9 research outputs found

    Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Penyakit Askariasis pada Anak Usia 3-5 Tahun

    Get PDF
    World Health organization (WHO) tahun 2015, sekitar 1,5 miliar orang atau sekitar 24% dari total populasi dunia menderita infeksi askariasis. Askariasis merupakan  penyakit dengan populasi  lingkungan yang terjadi karena perilaku hidup yang kurang bersih dan sehat seperti cuci tangan, mengelola makanan yang kurang bersih, kebersihan kuku dan kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap kejadian askariasis pada anak usia 3-5 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 3-5 tahun dikota jambi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 43 orang yang diambil dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner. Analisa data dilakukan dengan univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 43 responden, besar responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 24 responden (55,8%), memiliki sikap positif 43 sebanyak 22 responden (51,2%) dan yang tidak mengalami kejadian askariasis sebanyak 24 responden (55,8%). Ada hubungan pengetahuan (p=0,000) dan sikap (p=0,010) ibu terhadap kejadian askariasis pada anak dimana p value< 0,05. Jadi, pengetahuan dan sikap mempengaruhi kejadian askariasis. Diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan melakukan pencegahan dan penanganan pada kejadian kecacingan dengan tingkatan yang lebih lanjut dalam mengatasi masalah-masalah yang menjadi penyebab kecacingan

    Hubungan Antara Nilai Cycle Threshold SARS-CoV-2 Dengan Kadar Agiotensin Converting Enzym-2 Interleukin-6 dan Interleukin -10 pada Covid-19 Anak Tanpa Gejala

    Get PDF
    HUBUNGAN ANTARA NILAI CYCLE THRESHOLD SARS-COV-2 DENGAN KADAR ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME-2, INTERLEUKIN-6 DAN INTERLEUKIN-10 PADA PASIEN COVID-19 ANAK TANPA GEJALA Sabar Hutabarat ABSTRAK Pendahuluan: Pandemi coronavirus disease-19 (COVID-19) merupakan masalah yang sedang dihadapi oleh setiap negara di seluruh dunia. Penularan COVID-19 pada anak didapat akibat terpapar dari orang dewasa yang terinfeksi COVID-19 atau transmisi antar keluarga. Gejala klinis yang sering didapat pada anak bervariasi dengan gejala dan tanpa gejala. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan nilai Ct SARS-CoV-2 dengan kadar (ACE2), Interleukin-6 (IL-6) dan Interleukin-6 (IL-10) pada pasien COVID-19 anak tanpa gejala Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan purposive sampling yang bertujuan menganalisis hubungan antara nilai Ct SARS-CoV-2 dengan kadar ACE-2,IL-6 dan IL-10 pada pasien COVID-19 anak tanpa gejala. Nilai Ct diukur dengan menggunakan real time RT-PCR dan kadar Il-6 dan IL-10 diukur menggunakan pemeriksaan ELISA. Hasil: Rerata IL-6 sebesar 29,65 ± 46,09 (rentang 3,08 – 241,58), rerata IL-10 sebesar 11,53 ± 10,17 pg/mL (rentang 1,13 – 66,9 pg/mL) dan rerata ACE-2 sebesar 132,66 ± 38,19 pg/mL (rentang 21,63 – 171,63 pg/m). Mayoritas nilai Ct pada pasien COVID-19 pada anak tanpa gejala pada penelitian ini adalah tinggi sebesar 85,7% dengan rerata 31,41 ± 5,27 (rentang 13,51 – 37,93). Kesimpulan: Hubungan antara nilai Ct SARS-CoV-2 dengan kadar ACE-2, IL-6 dan IL-10 pada pasien COVID-19 anak tanpa gejala tidak bermakna secara statistik Kata Kunci: Angiotensin Converting Enzyme-2, Interleukin-6, Interleukin-10, COVID--19 Anak Tanpa Gejal

