112 research outputs found

    Tinjauan Momen Lentur Balok Beton Bertulang Dengan Penambahan Kawat Yang Dipasang Menyilang Pada Tulangan Geser

    Get PDF
    Beton bertulang sebagai elemen balok umumnya diberi tulangan memanjang (tulangan lentur) dan tulangan sengkang (tulangan geser). Tulangan lentur untuk menahan beban momen lentur yang terjadi pada balok, sedangkan tulangan geser untuk menahan beban gaya geser. Balok sebagai elemen struktur yang sekarang dijumpai, dalam aplikasi di lapangan merupakan elemen yang cukup besar peranannya dalam memikul beban, terutama untuk memikul beban lentur. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut perlu dibuat jalan keluar, yaitu dengan pengembangan pembuatan balok beton bertulangan dengan penambahan kawat galvanis yang dipasang menyilang pada tulangan geser. Kawat galvanis mempunyai kelenturan dan keuletan yang cukup tinggi, sehingga tepat bila digunakan untuk meningkatkan momen lentur balok beton bertulang tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui momen lentur balok beton bertulang baja biasa dan balok beton bertulang baja dengan penambahan kawat galvanis yang dipasang menyilang pada tulangan geser, serta mengetahui kenaikan momen lentur balok beton bertulang baja biasa dengan balok beton bertulang baja penambahan kawat galvanis yang dipasang menyilang pada tulangan geser. Pada penelitian yang diajukan ini, tulangan balok (pada tulangan gesernya) perlu diperkuat menggunakan kawat galvanis yang dipasang menyilang untuk menambah momen lentur balok tersebut. Bahan yang digunakan dalam penelitian balok beton bertulang ini adalah pasir, semen, krikil, air, tulangan baja dan kawat galvanis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Mkap.uji rata-rata balok beton bertulang baja biasa sebesar 11,694 kN.m, sedangkan Mkap.teori rata-rata balok beton bertulang baja sebesar 12,048 kN.m. Dengan demikian besarnya momen kapasitas secara pengujian adalah 97,06 % dari momen kapasitas secara teori. Mkap.uji rata-rata dengan penambahan kawat berdiameter 1,02 mm yang dipasang menyilang pada tulangan geser diperoleh berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan sebesar 14,259 kN.m. Mkap.uji rata- rata dengan penambahan kawat berdiameter 1,29 mm yang dipasang menyilang pada tulangan geser diperoleh berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan sebesar 17,679 kN.m. Mkap.uji rata- rata dengan penambahan kawat berdiameter 1,63 mm yang dipasang menyilang pada tulangan geser diperoleh berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan sebesar 19,941 kN.m. Sehingga selalu ada peningkatan momen lentur tiap penambahan kawat

    Interaction between physical and psychosocial work risk factors for low back symptoms : a study of prevalence, risk factors, and interaction between physical and psychosocial work risk factors for low back symptoms and its consequences (reduced activities and absenteeism) in a random sample of workers in New Zealand and in Indonesian coal mining workers : a thesis presented in fulfilment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy in Ergonomics at Massey University, Manawatu, New Zealand

