51 research outputs found

    Analisis Profil Pengobatan, Biaya Medis Langsung dan Kualitas Hidup pada Pasien Hemodialisis di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta

    Get PDF
    Hemodialisis adalah suatu cara untuk memperbaiki kelainan fungsi ginjal,  dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Terapi hemodialisis membutuhkan waktu yang lama dan biaya mahal yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Metode yang digunakan adalah analisis Cross-Sectional  dengan rentang penelitian 2 bulan, pada pasien dewasa yang minimal 12-36 bulan menjalani hemodialisis Pengumpulan data dilakukan dengan retrospektif dari dokumen, untuk menilai kesesuaian manajemen profil pengobatan Eritropoetin dan secara prospektif dari pengisian kuesioner EQ-5D-5L dan VAS (Visual Analogue Scale) kemudian dilakukan analisis data secara deskriptif dan menggunakan analisis Regresi linier berganda untuk mendapatkan korelasi antara karakteristik terhadap kualitas hidup (VAS dan Utility). Terdapat 50 pria dan 50 wanita dengan rentang usia terbanyak >50 tahun, tidak bekerja dan pendidikan SMP/SMA. Status perkawinan terbanyak adalah kawin. Tingkat ekonomi terbanyak berpenghasilan dibawah 4 juta perbulan dengan persepsi kondisi ekonomi merasa miskin. Profil pengobatan memperlihatkan terjadi ketidaksesuaian terapi EPO dengan Hb < 8 g/dL karena pasien  mengalami transfusi darah. Perhitungan biaya medis langsung sebesar Rp.1.344.840 lebih besar dibanding tarif INA-CBGs yaitu Rp. 923.100. Berdasarkan analisis regresi linier ada 3 faktor yang paling mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisis yaitu status perkawinan, lama menjalani hemodialisis dan kemampuan mobilitas. Profil pengobatan pasien HD mengalami ketidaksesuaian terapi, baik pada pemberian obat HD dan obat penyakit penyerta. Biaya medis langsung lebih besar dari tarif standar INA_CBGs yang ditetapkan. Sementara itu, kualitas hidup sebagian besar pasien PGK yang menjalani hemodialisis memiliki tingkatan kualitas hidup yang sangat baik

    Risk Factors and Indirect Costs in Chronic Kidney Failure Patients with Hemodialysis in dr. Drajat Prawiranegara Hospital Serang

    Get PDF
    Increased prevalence of chronic kidney failure from time to time will increase, causing significant economic pressure, both for patients and their families and other stakeholders. This study aims to determine the main factors and several advanced CRF risk factors and indirect costs incurred from a household perspective in CRF patients with hemodialysis at Dr. Drajat Prawiranegara Serang Regional Hospital. This type of research is Case Control Study. Data analysis is carried out using three stages, namely univariate, bivariate, and multivariate. The results of bivariate statistical analysis show that of the 21 CRF risk factors there are 15 factors that are statistically significant with P-value 00 0.005. These factors consist of sociodemography, biophysiology, lifestyle. The results of multivariate analysis, the most dominant causing chronic kidney failure (GGK) is kidney stone disease with a risk of 9.6 times compared to without a history of this disease. Then, NSAID consumption history is 7.8 times, herbal consumption. Indirect costs from the household perspective are seen from the transportation costs of each arrival, the cost of eating during hemodialysis therapy and the purchase of multivitamins or medicines that are not borne by insurance/BPJS, other costs such as lodging and personal care. The total minimum cost for each arrival is Rp. 47,250 Maximum Rp. 1,970,000. The monthly fee is 8 times the minimum total expenditure, which is Rp. 96,000 and maximum spending Rp. 9,120,000

    Efektivitas Biaya Antibiotik Seftriakson dan Sefotaxim dalam Pengobatan Pneumonia

