29 research outputs found

    The Effect of Photoperiod to Break Dormancy of Porang’s (Amorphophallus muelleri Blume) Tuber and Growth

    Get PDF
    The aim of the research was to obtain the method of porang’s tuber dormancy breaking. The source of porang’s tuber were obtained from Rejosari Village, Bantur Subdistrict, Malang Regency. The diameter and weight of porang’s tuber were 5-7 cm and 100-150 g respectively. The research design was Completely Randomized Design. Porang’s tubers were storaged in the photoperiod cabinet during one month. The levels of photoperiod were 0, 8, 12, 16, 20, and 24 hours/day. The light intensity of TL lamp was 400 lux. As a control it was used porang’s tuber that it was placed in the dark cabinet without light.  Repetition was four times. The success of dormancy breaking was observed through the tuber capasity to grow that it was identified by bud  emerged. Data were analyzed by ANOVA that it was continued by Duncan test (α = 0.05). The results showed that photoperiod 8, 12, 16, 20, and 24 hours/day during one month could stimulate porang’s tuber dormancy breaking. Photoperiod 16 hours/day emerged the height of buds 4.97 ± 1.20 mm and the diameter of buds 7.28 ± 1.22 mm at photoperiod 24 hours/day. The growth of porang’s tuber which is treated by photoperiod during one month were significantly different with control. Photoperiod 16 hours/day emerged the height of plants and the diameter of petiole were 106.38 ± 15.11 cm and 2.90 ± 0.29 mm respectively, while the width of canopy was 72.50 ± 22.17 cm at photoperiod 24 hours/day.  Besides, the diameter and weight of harvest tuber were 7.93 ± 2.20 cm and 383.20 ± 23.58 g. The weight of harvest tuber increased 255% from the early weight of tuber. Photoperiod treatment promote breaking of porang’s tuber dormancy

    ASSESSMENT OF SURFACE WATER QUALITY FOR IRRIGATION PURPOSES IN JEMBER DISTRICT, INDONESIA

    Get PDF
    Irrigated agriculture is dependent on an adequate water supply of usable quality. The analysis of physico­chemical parameters of surface water inJember District was done for the criteria of irrigation water quality. Surface water comprises spring water, falls, rivers, and tertiary irrigation channels. For this purpose, three sectors or locations were chosen to take twenty seven water samples in the summer season (September to October, 2013). DO, electrical conductivity (ECw), pH, and water temperature values were measured directly in the field,while analyses of nitrate (NH3-N), orthophosphate, total dissolved solids (TDS), and bicarbonate (HCO3-) was conducted in a laboratory. The results indicated that ECw, TDS, pH, water temperature,NH3-N, and orthophosphate were under the limits set out by the Rules of the Republic of Indonesia Government (PP RI) No. 82, 2001, for water quality standard and FAO for irrigation water quality standard. Thus, the surface water of Jember District was considered to be suitable for irrigation at the sampled location.Keywords: Surface water quality; irrigation; physico-chemical parameter; Jember District

    Pemetaan Sebaran dan Karakter Populasi Tanaman Buah di Sepanjang Koridor Jalur Wisatadesa Kemiren, Tamansuruh, dan Kampunganyar, Kabupaten Banyuwangi

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peta persebaran tanaman buah, karakter populasi tanaman buah, serta persepsi masyarakat pemilik tanaman buah di sepanjang jalur wisata Desa Kemiren, Tamansuruh, dan Kampunganyar, Kabupaten Banyuwangi. Metode yang dilakukan meliputi survei pemetaan tanaman buah (mangga, rambutan, manggis, durian, jambu air dan jambu biji) dengan merekam titik koordinat dari GPS untuk setiap tanaman buah. Penentuan karakter populasi tanaman buah dilakukan dengan mengamati morfologi tanaman terkait vitalitas dan periodisitas. Persepsi masyarakat dilakukan dengan wawancara dan kuisioner. Analisis data dilakukan dengan mengolah data koordinat dan data pengamatan karakter populasi tanaman buah ke dalam peta dasar melalui aplikasi GIS. Pemetaan persepsi masyarakat diperoleh dengan wawancara dan kuisioner yang dihitung dengan skala Likert kemudian dipetakan sebaran spasialnya dengan aplikasi GIS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persebaran tanaman buah yang ada di pekarangan rumah banyak tersebar di sepanjang jalur desa wisata dengan perbandingan jumlah buah yang ditemukan di Desa Kemiren 76 pohon, Tamansuruh 53 pohon, dan Kampunganyar 40 pohon. Kondisi tanaman buah dalam keadaan tumbuh dengan baik, bertunas, berbunga dan berbuah, hal ini dikarenakan pada saat penelitian waktunya tanaman buah memasuki masa berbuah dan masa panen. Antusiasme masyarakat tinggi untuk menjadikan tanaman buah yang ada di sepanjang jalur desa wisata sebagai daya tarik wisatawan. Kata Kunci: jalur wisata, karakter populasi, pemetaan, persepsi, tanaman bua

