15 research outputs found

    Prevalensi Dan Faktor Resiko Penyakit Footrot Pada Sapi Perah Di Kabupaten Sleman

    Full text link
    Kajian epidemiologis penyakit footrot telah dilaksanakan terhadap 769 ekor sapi perah dari 193 peternak di kabupaten Sleman Yogyakarta. Prosedur pengambilan sampel dilakukan dengan kombinasi antara sampling tiga tahapan dan klaster, yaitu Kecamatan, Desa, dan peternak. Hewan dikatakan positif footrot klinis, apabila menunjukkan adanya kerusakan jaringan antara belahan kuku, ada atau tidaknya bengkak dan pincang. Kajian ini bertujuan untuk mendeteksli 1) prevalensi penyakit footrot pada sapi perah di kabupaten Sleman, dan 2) mendeteksi faktor-faktor yang berhubungan dengan prevalensi penyakit pada ternak sapi perah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi footrot klinis pada tingkat peternak adalah sebesar 12,9%(25/193). Pada tingkat petemak faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit adalah drainase(p<0,01), pengalaman beternak (p<0,01), umbaran(p <0,01), p otong kuku (p<0,05), kebersihan kandang (p<0,05), dan jumlah kepemilikan(p<0,01). Faktor-faktor lain seperti pendidikan, pengetahuan footrot, permukaan kandang dan lantai kandang tidak berasosiasi terhadap terjadinya footrot klinis

    Determination of mecA Gene in Staphylococcus spp., Isolate Subclinical Mastitis Ettawa Crossbred Goat Milk in Sleman Regency

    Get PDF
    Abstract. Antibiotic treatment is one of the recommended approaches to reduce intramammary infection. Currently, antibiotic resistance is problem in the livestock treatment, especially Methichilin resistance Staphylococcus aureus (MRSA). The mec A gene has a role in MRSA coding. Therefore, the aim of the present study was to determine the mecA gene in Staphylococcus spp., isolate subclinical mastitis Ettawa crosbreed goat’s milk from Sleman Regency. A total of seven Stapylococcus spp., isolate subclinical mastitis Ettawa crosbreed goat  be composed isolate S. aureus (1), S. epidermidis (1), S. hyicus (2) and S. intermedius (3) were used. Antibiotic susceptibility against Stapylococcus spp., isolate was determined by agar diffusion methode using the following antibiotic Cefoxitime and Oxacillin. The mecA gene was detected by polymerase chain reaction (PCR). The study showed that all isolate S. aureus, S. epidermidis, S. hyicus and S. intermedius resistance Cefoxitime, whereas Oxacillin resistance occured in two isolate S. intermedius and one isolate S. hyicus. The mecA gene only detected in one isolate S. hyicus, but none in the others isolate.  Key words: Staphylococcus spp, detection, mecA gene, subclinical mastitis Abstrak. Pengobatan dengan antibiotik merupakan salah satu hal yang dianjurkan untuk mengurangi infeksi ambing. Saat ini resistensi antibiotik merupakan masalah dalam pengobatan ternak, terutama Methichilin resisten Staphylococcus aureus (MRSA). Gen mecA berperan dalam menyandi terjadinya MRSA, oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan gen mecA dalam Staphylococcus spp., yang diisolasi dari susu kambing peranakan Ettawa mastitis subklinis dari kabupaten Sleman. Sebanyak 7 isolat Staphylococcus spp., asal mastitis subklinis kambing peranakan Ettawa terdiri dari S. aureus (1), S. epidermidis (1), S. hyicus (2) dan S. intermedius (3) digunakan dalam penelitian ini. Uji kepekaan antibiotik terhadap Staphylococcus spp., dengan metode agar difusi menggunakan antibiotik Cefoxitime dan Oxacillin. Gen mecA dideteksi dengan polymerase chain reaction (PCR). Berdasarkan penelitian ini menunjukkan bahwa semua isolat S. aureus, S. epidermidis, S. hyicus dan S. intermedius resisten terhadap Cefoxitime, sedangkan terhadap Oxacillin pada dua isolat S. intermedius dan satu isolat S. hyicus. Gen mecA hanya terdeteksi dalam satu isolat S. hyicus dan negatif untuk isolat yang lain.  Kata kunci: Staphylococcus spp, deteksi, gen mecA, subclinical mastiti

    VIRULANCE FACTOR OF Staphylococcus sp. ISOLATED FROM SUBCLINICAL MASTITIS IN ETTAWA GRADE GOAT’S MILK IN SLEMAN REGENCY -YOGYAKARTA