    Get PDF
    Chapter 2 published as: Widanarko, B., Legg, S., Stevenson, M., Devereux, J., Eng, A., Mannetje, A., Cheng, S., Douwes, J., Ellison-Loschmann, L., McLean, D., & Pearce, N. (2011). Prevalence of musculoskeletal symptoms in relation to gender, age, and occupational/industrial group. International Journal of Industrial Ergonomics, 41(5), 561-571. To link to this article: http://dx.doi.org/10.1016/j.ergon.2011.06.002. Chapter 3 published as: Widanarko, B., Legg, S., Stevenson, M., Devereux, J., Eng, A. Mannetje, A., Cheng, S., & Pearce, N. (2012). Gender differences in work-related risk factors associated with low back symptoms. Ergonomics, 55(3), 327-342. To link to this article: http://dx.doi.org/10.1080/00140139.2011.642410. Chapter 4 published as: Widanarko, B., Legg, S., Stevenson, M., Devereux, J., Eng, A., Mannetje, A., Cheng, S., & Pearce, N. (2012). Title:Prevalence and work-related risk factors for reduced activities and absenteeism due to low back symptoms. Applied Ergonomics, 43(4), 727-737. To link to this article: http://dx.doi.org/10.1016/j.apergo.2011.11.004. Chapter 5 published as: Widanarko, B., Legg, S., Stevenson, M., Devereux, J., & Jones, G. Prevalence of low back symptoms and its consequences in relation to occupational group. American Journal of Industrial Medicine, 56(5), 576-589. To link to this article: http://dx.doi.org/10.1002/ajim.22116. The definitive version is available at www3.interscience.wiley.comThe prevalence of low back symptoms (LBS) in developed and industrially developing countries (IDCs) is high, and there have only been a few studies in New Zealand and IDCs. It is well known that the risk factors for LBS include physical and psychosocial exposures, but the interaction between these is not well understood. Even less is known about prevalence of, and risk factors for, twopossible consequences of LBS (reduced activities and absenteeism). Hence, this thesis examines the prevalence, risk factors, and the interaction between physical and psychosocial work risk factors for LBS and its consequences in a developed country and an IDC. This was done in two cross-sectional studies of: A) a large random sample of workers in New Zealand, and; B) Indonesian coal mining workers. In telephone interviews of 3,003 participants (1,431 males and 1,572 females) aged 20-64 randomly selected from the New Zealand Electoral Roll, the 12-month period prevalence of LBS, reduced activities, and absenteeism due to LBS were 54%, 18%, and 9%, respectively. Risk factors of LBS for the whole population (males and females) increased with work in awkward or tiring positions and stressful jobs. Awkward or tiring positions at work, dissatisfaction with contact and cooperation with management, and stressful jobs were risk factors for women but not for men. The only risk factor for reduced activities was lifting. Risk factors for absenteeism were working in awkward or tiring positions and in a cold or damp environment. In a self-administered questionnaire among 1,294 Indonesian coal mining workers (1,252 males and 42 females), the 12-month period prevalence of LBS, reduced activities, and absenteeism due to LBS were 75%, 16%, and 13%, respectively. This study afforded an opportunity to examine selection bias due to a healthy worker effect. It showed that blue-collar work (as opposed to white-collar work) was a risk factor for LBS, after adjustment for a healthy worker effect and other potential confounders. The presence of LBS and smoking increased the risk of reduced activities and absenteeism. This study also indicated that those who were exposed to both high physical (awkward posture, whole-body vibration, using vibrating hand tools, and lifting) and high psychosocial (high effort, low reward, job dissatisfaction, and work stress) factors were most likely to report LBS and both consequences. High psychosocial exposure increased the likelihood of reporting LBS, but high physical exposure did so for reduced activities and absenteeism. Current smokers were more likely to report LBS consequences than nonsmokers. Permanent employment and night shift work increased the risk of LBS and its consequences. There was an interaction between physical and psychosocial exposures for LBS. The overall risk for LBS was greater than the sum of the individual risks due to physical and psychosocial factors (as indicated by departure from an additive model of risk). Thirty-nine percent of LBS cases among those who were exposed to high physical and high psychosocial risk factors were due to exposure to both factors. There were also interactions between the risk factors for reduced activities due to LBS, although not significant, whereas for absenteeism due to LBS it was not present. The implications of these findings for New Zealand workers are that LBS and its consequences could be reduced by using interventions designed to avoid or minimise exposure to physical and psychosocial work factors. In addition, environmental factors should also be improved in order to reduce the consequences of LBS. For Indonesian coal mining workers, addressing both physical and psychosocial factors in the workplace is likely to reduce up to 39% of LBS cases among workers exposed to both factors. This will in turn, reduce the risk of LBS consequences. The intervention strategy should also focus on permanent employment, night shift work, and smokers

    LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN II (PPL II) TAHUN PELAJARAN 2016