    Effect of Cell Density and Benzyl Amino Purine on the Growth of Somatic Embryo of Citrus Mandarin Batu 55 (Citrus Reticulata Blanco.) in Liquid Culture

    Full text link
    Citrus mandarin Batu 55 (Citrus reticulata Blanco.) is one of Indonesian fruits commodities that have high economic value and consumers demand. The propagation of citrus mandarin by plant tissue culture generally was carried out on solid medium. The liquid culture system could increase cell multiplication therefore it became alternative method of plant propagation through somatic embryogenesis. The effect of initial cell density and Benzyl Amino Purin (BAP) concentration in liquid media were investigated. The initial cells density and right concentration of BAP given in media can increase cell proliferation of somatic embryo in liquid culture. Globular somatic embryo were cultured on Murashige and Tucker media with initial cell density 4, 6, 8 and 10 mgL-1 and BAP 0, 0.25, 0.5, and 0.75 mgL-1. Growth evaluation of somatic embryo were obtained by weighing fresh and dry weight every 2 weeks for 8 weeks for initial cell density treatment and 6 weeks of BAP treatment. The result of the research showed that cell density affect the growth of somatic embryo of citrus mandarin. Somatic embryo with low cell density showed slower growth compared than high cell density. Peak growth occured in 6th cultured with cell density 10 mgL-1. In addition to cell density, the growth of somatic embryo in liquid culture was affected by BAP. The growth of somatic embryo on the media containing BAP showed better results than without BAP. The highest BAP concentration on media showed fresh and dry weight of somatic embryo increased. In this research, growth of somatic embryo is not optimal yet because fresh and dry weights of somatic embryo still increase with high concentration 0.75 mgL-1 of BAP

    Ethnobotany of Sasak traditional beverages as functional foods

    Get PDF
    775-780Sasak is a native tribe of Lombok Island, West Nusa Tenggara, Indonesia. Like other tribes in the world, Sasak tribe has a variety of traditional cuisines that can also function as functional foods, including the beverages or drinks. The purpose of this study was to explore the Sasak traditional drinks that function as functional foods, from ethnobotany aspects. This study used the etnosains method, namely purposive sampling method which includes observation, interview, documentation and literature review. There were 8 types of Sasak traditional drinks that are commonly consumed by the public as functional drinks, which can provide positive benefits for the human body. There was also an observation on plants used in the preparation of the drinks. Sasak traditional drinks basically have the potential as functional drinks, and further multidisciplinary studies are needed. This study is one form of preservation efforts on culture, plant resources and traditional botanical knowledge related to its use in human health

    Kajian Etnobotani dan Penentuan Jenis Pandan (Pandanaceae) yang Bermanfaat Melalui Struktur Morfologi dan Anatomi di Jawa Timur

