decline in the quality of the water in the Klampok River, it will impact on the quality of groundwater used by residents around the river. This study aims to determine the quality of groundwater around the Klampok River as a result of the influence of pollution load by industrial wastewater based on Permenkes No. 416 / MENKES / PER / IX / 1990 concerning requirements for clean water quality. The location of river water sampling is divided into 3 stations (LK1, LK2, and LK3) while for groundwater samples from residential houses is carried out at 6 points, namely 3 points in the northern area of Klampok River (U1, U2, U3) and 3 points in the area south of the Klampok River (S1, S2, S3). Sampling is done in the dry season. From the results of the test of river water quality, pollution that occurs in Klampok river water is categorized as mild-moderate polluted. While the results of groundwater quality testing are still below the quality standards required by Permenkes No. 416 / MENKES / PER / IX / 1990 so that the decline in the water quality of the Klampok river does not affect the quality of groundwater around the river

    DAMPAK PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA MUSEUM KARST INDONESIA TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DUSUN MUDAL, GEBANGHARJO, PRACIMANTORO, WONOGIRI (Impact of the Indonesian Karst Museum Tourism Areas on Environmental Conditions in Dusun Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro, Wonogiri)

    Get PDF
    ABSTRAKKawasan wisata Museum Karst Indonesia sebagai salah satu kawasan Kawasan Geopark UNESCO – Gunungsewu yang berada di Gebangharjo, Pracimantoro, merupakan salah satu objek wisata potensial yang berada di Kabupaten Wonogiri. Evaluasi untuk mencapai pariwisata yang berkelanjutan sangatlah penting meliputi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perkembangan wisata yang ada di kawasan wisata Museum Karst Indonesia, mengkaji keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pendukung wisata setempat, dan menganalisis dampak lingkungan dari adanya kawasan wisata Museum Karst Indonesia terhadap kondisi lingkungan fisik dan sosial ekonomi masyarakat lokal. Perolehan data dilakukan dengan metode observasi, penyebaran kuesioner, dan wawancara. Hasil ditampilakan menggunakan analisis distribusi frekuensi terhadap skala likert. Perkembangan kawasan wisata MKI masih berada pada tahap awal perkembangan. Masyarakat Dusun Mudal masih sedikit yang terlibat dalam mendukung kegiatan wisata, seperti tenaga kerja, pedagang, penyedia jasa penginapan. Perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kondisi lingkungan fisik di Dusun Mudal tidak begitu dirasakan (kecil). Kedepannya masih diperlukan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan wisata MKI dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pendukung wisata. ABSTRACTTourism area of Karst Museum of Indonesia as apart of UNESCO Global Geopark Gunungsewu located in Gebangharjo, Pracimantoro is one of tourism object of Wonogiri Regency. Evaluation to achieve a sustaibable tourism is important, involve the social, economic, and environmental impact. The purpose of this research are to analize the development in the tourism area of Karst Museum of Indonesia, to study the activities of the community in supporting tourism activities in Karst Tourism Area of Indonesia Museum, and to analyze the impact of the Karst Indonesia Museum's tourism on the physical social and economic condition of the local community. Data was collected by observation technique, questionnaire distribution, and interview. The result analized by frequency distribution analysis of likert scale questionnaire. The results show that the development of tourist areas is still at an early stage of development. The Mudal community is still a bit involved in supporting tourism activities, such as labor, traders. Transformation in socio-economic and environmental conditions in Mudal Village are in small impact category. In the future still needed efforts to improve the community around the tourist area of MKI by increasing community involvement in tourism support activities

    INFLUENCE OF NITRATE AND PHOSPHATE ON THE DISTRIBUTION AND ABUNDANCE OF RIPARIAN VEGETATION IN YOGYAKARTA CITY (Pengaruh Nitrat dan Fosfat pada Distribusi dan Kelimpahan Vegetasi Riparian Kota Yogyakarta)