    Get PDF
    Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh setiap mahasiswa S1 pendidikan di semua jurusan. Ini semua bertujuan untuk meningkatkan kualitas mahasiswa pendidikan di UNY. Kegiatan ini mempunyai visi untuk memberikan pengalaman dan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar menjadi guru atau tenaga kependidikan yang profesional. Praktik mengajar yang dilakukan akan memberikan pengalaman sekaligus referensi kepada mahasiswa terhadap kenyataan yang ada dilapangan, terutama yang berkaitan erat dengan kondisi dan perilaku siswa, sehingga dapat menentukan sikap, strategi , metode, dan media pembelajaran dengan cepat dan tepat. Kegiatan PPL dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2016 sampai dengan tanggal 15 September 2016 berlokasi di SMK Negeri 1 Ngawen yang beralamat di Jono, Tancep, Ngawen, Gunugkidul. Sebelum memulai PPL ada beberapa tahapan yang harus dipersiapkan, diantaranya membuat administrasi guru. Administrasi guru dibuat setelah melakukan observasi dan konsultasi dengan guru pembimbing di sekolah yang bersangkutan. Untuk kesiapan mengajar, sebelum masuk kelas mahasiswa praktikan disyaratkan untuk membuat RPP serta menyiapkan media yang kemudian dikonsultasikan dengan guru pembimbing. Praktik mengajar dilakukan di jurusan PJOK SMK Negeri 1 Ngawen, mengajar mata pelajaran Pejaskes di enam kelas yaitu kelas XOB, Kelas XOD, Kelas XTIA, Kelas XTIB, Kelas XTABA dan Kelas XTBB. PPL dilaksanakan selama 9 minggu dengan 8 sampai 9 kali tatap muka untuk setiap kelasnya. Selama kegiatan PPL banyak manfaat yang bisa diambil. Diantaranya pelajaran dan pengalaman yang sangat berharga baik pengalaman akademik maupun non-akademik dari guru-guru SMK. Selain itu selama pelaksanaan PPL juga ada beberapa hambatan, namun hambatan-hambatan itu dapat diatasi, sehingga PPL berjalan lancar. Setelah kegiatan PPL harapannya semakin memahami dan menghayati proses pendidikan disekolah. Kerjasama dan komunikasi yang baik antara semua pihak merupakan cara yang ampuh untuk mengatasi permasalahan tersebut, sehingga kedepan akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi perkembangan sekolah, siswa dan mahasiswa

    EFEK KESEHATAN PSIKOLOGIS, FISIK, PEKERJAAN, DAN DEMOGRAFIS TERHADAP KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEKERJA: KAJIAN LITERATUR SISTEMATIS

    Get PDF
    Kesejahteraan psikologis pekerja memiliki implikasi penting baik di tempat kerja maupun aspek lain dari kehidupan pekerja. Kesejahteraan psikologis pekerja akan berdampak pada hasil kerja, kesuksesan, kinerja dan produktivitas organisasi. Studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor – faktor yang berperan penting dalam menentukan kesejahteraan psikologis pekerja profesional. Penelitian ini menggunakan  metode Systematic Literature Review (SLR) dengan mengakses online database dari Scopus, ScienceDirect, ProQuest, dan GooggelCendekia, dan menggunakan kata kunci yang berbeda, yaitu “factors affecting professional worker well being” “DAN”, “ATAU”  “professional worker well being”,  “DAN”, “ATAU”  “worker well being”. Selanjutnya, sebanyak  159 didapat dari Scopus, 19.577 dari ScienceDirect, 51.685 dari ProQuest dan 17.800 artikel diperoleh dari GoogleCendikia, dengan total 89.221. Kriteria inklusi pada makalah yang diterbitkan antara Tahun 2013 dan 2023, relevansi judul dan abstrak, menggunakan semua jenis penelitian, baik deskriptif kualitatif, maupun kuantitatif., serta ketersediaan teks lengkap. Artikel yang tidak lengkap dan tidak relevan dengan topik kemudian dikeluarkan, setelah itu total sepuluh jurnal dipilih untuk analisis dengan menggunakan Model PICO (Problem, Intervention, Comparison, Outcome). Kesejahteraan psikologis pekerja dipengaruhi oleh faktor kesehatan psikologis, yaitu mindfulness, perilaku kognitif, gangguan mood, stres, depresi, kecemasan, strategi koping, makna hidup, dan ketahanan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja. Faktor kesehatan fisik meliputi obesitas, komorbiditas fisik, kelelahan, gejala muskuloskeletal, kesehatan kerja. Faktor pekerjaan adalah kondisi kerja fisik, keselamatan kerja dan kesehatan kerja, beban pekerjaan, otonomi pekerjaan, sumber daya pekerjaan, kelas pekerjaan, tuntutan pekerjaan (beban kerja dan tekanan waktu) dan sumber daya pekerjaan (otonomi dan dukungan sosial). Faktor demografis meliputi sosiodemografi seperti umur, tipe pekerjaan, status perkawinan, wilayah kerja, dan sosial ekonomi. Faktor utama yang mempengaruhi kesejahteraaan psikologis pekerja profesional meliputi dimensi kesehatan psikologis, kesehatan  fisik, dimensi pekerjaan, dan sosiodemografis

    Systematic Literature Review: Physical Work Environment Factors Associated with Work Fatigue in Hospital Nurses