    Get PDF
    Seiring perkembangan budaya, baik tradisional maupun bioteknologi, penggunaan bahan pandan, seperti dapat dijumpai baik dimasyarakat, pasar tradisional, mengalami pergeseran yang digantikan oleh bahan lain, seperti tali oleh plastik, topi dari bahan kain. Kajian tentang pandan (Pandanaceae) sendiri belum banyak diteliti baik diversitas, jenis pandan yang berpotensi untuk kerajinan (etnobotani) serta pemetaan luasan area pandan terutama di Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan jangka pendek dan menunjang untuk tercapainya tujuan jangka panjang. Tujuan jangka panjang penelitian ini untuk mendapatkan jenis pandan (Pandanaceae) yang berpotensi untuk kerajinan yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat Jawa Timur. Selain itu, data base yang dihasilkan untuk memanejemen pandan (Pandanaceae) guna pelestariannya di Jawa Timur untuk mendukung fungsinya secara ekologis. Adapun tujuan jangka pendeknya adalah kajian etnobotani untuk mendeskripsikan pengetahuan masyarakat terhadap jenis pandan dan pemanfaatannya guna mendeteksi adanya erosi apresiasi. Hasil dari eksplorasi jenis pandan (Pandanaceae) akan dilihat struktur morfologi dan anatomi untuk melihat serat pandan guna menentukan jenis pandan yang berpotensi sebagai kerajinan. Selain itu, akan dibuat data base serta dilakukan pemetaan lokasi habitat pandan (Pandanaceae) untuk pelestariannya di Jawa Timur. Metode yang dilakukan pada tahun pertama meliputi: kajian etnobotani dilakukan secara "etnodirect sampling" dengan teknik wawancara langsung maupun semi struktural terhadap masyarakat. Data akan dianalisis secara kuantitatif menggunakan rumus, juga dilakukan eksplorasi dan pemetaan vegetasi jenis pandan (Pandanaceae) di kota dan kabupaten Jawa Timur, kemudian tumbuhan diidentifikasi melalui struktur morfologi kemudian dibuat herbarium. Pandanaceae yang ditemukan terdiri dari dua genus yaitu Freycinetia dan Pandanus. Freycinetia hanya satu spesies yaitu F. insignis sedangkan Pandanus terdiri dari 6 spesies dengan satu varietas. Freycinetia hanya ditemukan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru karena habitusnya yang memanjat, sehingga tumbuhan ini cocok untuk hidup di daerah hutan. Pandanus yang ditemukan yaitu Pandanus bidur, Pandanus furcatus, Pandanus labyrinthicus, Pandanus latifolius, Pandanus tectorius, Pandanus tectorius var. varigatus dan Pandanus amaryllifolius. Lokasi budidaya pandan umumnya banyak ditemukan di daerah yang terdapat sentra kerajinan. Daerah-daerah yang membudidayakan pandan yaitu Lamongan, Nganjuk, Jombang, Trenggalek, dan Malang. Nilai manfaat masyarakat terhadap Pandanus labyrinthicus sebesar 0.3, sedangkan untuk Pandanus tectorius mempunyai nilai manfaat sebesar 0.5. Hal ini karena informan yang tahu Pandanus labyrinthicus hanya 5 dan bagian yang digunakan hanya satu yaitu akar tunjangnya. Sedangkan untuk Pandanus tectorius masyarakat banyak yang tahu karena beberapa informan berada di dekat lokasi sentra kerajinan pandan. Sedangkan untuk Kabupaten yang lain, pengetahuan masyarakatnya sedikit sekali. Juga bagian tubuh tumbuhan pandan ini yang digunakan ada 2 bagian yaitu daun dan akar tunjangnya

    Effects of Low Temperature on Somatic Embryos Growth, Maturation and Planlet Regeneration of Citrus Mandarin Var Batu 55 (Citrus Reticulata Blanco.)

    Full text link
    This study was aimed to determine the effect of incubation at 4°C temperature during multiplication stage of somatic embryos on growth, maturation and plantlets regeneration of citrus Mandarin var Batu 55. Globular somatic embryos were cultured on MT (Murashige & Tucker) medium and incubated at 4°C temperature for 0, 2, 4, 6, 8 weeks. Maturation of somatic embryos was induced by transfering globular somatic embryos on maturation medium (MT + 50 mgl-1 malt extract + 73 mM sorbitol + 73 mM galactose). Cotyledonary embryo was regenerated on MT medium + 50 mgl-1 malt extract + 30 gL-1 sucrose + 2 ppm GA3. The research showed that maturation of somatic embyos at 4°C temperature inhibited growth and maturation of somatic embyos. Fresh weight of somatic embryo incubated at 4°C for 2 weeks lower than fresh weight of embryo cultured without incubation at 4°C, and continuous decline in longer incubation period. Maturation percentage of embryos without incubation at 4°C temperature was 15%, but embryos incubated at 4°C temperature were lower than 9%. There was no effect of incubation at 4°C temperature during somatic embryos multiplication stage on plantlet regeneration percentage

