15 research outputs found

    PEMANFAATAN TINGGALAN KOLONIAL DI PULAU NEIRA, KEPULAUAN BANDA, KABUPATEN MALUKU TENGAH SEBAGAI UPAYA PRESERVASI CAGAR BUDAYA

    Get PDF
    This article written to explain about heritage preservation in Banda, especially how to made some management and utilization of cultural heritage in Banda Island. Banda actually is an important locality related to past civilization, where in this area there are many traces of colonial buildings that must be preserved in order to treat the historiographical pieces that exist in one of Indonesia regions. In the past, Neira Island was the center of trade and cultural activities for the various ethnic groups. This research aims to look at the various archaeological remains in Banda Neira and what kind of management form that use have been carried out by various stakeholders there. Are they use management and utilization based on significance value and conservation perspective. The methods applied in this research are surveys and interviews. The result showed that Neira which has aquite number of archaeological remains in the form of colonial buildings, has now changed its use to government offices, mini museums, and etc. The management of cultural heritage in Neira shows a situation where the function and use of colonial buildings has not been managed optimally. In other words, management that ignores significance value and not to tendention for conservation and preserved authentic value of archaeological remains, will ruined as cultural heritage meaning. Artikel ini ditulis untuk melihat bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan warisan budaya yang ada di Pulau Banda. Pulau Banda sendiri menjadi lokalitas penting berkaitan dengan peradaban silam, dimana di wilayah ini banyak terdapat jejak tinggalan bangunan kolonial yang harus dipreservasi guna merawat kepingan historiografi yang ada di salah satu wilayah Indonesia. Pulau Neira di masa lalu menjadi pusat aktivitas perdagangan dan kultural dari berbagai suku bangsa yang pernah singgah di wilayah ini. Penelitian ini bertujuan melihat pelbagai tinggalan arkeologis di Banda Neira dan menilik bentuk pemanfaatan dan pengelolaan yang sudah dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan di sana. Apakah pengelolaan dan pemanfaatan jejak tinggalan arkeologis disana sudah berbasis nilai penting dan berwawasan pelestarian. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah survei dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Neira yang memiliki cukup banyak tinggalan arkeologis berupa bangunan kolonial, kini penggunaanya telah beralih fungsi menjadi kantor pemerintahan, museum mini, dan sebagainya. Pengelolaan warisan budaya di Neira menunjukkan situasi dimana alih fungsi pemanfaatan bangunan kolonial, belum dikelola secara maksimal. Dengan kata lain pengelolaan yang tidak mengindahkan manajemen berbasis nilai penting dan bertendensi pelestarian akan mengakibatkan tergerusnya nilai otentik dari tinggalan-tinggalan arkeologis tersebut sebagai cikal bakal cagar budaya. Kata kunci: Nilai penting; pelestarian; warisan budaya; manajemen sumberdaya budaya

    Tinggalan Batu Lumpang di Desa Ruko, Kecamatan Tobelo: Tinjauan Atas Konteks Sejarah dan Sosial Budaya Kerajaan-Kerajaan Lokal di Halmahera Utara

    Get PDF
    Batu Lumpang in the archaeological perspecitve is known as remains with the characteristic as a tool for mashing food . This stone has a container shape that made of stone vessels were notched in the middle. The purpose of this study is to initiate the prelimenary study of the batu lumpang in the Ruko village, the District Tobelo , North Halmahera and will be use as a data that assist the interpreationt and explaination on the history of  North Halmahera. The research method adopted in this study is observation and interviews. Qualitative analysis and ethnoarchaeology analysis has been adopted to see the depth of the data to be interpreted. Results of the study shows that the  factors of hegemony of the Ternate empire who conquered Moro and an abundance of food sources in Moro, as well as the strong indication of batu lumpang as the main supporting objects for the  economic activity at that time.Batu lumpang dalam khasanah arkeologi dikenal sebagai tinggalan dengan ciri yang mengarah sebagai alat menumbuk makanan. Batu ini merupakan wadah yang berbentuk bejana terbuat dari batu yang berlekuk di tengahnya. Tujuan dari penelitian ini sebagai studi awal dalam melihat tinggalan batu lumpang yang ada di Desa Ruko Kec. Tobelo Kab. Halmahera Utara sebagai data yang membantu menginterpretasi dan menjelaskan sebuah peristiwa sejarah yang panjang di Halmahera Utara. Metode penelitian menggunakan observasi langsung dan wawancara. Analisis kualitatif dan analisis etnoarkeologi diperlukan untuk melihat kedalaman data yang hendak diinterpretasikan. Hasil dari penelitian adalah faktor hegemoni kekuasaan dari kerajaan Ternate yang menaklukkan kerajaan Moro dan berlimpahnya sumber bahan pangan di Moro menjadikan indikasi kuat batu lumpang sebagai penyokong aktivitas ekonomi pada kala itu