    Get PDF
    AbstrakCity of Yogyakarta has three major streams, they are Winongo, Code and Gajahwong. These urban stream accept high input of nutrients throughout the year. Nutrients are in form of organic and non organic matters originated from domestic waste, factory waste, and hospital waste. Riparian vegetation directly respond to stream ecosystem changes. This research aim to learn distribution and abundance of riparian vegetation in Winongo, Code, and Gajahwong, number of species presence in each sampling site, physic-chemical parameters including air and soil temperatures, air and soil humidity, soil pH, light intensity, and NO3- and PO43- in water and riparian soil. In each station, samples were taken using 2x0.5 m plot with 10 replications in floodplain. There are three stations in each stream. Data collected was species number and names. Growth-form grass dominated in all stations. In Winongo the grass density are 1582 ind/10m2 (70%), Code 1697 ind/10m2 (81%) and Gajahwong 1432 ind/10m2 (70%). The most abundant grass were Paspalum sp. in Winongo they were 764 ind/10m2 and in Gajahwong 1103 ind/10m2. While Code was dominated by Panicum sp. they were 735 ind/10m2. Grass were quickly respond to high nutrient availability. High concentration of NO3- and PO43- trigger grass domination. Grass were known for their nutrient fixing behavior, therefore when Grass were most abundant, nutrient concentration decreased in each sampling station.AbstractKota Yogyakarta memiliki tiga sungai utama, yaitu sungai Winongo, Code dan Gajahwong. Sungai perkotaan ini membawa nutrien yang tinggi sepanjang tahun. Nutrien berupa bahan organik dan non organik ini berasal dari limbah domestik, limbah pabrik, dan limbah rumah sakit. Vegetasi riparian secara langsung merespon perubahan ekosistem sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sebaran dan kelimpahan vegetasi riparian di sungai Winongo, Code, dan Gajahwong, jumlah keberadaan spesies di setiap lokasi pengambilan sampel, parameter fisika-kimiawi meliputi suhu udara dan tanah, kelembaban udara dan tanah, pH tanah, intensitas cahaya, dan kadar NO3- dan PO43-  di air dan tanah riparian. Di setiap stasiun diambil sampel dengan menggunakan plot 2x0,5 m dengan 10 ulangan di dataran banjir. Ada tiga stasiun di setiap aliran. Data yang dikumpulkan adalah nomor dan nama spesies. Rerumputan berbentuk tumbuh mendominasi di semua stasiun. Di Winongo kerapatan rumput adalah 1582 ind / 10m2 (70%), Code 1697 ind / 10m2 (81%) dan Gajahwong 1432 ind / 10m2 (70%). Rerumputan yang paling melimpah adalah Paspalum sp. di Winongo seluas 764 ind / 10m2 dan di Gajahwong 1103 ind / 10m2. Sedangkan Code didominasi oleh Panicum sp. mereka 735 ind / 10m2. Rerumputan dengan cepat merespon ketersediaan hara yang tinggi. Konsentrasi NO3- dan PO43- yang tinggi memicu dominasi rumput. Rerumputan dikenal karena perilaku pengikat hara, oleh karena itu pada saat rumput paling melimpah, konsentrasi hara menurun di setiap stasiun pengambilan sampel

    INTERVENSI MANUSIA TERHADAP KOMUNITAS RHIZOSFIR: REVIEW (Human Disturbance on Rhizosphere Communities: Review)

