1,123 research outputs found

    Quantitative evaluation of motor function before and after engraftment of dopaminergic neurons in a rat model of Parkinson's disease

    Get PDF
    Although gait change is considered a useful indicator of severity in animal models of Parkinson's disease, systematic and extensive gait analysis in animal models of neurological deficits is not well established. The CatWalk-assisted automated gait analysis system provides a comprehensive way to assess a number of dynamic and static gait parameters simultaneously. In this study, we used the Catwalk system to investigate changes in gait parameters in adult rats with unilateral 6-OHDA-induced lesions and the rescue effect of dopaminergic neuron transplantation on gait function. Four weeks after 6-OHDA injection, the intensity and maximal area of contact were significantly decreased in the affected paws and the swing speed significantly decreased in all four paws. The relative distance between the hind paws also increased, suggesting that animals with unilateral 6-OHDA-induced lesions required all four paws to compensate for loss of balance function. At 8 weeks post-transplantation, engrafted dopaminergic neurons expressed tyrosine hydroxylase. In addition, the intensity, contact area, and swing speed of the four limbs increased and the distance between the hind paws decreased. Partial recovery of methamphetamine-induced rotational response was also noted

    Image-based 3D Scene Reconstruction and Rescue Simulation Framework for Railway Accidents

    Get PDF
    Although the railway transport is regarded as a relatively safe transportation tool, many railway accidents have still happened worldwide. In this research, an image-based 3D scene reconstruction framework was proposed to help railway accident emergency rescues. Based on the improved constrained non-linear least square optimization, the framework can automatically model the accident scene with only one panorama in a short time. We embedded the self-developed global terrain module into the commercial visualization and physics engine, which makes the commercial engine can be used to render the static scene at anywhere and simulate the dynamic rescue process respectively. In addition, a Head Mounted Device (HMD) was integrated into this framework to allow users to verify their rescue plan and review previous railway accidents in an immersive environment

    Selenium Molecules And Their Possible Role In Deep Emission From Glasses Doped With Selenide Nanocrystals

    Get PDF
    We report the observation of Raman scattering from a vibration mode with frequency of 320 cm-1 and its higher-order harmonics in silicate glasses doped with selenide semiconductor nanocrystals such as CdSe and ZnSe. Comparison with Raman spectra of glasses and alkali halides doped with Se suggests that these modes are caused by the presence of selenium molecules in the glasses. When excited in the blue and green by an Ar+ laser, glasses containing Se only are found to emit strong near-infrared luminescence whose peak and line shape are very similar to the so-called "deep emission" observed frequently from selenide-doped glasses. Possible effects of Se molecules on the linear and nonlinear optical properties of glasses containing selenide nanocrystals are discussed. © 1996 American Institute of Physics.80210541057Yoffe, A.D., (1993) Adv. Phys., 42, p. 173Beadie, G., Lawandy, N.M., (1995) Opt. Lett., 20, p. 2153Gomes, A.S.L., Dearaujo, C.B., Miliou, A., Srivastava, R., (1993) Electron. Lett., 29, p. 1246Flytzanis, C., Hache, F., Klein, M.C., Richard, D., Roussignol, P., (1991) Progress in Optics, 29. , North-Holland, AmsterdamWilliams, V.S., Olbright, G.R., Fluegel, B.D., Koch, S.W., Peyghambarian, N., (1988) J. Mod. Opt., 35, p. 1979Krull, M., Coutaz, J.-L., (1990) J. Opt. Soc. Am. B, 7, p. 1463. , and references thereinLiu, L.C., Risbud, S.H., (1990) J. Appl. Phys., 68, p. 28Baganich, A.A., Mikla, V.I., Semak, D.G., Sokolov, A.P., Shebanin, A.P., (1991) Phys. Status Solidi, 166, p. 297Griffiths, J.E., Malyj, M., Espinosa, G.P., Remeika, J.P., (1984) Phys. Rev. B, 30, p. 6978Leite, R.C.C., Scott, J.F., Damen, T.C., (1969) Phys. Rev. Lett., 22, p. 780Scott, J.F., Leite, R.C.C., Damen, T.C., (1969) Phys. Rev., 188, p. 1285Martin, T.P., (1976) Phys. Rev., 13, p. 3617Fabian, H., Fischer, F., (1989) J. Raman Spectrosc., 20, p. 515Rebane, L.A., Khaldre, T.Yu., (1977) JETP Lett., 26, p. 51Holtzer, W., Murphy, W.F., Bernstein, H.J., (1969) J. Mol. Spectrosc., 32, p. 13Fabian, H., Fischer, F., (1989) J. Lumin., 43, p. 103Wang, L.S., Niu, B., Lee, Y.T., Shirley, D.A., (1989) Chem. Phys. Lett., 158, p. 1297Yee, K.K., Barrow, R.F., (1972) J. Chem. Soc. Faraday Trans. II, 68, p. 118

