38 research outputs found
Kalazion
Chalazion is granulomatous inflammation with lipogranuloma or chronic non-infectious inflammation of the eyelids, in the form of nodules formed by inflammation and obstruction of the Meibomian Tarsal or Zeis glands. This chalazion often occurs in all age groups, but is more common in adults than children, and affects men and women equally. A chalazion usually appears as a painless swelling of the eyelid that has been present for weeks to months, which can cause cosmetic deformity in the patient. The priority management of chalazion to reduce existing complaints is conservative management. Some methods for conservative management in cases of chalazion include warm compresses, cleaning the eyelids with baby shampoo, and massaging the eyelids. If conservative management fails, patients can be treated with pharmacotherapy or surger
Endoftalmitis Pasca Operasi Katarak
Endoftalmitis adalah suatu kondisi inflamasi pada jaringan dan cairan intraokular. Berdasarkan penyebabnya, endoftalmitis dapat dibagi menjadi dua yaitu endoftalmitis eksogen dan endogen. Endoftalmitis merupakan komplikasi serius yang ditakuti dan dapat terjadi pada setiap operator saat melakukan operasi katarak. Sebagian besar kasus mengakibatkan gangguan yang berat dan irreversibel hingga kebutaan. Semua pasien yang menjalani operasi katarak harus dievaluasi untuk setiap faktor risiko potensial yang dapat meningkatkan perkembangan endoftalmitis pasca operasi, mengelola risiko intraoperatif dan protokol profilaksis harus dipertimbangkan untuk mengurangi risiko endoftalmitis
Sindrom Mata Kering
Mata kering merupakan suatu kondisi ketidaknyamanan dalam pengelihatan penderita yang disebabkan karena kekurangan kelembaban, lubrikasi dalam mata. Sindrom mata kering adalah penyakit multifaktorial dari air mata dan permukaan mata yang menghasilkan gejala tidak nyaman pada mata, gangguan visual, dan ketidakstabilan selaput air mata yang berpotensi merusak permukaan mata secara perlahan. Gejala awal pasien akan mengeluh mata gatal, mata seperti berpasir, silau, dan penglihatan kabur, gejala sekresi mucus berlebih, sukar menggerakkan kelopak mata, mata kering, dan terdapat erosi kornea yang merupakan komplikasi lanjut. Pada stadium awal sindrom mata kering mungkin tidak berbahaya, namun pada fase lanjut dapat menimbulkan kerusakan bola mata. Penalaksanaan sindrom mata kering dapat berupa Self-Care at home seperti humidifier, Hot Compres, eye exercise, dan dapat berupa medical treatment seperti obat pelumas mata (lubrikan). Pada awal perjalanan sindrom mata kering, penglihatan sedikit terganggu. Pada kasus lanjut dapat timbul ulkus pada kornea, penipisan kornea, dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan dan bahkan sampai menimbulkan kebutaan
Penatalaksanaan Konjungtivitis Vernal pada Anak
Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva dan dapat diakibatkan oleh karena allergi, virus, bakteri, maupun akibat kontak dengan benda asing dan mengakibatkan timbul keluhan mulai dengan mata merah, gatal, produksi air mata yang meningkat hingga perubahan anatomi pada konjungtiva. Konjungtivitis vernal merupakan salah satu bentuk konjungtivitis allergi yang berulang khas musiman, bersifat bilateral yang sering ditemukan pada anak laki yang berusia kurang dari 10 tahun, diperkirakan diseluruh dunia insiden konjungtivitis vernal berkisar antara 0,1 % – 0,5 % dan cenderung lebih tinggi di negara berkembang. Meskipun biasanya sembuh sendiri, konjungtivitis vernal dapat mengakibatkan komplikasi kornea yang berpotensi membutakan. Pengobatan memerlukan upaya kolaboratif antara dokter mata dan ahli alergi atau imunologi.