    Get PDF
    AbstrakWalaupun tersembunyi di dalam tanah komunitas rhizosfir merupakan penentu kehidupan di muka bumi dan berperan penting pada pelestarian alam. Rhizosfir merupakan daerah di sekitar perakaran tanaman yang dihuni oleh berbagai mikrobia tanah yang berperan dalam menentukan pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Struktur dan komposisi komunitas mikrobia sangat dipengaruhi oleh macam, konsentrasi dan komposisi eksudat akar. Perubahan yang terjadi pada tanaman (umumnya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia) mempengaruhi komunitas rhizosfir, sebaliknya komunitas rhizosfir akan menentukan struktur tumbuhan dan fungsi ekosistem. Review ini membahas pengaruh aktivitas manusia yang mempengaruhi kualitas lingkungan terhadap komunitas mikrobia di rhizosfir, yang merupakan hasil kajian dari berbagai sumber terbaru yang dianalisis secara induktif. Aktivitas manusia yang dikaji meliputi praktek pertanian intensif, deforestasi hutan menjadi perkebunan serta perubahan iklim. Hasil kajian menunjukkan bahwa praktek monokulturisasi telah menurunkan biodiversitas mikrobia rhizosfir, menurunkan kinerja enzim tanah dan menurunkan keragaman dan konsentrasi senyawa glukosinolat untuk melawan patogen. Pengolahan tanah, pemupukan anorganik dan penggunaan pestisida telah menurunkan biodiversitas mikrobia rhizosfir. Sebaliknya pemupukan organik tidak berpengaruh terhadap biodiversitas mikrobia tanah. Perubahan fungsi hutan menjadi kebun intensif telah merubah dominansi kelompok mikrobia serta kemampuan mikrobia sesuai fungsinya di ekosistem. Perubahan iklim berdampak pada peningkatan suhu tanah, hal ini telah mengubah komposisi mikrobia rhizosfir. Perubahan komposisi, dominansi dan kemampuan mikrobia di rhizosfir tersebut dapat merubah komposisi populasi tumbuhan di atasnya. Hal ini dapat mengubah keseimbangan dan fungsi ekosistem yang berakibat pada berubahnya kesejahteraan manusia.AbstractEven though it is hidden underground, rhizosphere communities define the life in this earth planet and has an important role on nature preservation. Rhizosphere is the zone of soil adjacent immediately to plant roots which inhabited by varies species of beneficial soil microbes for facilitating plants growth and health. Human activities are strongly influence on plant performance. Alteration on plant growth and health statues determine rhizosphere communities that will define the vegetation structures and ultimately ecosystem functions. This paper discuss the negative influences of human activities (anthropogenic factors) on the environment to the rhizosphere communities. Especially the impacts of intensive farming, deforestation and climate changes. It is sourced from current referrences in inductive analysis. One of intensive farming management is monoculture that is not only drastically depleted microbes diversity in the rhizosphere hence decresed soil enzimes activities, but also reduced glucocynolates production, a crucial compound against pathogen. Whereas, tillage, fertilizers and pesticide application significantly diminished microbe biodiversity. Organic fertilizers, on the other hand, did not give crucial impacts this biodiversity. Modify forest into estate have changed domination of groups and lessened capability of phosphate solubilizers. While climate changes, that enhance soil temperature escalation, have altered rhizosphere microbes composition and structure. Replacement of composition, domination, abundance and capability of rhizosphere communities will modify composition and structure of vegetation aboveground. Eventually, will alter the ballance and functions of the ecosystem, which determine the wealth of human population in the earth

    PERENCANAAN INFRASTRUKTUR PERSAMPAHAN TERKAIT MASIFIKASI INDUSTRI KREATIF DAN INDUSTRI DAUR ULANG SKALA KOTA DI KECAMATAN SEBERANG ULU 2, PALEMBANG (Planning Assessment of Waste Infrastructure About Massification of Creative and Recycle Industry on City Scale in Seberang Ulu 2 District, Palembang)