    Tanggung Jawab Hukum Antara Persis Dengan Pemain Sepakbola Dalam Melaksanakan Olahraga Sepakbola

    Get PDF
    Saat ini sedang marak-maraknya klub sepakbola tidak melaksanakan kewajiban membayar pemainnya. Oleh karena itu perlu diketahui proses perjanjian, kewajiban, dan tanggung jawab hukum antara klub sepak bola Persis dengan pemainnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yakni dengan menggunakan studi kepustakaan dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif, karena data yang ada bersifat kualitatif. Hasil penelitian adalah proses perjanjian antara pemain dengan klub yang merupakan proses perjanjian baku. Apabila pihak klub (Persis) tidak dapat memenuhi kewajibannya maka pihak pemain dapat mengajukan atau menyampaikan langsung keluhan kepada pihak manager klub sebagai langkah awal secara kekeluargaan dan bilamana cara kekeluargaan tidak dapat diselesaikan dapat dilakukan dengan cara mengadukan ke Pengadilan. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Tanggung jawab hukum muncul apabila salah satu pihak melakukan kesalahan atau tidak memenuhi tanggung jawab di dasarkan atas wanprestasi

    Tanggung Jawab Hukum Terhadap Sewa– Menyewa Alat Musik Dan Sound System Di Kota Surakarta

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pelaksanaan perjanjian sewamenyewa alat musik dan sound system antara Persewaan Mazda dan Pratama Nada di Surakarta, hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang ada dalam perjanjian, serta bentuk tanggung jawab atas hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian beserta solusi yang diambil,ditinjau dalam pasal 1548 KUHPerdata, serta sesuai dengan syarat perjanjian dalam KUHPerdata pasal 1320. Pelaksanaan perjanjian alat musik dan sound system di Surakarta dilakukan dengan menggunakan perjanjian tertulis, dan dikaitkan dengan hasil analisis dari pelaksanaan perjanjian sewa – menyewa alat musik dan sound system yang sesuai dengan pasal 1548 KUHPerdata, serta sesuai dengan syarat perjanjian dalam KUHPerdata pasal 1320

    Analysis of survival data with cure fraction and variable selection: A pseudo-observations approach

    Get PDF
    In biomedical studies, survival data with a cure fraction (the proportion of subjects cured of disease) are commonly encountered. The mixture cure and bounded cumulative hazard models are two main types of cure fraction models when analyzing survival data with long-term survivors. In this article, in the framework of the Cox proportional hazards mixture cure model and bounded cumulative hazard model, we propose several estimators utilizing pseudo-observations to assess the effects of covariates on the cure rate and the risk of having the event of interest for survival data with a cure fraction. A variable selection procedure is also presented based on the pseudo-observations using penalized generalized estimating equations for proportional hazards mixture cure and bounded cumulative hazard models. Extensive simulation studies are conducted to examine the proposed methods. The proposed technique is demonstrated through applications to a melanoma study and a dental data set with high-dimensional covariates

    Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Dalam Penyelesaian Utang Piutang Yang Berkeadilan