    Pengelolaan Sumber Daya Arkeologi di Pulau Haruku dan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah

    Get PDF
    Abstract. The management of cultural heritage in various parts of Indonesia is still a major issue that is often used in many studies of Cultural Resource Management. Problems that arise often intersect with matters of identity, authenticity, and authority that directly target the cultural heritage. The three things mentioned above are significant in seeing the root of the problem, about how cultural heritage with physical appearances has not been included in the list of cultural heritage. This research is an exploratory survey conducted in Haruku and Saparua Islands, or known locally as Lease Islands. The purpose of this study is to share about public archaeology to the community and stakeholders, based on the management issues in several old mosques and colonial heritage fortresses in Haruku and Saparua Islands. The method used in this study was by collecting data in the form of photographs and geographical degrees, as well as conducting interviews with local people. The result of this research hopefully will benefit the community and stakeholders when doing archaeological management system of those heritage buildings. Keywords: Management, Significant Value, Archaeological Resources, Mollucas, Haruku and Saparua Islands Abstrak. Permasalahan pengelolaan tinggalan warisan budaya (heritage) di berbagai wilayah Indonesia menjadi isu utama yang kerap digunakan dalam banyak studi culture resource management. Permasalahan yang muncul sering bersinggungan dengan hal identitas, otentisitas, dan otoritas yang langsung menyasar warisan budaya tersebut. Ketiga hal yang disebutkan di atas tersebut sering menjadi hal ikhwal dalam melihat akar permasalahan, bagaimana suatu warisan budaya, terutama yang berupa bangunan belum dimasukkan dalam daftar cagar budaya. Penelitian ini bersifat survei eksploratif yang dilakukan di Pulau-pulau Lease, yaitu Haruku dan Saparua. Tujuan penelitian ini untuk mendistribusikan pengetahuan arkeologi, khususnya pemahaman arkelogi publik. Metode penelitian yang dilakukan di lapangan adalah pengumpulan data berupa foto, keletakan geografis, dan pengumpulan data oral hasil wawancara terhadap informan secara kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah berkenaan otentisitas Masjid Tua Rohomoni, Benteng New Zelandia di Pulau Haruku, dan Duurstede di Pulau Saparua yang masih cukup terjaga keasliannya karena masyarakat dan stakeholder lain di sekitar situs menganggap semua bangunan tersebut bernilai penting yang harus dikelola dengan sistem manajemen arkeologi yang berbasis nilai penting pula. Kata kunci: Pengelolaan, Nilai Penting, Sumber Daya Arkeologi, Maluku, Pulau Haruku dan Saparu

    Penggunaan Tinggalan Batu Pamali Sebagai Media Pelantikan Raja Di Desa Liang Kec. Teluk Elpaputih Kabupaten Maluku Tengah

    Full text link
    The Scattered remains of the prehistoric period in the Moluccas is patterned megalithic artifacts. Such objects are usually stillin contact with communal society and often used as a megalithic tradition. The purpose of research is to look at the dimensions of contemporary culture and taboos of the stone used as a medium for the inauguration rite father the king. The method used in this study is a qualitative approach and the approach etnoarkeologi. Obtained from this study is a holistic picture that taboos are still preserved remains of stone used in communal societies. Research conclusions obtained is that the tradition continues the use of stone as a medium pamali rite inauguration of the king is a wealth of local cultural repertoire.Tinggalan masa prasejarah yang tersebar di daerah Maluku adalah artefak yang bercorak megalitik. Benda tersebut biasanya masih bersinggungan dengan komunal masyarakat dan acapkali digunakan sebagai tradisi megalitik. Tujuan penelitian adalah untuk melihat dimensi kebudayaan dan kekinian dari batu pamali yang digunakan sebagai media ritus pelantikan bapa raja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan etnoarkeologi.Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebuah gambaran yang holistik bahwa tinggalan batu pamali masih lestari digunakan dalam komunal masyarakat. Kesimpulan penelitian yang diperoleh adalah bahwa tradisi berlanjut yang menggunakan batu pamali sebagai media ritus pelantikan raja merupakan khasanah kekayaan budaya lokal

    Karakteristik dan Habitasi Moluska di Situs Hatusua Seram Bagian Barat Maluku Indonesia