Pterigium Okuli Dextra et Sinistra
Pterigium adalah salah satu gangguan permukaan mata yang umum terjadi. Pterigium selain menyebabkan gangguan kosmetik juga dapat menyebabkan hilangnya penglihatan apabila mencapai aksis penglihatan. Risiko timbulnya pterigium 44 kali lebih tinggi di daerah tropis seperti Indonesia jika dibandingkan dengan daerah non-tropis. Pasien wanita usia 63 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Cut Meutia dengan keluhan mata kanan terasa berasap sejak 6 bulan ini. Pasien mengeluhkan penglihatannya kabur, adanya rasa mengganjal terutama pada mata kanan, dan mata berair. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus OD 3/60 dan OS 6/45, pinhole visus tidak maju, serta ditemukan adanya selaput pada konjungtiva bulbi OD yang memanjang hingga kornea dan OS hingga limbus. Pasien didiagnosis dengan Pterigium OD grade IV dan Pterigium OS temporal grade II serta OS nasal grade I dengan Katarak Senilis. Pasien diberi artificial tears dan direncanakan untuk eksisi pterigium. Kacamata dan topi pelindung juga digunakan. Prognosis pasien secara umum adalah dubia ad bonam
Analysis of The Physicochemical and Sensory Quality of Adee Cake During Storage
Abstract: Cake is a wet food product made by baking dough from flour, sugar, eggs, milk, fat, and other additives. Adee cake is one of the typical foods marketed in the Pidie area, which is very famous and becomes one of the foods as souvenirs. The problem faced with this cake is the shelf life and quality of the cake. Therefore, this research was carried out about the physicochemical properties of Adee cake during the storage process and to observe the sensory properties. This study used a completely randomized design (CRD) with a non-factorial pattern, namely storage time consisting of (0, 1, 2, 3, and 4 days) with three repetitions. Further tests of DMRT will follow the analysis of variance ANOVA in this study. The results of the hardness analysis obtained an average of 51.43 gf. The color analysis showed that the average coefficient value was 111 on the top and 252 on the inside showing a very significant difference. Chemical analysis obtained the average, namely, water content 39.30%, ash content 0.79%, fat content 7.94%, protein content 1.82%, crude fiber content 0.70%, and carbohydrates 49.76%, showed a very significant difference (P≤0.01). The organoleptic test analysis (hedonic) obtained the average, namely, color 3.63, texture 3.29, flavor 3.64, taste 3.30, and overall 3.46 showed a very significant difference (P≤0.01).Abstrak: Cake merupakan salah satu produk makanan semi-basah yang dibuat dengan pemanggangan adonan dari tepung, gula, telur, susu, lemak dan bahan tambahan lainnya. Cake adee ini merupakan salah satu makanan khas yang dipasarkan di daearah Pidie, yang sangat terkenal dan menjadi salah satu makanan sebagai oleh-oleh, problem yang dihadapi pada cake ini adalah masa simpan dan kualitas dari kue tersebut, oleh karena itu dilakukan penelitian tentang sifat fisikokimia kue Adee selama proses penyimpanan dan mengamati sifat sensorisnya. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola non faktorial yaitu lama penyimpanan yang terdiri dari (0, 1, 2, 3, dan 4 hari) dengan tiga kali pengulangan. Selanjutnya uji DMRT akan mengikuti analisis varians ANOVA pada penelitian ini. Hasil analisis kekerasan diperoleh rata-rata 51,43 gf, hasil analisis warna menunjukkan nilai koefisien rata-rata 111 pada bagian atas dan 252 pada bagian dalam menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Analisis kimia diperoleh rata-rata kadar air 39,30%, kadar abu 0,79%, kadar lemak 7,94%, kadar protein 1,82%, kadar serat kasar 0,70%, dan karbohidrat 49,76%, menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P≤0,01). Uji organoleptik (hedonik) diperoleh rata-rata yaitu warna 3,63, tekstur 3,29, rasa 3,64, rasa 3,30, dan keseluruhan 3,46 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P≤0,01)
Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Produksi Bumbu Bubuk Instan “Meurasa” Masakan Khas Aceh
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) saat ini dituntut oleh pemerintah dan pelanggan
untuk menunjukkan bahwa mereka mampu menerapkan sistem yang efektif untuk memenuhi
persyaratan GHP (Good Handling Practices) dan HACCP (Hazard Analisis Critical Control
Point) yang merupakan dasar untuk keamanan pangan. Industri makanan bertanggung jawab
untuk menerapkan HACCP. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk menerapkan HACCP
pada proses produksi bumbu bubuk instan “Meurasa” masakan khas Aceh. Adapun kegiatan
yang dilakukan meliputi observasi secara langsung dan wawancara kepada pemilik usaha dan
pekerjanya, serta melakukan identifikasi dan analisis bahaya meliputi potensi bahaya fisik,
kimia dan biologi pada bahan baku, kemasan dan proses produksi. Kegiatan ini menghasilkan
temuan bahwa terdapat 3 jenis potensi bahaya yang ditinjau dari segi fisik, kimia dan biologi
terhadap aspek produksi pada pembuatan bumbu bubuk instan yaitu ada 5 tahap proses
produksi yang dianggap sebagai Critical Control Point (CCP) di antaranya proses penerimaan
bahan baku, pencucian, pemasakan, pengeringan (pengovenan), dan pengemasan
Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Produksi Bumbu Bubuk Instan “Meurasa” Masakan Khas Aceh
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) saat ini dituntut oleh pemerintah dan pelanggan
untuk menunjukkan bahwa mereka mampu menerapkan sistem yang efektif untuk memenuhi
persyaratan GHP (Good Handling Practices) dan HACCP (Hazard Analisis Critical Control