    No full text
    Stapphylococcus sp., is bacteria that caused subclinical mastitis in Ettawa Grade (EG) goat. Thepurpose of this study was to determine virulance factor Stapphylococcus sp., which was isolated fromsubclinical mastitis EG goat’s milk in Sleman regency, Yogyakarta. A total of 7 isolate Stapphylococcussp., were isolated from subclinical mastitis EG goat’s milk were determinated by several virulancefactors such as haemolysin, clumping factor, and coagulase. Haemolysin was determinated by culture inblood agar plate and incubated in the temperature of 37°C for 24 hours. Clumping factor wasdeterminated by mixing the rabbit plasma with Stapphylococcus sp., in the glass objects. Coagulase wasdeterminated by mixing the rabbit plasma and broth culture of Stapphylococcus sp. After incubated inthe temperature of 37°C for 24 hours in tube, then the gel formation was observed. Haemolytic type ßwas yielded from 5 isolate Stapphylococcus sp., whereas 2 isolates were not haemolytic. Clumpingfactor and coagulase were produced from 2 isolate Stapphylococcus sp. This study showed that not all ofStapphylococcus sp., isolate causing subclinical mastitis in EG goat have virulance factor

    Status Vaksinasi Rabies Pada Anjing Di Kota Makassar Rabies Vaccination Status of Dogs in Makassar

    Get PDF
    Telah dilakukan suatu analisis cakupan vaksinasi rabies pada anjing di kota Makassar. Tujuan penelitian iniadalah untuk mengetahui cakupan vaksinasi anjing bertuan, serta asosiasi antara status vaksinasi dan faktorfaktormanajemen pemeliharaan anjing. Sebanyak 246 sampel anjing dipilih untuk mengetahui status vaksinasirabies. Analisis status vaksinasi dan faktor pemeliharaan anjing dilakukan secara deskriptif. Uji Chi square (c2)dan odds ratio (OR) digunakan mengetahui asosiasi antara faktor-faktor yang diteliti dan status vaksinasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan vaksinasi pada anjing bertuan di kota Makassar sangat rendah(21 %). Rendahnya cakupan vaksinasi tersebut diperkirakan berhubungan dengan cara pemeliharaan (P=0,002;OR=4,3), tujuan pemeliharaan (P=0,009; OR=2,3), pengetahuan pemilik tentang rabies (P=0,001; OR=3,0),penghasilan di atas Rp 2.000.000,00 (p=0,000; OR=5,0), dan lokasi pemeliharaan urban area (P=O,OOOI; OR=4, 1)

    Penentuan Dan Analisis Secara Molekuler Dam Strain Schistosoma Japonicum (Trematoda) Di Indonesia = Determination and Molecular Analysis of Strain of Schistosoma Japonicum (Trematoda) in Indonesia

    Full text link
    Schistosomiasis adalah penyakit endemik yang dapat menyerang manusia dan hewan di sekitar danau Lindu dan lembah Napu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya variasi intra-spesies dari cacing dewasa Schistosoma japonicwn berasal dari Indonesia. Tikus liar dan siput, Oncomelania hupensis lindoensis, diambil dari danau Lindu dan lembah Napu, Sulawesi Tengah. Serkaria S. japonicum yang keluar dari siput kemudian di infeksikan ke lima ekor mencit untuk pengamatan cacing dewasa dan Perubahan histopatologi semua organ. Serkaria dan owing dewasa diamati morfologinya, sebagian cacing dewasa di fiksasi dengan larutan ethanol absolut untuk dilakukan ekstraksi rDNA, amplifikasi dengan PCR, atau analisis restriction length fragment polymorphism (RFLP) dengan enzim digesti dan elektrophoresis pada agarose. Ekstraksi rDNA caring jantan dan betina secara individual dengan metoda phenol chloroform dan amplifikasi rDNA. menunjukkan hasil band yang baik. Hasil analisis RFLP dengan menggunakan 3 enzim Windifi, EcoRI dan menunjukkan perbedaan strain S. japonicum yang berasal dari Napu dan Lindu. Variasi intra-spesies rDNA cacing dewasa dijumpai pula di lembah Napu

    Pro-poor risk reduction strategy for HPAI control in backyard poultry in Indonesia: a project overview and approaches used

    No full text
    Considering that Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) in developing countries is not solely a veterinary problem, especially in backyard flocks, and an acceptable control can only be successful with the involvement of those small holders a research agenda was developed by an international expert team in collaboration with national partners from four African countries (Nigeria, Kenya, Ethiopia, Ghana) and Indonesia. The team includes veterinary and economic scientists. Despite significant scientific advances made towards understanding of HPAI, knowledge gaps remain on e.g. disease epidemiology and economic impact of HPAI and its control with specific emphasis on the effects of alternative mitigation strategies on livelihoods. Moreover, there is a limited understanding of the institutional arrangements most suited for disease control in different production systems. To address the knowledge gaps several components were developed and implemented in all five countries consisting of (a) Risk assessment, (b) Livelihood and (c) Institutional analysis. A planned cross-country analysis will allow to identify similarities and differences in HPAI control and its success between the project countries. The submitted paper will present used approaches for each research component with special emphasis on implemented activities in Indonesia, a country where HPAI is considered to be endemic in many parts of the country and conventional control measures have failed to limit substantially the spread of the disease. Beside of this a situation overview on HPAI will be provided
    corecore