59 research outputs found

    Koefisien Perpindahan Massa Natrium Benzoat Dengan Air Dalam Kolom Isian

    Full text link
    Solid liquid mass transfer is important and wide application in many kind of chemical engineering process which followed by chemical reaction or non chemical reaction like solution, distillation and extraction processes. The research is to find the mass transfer coefficient between sodium benzoate with water on the fixed bed ( pipe circulation system) at the height of the bed as follows:3 cm; 4cm; 5cm; 7cm; 9cm and the flow rate as follows : 4.29cm 3/second; 5.3cm3 /second;6.16cm3/second; 7.62cm3/second; 9.05cm3 /second. With 3.2cm fix coulomb diameter and the particle diameter of 0.22mm sodium benzoate. Reside,the objective of this research was to find the mathematic model wich is influenced by the variable above used as general application especially for designing the equipment. By using the non lenear programe with all variables simultaneously found the equation mode

    Pembuatan Pupuk Cair Kalium Silika Berbahan Baku Abu Daun Bambu

    Full text link
    Pupuk merupakan salah satu sumber nutrisi utama yang diberikan pada tumbuhan. Pupuk kalium silika merupakan unsur yang mengandung unsur Silika (Si) dan Kalium (K), kedua unsur ini sangat dibutuhkan oleh tanaman. Misalnya manfaat silika yaitu untuk meningkatkan oksidasi akar tanaman, meningkatkan aktivitas enzim yang terlibat dalam fotosintesis, dan meningkatkan ketebalan dinding sel sebagai proteksi hama. Sedangkan manfaat dari kalium untuk tanaman diantaranya yaitu, membentuk dan mengangkut karbohidrat, sebagai katalisator dalam pembentukan protein, meningkatakan kadar karbohidrat dan gula dalam buah, dan meningkatkan kualitas buah karena bentuk, kadar, dan warna yang lebih baik. Untuk mengetahui komposisi produk pupuk kalium silika yang dibuat dengan menggunakan bahan baku abu daun bambu dengan pereaksi KOH. Variabel peubahnya adalah konsentrasi KOH sebesar 0,5;1;1,5;2 dan 2,5N dan konsentrasi pengadukam sebesar 100,125,150,175, dan 200rpm selama 120menit dengan berat 30gram pada suhu 800C. Hasil yang paling baik ditunjukkan pada konsentrasi 2,5N pada 200rpm dengan kadar kalium 10,93% dan 1,5% Silika

    The clinical relevance of oliguria in the critically ill patient : Analysis of a large observational database

    Get PDF
    Funding Information: Marc Leone reports receiving consulting fees from Amomed and Aguettant; lecture fees from MSD, Pfizer, Octapharma, 3 M, Aspen, Orion; travel support from LFB; and grant support from PHRC IR and his institution. JLV is the Editor-in-Chief of Critical Care. The other authors declare that they have no relevant financial interests. Publisher Copyright: © 2020 The Author(s). Copyright: Copyright 2020 Elsevier B.V., All rights reserved.Background: Urine output is widely used as one of the criteria for the diagnosis and staging of acute renal failure, but few studies have specifically assessed the role of oliguria as a marker of acute renal failure or outcomes in general intensive care unit (ICU) patients. Using a large multinational database, we therefore evaluated the occurrence of oliguria (defined as a urine output 16 years) patients in the ICON audit who had a urine output measurement on the day of admission were included. To investigate the association between oliguria and mortality, we used a multilevel analysis. Results: Of the 8292 patients included, 2050 (24.7%) were oliguric during the first 24 h of admission. Patients with oliguria on admission who had at least one additional 24-h urine output recorded during their ICU stay (n = 1349) were divided into three groups: transient - oliguria resolved within 48 h after the admission day (n = 390 [28.9%]), prolonged - oliguria resolved > 48 h after the admission day (n = 141 [10.5%]), and permanent - oliguria persisting for the whole ICU stay or again present at the end of the ICU stay (n = 818 [60.6%]). ICU and hospital mortality rates were higher in patients with oliguria than in those without, except for patients with transient oliguria who had significantly lower mortality rates than non-oliguric patients. In multilevel analysis, the need for RRT was associated with a significantly higher risk of death (OR = 1.51 [95% CI 1.19-1.91], p = 0.001), but the presence of oliguria on admission was not (OR = 1.14 [95% CI 0.97-1.34], p = 0.103). Conclusions: Oliguria is common in ICU patients and may have a relatively benign nature if only transient. The duration of oliguria and need for RRT are associated with worse outcome.publishersversionPeer reviewe

    Studi Eksperimen Perpindahan Panas Konveksi Paksa pada Berkas Pin Fin Berpenampang Circular dengan Susunan Aligned

    Full text link
    Fin digunakan untuk meningkatkan perpindahan panas dengan menambah luasan atau area perpindahan panas yang disebut extended surface. Salah satu media untuk mendemonstrasikan fenomena perpindahan panas pada fin adalah dengan melakukan studi eksperimen. Studi eksperimen ini digunakan untuk mengetahui pengaruh diameter fin dan kecepatan udara terhadap perpindahan panas konveksi serta distribusi temperature di sepanjang fin. Pengujian dilakukan dengan menggunakan circular pin fin yang berjumlah 16 dengan diameter 10 mm dan 16 mm serta panjang 70 mm. Pin fin diletakkan di dalam rectangular duct dan disusun secara aligned dengan =20 mm dan =20 mm. Electric plate heater diletakkan pada base plate sebagai sumber panas yang dikontrol menggunakan thermocontrol yaitu pada T=50oC dan T=70oC. Kecepatan aliran udara divariasikan dengan menggunakan variasi air inlet pada centrifugal blower. Setelah itu dilakukan pembacaan temperature masing-masing pada 1 titik pada base plate, dan 24 titik pada circular pin fin. Pengukuran temperature dilakukan dengan thermocouple dan akuisisi data yang terintegrassi pada computer. Hasil penelitian menunjukkan distribusi temperature menurun sepanjang pin fin. Reynolds number terbesar terjadi pada v=4.20 m/s. Pada kecepatan yang sama, fin 10 mm mempunyai koefisien konveksi yang lebih besar daripada fin 16 mm