    Get PDF
    Latar belakang: Pneumonia termasuk penyakit infeksi yang berbahaya bahkan menjadi permasalahan di banyak negara dikarenakan peningkatan jumlah kematian serius. Prevalensi pneumonia di Indonesia tercatat 1,8% dan 4,5%. Seftriakson dan sefotaxim merupakan antibiotik terapi empiris lini pertama yang digunakan di rumah sakit khususnya untuk pasien rawat inap.Tujuan: Mengetahui efektivitas biaya antibotik seftriakson dan sefotaxim dalam pengobatan pneumonia di RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang.Metode: Desain penelitian menggunakan metode observasional melalui pendekatan cross sectional terhadap data sekunder pasien pneumonia di RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang. Pengambilan data secara retrospektif. Data biaya yang dilihat berupa direct medical cost (biaya medis langsung). Sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu sejumlah 85 pasien penerima antibiotik seftriakson dan sejumlah 53 pasien penerima antibiotik sefotaxim dengan pengambilan sampel secara purposive. Hasil: Rerata biaya medis langsung dan efektivitas terapi menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan, dengan p value masing-masing 0,100 dan 0,619. Namun, perhitungan secara akuntansi menunjukkan bahwa, dalam pengobatan pneumonia di RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang, seftriakson memiliki efektivitas-biaya lebih tinggi, nilai ACER Rp36.453, nilai ICER Rp9.965, dan nilai INB sebesar 10.Kesimpulan: Antibiotik yang paling cost effective dalam pengobatan pneumonia di RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang adalah Seftriakson

    ANALISIS FAKTOR RISIKO PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RS-X di JAKARTA

    Get PDF
    Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi dan biaya yang tinggi. Beberapa faktor pemicu PGK bersifat dapat dirubah, dengan harapan untuk menurunkan risiko terjadinya PGK, dan menurunkan tingkat keparahan PGK yang dialami pasien. Kebanyakan PGK akan mengacu pada kegagalan ginjal, sehingga membutuhkan pembiayaan yang akan semakin tinggi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah pembiayaan yang tinggi ini tentunya dengan melakukan penanganan dini dan untuk itu perlu mengidentifikasi faktor risiko dari penyakit tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko gagal ginjal, dimana mengidentifikasi faktor risiko gagal ginjal merupakan salah satu cara untuk mengurangi beban ekonomi yang muncul karena penyakit gagal ginjal. Beberapa faktor risiko dapat diubah, akan tetapi faktor risiko dipengaruhi oleh banyak faktor, dimana faktor risiko pada suatu populasi akan berbeda dari populasi lainnya. Penelitian menggunaan metoda case control dengan perbandingan 1:1, dimana data primer diperoleh melalui wawancara langsung deng pasien dan/atau keluarga pasien. Berdasarkan analisis regresi logistik diperoleh hasil faktor yang berkaitan dengan hemodialisis adalah  umur (OR=17,175, p-value=0,006), riwayat penyakit (OR=1248,87, p-value=0,000), konsumsi obat/jamu dengan efek cespleng (OR=23,2, p-value=0,001), konsumsi air dalam sehari (OR=10,6, p-value=0,004), kebiasaan minum berisiko (OR=19,1, p-value=0,029), sumber air minum (OR=6,24, p-value=0,036), dan konsumsi makanan tinggi garam (OR=0,056, p-value=0,033). Kesimpulan: faktor utama pencetus hemodialisis di RS-X adalah pasien dengan riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi dan kelainan jantung

    Analisis Ketersediaan Obat dengan Pemberlakuan E Catalogue di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun 2018

    Get PDF
    Dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu, dengan harga terjangkau serta mudah diakses adalah sasaran yang harus dicapai.  Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Menteri Kesehatan melakukan pengendalian dan pengawasan dengan Pengadaan obat melalui e-katalog secara on-line.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan pengadaan obat berdasarkan e-catalogue dan pengaruhnya terhadap ketersediaan obat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptik-analitik yang dilakukan di 6 Kabupaten/Kota (Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Pesisir Barat, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Timur, dan Kabupaten Pesawaran). Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif melalui wawancara mendalam dengan 5 responden di masing-masing kabupaten dan data kuantitatif berupa pengkajian data Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dari masing-masing kabupaten, data pengadaan obat yang dilakukan melalui e-Catalogue dan dokumen lain yang sudah diarsipkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten.  Penelitian dilakukan dari bulan April sampai Juli 2019.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pengadaan obat dengan e catalogue masih ditemukan hambatan/kendala yaitu masih ada 4 kabupaten yang belum bisa memenuhi kebutuhan obatnya sesuai dengan nilai obat yang ada dalam Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dan ada 7 item obat yang dipesan oleh 6 Dinas Kesehatan Kabupaten di Provinsi Lampung yang tidak dapat dipenuhi oleh penyedia (cutoff). Namun secara keseluruhan berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap responden penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pengadaan obat berdasarkan e catalogue di 6 kabupaten di Provinsi Lampung dapat menjamin transparansi/keterbukaan, efektifitas dan efisiensi proses pengadaan obat karena daerah akan mendapatkan obat dengan pilihan terbaik, efisien dari segi biaya dan waktu, lebih aman dan mempermudah pelaksanaan kegiatan pengadaan.&nbsp