    Get PDF
    Hatusua is a late prehistoric site in the southern coast of west Seram. Chronologically dated until 1,100 BP, Hatusua is a site with rich molusc findings. The aim of this research is to identify the profile of molusc in Hatusua site and its habitation characteristic in the regional context. Collecting data with surface survey, excavation and bibliographical study have been adopted as the approach in this research. The results show that The Hatusua Site is Site Complex with the history of geological genesis was a part of wallacea with the biotic marine faunal profile related to Sahul. Situs Hatusua adalah situs berkarakter masa prasejarah akhir di wilayah pesisir selatan seram bagian barat. Situs yang memiliki penanggalan hingga 1,100 tahun silam, ini merupakan salah satu situs yang banyak diidentifikasi temuan moluska. Penelitian ini bertujuan untuk mengenali profil temuan moluska yang ada di Situs Hatusua dan karakteristik habitasinya dalam konteks kawasan. Pengumpulan data dilakukan melalui survei permukaan, ekskavasi dan telaah pustaka. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Situs Hatusua yang berada di Seram Bagian Barat merupakan kawasan situs yang memiliki histori pembentukan geologisnya termasuk dalam zona transisi Asia-Australia (Wallasea) dengan kecenderungan fauna biotis lautnya termasuk dalam kategori Zona Kawasan Sahul

    Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol.21 No.2 Tahun 2016

    Get PDF
    Seluruh artikel yang dimuat di dalam terbitan Volume 21 No. 2 bulan November tahun 2016 ini melingkupi kajian arkeologi, sejarah, antropologi budaya, serta geologi yang saling melengkapi satu dengan lainnya. Tulisan Prasetyo dan Fahrozi mengenai tradisi masyarakat Lebong menunjukkan aspek budaya masa lalu yang masih berperan di tengah penduduk setempat hingga saat ini. Hal tersebut menarik untuk disimak karena ‘benang merah’ antara sejarah lokal dengan tradisi masyarakat setempat berkat keberadaan tinggalan arkeologis di wilayah tersebut, tentunya berdasarkan kajian lintas disiplin yaitu antropologi budaya. Edisi kali ini juga memuat pembahasan aspek-aspek megalitik yang dibahas oleh Surbakti melalui penelitiannya di Situs Waeyasel (Maluku). Songket sebagai warisan budaya tangible kebanggaan masyarakat Sumsel menjadi fokus pembahasan oleh Purwanti dan Siregar. Artikel tersebut berhasil memperkaya khazanah pengetahuan terkait sejarah songket yang dikaji melalui sudut pandang arkeologi. Budaya Indonesia yang turut diperkaya oleh pengaruh agama Islam ternyata masih menyisakan aspek-aspek kebudayaan Pra-Islam yang terlihat dalam ‘ritual Asyeik’. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi peneliti independen Sunliensyar di dalam artikelnya. Terakhir, Fadhlan S. Intan yang telah lama malang-melintang di dalam penelitian geoarkeologi di Indonesia menyumbangkan hasil analisisnya di situs Gua Batu berdasarkan pengamatan di lapangan yang telah dilakukannya. Artikel tersebut menarik untuk disimak karena menunjukkan bagaimana peran geologi yang teramat penting dalam kajian arkeologi, khususnya dalam hal hunian gua prasejarah di Indonesia

    Penggunaan Tinggalan Batu Pamali sebagai Media Pelantikan Raja di Desa Liang Kec. Teluk Elpaputih Kabupaten Maluku Tengah

    No full text
    The Scattered remains of the prehistoric period in the Moluccas is patterned megalithic artifacts. Such objects are usually stillin contact with communal society and often used as a megalithic tradition. The purpose of research is to look at the dimensions of contemporary culture and taboos of the stone used as a medium for the inauguration rite father the king. The method used in this study is a qualitative approach and the approach etnoarkeologi. Obtained from this study is a holistic picture that taboos are still preserved remains of stone used in communal societies. Research conclusions obtained is that the tradition continues the use of stone as a medium pamali rite inauguration of the king is a wealth of local cultural repertoire.Tinggalan masa prasejarah yang tersebar di daerah Maluku adalah artefak yang bercorak megalitik. Benda tersebut biasanya masih bersinggungan dengan komunal masyarakat dan acapkali digunakan sebagai tradisi megalitik. Tujuan penelitian adalah untuk melihat dimensi kebudayaan dan kekinian dari batu pamali yang digunakan sebagai media ritus pelantikan bapa raja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan etnoarkeologi.Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebuah gambaran yang holistik bahwa tinggalan batu pamali masih lestari digunakan dalam komunal masyarakat. Kesimpulan penelitian yang diperoleh adalah bahwa tradisi berlanjut yang menggunakan batu pamali sebagai media ritus pelantikan raja merupakan khasanah kekayaan budaya lokal
    corecore