    Seleksi Plasma Nutfah Kedelai Toleran Kekeringan secara In Vitro dan Ex Vitro serta Karakterisasi Mekanisme Toleransinya terhadap Kekeringan

    Get PDF
    Stres kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan yang membatasi produksi kedelai. Tanaman mengembangkan mekanisme morfologi, fisiologi dan biokimia yang berbeda untuk mengatasi stress kekeringan. Kemampuan bertahan hidup di dalam kondisi stress tergantung pada kemampuan tanaman untuk menerima stimulus, menghasilkan dan meneruskan sinyal dan menginisiasi berbagai macam perubahan fisiologis dan biokimia. Akumulasi prolin dan gula pada tanaman tinggi merupakan respon fisiologis terhadap stress kekeringan. Prolin dan gula dianggap memegang peran penting dalam mekanisme pertahanan sel yang mengalami stress kekeringan. Stres kekeringan tidak hanya menginduksi akumulasi prolin dan gula, tetapi juga dapat menyebabkan peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) yang dapat menyebabkan kerusakan pada lipid membran, protein dan asam nukleat yang dapat dapat menyebabkan kematian sel. Tanaman mengembangkan mekanisme proteksi enzimatis yang dapat memulung (scavenge) ROS dan mencegah pengaruh merusak dari radikal bebas. Enzim antioksidan seperti superoksid dismutase (SOD), katalase (CAT) dan peroksidase (POX) merupakan enzim yang berperan penting dalam memulung ROS. Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dari penelitian hibah bersaing pada tahun ke tiga ini adalah: (1) mengamati pengaruh stress kekeringan pada fase pertumbuhan vegetatif kedelai pada kandungan prolin dan gula total terlarut serta aktivitas enzim antioksidan (SOD, CAT dan POX), (2) mempelajari perubahan aktivitas enzim oksidatif pada kecambah kedelai yang mengalami stress kekeringan, (3) mengamati apakah aktivitas enzim antioksidan tertentu merupakan indikator untuk toleransi kekeringan dari tanaman kedelai. Studi ini juga dapat memberikan informasi yang bermanfaat terhadap pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme toleransi kekeringan. Pemahaman tentang mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan akan dapat membantu program pemuliaan kedelai untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan. Karakterisasi mekanisme untuk toleransi terhadap stres kekeringan dilakukan dengan analisis karakter fisiologis (prolin dan gula total terlarut) dan biokimia (aktivitas SOD, CAT dan POX). Analisis fisiologis (prolin dan gula total terlarut) dan biokimia (aktifitas SOD, katalase dan peroksidase) untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan akan dilakukan pada populasi tanaman kedelai yang ditanam dalam kondisi stres PEG dan non-stres PEG pada fase perkecambahan atau fase vegetatif. Analisis dilakukan pada genotipe kelompok toleran dan peka kekeringan. Analisis dilakukan menggunakan berbagai metode standar untuk melakukan analisis terhadap berbagai karakter fisiologis dan biokimia tanaman. Penurunan potensial air pada fase pertumbuhan vegetatif kedelai mampu meningkatkan akumulasi prolin dan gula total terlarut. Peningkatan akumulasi prolin dan gula total terlarut dalam kondisi stres kekeringan bervariasi diantara genotip kedelai yang diuji. Akumulasi prolin dapat digunakan sebagai indikator toleransi kekeringan, sedangkan peningkatan akumulasi gula total terlarut dalam kondisi stres kekeringan tidak berkorelasi dengan tingkat toleransi varietas kedelai terhadap stres kekeringan. Varietas toleran mengalami peningkatan akumulasi prolin lebih tinggi dengan kecenderungan memiliki pola yang teratur, dibandingkan dengan varietas peka. Penurunan potensial air selama fase pertumbuhan vegetatif kedelai juga menyebabkan perubahan aktivitas enzim SOD dan POX pada jaringan daun dan akar. Perubahan aktifitas SOD dan POX di bawah kondisi stres kekeringan sangat dipengaruhi oleh varietas kedelai yang diuji dan besarnya penurunan potensial air. Perubahan aktivitas SOD dan POX pada jaringan daun di bawah kondisi stres kekeringan berkorelasi dengan tingkat toleransi varietas terhadap stres kekeringan. Penurunan potensial air menyebabkan peningkatan aktifitas SOD pada jaringan daun dari varietas toleran Dieng dan Tidar tetapi menurunkan aktifitas SOD pada varietas peka. Sebaliknya penurunan potensial air menurunkan aktivitas POX pada jaringan daun dari verietas toleran dan meningkatkan aktivitas POX pada varietas peka. Perubahan aktifitas SOD, CAT dan POX di bawah kondisi stres kekeringan pada fase perkecambahan juga dipengaruhi oleh varietas kedelai yang diuji dan besarnya penurunan potensial air. Pada potensial -0,67 Mps, penurunan aktivitas SOD pada jaringan daun dan aktivitas peroksidase pada jaringan akar dari varietas toleran lebih rendah dibandingkan dengan varietas peka. Sedangkan aktivitas CAT pada jaringan hipokotil dan akar antara varietas toleran dan peka tidak menunjukkan pola yang jelas