    Get PDF
    Pada Disertasi ini, penulis mengangkat Problema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berkeadilan pada Undang-Undang Kepailitan dan PKPU masih memuat tidak adanya keadilan baagi debitor dan kreditor terutama pada permohonan PKPU yang sangat mudah karena pemohon PKPU cukup membuktikan adanya minimal dua kreditor dan salah satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Hal itu berakibat bahwa debitor yang mempunyai asset lebih banyak daripada utang namun harta dapat dengan mudahnya menjadi pailit. Apabila debitor dalam keadaan pailit tentu saja hal tersebut akan merugikan debitor dan kreditor karena debitor sudah tidak dapat lagi mengurus perusahaannya demikian juga dengan nasib kreditor terutama kreditor konkuren tidak akan mendapatkan pelunasan sesuai tagihan piutangnya. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu,Apakah hakekat pengaturan insolven pada debitor sebagai dasar permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?, Bagaimana kedudukan debitor dan kreditor dalam perjanjian utang piutang pada proses PKPU dan jika terjadi Pailit?Bagaimana seharusnya Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam penyelesaian utang piutang yang mencerminkan rasa keadilan?Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji beberapa peraturan perundang-undangan sebagai pelengkap. Adapun teori dalam penelitian ini adalah kepastian hukum, teori Hukum Pembangunan oleh Mochtar Kusumaatmadja dan teori keadilan oleh John Rawls. Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah Insolven pada Debitor sebagai dasar permohonan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Permohonan pailit tidak dikenal dalam sistem hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia, Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang dan dan kepailitan dalam penyelesaian Utang piutang yang mencerminkan rasa keadilan di mulai dengan adanya Insolvensi tes terlebih dahulu, kemudian bila terjadi Kepailitan peletakan sita terbatas pada Asset yang relevan tidak terhadap seluruh asset Debitor., PKPU bertujuan memperbaiki keadaan ekonomis dan kemampuan debitor untuk membuat laba. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa PKPU bertujuan menjaga jangan sampai debitor, yang karena suatu keadaan semisal keadaan tidak likuid dan sulit mendapatkan kredit, dinyatakan pailit, sedangkan kalau debitor tersebut diberikan waktu dan kesempatan, besar harapan ia akan dapat membayar utangnya. Putusan pailit dalam keadaan tersebut di atas akan berakibat pengurangan nilai perusahaan dan ini akan merugikan kreditor. Jelas kiranya bahwa PKPU bukan dimaksudkan untuk kepentingan debitor saja, melainkan juga untuk kepentingan kreditor konkure,.Bahwa PKPU bukanlah hanya berfungsi sebagai pranata hukum untuk mengajukan rencana perdamaian meliputi pembayaran sebagian atau seluruh utang, lebih dari itu PKPU juga berfungsi sebagai pranata untuk mengatasi pembayaran utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih bagi debitor dalam kondisi insolvensi secara teknis (technically insolvent), sepanjang debitor tersebut masih memiliki kelayakan usaha yang prospektif, beriktikad baik (kejujuran dan kepatutan) dari pihak pengurus debitor maupun pemegang sahamnya, transparan serta akuntabel, tidak adanya keseimbangan kepentingan kreditor dan debitor dalam PKPU ditemukan baik dalam penelitian maupun dalam beberapa ketentuan kepailitan. Tes insolvensi (insolvency test) yang terdiri dari balance-sheet test; cash flow test/equity test dan analisis transaksional yang dilakukan oleh konsultan independen merupakan strategi hukum untuk mengatasi hal ini dengan tujuan agar kreditor memahami kondisi keuangan debitor yang sebenarnya, sehingga baik kreditor maupun debitor merasa memiliki kepentingan dan risiko yang sama sesuai prinsip creditors' bargain., Kreditor merasa terjamin atas pembayaran piutangnya dan debitor akan merasa terlindungi jika para kreditor menyetujui untuk diberikan kesempatan melanjutkan usahanya. Kedudukan Debitor dalam perikatan pada umumnya masih mempunyai kekuasaan terhadap seluruh asset tersebut dalam artian debitor masih bisa menjual atau mengalihakan asset tersebut dengan leluasa, dikecualikan adalah asset yang dibebani hak tanggungan, sedang dalam perikatan utang piutang yang dipailitkan maka Debitor kehilangan hak tersebut, karena prinsip dari kepalititan adalah sita umum umum terhadap seluruh asset Debitor, dengan demikian Debitor kehilangan hak untuk menggurus dan mengelola asset tersebut. Kewenangan Pengelolaan asset tersebut berada dibawah kekuasaan kurator yang ditunjuk oleh Putusan pegadilan, yang dan dalam Pengawasan hakim pengawas, sampai dengan pemberesan boedel pailit selesai. Sedangkan Posisi Kreditor tetap cakap melakukan perbuatan hukum. Dan kreditor berkedudukan sesuai dengan posisinya artinya ada kreditor Separatis, Kreditor Preferen dan Kreditor Konkuren, Untuk mencapai hal itu prinsip kepailitan tanpa melalui proses PKPU terlebih dahulu merupakan prinsip yang tidak tepat. PKPU dapat meningkatkan nilai perusahaan khususnya dalam hal keuangan dan laba perusahaan, sebaliknya tidak terjadi penjualan harta-harta debitor. Kepailitan merupakan sarana pamungkas setelah debitor gagal melakukan PKPU. Proses selama berlangsungnya PKPU tanpa ada ahli keuangan yang bisa membantu keadaan debitor makn memperburuk karena debitor dapat dengan mudahnya menjadi pailit. Perusahaan yang sehat kembali karena PKPU akan terhindar dari pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya. Laba usaha yang didapat akan menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi debitor, kreditor, karyawan serta stakeholders. Hal ini berarti, hukum yang mengatur PKPU telah berfungsi sebagai alat perubahan dan pembaharuan masyarakat, setidaknya masyarakat ekonomi atau pelaku ekonomi yang sangat berperan dalam pembangunan hokum