    Penetapan Pembatalan Pemenang Tender Pengadaan Bibit Buah-Buahan 120.000 Batang dan Pupuk Kandang 60.000 Karung ( Studi Kasus Perkara Nomor 15 / G / 2012 / PTUN – PDG)

    Get PDF
    Pengadaan Barang/Jasa merupakan salah wujud dalam pelaksanaan Pelayanan Publik yang dilakukan oleh Pemerintah, sebagaimana tercantum dalam UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam pelaksanaanya sering ditemui adanya pelanggaran-pelanggaran dilakukan oleh pihak yang bersangkutan. Sehingga berujung pada penyelesaian di Pengadilan TUN, khususnya terkait dengan masalah pernyataan lelang gagal dan harus dilakukan pelelangan ulang oleh pihak PA/KPA melalui Pokja ULP pada pengumuman internet. Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah 1. Bagaimana mekanisme pengadaan bibit buah-buahan 120.000 batang dan pupuk kandang 60.000 karung. 2. Bagaimana deskripsi kasus dan pelaksanaan dari putusan Pengadilan TUN terkait dengan pembatalan pemenang tender pengadaan bibit buah-buahan 120.000 batang dan pupuk kandang 60.000 karung?. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Yuridis Sosiologis yang bersifat deskriptif dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, studi kepustakaan dan studi dokumen. Data yang diperoleh diolah dengan metode editing dan dianalisa secara kualitatif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pernyataan pembatalan pemenang tender lelang pengadaan Bibit buah-buahan dan Pupuk tidak disebutkan secara jelas dalam pengumuman lelang gagal oleh pihak panitia pengadaan. Yang dilakukan hanyalah pernyataan lelang ulang sebagai akibat adanya pelanggaran yang ditemukan dilapangan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat terhadap CV. RIZA PERDANA. Yang mana adanya ketidakpastian jaminan peyediaan dan penyupplaian bibit buah-buahan sesuai yang dijelaskan dalam penjelasan terhadap masing-masing peserta yang mengikuti proses lelang tersebut. Padahal CV. RIZA PERDANA telah dimenangkan dalam Berita Hasil Acara Pemenang sebagai pemenang pertama sebelum adanya sanggahan. Pernyataan pemenang tersebut merupakan salah satu tindakan Pejabat Tata Usaha Negara dalam memutuskan sesuatu sesuai Undang-undang No. 34 Tahun 2014 tentang Adminitrasi Negara. Begitu juga sebaliknya jika terdapat sanggahan dari peserta lain yang diatur dalam Perpres No. 54 tahun 2010 tentang pengadaan Barang/Jasa dan dinyatakan sanggahan tersebut benar. Maka seharusnya Pejabat TUN harus mengambil tindakan terlebih dahulu untuk membatalkan pemenang tender lelang CV. RIZA PERDANA bersamaan dengan dilakukannya pelelangan ulang. Kata Kunci : Penetapan, Tender Lelang

    HUBUNGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI DENGAN KEJANG DEMAM PADA ANAK BALITA

    Get PDF
    Abstract Background: Febrile seizure is a convulsion that occured after body temperature increased (rectal temperature more than 38oC) caused by an extracranial process, occuring in 2-4% of children about 6 months to 5 years old. Febrile seizure is one of the commonest cause of seizures in children, especially toddlers and an event that often makes parents worry. One of the factor that caused it is iron deficiency anemia because iron plays an important role in neural function. This study purposed to know relationship between iron deficiency anemia and febrile seizure in toddlers. Method: This study is done with observational retrospective analytic. The population is all children diagnosed with febrile seizure (case group) and febrile without seizure (control group) who hospitalized in Raden Mattaher General Hospital Jambi in 2015 that is available in the hospital medical records. There are 84 samples consists of 42 samples in case group and 42 others in control group. This study variables are age, gender, body temperature, and iron deficiency anemia. Result: Febrile seizure occured the most in the case group in age of 12 to 23 months (31,0%) in the males (61,9%), while the most common body temperature category is >39oC (61,9%). Iron Deficiency Anemia occured in toddlers with Febrile Seizure group (45,2%) more than febrile without seizure group (19%). Based on bivariate analysis, p value of the relationship between iron deficiency anemia and febrile seizure is 0,01 (p= 0,01), and the odds ratio is 3,511. Conclusion: There is a significant relationship between iron deficiency anemia and febrile seizure in toddlers at Raden Mattaher General Hospital Jambi 2015. Key Words: Febrile Seizure, Iron Deficiency Anemia Abstrak Latar Belakang : Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak, khususnya anak balita dan merupakan peristiwa yang mengkhawatirkan bagi orang tua, dan tingginya angka kejadian dimasyarakat. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kejang demam adalah anemia defisiensi besi karena besi memiliki peran penting dalam fungsi neurologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan anemia defisiensi besi dengan kejang demam pada anak balita. Metode : Penelitian dilakukan secara observasional analitik retrospektif. Populasi penelitian adalah semua pasien anak yang didiagnosis kejang demam ( kelompok kasus ) dan demam tanpa kejang ( kelompok kontrol ) yang dirawat di RSUD Raden Mattaher tahun 2015 yang tercatat pada rekam medis. Jumlah sampel dalam penelitian ini ada 84 orang terdiri dari 42 orang kelompok kasus dan 42 orang kelompok kontrol. Variabel yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, suhu tubuh dan anemia defisiensi besi. Hasil : Kejang demam paling banyak pada kelompok kasus kategori usia 12-23 bulan  (31,0%), pada jenis kelamin laki-laki (61,9%) ,dan pada suhu tubuh kategori >39oC (61,9%). Anemia Defisiensi Besi lebih banyak pada anak balita  kelompok Kejang Demam sebanyak (45,2%) dibandingkan dengan kelompok yang demam tanpa kejang sebanyak (19%). Berdasarkan analisis bivariat hubungan anemia defisiensi besi dengan kejang demam didapatkan nilai p= 0,01, OR = 3,511. Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara Anemia Defisiensi Besi dengan Kejang Demam pada anak balita di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2015. Kata Kunci : Kejang Demam, Anemia Defisiensi Bes

    PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DI DESA TANAH TIMBUL

    Get PDF
    Tindak pidana, sebagai bentuk perilaku yang melenceng dari norma masyarakat, hadir di semua lapisan sosial dan mengancam tatanan sosial yang teratur. Artinya, tindak pidana bukan hanya masalah sosial, melainkan juga permasalahan kemanusiaan. Faktor-faktor seperti aspek subjektif dan objektif terlibat dalam suatu tindak pidana, dengan pencurian sebagai contoh umumnya. Pencurian melibatkan pengambilan barang milik orang lain secara ilegal, dan hukumannya diatur dalam Pasal 362 KUHP.Dalam mengatasi tindak pidana di Desa Tanah Timbul, penelitian pengabdian masyarakat dilakukan dengan memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat setempat. Penelitian ini menyoroti faktor-faktor penyebab kejahatan, seperti faktor psikologis, situasional, ekonomi, dan sosial, serta berbagai teori kriminologi yang menjelaskan peran masing-masing faktor tersebut.Selain itu, tindak pidana pencurian diatur dalam berbagai tingkatan, seperti pencurian biasa dan pencurian dengan pemberatan, dengan ancaman hukuman yang bervariasi sesuai dengan tingkatan tersebut. Pembahasan juga mencakup dasar hukum yang mengatur tindak pidana pencurian.Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang tindak pidana pencurian dan faktor-faktor yang memengaruhinya, serta menyampaikan pengetahuan hukum kepada masyarakat untuk mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban sosial di Desa Tanah Timbul. Kata kunci--Pengabdian Masyarakat, Penyuluhan Hukum, Tindak Pidana Pencurian, Pencegahan Pencuria

    A Retrospective Study of DNA Analysis Thalassemia Patients in Jambi Province for the Years 2016-2020