    Rasio Abu Bagasse dengan Naoh terhadap Proses Pengambilan Silika

    Full text link
    Teknologi yang mempunyai peluang dalam pembuatan silika gel adalah proses ekstraksi dan proses presipitasi menggunakan asam klorida, silika gel dibuat dari bahan baku abu bagasse yang mempunyai kandungan silika cukup tinggi yaitu 70,85 %. Tujuan dari penelitian ini agar dalam proses pengambilan silika sebagai langkah awal dalam proses ekstraksi silika gel didapatkan kondisi yang baik, dengan memvariasikan penambahan larutan NaOH dengan abu bagasse.Proses ekstraksi yang dilakukan pada abu bagasse sebanyak 100 gram menggunakan natrium hidroksida dengan konsentrasi 1 N selama 1 jam dengan suhu 1050C menggunakan 1:6, 1:7, 1:8, 1:9, 1:10, 1:11. Dalam proses ekstraksi terjadi reaksi antara abu bagasse dengan natrium hidroksida membentuk larutan natrium silika dan dilanjutkan dengan proses presipitasi menggunakan asam klorida dengan variabel pH 4, 5, 6, dan 7. Endapan silika yang terbentuk disaring dan dikeringkan. Pada proses ekstraksi didapatkan kondisi terbaik pada penggunaan larutan natrium hidroksida 1:10, sedangkan pada proses presipitasi dengan asam klorida menghasilkan silika terbanyak pada kondisi pH asam yaitu pH 4 sebanyak 33,54 gram, dengan kandungan silica sebanyak 92% dan luas permukaan sebesar 228,99 m2/g

    Penurunan BOD dan COD pada Limbah Cair Industri Rumput Laut Mengunakan Ion Exchange dalam Reaktor Fixed Bed

    Full text link
    Indonesia termasuk salah satu produsen rumput laut yang terbesar di dunia. Dengan banyaknya industri rumput laut yang tumbuh di Indonesia, tentu saja menimbulkan berbagai macam permasalahan. Salah satu masalah yang dihadapi dalam industri rumput laut adalah terkait dengan permsalahan limbah. Dimana limbah cair industri rumput laut ini memiliki kandungan BOD awal 4813,53 mg/liter dan COD sebesar 9023,26 mg/L. Pada penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar BOD dan COD dari  limbah cair industri rumput laut  dengan mengunakan salah satu proses pengolahan limbah secara kimia yaitu ion exchange dalam reactor fixed bed. Variabel  yang kami gunakan adalah tinggi unggun yaitu  10 cm, 15 cm, 20 cm, 25 cm, 30 cm dan laju alir sebesar 1ml/s, 2ml/s, 3ml/s, 4ml/s, 5ml/s. Penurunan kadar COD dan BOD  yang terendah diperoleh pada proses pengontakkan dengan tinggi unggun sebesar 30 cm dan kecepatan alir sebesar 1 ml/det yaituuntuk COD  sebesar 2399.23 mg/L sedangkan, untuk BOD sebesar 611.55 mg/L

    Adsorpsi Logam Fe Dalam Minyak Nilam Menggunakan Kitosan Sisik Ikan

    Full text link
    Minyak nilam merupakan komoditas ekspor yang besar untuk Indonesia. Namun kualitas minyaknilam di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya logam Fe yangterdapat di dalam minyak nilam. Salah satu cara mengurangi kadar logam Fe tersebut yaitu, menggunakanadsorben kitosan. Kitosan dibuat dari sisik ikan mujair yang telah melewati tiga tahap proses yaknideproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi. Kitosan yang terbentuk kemudian ditambahkanke dalam 200 mlminyak nilam dengan variasi 1%,2%,3%,4%, dan 5% ke dari berat minyak nilam. Kemudian dilakukanproses pengadukan dengan suhu pemanasan dijaga pada 400C dengan variasi waktu 30,45,60,75, dan 90menit. Hasil yang diperoleh menunjukkan proses adsorpsi yang paling baik pada penambahan kitosan 5%dengan waktu pengadukan 90 menit yaitu dengan kadar Fe dalam minyak nilam sebesar 5.83 mg / Kg

    Produksi Gas Hidrogen dari Biomassa dengan Proses Anaerob

    Full text link
    Hidrogen dapat di produksi dari bahan bakar fosil, biomassa dan air, baik dengan proses kimia maupun biologi. Secara biologi hidrogen dapat diproduksi dengan photosintesis dan fermentasi dimana lebih ramah lingkungan dari pada proses thermo kimia dan elektro kimia. Proses ini menggunakan metode fermentasi gelap karena dinilai lebih efisien dibandingkan fermentasi terang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari waktu dan penambahan volume bakteri yang terbaik Kotoran sapi digunakan sebagai penghasil gas hidrogen dengan bakteri Clostridium Butyricum yang telah dihidrolisis menggunakan metode enzimatis sehingga menghasilkan gula reduksi. Gula reduksi dikonsumsi oleh bakteri Clostridium Butyricum yang akan menghasilkan Gas Hidrogen. Gas hidrogen tertinggi yang dihasilkan yaitu sebesar 2.45 mol H2/mol gula.DOI : https://doi.org/10.33005/tekkim.v13i1.114
    corecore