    Effect of bilayer coupling on tunneling conductance of double-layer high T_c cuprates

    Full text link
    Physical effects of bilayer coupling on the tunneling spectroscopy of high Tc_{c} cuprates are investigated. The bilayer coupling separates the bonding and antibonding bands and leads to a splitting of the coherence peaks in the tunneling differential conductance. However, the coherence peak of the bonding band is strongly suppressed and broadened by the particle-hole asymmetry in the density of states and finite quasiparticle life-time, and is difficult to resolve by experiments. This gives a qualitative account why the bilayer splitting of the coherence peaks was not clearly observed in tunneling measurements of double-layer high-Tc_c oxides.Comment: 4 pages, 3 figures, to be published in PR

    Absence of the zero bias peak in vortex tunneling spectra of high temperature superconductors?

    Full text link
    The c-axis tunneling matrix of high-Tc superconductors is shown to depend strongly on the in-plane momentum of electrons and vanish along the four nodal lines of the d(x^2-y^2)-wave energy gap. This anisotropic tunneling matrix suppresses completely the contribution of the most extended quasiparticles in the vortex core to the c-axis tunneling current and leads to a spectrum similar to that of a nodeless superconductor. Our results give a natural explanation of the absence of the zero bias peak as well as other features observed in the vortex tunneling spectra of high-Tc cuprates.Comment: 4 pages 3 figures, minor corrections, to appear in Phys Rev

    High-throughput avian molecular sexing by SYBR green-based real-time PCR combined with melting curve analysis

    Get PDF
    <p>Abstract</p> <p>Background</p> <p>Combination of <it>CHD </it>(chromo-helicase-DNA binding protein)-specific polymerase chain reaction (PCR) with electrophoresis (PCR/electrophoresis) is the most common avian molecular sexing technique but it is lab-intensive and gel-required. Gender determination often fails when the difference in length between the PCR products of <it>CHD-Z </it>and <it>CHD-W </it>genes is too short to be resolved.</p> <p>Results</p> <p>Here, we are the first to introduce a PCR-melting curve analysis (PCR/MCA) to identify the gender of birds by genomic DNA, which is gel-free, quick, and inexpensive. <it>Spilornis cheela hoya </it>(<it>S. c. hoya</it>) and <it>Pycnonotus sinensis </it>(<it>P. sinensis</it>) were used to illustrate this novel molecular sexing technique. The difference in the length of <it>CHD </it>genes in <it>S. c. hoya </it>and <it>P. sinensis </it>is 13-, and 52-bp, respectively. Using Griffiths' P2/P8 primers, molecular sexing failed both in PCR/electrophoresis of <it>S. c. hoya </it>and in PCR/MCA of <it>S. c. hoya </it>and <it>P. sinensis</it>. In contrast, we redesigned sex-specific primers to yield 185- and 112-bp PCR products for the <it>CHD-Z </it>and <it>CHD-W </it>genes of <it>S. c. hoya</it>, respectively, using PCR/MCA. Using this specific primer set, at least 13 samples of <it>S. c. hoya </it>were examined simultaneously and the Tm peaks of <it>CHD-Z </it>and <it>CHD-W </it>PCR products were distinguished.</p> <p>Conclusion</p> <p>In this study, we introduced a high-throughput avian molecular sexing technique and successfully applied it to two species. This new method holds a great potential for use in high throughput sexing of other avian species, as well.</p
    corecore