    Dampak Kebijakan Pengadaan Obat Pada Puskesmas di Jakarta Era Jaminan Kesehatan Nasional

    Get PDF
    Medicine is an important input in health services. If the medicine is not available, it can negatively affect the patient's therapeutic results. The purpose of this observational study is to find out the process of drug procurement at the primary health care, in Jakarta, which are all of have Public Service Agency status, in order to map out the problem and its solution. Primary data were obtained through in-depth interviews and focus group discussion with Pharmacists and Commitment Officers from 20 primary health care representing 5 municipalities, plus 1 of thousand islands primary health care, using 20 types of indicator drugs, 4 of them are antihypertensive drugs. The results of the study that conducted in January to March 2019 showed that of 21 primary health care conducting e-Purchasing, 11 primary health care succeeded, 3 primary health care failed but followed up through direct procurement, and 10 other primary health care failed without following up, resulting in an antihypertensive drug shortages. The primary health care that succeed e-Purchasing, were found to have pharmacists in charge of drug procurement. In primary health care, where there is a drug shortages, existing pharmacists are not given a role in the procurement of drugs, this right has an impact on the average proportion of hypertension referral patients reaching 12%, or 4 times that of puskesmas fulfilling drug needs, which is 3%. It can be concluded that the implementation of JKN medicine procurement in primary health cares in Jakarta is still experiencing obstacles, which requires the support of BLUD procurement regulations and the role of pharmacists in drug procurement.Obat merupakan input penting dalam pelayanan kesehatan. Bila obat tidak tersedia, dapat berpengaruh negatif terhadap hasil terapi pasien. Tujuan penelitian observasional ini adalah untuk mengetahui proses pengadaan obat puskesmas di Jakarta, yang seluruhnya berstatus Badan Layanan Umum Daerah, guna memetakan permasalahan dan upaya penyelesaiannya. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dan focus group discussion dengan Apoteker dan Pejabat Pembuat Komitmen dari 20 puskesmas yang mewakili 5 kotamadya, ditambah 1 puskesmas Kepulauan Seribu, menggunakan 20 jenis obat indikator yang 4 di antaranya adalah obat antihipertensi. Hasil penelitian yang dilakukan pada Januari sampai Maret 2019 ini menunjukkan bahwa dari 21 puskesmas yang melakukan pengadaan e-Purchasing, 11 puskesmas berhasil; 3 puskesmas gagal namun menindaklanjuti melalui pengadaan langsung; dan 10 puskesmas lainnya yang gagal tanpa menindaklanjuti, sehingga terjadi kekosongan obat antihipertensi. Puskesmas yang memenuhi kebutuhan obat ditemukan memiliki apoteker penanggung jawab pengadaan obat. Pada puskesmas yang terjadi kekosongan obat, apoteker yang ada tidak diberi peran dalam pengadaan obat, kondisi tersebut berdampak pada rerata proporsi rujukan pasien hipertensi yang mencapai 12%, atau 4 kali lipat dari puskesmas yang memenuhi kebutuhan obat, yaitu 3%. Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengadaan obat JKN di puskesmas di Jakarta masih mengalami hambatan, yang memerlukan dukungan peraturan pengadaan BLUD dan peran apoteker dalam pengadaan obat

    Risk factors and costs of household perspectives in hemodialysis patients on Hospital Of Bhayangkara Tk. I. R. Said Sukanto

    Get PDF
    The incidence and prevalence of chronic kidney disease (CKD) patients in Indonesia is increasing every year. In the promotion of health promotion and prevention efforts, data related to risk factors and cost analysis are needed from the perspective of patients and / or families related to CKD treatment that requires replacement therapy for kidney function (Hemodialysis / HD). CKD patients undergo HD therapy generally twice a week, making it a relatively large burden on them. This study aims to determine the risk factors for CKD in hemodialysis patients at Bhayangkara Hospital Tk. I R. Said Sukanto and the impact of the cost of HD therapy from a household perspective. In an observational study with this case control method. Primary data was taken through interviews using a structured questionnaire with 100 HD patients (cases) and 100 patients from other poly (control), cross sectional. Risk factor analysis was carried out by logistic regression (p Rp. 6,000,000. In terms of biophysiology, hypertension, diabetes and anemia had a risk of 516 times, 54 times and 272 times the effect of CKD. The habit of consuming Chinese and Western herbs increases the risk of developing CKD up to 10.9 times. The cost of the household perspective issued by the patient includes a meal cost of Rp360,000, transportation costs Rp.320,000 and drugs and multivitamins Rp250,000. The potential loss of productivity reaches Rp1,241,904 per patient per month

