56 research outputs found

    INTERNALISASI NILAI AHLAK MULIA DALAM MEMBINA KESALEHAN SOSIAL SISWA : Studi Kasus di Madrasah Tsanawiah Persis Pajagalan Bandung

    Get PDF
    Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya ketimpangan antara aspek ideal ajaran agama dan tujuan Pendidikan Nasional dengan realitas prilaku remaja. Ketimpangan yang dimaksud di antaranya: (1) Kerusuhan dan konflik antar daerah, (2) Perkelahian, tawuran, free sex di kalangan remaja dan dewasa (SLTP dan SLTA), (3) Penurunan nilai akhlak mulia dan kurangnya kesadaran kesalehan sosial (individu, kelompok dan masyarakat). Oleh karena itu perlu adanya solusi alternatif internalisasi nilai moral melalui pendidikan formal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program, nilai akhlak mulia dalam kurikulum, metode pendidik, keterlibatan warga sekolah dan evaluasi dalam internalisasi nilai akhlak mulia di MTs. Persis Pajagalan. Metode penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yaitu: observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka. Sementara tahapan analisis data penelitian dilakukan dengan, reduksi data, display data, kemudian kesimpulan dan verifikasi.) Hasil penelitian ini menemukan beberapa hal berikut: (1) Program internalisasi nilai antara lain: tafaqquh fiddin, bai`at santri, proses belajar mengajar pendidik, ihtifal (upacara) dan kegiatan ekstrakurikuler. (2) Nilai akhlak pada kurikulum di antaranya, akhlak terpuji: Taat, ikhlash, khauf, roja’ dan taubat, shabar, tawakkal, qona’ah, dan tawadlu. Adapun akhlak tercela: riya, kufur, syirik dan nifaq, tergesa-gesa, rakus, penakut, rendah diri. (3) Metode yang dipergunakan pendidik dalam pembinaan kesalehan sosial, antara lain; hiwar atau dialog, qishah atau cerita, keteladanan, pembiasaan, nasihat dan perhatian (targhib dan tarhib). (4) Keterlibatan warga sekolah dalam pembinaan nilai diantaranya: staf tata usaha menyimpan data tentang perkembangan siswa; server internet memantau penggunaan internet; satpam berfungsi memperhatikan, melaporkan pelanggaran siswa kepada guru, kemudian ke kesantrian dan ke Bimbingan Konseling (BK) sampai pemanggilan orangtua siswa. (5) Evaluasi terlihat dari kemajuan keilmuan siswa, pemahaman logika ketika debat (diskusi), kemampuan menjelaskan hasil pemahaman terhadap materi keagamaan melalui ihtifal dan karakter kepribadiannya; iklash, taat, yakin, empati terlihat ketika simpati antar teman dengan menolong dalam belajar, menghormati guru kakak kelas dan orangtua, anak rajin ke masjid secara ikhlas dengan kesadaran sendiri, jujur, kreatif dalam menambah khazanah ilmu dan mengembangkan minat. Berdasarkan temuan, peneliti merekomendasikan model internalisasi nilai akhlak mulia untuk dijadikan contoh penerapan pada jenjang pendidikan formal SD, SMP,SMA dan Pesantren. Model internalisasi nilai melalui tahapan transformasi, transaksi dan trans-internalisasi nilai juga proses pendidikan karakter; moral knowing, moral feeling dan action moral. Kata Kunci : Internalisasi Nilai, Nilai akhlak mulia, Kesalehan sosial This research is motivated by the discrepancy between the ideal aspects of religious teachings and goals of the National Education with the reality of adolescent behavior. Inequality is among them: (1) Unrest and conflicts between regions, (2) Fight, brawl, free sex among adolescents and adults (junior and senior), (3) Impairment of noble character and lack of awareness of social piety (individuals, groups and communities) Hence the need for an alternative solution internalization of moral values through formal education. This study aims to determine the program, noble character values in the curriculum, method educators, the involvement of the school community and evaluation the internalization of noble character in MTs. Persis Pajagalan. This research method is descriptive qualitative analytic approach. The data collection techniques, namely: observation, interviews, documentation and literature studies. While the data analysis stage of research conducted by, data reduction, data display, conclusion and verification. Our research found the following: (1) Internalization program include: tafaqquh fiddin, bai`at santri, educators teaching and learning process, ihtifal (ceremony) and extracurricular activities) (2) Moral values in the curriculum of which, commendable morals: Obey, Ikhlash, Khauf, roja' and repentance, shabar, resignation, qona'ah, and tawadlu. As for the despicable character: riya, kufr, shirk and nifaq, hasty, greedy, cowardly, low self-esteem (3) The method used in the formation of social piety educators, among others; Hiwar or dialogue, qishah or story, exemplary, habituation, advice and attention (targhib and tarhib). (4) The involvement of schools in developing such values: administrative staff of storing data on student progress; Internet server monitor internet usage; work security guard noticed, reported violations of students to teachers, then to kesantrian and to Counseling (BK) to call parents (5) Evaluation can be seen from the progress of science students, understanding the logic when the debate (discussion), the ability to explain the results of the understanding of religious materials through ihtifal and character personality iklash, obedient, confident, empathetic look when sympathy between friends to help in learning, respecting teachers and parents seniors, children diligent to the mosque is sincere with his own consciousness, honest, creative in adding to the treasures of science and develop interest. Based on the findings, researchers recommend the model of internalization of noble character to be used as an example of the application of formal education in elementary, junior high, high school and boarding school Model internalization through the stages of transformation, transaction and trans-internalization of the character of the educational process as well; moral knowing, moral feeling and moral action. Keywords : Internalization Value, Noble Moral Values, Social Piet