    Get PDF
    Fatigue in hospital nurses can endanger the safety of both the nurse and the patient. One of the factors that can cause fatigue in hospital nurses is the physical environmental, such as lighting, noise, and work climate. The purpose of this study is to analyze the physical work environment factors (lighting, noise, and work climate) associated with work fatigue in hospital nurses. This is a systematic literature review on studies that discuss physical work environment factors related to work fatigue in hospital nurses published in international journals and local journals that can be accessed through the UI Library, especially those that are Full Open Access. Fourteen articles that discussed the relationship between physical environmental factors and work fatigue in hospital nurses were identified, consisting of 11 articles on the effect of lighting on work fatigue in hospital nurses. 6 articles discussed how noise influenced work fatigue in hospital nurses, and 3 articles discussed the effect of hot work climate on work fatigue in hospital nurses. Based on the review, lighting, noise, and work climate significantly link to work fatigue in hospital nurses. Keywords: hospital, lighting, noise, nurses, work climate, work fatigu

    Analisis prevalensi dan faktor pekerjaan terhadap terjadinya gangguan otot tulang rangka akibat kerja pada pekerja perancah di PT X

    Get PDF
    Perancah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu pekerjaan konstruksi, Pekerjaan perancah berkontribusi pada munculnya faktor risiko gangguan otot tulang rangka akibat kerja (GOTRAK) atau musculoskeletal disorders (MSDs). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor risiko terjadinya gotrak pekerja perancah di PT X. Jenis penelitian adalah potong lintang dengan responden pekerja perancah di PT X sebanyak 157 karyawan dengan analisis data menggunakan metode uji chi square. Responden memberikan informasi karakteristik pekerjaan (menggunakan Rapid Entire Body Assesment atau REBA), keluhan gotrak menggunakan kuesioner Nordic Body Map. Penelitian ini menghasilkan 3 prevalensi keluhan tertinggi pada pekerja yaitu leher 86,4%, bahu 82,7% dan tangan/pergelangan 77,8%. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko terjadinya gotrak pekerja perancah di PT X yaitu jenis pekerjaan OR 8,771 (95% CI 3,934-19,552), Skor REBA OR 2,81 (95% CI 1,39-5,67). Penyesuaian pekerjaan terutama untuk menurunkan skor REBA tinggi pada pekerja dengan cara meminimalkan postur janggal, menyediakan gerobak untuk mengangkut material dan kerekan mekanis

    Kajian dampak pajanan radiasi panas saat terjadi tumpahan minyak dan kebakaran tangki di pusat pengumpul produksi minyak PT. X

    Get PDF
    Industri minyak memiliki risiko tinggi, kasus kejadian darurat seperti tumpahan minyak dan kebakaran di tangki pengumpul minyak sering terjadi dan digolongkan sebagai bahaya besar. Kejadian darurat ini dapat terjadi karena kegagalan safety protection layers (SPL) yang terpasang di tangki pengumpul minyak. Tangki yang terbakar akan mengakibatkan pajanan panas radiasi ke area sekitarnya termasuk area yang dihuni manusia. Tangki T-04 adalah salah satu tangki pengumpul minyak PT. X yang berpotensi mengalami kejadian darurat tersebut, untuk itu dilakukan kajian dampak pajanan panas radiasi kebakaran tangki T-04 terhadap fasilitas dan manusia di sekitarnya. Metode kajian yang dilakukan merupakan penelitian potong lintang dengan pendekatan kuantitatif untuk melakukan analisis dampak pajanan panas radiasi yang ditimbulkan kebakaran tangki T-04 terhadap fasilitas dan manusia sekitar. Penelitian ini dilakukan melalui pengumpulan data sekunder baik yang ada di PT. X dan studi literatur dengan tanpa melakukan intervensi pada objek penelitian. Data yang didapatkan tersebut dipergunakan untuk mengetahui dampak pajanan panas radiasi secara kuantitatif dengan menggunakan software ALOHA (Areal Location of Hazardous Atmosphere). Hasil penelitian menunjukkan kegagalan SPL terpasang di tangki T-04 berupa intervensi operator dan breather valve dapat mengakibatkan tumpahan minyak karena overfilled yang apabila ada sumber panas dapat menyebabkan tangki terbakar (tank fire engulfment). Hasil dari Layer of Protection Analysis (LOPA) diperoleh bahwa realisasi tank fire engulfment pada tangki T-04 dikategorikan sebagai kejadian dengan tingkat risiko yang tidak dapat diterima berdasarkan matriks risiko yang diacu PT. X. Simulasi kajian dampak pajanan panas radiasi kebakaran tangki T-04 terhadap fasilitas terdekat dan manusia sekitar dilakukan dengan menggunakan software ALOHA v.5.4.7. Diperoleh hasil pajanan panas radiasi di ruang operator pada jarak 45 m dari tangki T-04 sekitar 12,50 kW/ m2 yang berpotensi mengakibatkan kematian, ruang perkantoran yang berjarak 70 m dari tangki T-04 sekitar 6,44 kW/m2 yang berpotensi mengakibatkan luka bakar derajat dua, fasilitas umum jalan raya sekitar 2.5 kW/m2 berpotensi mengakibatkan sakit sementara, fasilitas tangki terdekat yaitu tangki T-03 berjarak 30 m sekitar 19.9 kW/ m2 akan mengalami domino effect ikut terbakar. Kajian ini memberikan rekomendasi untuk menambahkan Safety Protection Layers pada tangki penampung minyak PT. X untuk mengurangi risiko kebakaran menjadi risiko yang dapat diterima dengan memasang SPL yang sesuai yaitu PAH (Pressure Alarm High), LAH (Level Alarm High), SIS (Safety Instrumented System) seperti PAHH (Pressure Alarm High-High), dan LAHH (Level Alarm High-High)