    Get PDF
    AbstrakData-data spider web per kawasan kumuh dalam dokumen Slum Improvement Action Plan (SIAP) 2015-2019 Kota Palembang menunjukkan bahwa permasalahan persampahan merupakan masalah yang hampir dominan dibandingkan 6 indikator lainnya. Untuk itu diperlukan upaya penanganan sampah secara lebih strategis dan masif supaya bermanfaat bagi banyak pihak. Penelitian ini bertujuan mengkaji perencanaan infrastruktur persampahan perkotaan yang terbaik untuk masyarakat dan lingkungan. Analisis tata guna lahan berguna memetakan perkiraan lahan yang masih dapat digunakan untuk membuat bank sampah, pusat daur ulang, sekaligus pusat industri kreatif. Analisis statistik untuk mengetahui respon masyarakat tentang pengelolaan sampah dengan pemilahan dari sumbernya dengan menggunakan sampel sebanyak 377 responden berdasarkan pada tabel Krejcie, dan analisis deskriptif induktif dengan menggunakan data wawancara in depth terhadap stakeholder terkait. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bank sampah unggul daripada PLTSa karena dapat mendukung circular economy, cenderung menggunakan teknologi bersih, dan dapat membuka lapangan kerja jauh lebih banyak. Manajemen pengelolaan sampah yang terbaik menurut semua perwakilan pemerintah lokal juga adalah bank sampah, daur ulang, dan pengomposan. Terdapat potensi 3 pasar tradisional di Kecamatan Seberang Ulu 2 Palembang yang apabila direnovasi lantai atasnya dapat dimanfaatkan untuk bank sampah. Jumlah TPS ada 3 (berpotensi untuk direvitalisasi menjadi bank sampah). Hal ini penting untuk menjaga estetika kota. Terdapat 41,1% warga yang menyebutkan bahwa kesulitan memilah sampah adalah kurangnya sarana. Masyarakat mendukung bank sampah di lingkungan mereka, 64,5% setuju; 35,5% cukup setuju, 0% tidak setuju. Masyarakat juga seluruhnya setuju memilah sampah apabila ada bank sampah yang terjangkau dari rumah.AbstractWebspider data per slum area in Slum Improvement Action Plan (SIAP) 2015-2019 Kota Palembang document shows that waste is a dominant problem compared to 6 other indicators. Therefore, waste management efforts are needed in a more strategic and massive way. This study aims to examine the best urban waste infrastructure planning for communities and the environment. The land-use analysis is useful in mapping the estimated land that can still be used to create garbage banks, recycling centers, as well as creative industrial centers. SPSS analysis to find out public response about waste management by sorting from source using 377 respondents as samples based on Table Krejcie, and inductive descriptive analysis using interview in depth data to relevant stakeholder. This research showed that waste banks better than PLTSa because it tend to use clean technology and can open up more jobs. The best waste management according to all local government representatives is waste bank, recycling, and composting. There are 3 potential traditional markets in Seberang Ulu 2 District Palembang which if the upstairs being renovated can be used for garbage bank. The number of TPS (potentially to be revitalized into waste bank) are 3, this is important because to maintain the aesthetics of the city. There are 41.1% of residents said that the difficulty of sorting waste is lack of facilities. Communities support waste banks in their neighborhood, 64.5% agree; 35.5% quite agree, 0% disagree. Communities entirely agreed to sort out garbage if there is an affordable waste bank from house

    KEHADIRAN PERUSAHAAN DAN POTENSI KONFLIK AGRARIA DALAM PEMANFAATAN HUTAN SAGU ALAM DI WILAYAH IMEKKO KABUPATEN SORONG SELATAN PAPUA BARAT-INDONESIA (The Presence of Sago Company and The Potential of Agrarian Conflict in The Natural Sago Consesion of Imekko at Sorong Selatan Regency, West Papua Indonesia)