    The Effect of Gibberellin on Somatic Embryo Growth and Maturation and Plantlet Regeneration of Tangerine (Citrus Reticulata Blanco.) Var. Batu 55

    Full text link
    The effect of gibberellin at multiplication stage on somatic embryo growth and maturation and plantlet regeneration of tangerine (Citrus reticulata Blanco.) var. Batu 55 was assessed. Somatic embryo at globular phase was cultured on MT media + 30 gL-1 sucrose and various concentrations of gibberellin (0, 2, 4, 6, and 8 ppm). The somatic embryo was maturated on MT media + 500 ppm malt extract + 73 mM sorbitol + 73 mM galactose. Cotyledonary somatic embryo was regenerated into plantlet on MT media + 500 ppm malt extract + 30 gL-1 sucrose + 2 ppm GA3. The results showed that the addition of gibberellin in somatic embryo multiplication stage increased somatic embryo growth and maturation and plantlet regeneration of tangerine. Optimum concentration of gibberellin needed for somatic embryo growth was 4 ppm which yielded two-fold fresh weight compared to control. The percentage of maturation was very low below 5%. The addition of gibberellin in media at embryo multiplication stage slightly increased the percentage of maturation about 1-2%. Thirty percent of cotyledonary embryo was able to regenerate into plantlet. The addition of gibberellin in media at embryo multiplication stage increased the regeneration percentage, even the addition of 8 ppm gibberelline yielded regeneration percentage up to 70%

    Water and Chlorophyll Content and Leaf Anatomy of Patchouli Planlet (Pogostemon Cablin Benth.) Resulted by Shoot-tip Culture Experience Hyperhydricity After Treatment of Modification Ammonium Nitrate or Macro Salt Concentration on MS Medium (Murashige Skoog)

    Full text link
    Hyperhydricity is a symptom of abnormal morphological and physiological function which inhibits the regeneration of plantlets. In general, the main symptom of hyperhydricity is a change in the condition of the plantlets which looks clear (Glassy) as a result of low levels of chlorophyll, the high water content in the plantlets, and the abnormal anatomical structure of the leaves. Hyperhydricity can be controlled by reducing cytokinin concentration, increasing gelling agent concentration, and reducing ammonium nitrate and macro salt concentration on medium. Objective of this research was to reduce hyperhydricity in shoot tip culture of patchouli by modification of ammonium nitrate and macro salt concentration on MS medium. The various treatment concentrations of ammonium nitrate were 0 mg.L-1 (0), 41.25 mg.L-1 (¼ concentration), 825 mg.L-1 (½ concentration), 1650 mg.L-1 (1 concentration) and macro salt MS with 0, ¼ MS, ½ MS, MS with 5 replications. Hyperhydricity on patchouli shoots could be lowered, as indicated by the decrease in water content from 96% to 90-91%, the increase in total chlorophyll content, and the increased number of palisade cells and stomata on the leaf treatment outcome. The concentration treatment of ammonium nitrate showed better results than the concentration of macros salt in increasing the total chlorophyll content, but it did not differ significantly in lowering water levels and increasing the number of palisade cells and stomata. ¼x concentration treatment of ammonium nitrate could increase chlorophyll content of 0.16 to 0.97 mg.g-1, but MS with 1x concentration showed the best result in the increase of number of palisade cells and stomata of the leaves
    corecore