Point) yang merupakan dasar untuk keamanan pangan. Industri makanan bertanggung jawab
untuk menerapkan HACCP. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk menerapkan HACCP
pada proses produksi bumbu bubuk instan “Meurasa” masakan khas Aceh. Adapun kegiatan
yang dilakukan meliputi observasi secara langsung dan wawancara kepada pemilik usaha dan
pekerjanya, serta melakukan identifikasi dan analisis bahaya meliputi potensi bahaya fisik,
kimia dan biologi pada bahan baku, kemasan dan proses produksi. Kegiatan ini menghasilkan
temuan bahwa terdapat 3 jenis potensi bahaya yang ditinjau dari segi fisik, kimia dan biologi
terhadap aspek produksi pada pembuatan bumbu bubuk instan yaitu ada 5 tahap proses
produksi yang dianggap sebagai Critical Control Point (CCP) di antaranya proses penerimaan
bahan baku, pencucian, pemasakan, pengeringan (pengovenan), dan pengemasan
Isolation and identification of microalgae as omega-3 sources from mangrove area in Aceh Province
Omega-3 fatty acids such as eicosapentaenoic acid (EPA) and docosahexaenoic acid (DHA) are essential fatty acids with numerous health benefits. The main sources of these fatty acids are fish and fish oils. However, fish supply is limited and the availability is uncertain. There are two main problems with regard to fish supply: overfishing and mercury contamination. In addition, food enrichment with fish oil is apparently challenging due to sensitivity of fish oil to oxidation, and fishy smell which make them less attractive to consumers. Based on above problems, alternative sources of EPA and DHA must be found. Analternative for omega-3 fatty acids are microalgae. This research aims to isolate, identify, and find microalgae biodiversity that are able to produce omega-3 fatty acids in their cells. Microalgae were isolated from fallen, senescent leaves of mangrove tree (Kandelia candel) in two locations in Aceh. The colonies were identified morphologically using light and stereo microscopes with 1000x magnifications. The results were compared with those in literatures. This research has isolated and identified some genus of microalgae thatwere predicted belong to order Labyrinthulida and family Thraustochytriidae. Morphological observations have also confirm identification of one fungi, genus Mortierella. All identified microalgae and fungi are omega-3 fatty acids producers, mainly EPA and DH
KUALITAS SENSORIS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KUE BAWANG YANG DIPERKAYA PASTA UMBI BIT MERAH (Beta vulgaris L.)
Shallots crisp is one type of traditional Indonesian food that is favoured by the wider community. Currently, public awareness of healthy food is increasing, including in choosing snacks. Red beetroot is a tuber plant that has the advantage of being a natural coloring agent and a source of antioxidants. Aims of this study were to determine the antioxidant activity and sensory test of shallots crips with the addition of beetroot paste at various concentrations. This study used a non-factorial Completely Randomized Design. The treatment used was making shallots crips using 200 g of flour added with a concentration of beetroot paste with a concentration of F1=20%, F2=30%, F3=40%, F4=50%, and F5=60%. Repetition was carried out 3 times to obtain 15 trials. The analysis carried out was the hedonic test, the description test on organoleptic including color, aroma, taste and texture as well as testing the antioxidant activity and water content of the Shallots cripss added with red beetroot paste. The results showed that the addition of red beetroot paste had a significant effect (p<0.05) on antioxidant activity, water content, description test and hedonic test for color, aroma, taste and texture. This research recommends F3 treatment as the best treatment alternative considering its antioxidant activity (58.26%); moisture content (3.40%); color description 4.44 (purplish red), onion and beetroot cake aroma description 3.52 (normal/typical), savory taste description 3.27 (normal/typical), texture description 3.29 (normal/typical) and hedonic with a color score of 3.99 (likes), aroma 3.81 (likes), taste 4.27 (likes) and texture 4.10 (likes).Kue bawang merupakan makanan tradisional Indonesia yang disukai oleh masyarakat luas. Saat ini trend masyarakat terhadap makanan sehat semakin meningkat, termasuk dalam memilih makanan ringan. Penambahan umbi bit merah sebagai zat pewarna alami dan sumber antioksidan diduga dapat meningkatkan kualitas kue bawang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas sensoris dan aktivitas antioksidan kue bawang dengan penambahan pasta umbi bit merah pada berbagai konsentrasi. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal, perlakuan yang digunakan adalah jumlah pasta umbi bit merah yaitu dengan konsentrasi F1 = 20%, F2 = 30% , F3 = 40%, F4 = 50%, dan F5 = 60%. Analisis yang dilakukan yaitu uji hedonik, uji deskripsi terhadap organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur serta menguji aktivitas antioksidan dan kadar air kue bawang yang ditambahkan pasta umbi bit merah. Penambahan pasta umbi bit merah memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap uji deskripsi dan uji hedonik (warna, aroma, rasa dan tekstur), aktivitas antioksidan dan kadar air. Perlakuan yang direkomendasikan adalah F3 dengan deskripsi warna merah keunguan (4,44), aroma kue bawang dan umbi bit merah normal/khas (3,53), rasa gurih normal/khas (3,27), tekstur normal/khas (3,29); serta hedonik dengan skor warna 3,99 (suka), aroma 3,81 (suka), rasa 4,27 (suka) dan tekstur 4,10 (suka); aktivitas antioksidan (58,26%); dan kadar air (3,40%)