    Get PDF
    AbstrakHutan sagu alam saat ini memiliki manfaat yang besar ditinjau dari bahan pangan, substitusi pangan maupun bahan baku industri. Di kawasan timur Indonesia, sagu telah dimanfaatkan secara luas sebagai bahan pangan pokok oleh masyarakat Maluku dan Papua. Tujuan penelitian adalah mengkaji intervensi eksternal dari perusahaan terhadap jaminan subsistensi dan pendapatan masyarakat di kawasan hutan sagu alam Imekko. Penelitian ini dilaksanakan pada empat distrik, yaitu Inanwatan, Metemani, Kais, dan Kokoda (Imekko) kabupaten Sorong Selatan. Distrik dipilih secara purposif dengan pertimbangan memiliki karakteristik lokasi yang sesuai dengan lingkup penelitian, yaitu: (a) merupakan wilayah sebaran hutan sagu alami yang menjadi sasaran pemanfaatan oleh perusahaan; dan (b) masyarakat yang bermukim di sekitarnya yang merupakan pemilik hak ulayat atas hutan sagu alami/dusun sagu tersebut, (c) masyarakat yang terganggu jaminan subsistensi dan pendapatan akibat intervensi kedua perusahaan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki 8 jenis hak akses dan pemanfaatan dan dusun sagu untuk memenuhi kebutuhan subsistensi dan pendapatan masyarakat pemilik hak ulayat, yakni hak mengakses, memungut hasil, menggunakan, menguasai, mengelola, mengalihkan, memperoleh kembali, dan hak milik. Kehadiran kedua perusahaan, hak-hak tersebut menjadi terbatas hanya pada hak mengakses, penggunaan terbatas, dan memungut hasil secara terbatas. Kehadiran perusahaan berdampak terhadap terbatasnya pemenuhan kebutuhan subsistensi dan pendapatan masyarakat. Potensial terjadinya konflik, baik antara masyarakat dengan perusahaan dalam kaitan dengan akses masyarakat untuk memanfaatkan dusun sagu di dalam areal konsesi perusahaan yang yang dienklavekan maupun antar masyarakat dalam kaitan dengan masyarakat pemilik hak ulayat dusun sagunya telah masuk sebagai areal konsesi perusahaan sehingga untuk memenuhi kebutuhan subsistensi dan pendapatan terpaksa harus memanfaatkan HSA/dusun sagu milik masyarakat di luar kawasan konsesi perusahaan.AbstractNatural sago forests currently have great benefits in terms of food, substitution of food and raw materials for industries. In Eastern Indonesia, sago has been used extensively as a staple food by the people of Mollucans and Papuan. The research objective was to study the external intervention of the company to guarantee the subsistence and income of the Imekko community in the forest area of natural sago. The research was conducted in four districts, namely Inanwatan, Metemani, Kais and the Kokoda (Imekko) Sorong Selaatan regency. Districts selected purposively by considering having characteristics suitable locations, i.e. an area of distribution of Sago Natural Forest-targeting utilization by the company; and (b) people who live nearby and owners of customary rights over the Sago Natural Forests/sago villages, (c) community having disturbed the subsistence and income guarantee due to the intervention of both companies. The findings of this research showed that there were eight types of rights of access and use and sago villages to meet the needs of subsistence and incomes owners of customary rights, i.e. the right to access, collect the produce, use, control, manage, assign, reclaim, and property rights. These rights are limited only to the right of access, limited use and collect the produce due to the presence of both companies. Potential conflict, either between the company in terms of community access to the sago villages in the concession company that are in enclaving areas or among the public in relation to the customary communities that natural sago villages has been entered as a concession company. Therefore, to meet subsistence and income the communities now have to utilize the natural sago forest/sago village belonging to the community in outside the company's concession area

    PENGELOLAAN AIR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DI RPH X, KOTA BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT (Wastewater Management of Slaughterhouse in Slaughterhouse X, Bogor City, West Java Province)