    Analisis Tingkat Kematangan Budaya Keselamatan Kerja Pada Perusahaan Manufaktur Konstruksi PT XYZ Tahun 2022

    Get PDF
    Menurut perkiraan International Labour Organization (ILO), di tingkat global lebih dari 2,78 juta orang meninggal per tahun akibat kecelakaan kerja atau penyakit terkait pekerjaan. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPJS, kecelakan kerja di konstruksi meningkat dari 114.000 di tahun 2019 menjadi 177.000 kecelakaan ditahun 2020. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan budaya keselamatan pada pekerja konstruksi di PT. XYZ. Penelitian deskriptif ini bersifat semi kuantitatif. Data yang dikumpulkan dari hasil focus group dicussion, kuesioner, telaah dokumen dan observasi kemudian dilakukan analisis secara mendalam. Terdapat 19 variabel yang diteliti dalam penelitian ini.  Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kematangan budaya keselamatan didapatkan PT. XYZ berada di tingkat calculative dengan mayoritas variabel berada pada tingkat calculative kecuali variabel penghargaan K3L, pelatihan dan kompentensi, penerapan dan penggunaan standar berada pada tingkat reactive. Tingkat kematangan budaya keselamatan PT. XYZ yang berada pada ditingkat calculative menunjukkan perusahaan ini berada pada titik awal dalam menuju budaya selamat

    ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN STRES KERJA PADA PEKERJA PT LTI YANG BEKERJA DARI RUMAH SELAMA MASA PANDEMIC COVID-19 TAHUN 2021

    Get PDF
    Stres kerja adalah kondisi yang menyebabkan karyawan merasa tertekan, bosan, dan tidak nyaman dalam melakukan pekerjaannya. Sekitar 50-60% dari hari kerja yang hilang disebabkan oleh stres kerja dan jumlah ini cenderung meningkat di Eropa. Semenjak merebaknya COVID-19, seluruh negara di dunia mulai memberlakukan Work from Home (WFH) atau bekerja dari rumah. Oleh karena situasi yang mendesak, WFH dapat berpotensi menjadi stressor bagi pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat stres kerja dan memberikan gambaran hubungan antara karakteristik pekerja dengan stres kerja pada pekerja PT LTI yang bekerja dari rumah selama masa pandemic COVID-19. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan menggunakan kuesioner stres kerja NIOSH Generic Job Stres Questionnaire yang didistribusikan secara daring kepada 62 responden. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sSebagian besar pekerja LTI (62,9%) mengalami stress kerja ringan. Variabel yang terbukti memiliki hubungan yang signifikan adalah usia, usia anak, masa kerja, dan lokasi kerja

    Hubungan Antara Konteks Pekerjaan dengan Stres Kerja pada Pekerja Logistik Pangan PT.X di Karawang

    Get PDF
    (Background) Job stress related to work is one of the main problems in occupational safety and health. Improving uncomfortable conditions can stress workers so as to increase worker welfare and increase complications and depression. Health problems are the cause of the absence of work to increase productivity in organizations or companies. Therefore the author agrees to do stress work, with the aim of knowing the working relationship with stressful work. (Method) This research was conducted by taking data directly through questionnaires and observations at the study site (Result) The results of the study show that from nine variables, namely working hours, workload, work design, job control and work environment, it can be seen that the control has a significant value compared to other variables with a sig value of 0.042. (Conclusion) From these results it can be concluded that the context of the work most related to stress on workers is job control
    • 

    corecore