    Aplikasi Metode Dhariah > dalam UU No. 35/2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

    Get PDF
    Cases of violence in Indonesia based on data from the National Commission for Child Protection(KPA), In 2012, reports of violence against children rose to 2,637, with the presentation of 62 percentof the sexual violence include the category of sexual harassment as many as 122 cases, regarded as oneindicator of the poor quality of child protection , The existence of children who have not been able tolive independently, of course, is in desperate need of people as a shelter. The government has soughtlegal protection for children, so that children can get a guarantee for the continuity of life and living aspart of human rights through the Act No. 23 of 2002 on Child Protection. The low quality of childprotection in Indonesia, especially in sexual offenses and the amount of fines lot of criticism fromvarious circles of society. The changes legislation relating relating to the protection of childrenfrom LawNo. 23 of 2002 on the Protection of Children to Act No. 35 of 2014 about the amendment of Law No.23 of 2002 on Child Protection contains a number of new perspectives (new paradigm) on the protection of children. One of the new paradigm it is the approach of preventing violence against children. InIslamic law approaches in child protection can be understood through the concept dhari>ah are sometimes prohibited form of preventive measures mentioned sadd al-dhari>ah, sometimes recommendedeven obliged called Fath} al-dhari>ah. Methods dhari>ah in regulation Protection of Indonesian childrendevelop in accordance with the development needs of the community through a new paradigm of LawNo. 35 of 2014 on the Amendment of Act No. 23 of 2002 on Child Protection, on several things: theinvolvement of local governments in addition to the state, the government, society , families and theelderly, sexual crimes against children and restitution (compensation)

    Legal Certainty of Arbitration in The Settlement of Islamic Economic Civil Cases in The Perspective of Positive Law in Indonesia

    Get PDF
    One of Law enforcement efforts can be conducted through a non-litigation approach. In this, arbitration can be seen as a non-litigation legal effort and can be used to resolve Islamic economic civil cases. So far, arbitration law effort has been regulated in the Law Number 30 of 1999 and is widely used in the law enforcement practices. This study uses a normative-juridical method and a qualitative approach. The sources and techniques of data collection refers to the number of relevant literatures, and also analyzed deductively and inductively. The results of this study show that legal certainty of arbitration in the settlement of Islamic economic civil cases in the perspective of positive law in Indonesia that regulated in regulated in the Law Number 30 of 1999 has proven to be quite effective in resolving Islamic economic civil cases. The benefit of Islamic economic civil cases settlement through arbitration is the parties have the same position in the form of equality before the law, the process is easy, not expensive, and a win-win solution. Moreover, arbitration can also guarantee legal certainty and justice for the disputing parties

    Pemikiran Hukum Islam tentang Hibah dalam KHI (Analisis Fiqh dan Putusan Mahkamah Agung)