    Get PDF
    ABSTRAKAir limbah Rumah Potong Hewan (RPH) yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan masalah lingkungan dan gangguan pada masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar RPH. Sejak RPH X beroperasi pada tahun 2009, pengelolaan air limbah RPH X masih belum berjalan optimal. Hal ini dikarenakan air limbah RPH X masih dilihat sebagai materi yang tidak berguna dan dibuang. Saat ini, praktik pengelolaan air limbah RPH X dilakukan dengan menggabungkan semua air limbah kemudian air limbah tersebut diolah dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Riset ini mencoba menganalisis praktik pemotongan sapi, fasilitas RPH, pengelolaan air limbah RPH, kualitas air limbah RPH, dan dampak limbah RPH pada masyarakat. Riset ini menggunakan pendekatan metode kuantitatif dan kualitatif, melalui observasi, wawancara, kuesioner, dan uji laboratorium. Hasil riset menunjukkan bahwa praktik pemotongan sapi di RPH X termasuk kategori baik, fasilitas RPH X termasuk kategori kurang sesuai dengan persyaratan, pengelolaan air limbah RPH X belum berjalan optimal, kualitas air outlet IPAL telah memenuhi baku mutu, dan dampak limbah RPH X pada masyarakat berupa gangguan bau yang dirasakan oleh 100% responden dan gangguan kesehatan berupa mual yang dirasakan oleh 41% responden. Alternatif peningkatan dalam pengelolaan air limbah RPH yang dapat dilakukan adalah minimisasi air limbah melalui segregasi dan pemanfaatan air limbah RPH.Kata kunci:    Rumah Potong Hewan, praktik pemotongan sapi, fasilitas RPH, pengelolaan air limbah RPH, kualitas air limbah RPH, dampak limbah RPH, minimisasiABSTRACTWastewater of slaughterhouse is not managed optimally can cause environmental problems and disruption to communities living around the slaughterhouse. Since slaughterhouse X operates in 2009, wastewater management of the slaughterhouse X is not managed optimally. This is because the wastewater of the slaughterhouse X is seen as useless and discarded material. Currently, the wastewater management of the slaughterhouse X is carried out by mixing all of the wastewater and then the wastewater is treated by Wastewater Treatment Plant (WWTP). This study analyzes practice of cattle slaughtering, slaughterhouse facilities, wastewater management, wastewater quality, impact of slaughterhouse waste. This study exercises quantitative and qualitative methods, through observations, interviews, questionnaires, and laboratory test. The results showed that the practice of cattle slaughtering was categorized into good, the slaughterhouse X facilities were categorized into less suitable, the wastewater management of slaughterhouse X is still not managed optimally, the wastewater quality of WWTP outlet is comply with water quality standards, and the impact of slaughterhouse waste to the communities living around the slaughterhouse is odor disruption felt by 100% of respondents and health issue are nauseous felt by 41% of respondents. An alternative to improving wastewater management of slaughterhouse is minimization through segregation and utilization of slaughterhouse wastewater

    KOLONI BURUNG CANGAK ABU (Ardea cinerea LINNAEUS) DI AREA BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA (Grey Heron Colony (Ardea cinerea Linnaeus) in Yogyakarta Adisutjipto International Airport Area)