    KAJIAN SINKRONISASI ANTARA PERENCANAAN DAN KEBUTUHAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT TINGKAT III TNI AL DI ERA JKN PERIODE 2020

    Get PDF
    Health equipment will be effective if it is adjusted to the needs of each hospital, with increasing servicedemands, incomplete medical devices can cause problems in service, and become complaints of patientswho come for treatment at the hospital, including JKN patients. within the Indonesian Navy. This studyaims to determine the synchronization between planning and the need for medical devices at the TNI ALLevel III Hospital in 2020. This study used a quantitative descriptive method with retrospective datacollection on medical devices at five Level III TNI AL Hospitals, namely the TNI AL Hospital Dr. .Komang Makes (Belawan, North Sumatra), Dr. Oepomo (Surabaya, East Java), Samuel J. Moeda(Kupang, East Nusa Tenggara), Marine Ewa Pangalila (Surabaya, East Java), Merauke (Merauke). Theanalysis shows that planning guidelines, sources of funds, coordination, planning preparation, planningmethods, planning documents, distribution are in accordance with Minister of Defense Regulation No. 11of 2014. Thus, it can be concluded that the condition of medical devices in five level III hospitals of theIndonesian Navy in 2020 is appropriate in terms of the Minister of Defense Regulation No. 11 of 2014,there is a synchronization between planning and the need for medical equipment in the JKN era, and theTNI AL Level III Hospital is ready to cooperate with BPJS Health

    Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Skizofrenia Fase Stabil Di Poli Rawat Jalan RS Jiwa Daerah Provinsi Lampung Tahun 2022

    Get PDF
    Adherence with antipsychotic treatment is very important to achieve optimal therapeutic results to the people with schizophrenia. The aim of the study is to determine the factors associated with medication adherence in patients with stable phase of paranoid schizophrenia at the Outpatient Polyclinic of the Regional Hospital of Lampung Province in 2022. This study used a crosssectional method with prospective data collection, a sample of 176 and the use of purposive sampling for the sampling technique. The data obtained were analyzed by using the chi square test to find out the relation between the dependent variable which is medication adherence, and the independent variables, namely perceptions of family support, knowledge related to disease, perceptions of drug side effects, and the perceptions of the pharmacist's role. To find out the dominant factors influencing the medicine compliance, the data were analyzed by using ordinal logistic regression. The study obtained of medicine compliance rates in paranoid schizophrenia patients based on the MMAS scale were good in 53 (30.1%), moderate in 62 (35.2%) and poor in 61 (34.7%). There is a relationship between medication adherence and the perception of family support (p value 0.038), knowledge related to disease (p value 0.005), perception of drug side effects (p value 0.003), and perception of the role of pharmacist (p value 0.000). The dominant factor affecting compliance to taking medication is the perception of the pharmacist's role with OR = 2.8, which means patients who get a good pharmacist role are more compliant in taking medication by 2.8 times.  Keywords: Medication Compliance, Paranoid Schizophrenia, Stable Phase, Outpatien

    Persepsi Pasien dengan Keluhan Minor Illness terhadap Peran Apoteker Terkait Efisiensi Biaya dan Akses Pengobatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional

    Get PDF
    Minor Illness adalah kondisi medis yang kurang serius yang tidak memerlukan tes laboratorium atau tes darah. Minor illness juga didefinisikan sebagai kondisi yang akan hilang dengan sendirinya dan dapat sembuh dengan melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi). Kebanyakan pasien dapat mengobati penyakit minor illness hanya dengan menggunakan obat-obat OTC (Over-the-Counter). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pasien dengan keluhan minor illness terhadap peran apoteker terkait efisiensi biaya obat dan akses pengobatan di era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam hal ini BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sebagai otoritas pelaksana program JKN terkait pentingnya peran apoteker dalam melakukan efisiensi biaya dan kemudahan akses pengobatan pasien dengan keluhan penyakit minor illness. Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan pengolahan data secara deskriptif. Penelitian ini dilakukan di apotek yang bekerjasama dengan BPJS di wilayah DKI, dengan sampel sebanyak 99 responden pasien yang melakukan swamedikasi pada bulan Juni 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat potensi efisiensi biaya baik dari aspek manajemen, klinis, swamedikasi yang efektif dan terdapat kemudahan akses pengobatan melalui swamedikasi. Kesimpulan, keterlibatan apoteker dalam menangani keluhan minor illness terbukti menghemat biaya dan kemudahan akses pengobatan
    • …
    corecore