    Get PDF
    ABSTRACT Background: Thalassemia is a genetic blood disorder characterized by abnormal hemoglobin production, leading to anemia. Beta-thalassemia, particularly its transfusion-dependent form, requires lifelong care. DNA analysis plays a crucial role in diagnosing thalassemia, providing precise methods for genetic counseling, prenatal diagnosis, and effective prevention programs. This research aims to describe the results of DNA analysis of thalassemia patients in Jambi Province from 2016 to 2020. Methods: This study uses a descriptive retrospective design. Data were analyzed from the medical records of thalassemia patients identified in Jambi Province between 2016 and 2020. The research subjects are individuals diagnosed with thalassemia within this period, with data collection performed via total sampling, encompassing 25 respondents. Results: The majority of thalassemia patients in Jambi Province are children aged 5-14, with a significant proportion having a history of blood transfusions for more than a year. Most patients are classified as Beta Thalassemia (96%), consistent with global trends. DNA analysis revealed significant variation in mutations, with common mutations such as Hb E and IVS-nt-5 found in 48% of samples. The study highlights the genetic diversity within the thalassemia patient population, indicating variations in disease severity. Conclusion: This study highlights the importance of early detection and management of thalassemia, particularly in children. Blood transfusions are crucial for maintaining the health of thalassemia patients in Jambi Province, where Beta Thalassemia is most common. DNA analysis reveals significant genetic diversity, which helps in selecting appropriate treatments and understanding the risk of complications. These findings provide a basis for improving diagnostic and management strategies for thalassemia in Jambi Province

    Transfusion Dependent Alpha-Thalassemia: A Case Report

    No full text
    Talasemia merupakan penyakit anemia herediter yang paling sering ditemukan terjadi akibat kondisi genetik dari sintesis hemoglobin yang tidak adekuat atau sintesis hemoglobin abnormal dalam eritrosit. Prevalensi talasemia alfa tinggi terutama di daerah tropis dan sub-tropis (seperti Asia Tenggara, Mediterania, Timur Tengah, dan Afrika) dimana prevalensinya sebesar 12-50%. Pada sebagian besar kasus, talasemia alfa tidak menimbulkan gejala klinis berat dan jarang membutuhkan terapi transfusi darah rutin. Pada kasus An. K, usia 13 tahun, datang ke Poli Anak RS. RSUD H. Abdul Manap dengan keluhan lemas dan mau melakukan transfusi darah yang rutin dilakukan 1 bulan sekali. An. K didiagnosa menderita Talasemia alfa. Setelah dilakukan pengumpulan data secara retrospektif didapatkan hasil Analisa DNA bahwa pasien merupakan penderita talasemia alfa/ penyakit HbH dengan jenis mutasi heterosigot ganda Hb Adana dan Hb Constant Spring sehingga membutuhkan transfusi darah rutin

    Hubungan Nilai Treshold dengan KadarAngiotensin Converting Enzyme-2

    No full text
    Introduction: The coronavirus disease-19 (COVID-19) pandemic has been a major problem in every country worldwide. Cases of  COVID-19 in children are usually caused by exposure to infected family members or other adults infected with the disease. Clinical manifestations in children vary widely from symptomatic to asymptomatic. This study aims to determine the relationship between cycle threshold (Ct) value with Angiotensin Converting Enzyme-2 (ACE-2) Method: This study is an observational study with a cross-sectional design. The purpose is to analyze the relationship between Ct value with ACE-2, IL-6, IL-10 level in asymptomatic COVID-19 pediatric patients. Ct value measured using RT-PCR and ACE 2,  Il-6 and IL-10 were measured using ELISA examinations. Result: Mean of ACE-2 is 132,66 ± 38,19 pg/mL (21,63 – 171,63 pg/m). Conclusion: The majority of Ct value in asymptomatic pediatric COVID-19 patients were high (85,7%). Statistically, there was no significant correlation between Ct value with ACE-2, IL-6 and IL-10 in COVID-19 asymptomatic children. Keyword: Angiotensin Converting Enzyme-2, Covid-19 Asymptomatic Childre
    corecore