    Get PDF
    AbstrakBird strike merupakan peristiwa tabrakan antara burung baik secara berkelompok maupun tunggal dengan pesawat terbang pada proses penerbangan. Kejadian bird strike dapat menyebabkan kecelakaan ringan hingga serius yang sangat merugikan secara ekonomi Sekalipun telah dilakukan bird control secara maksimal berdasarkan panduan yang tersedia, namun bird strike juga terkadang masih terjadi di Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta (JOG) dengan tingkat kerusakan pesawat dari berat sampai ringan. Salah satu jenis burung penyebab kejadian bird strike di kawasan ini adalah cangak abu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besaran dan prilaku koloni burung cangak abu (Ardea cinerea) pengunjung area. Pengambilan data besaran koloni burung pengunjung dilakukan dengan penghitungan langsung (sensus); perilaku selama di lokasi antara lain waktu dan arah datang dan pergi serta aktivitas yang dilakukan burung cangak abu selama di area bandara diamati dan dicatat secara langsung. Semua data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif-kualitatif dan diperbandingkan burung lain dan hasil penelitian lain sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang mengapa koloni cangak abu tersebut menjadi pengunjung area bandara. Hasil penelitian menunjukkan. Keberadaan burung cangak abu di Bandara Adisutjipto berpotensi relatif terbesar menimbulkan kejadian bird strike dibanding burung jenis lainnya karena jumlah individu harian yang datang terbanyak, frekuensi kedatangannya tertinggi kedua setelah burung wallet, ukuran tubuhnya yang  relatif terbesar, terbang rendah, terbang pelan dan manuvernya juga lamban serta terbang menyilang landasan. Kondisi lingkungan area runway bandara yang luas, lapang terbuka, ditutupi hijauan rerumputan, berangin, aman dari predator, sepi jauh dari kegiatan manusia dan lokasinya yang strategis diantara zona roosting/nesting dan zona foraging/feeding menjadi lokasi yang ideal bagi koloni cangak abu untuk melakukan kegiatan harian loafing. Pengelola bandara JOG perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan peningkatan kehadiran burung cangak abu, dan perlu memperluas jangkauan pengelolaan populasi cangak abu di luar wilayah bandara.AbstractBird strike is a bird collision event both in groups and singly with an aircraft in the flight process. Bird strike events can cause minor to serious accidents which are very detrimental to the economy. Although maximum bird control has been carried out based on the available guidelines, bird strikes also sometimes occur at Yogyakarta Adisutjipto International Airport (YAIA) with the level of aircraft damage from heavy to light. One type of bird that causes the bird strike incident at YAIA is grey heron. The purpose of this study was to determine the dayly individual number and behavior of the grey heron (Ardea cinerea), visitors to the YAIA area. Data collection on visitor bird colony size is carried out by direct count (census); behavior while in YAIA, including the time and direction of coming and going, and what the grey heron did during the airport area was observed and recorded directly. All data obtained were analyzed descriptively-qualitatively and compared to other birds and other research results so that a clear picture of why the colony of grey heron can be obtained as a visitor to the YAIA area. The results showed. the presence of grey heron (Ardea cinerea) at Adisutjipto Airport has the highest relative potential to cause bird strike events compared to other types of birds because the highest number of daily individuals, the second highest frequency of arrival after a glossy swiftlet, the largest relative body size, low flight, slow flight and maneuvers are also slow and fly across the runway. The YAIA runway area, which is wide, open and covered with grasses, windy, safe from predators, is quiet away from human activities and a strategic location between the roosting / nesting zone and the foraging / feeding zone makes it an ideal location for grey heron colonies to conduct colony of grey heron daily loafing activities. In conclusion, the manager of YAIA needs to increase awareness of the possibility of increasing the presence of grey herons, and it is necessary to broaden the scope of management of the grey heron population outside the YAIA region

    KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DAN STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI (Social Economic Condition of Coastal Communities and Development Strategy of Capture Fisheries Potentials in Buleleng Regency)