    Get PDF
    Pembentukan KHI melibatkan 13 Kitab fiqh sehingga menimbulkan kesesuaian dan ketidak kesesuaian fiqh Islam dengan KHI, seperti batas usia 21 tahun, hibah 1/3 dan perhitungan hibah sebagai warisan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui latar belakang pembentukan KHI, kesesuaian antara Fiqh Islam dengan pasal-pasal KHI tentang hibah dan Implementasi KHI dalam beberapa putusan tentang hibah. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan: pertama, Pembentukan KHI telah dilakukan MA bersama Depag Rl sejak lahirnya UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Kebutuhan akan kesamaan pandangan untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap aturan hukum Islam. Kedua, Kesesuaian antara Fiqh Islam dengan pasal-pasal KHI tentang hibah terlihat pada beberapa hal antaralain; Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki. Ketentuan usia 21 tahun tidak terdapat dalam fiqih Islam, merupakan ijtihad Ulama Indonesia dan ketentuan ini sejalan KUH Perdata Pasal 330. Ketiga, Implementasi KHI salah satunya pada Putusan Nomor 0071/Pdt.G/2010/MS.TTN tentang pembatalan Hibah, Pertimbangan Hukum dari Majelis Hakim antaralain: Kitab I’anatut Thalibin juz III halaman 41 “Rukun hibah dalam pengertian khusus sama dengan rukun jual beli yaitu ada tiga : pemberi hibah, benda yang dihibahkan dan ijab qobul”. Putusan Nomor 13/Pdt.G/2012/PA.Pts Tentang Perkara Gugat Waris, pemberian dari almarhum suami/orangtua kepada para ahli waris dikategorikan hibah sesuai dengan pasal 211 kompilasi hukum islam dimana pemberian atau “hibah dari orangtua kepada anaknya dianggap sebagai warisan”. Dan pasal 213 kompilasi hukum islam “ Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan ahli waris

    Telaah Prinsip Kafa’ah dalam Hadis tentang Kriteria Memilih Calon Pasangan (Pendekatan Kaidah al-‘Adatu Muhakkamah)

    Get PDF
    This research aims to examine more deeply the principle of Kafa'ah contained in the hadith regarding choosing a prospective partner who is classified according to four criteria, namely in terms of wealth, ancestry, appearance, and religion. These four criteria are then correlated with the rules of al-'Adatu Muhakkamah because it is considered that there is a tendency for each person to have the habit of choosing a potential partner according to their temperament, in other words choosing someone who is equal or equal to themselves. The research method used is a qualitative method with a library research approach. The results of this research can be concluded that understanding the hadith and opinions of ulama in choosing a mate must be based on the principle of Kafa’ah (equality) where this is also influenced by the habits that exist in society

    Peranan PUSBAKUM di Pengadilan Agama

    Get PDF
    Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal itu terdapat dalam UUD 1945 Pasal 28 D ayat (1). Dalam negara hukum, negara menjamin persamaan di hadapan hukum serta mengakui dan melindungi hak asasi manusia, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the low). Persamaan di hadapan hukum harus disertai pula dengan persamaan perlakuan (equal teatment). Salah satu bentuk adanya persamaan perlakuan adalah pemberian bantuan hukum kepada fakir miskin dalam rangka memperoleh keadilan (access to justice). Keberadaan Posbakum di Pengadilan Agama Bandung merupakan implementasi dari pasal 60C (1) UU No 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peraadilan Agama yang mewajibkan pembentukan Pusbakum pada setiap Pengadilan Agama untuk para pencari keadilan yang tidak mampu sehingga mereka dapat memperoleh bantuan hukum. Konstribusi Pusbakum di Pengadilan Agama Bandung yaitu memberikan suplai informasi-informasi yang cukup kepada individu atau kelompok sehingga mereka mengetahui hak-hak apa sajakah yang diberikan kepadany

    Mediasi: Model pelatihan, proses dan pengembangan

    Get PDF
    Mediasi di Pengadilan merupakan pelembagaan dan pemberdayaan perdamaian sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg, di mana sistem mediasi dikoneksikan dengan sistem proses berperkara di pengadilan (mediation connected to the court). Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan. Selain itu institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping proses pengadilan yang bersifat memutus. Penggabungan dua konsep penyelesaian sengketa ini diharapkan mampu saling menutupi kekurangan dan kelebihan yang dimiliki masing-masing konsep. Proses peradilan memiliki kelebihan dalam ketetapan hukumnya yang mengikat, akan tetapi rumitnya proses acara yang harus dilalui sehingga akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit yang harus ditanggung oleh para pihak dalam penentuan proses penyelesaian mediasi mempunyai kelebihan keterlibatan para pihak dalam penentuan proses penyelesaian mediasi mempunyai kelebihan dalam keterlibatan para pihak dalam penentuan proses pennyelesaian, sehingga prosesnya lebih sederhana, murah, dan cepat dan sesuai dengan keinginan. Akan tetapi kesepakatan yang dicapai tidak memiliki ketetapan hukum yang kuat, sehingga bila dikemudian hari salah satu dari pihak menyalahi kesepakatan yang telah dicapai, maka pihak yang lainya akan mengalami kesulitan bila ingin mengambil tindakan hukum
    corecore