    Get PDF
    AbstrakMasyarakat nelayan mempunyai karakteristik sosial tersendiri di dalam kehidupan masyarakat. Diantaranya masyarakat nelayan mempunyai solidaritas dan etos kerja yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir dan menentukan strategi pengembangan potensi perikanan tengkap di Kabupaten Buleleng Penelitian ini dilakukan di tujuh Kecamatan, yaitu; Kecamatan Gerogak, Seririt, Banjar, Buleleng, Sawan, Kubutambahan, dan Tejakula. Metode penelitian menggunakan Analisis SWOT.Rentang umur nelayan penuh didominasi oleh umur 41-50 dan tingkat pendidikan nelayan di Kabupaten Buleleng adalah tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD). Secara umum kondisi armada dan alat tangkap masih tergolong penangkapan ikan skala kecil, dengan rata-rata jumlah pendapatan nelayan yaitu Rp 1.000.000-2.000.000/bulan. Strategi pengembangan yang di sarankan adalah strategi SO, yaitu; pengorganisasian pemasaran hasil tangkapan ikan oleh kelompok nelayan. Menyusun profil investasi peluang usaha perikanan tangkap. Meningkatkan peran penyuluh perikanan untuk membantu kegiatan penangkapan ikan. Potensi perikanan di WPP 713 dapat dimaksimalkan melalui kerjasama nelayan dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB).AbstractThe fishing community has its own social characteristics in community life. Among them, the fishing community has solidarity and a high work ethic. The purpose of this study was to determine the socio-economic conditions of coastal communities and determine the strategy for developing fisheries potential in Buleleng Regency. This research was conducted in seven districts: Gerogak, Seririt, Banjar, Buleleng, Sawan, Kubutambahan, and Tejakula. The research method uses SWOT Analysis. The full age range of fishermen is dominated by the age of 41-50 and the education level of Elementary Schools (SD). In general the condition of the fleet and fishing gear is still classified as small-scale fishing, with an average amount of fishermen income of Rp 1,000,000-2,000,000 / month. The recommended development strategy is the SO strategy: (1) organizing marketing of fish catches by fishermen groups; (2) compile investment profile of the opportunities in capture fisheries business; (3) enhancing the role of fisheries scouts to assist fishing activities. The fishery potential in WPP 713 can be maximized through the cooperation of fishermen in the form of a Kelompok Usaha Bersama  (KUB)

    ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM LAUT (TWAL) PULAU WEH BERDASARKAN HUKOM ADAT LAOT (Sustainability Analysis of the Marine Recreational Park (MRP) Management in Weh Island Based on Local Customary Law of the Sea (Hukom Adat Laot)

    Get PDF
    AbstrakTaman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan kawasan konservasi yang dikelola oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Banda Aceh. TWA Laut Pulau Weh terletak di Desa Iboih dan masuk ke dalam Wilayah Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih. Keberadaan Hukom Adat Laot memberikan dampak secara ekologi, sosial ekonomi, dan tata kelola TWA Laut Pulau Weh. Selain itu, sistem pengelolaan berdasarkan hukum adat dapat dijadikan rujukan dalam menyusun kebijakan atau strategi pengeloaan TWA Laut Pulau Weh ke depan. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung dan mengestimasi tingkat keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh berdasarkan Hukom Adat Laot Lhok Iboih. Metode yang digunakan adalah multi dimensional scalling (MDS) berdasarkan tiga dimensi yaitu ekologi, sosial ekonomi dan tata kelola. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi tata kelola dan sosial ekonomi berada pada kategori cukup keberlanjutan dengan indeks 59,98 dan 56,75, sedangkan dimensi ekologi berada pada kategori kurang berkelanjutan dengan indeks 46,94. Indeks dan status keberlanjutan menunjukkan bahwa, sistem pengelolaan berdasarkan Hukom Adat Laot Lhok Iboih pada dimensi tata kelola dan sosial ekonomi cukup memberikan dampak terhadap keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh.AbstractMarine Recreational Park (MRP) Weh Island is a conservation area managed by Natural Resources Conservation Agency Banda Aceh. The MRP is located at Iboih village and it is also inside the area of local customary Law of the Sea Lhok Iboih. The existence of customary Law of the Sea affects the management of MRP in terms of ecology and social economy. Apart from that, the local customary management system could be used as a reference in finalizing the policy and strategy of the management of MRP Weh Island in the future. The purpose of this research is to calculate and to estimate the sustainability level of the MRP Weh Island management based on customary Law of the Sea Lhok Iboih. The method used is multi dimensional scaling (MDS) that is based on 3 dimensions i.e. ecology, social economy, and management. The analysis result indicates that the dimension of management and social economy are arguably sustainable with index 59.98 and 56.75, while the dimension of ecology falls into less sustainable level with index 46.94. The index and sustainability status indicate that the management system based on customary Law of the Sea Lhok Iboih specifically on the dimension of management and social economy influence the sustainability of MRP Weh Island management

    343

    full texts

    446

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Jurnal Manusia dan Lingkungan
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