25 research outputs found

    EFEK pH LAMBUNG TERHADAP DAYA ANALG ETIK KOMBINASI METAMPIRON DAN VITAMIN C PADA MENCIT

    Get PDF
    Telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui sejauh maw pengaruh pH terhadap daya analgetik kombinasi metampiron dan vitamin C. Dua puluh empat ekor mencit secara acak dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing terdiri ciari 8 ekor. Semua kelompok diberi metampiron dan vitamin C dengan dosis sebesar 300 mg/kg BB untuk masing-masing obat. Kelompok I adalah kelompok /control yang metampironnya dilarutkan dalam aquadest. Kelompok 11 metampiron dilarutkan dalam 0,1N HC1 sedang kelompok III metampiron dilarutkan dalam 0,15N NaHCO3. Setelah perlakuan 15 menit kemudian diperiksa efek analgetiknya dengan meletakkan mencit pada pelas panas sulur 55°C dan dicatat waktu reaksinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian metampiron yang dilarutkan dalam aquadest dengan pH = 4, ternyata rata-rata waktu-reaksinya sebesar 22 ± 1,35 detik. Kelompok metampiron yang dilarutkan dalam 0,1N NCI dengan pH = 3 rata-rata waktu reaksinya 16 ± 1,03 detik sedang metampiron yang dilarutkan dalam 0,15N NaHCO3 pH -= 5 rata-ratanya 19 ± 0,75 detik. Setelah dilakukan analisis ternyata 3 kelompok tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna. Dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa pH lambung mempunyai pengaruh terhadap daya analgetik metampiron dan vitamin C. Peninglcatan pH akan meningkatkan waktu reaksi terhadap pelat panas berarti meningkatkan potensi analgetik metampiron dan vitamin C

    Pengaruh pemberian albendazol terhadap tikus bunting

    Get PDF
    ABSTRAK The effect of albendazole on pregnant rats was investigated. Sixteen female rats were divided randomly into 4 groups of 4 each treated with albendazole 20, 10, 5 and 0 mg/kg body weight, respectively. On the 19th day of gestation, rats were sacrified and the morphology of fetus were assessed. The results indicated that resorption on 100% fetuses was caused by albendazole 20 mg/kg body weight, and abnormalities on 42, 30% fetuses were by 10 mg/kg body weight of albendazole. The dose of 5 and 0 mg/kg body weight did not cause either resorption or abnormality of fetus. It was concluded that the lowest possible dose of albendazole resulted in teratogenic fetus, appeared to be 10 mg/kg body weight. Keywords: teratogenic fetus, albendazol

    Toksisitas Akut Ekstrak Sembukan (Paederia scandens (Lour.) Merr. pada Mencit (Mus musculus L.) Galur Swiss

    Get PDF
    Sembukan (Paederia scandens (Lour.) Merr. belonging to Rubiaceae family that grows wild, sometimes was used as animal feed and traditional herbal medicine. Therefore, it is important to determine the safety of sembukan when consumed or used as a herbal medicine. This study aimed to determine the potential acute toxicity of the extract of sembukan using Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 423 method which measured the clinical symptoms caused, and histopathologic of liver, kidney, and heart disease due to oral administration. Fifteen female Swiss Webster mouse weighing 25-35 gram used in this study. The procedure of this study followed the OECD method 423 using an initial dose of 300 mg/kg BW sembukan extract. Histopathological examination was done hematoxylin-eosin staining. The observation of histopathology and clinical toxicity symptoms were analyzed descriptively, while data changes on body weight of animals, organ weights, and the amount of feed intake was analyzed statistically. The results showed sembukan extract is safe to use. According to the Globally Harmonized System Classification (GHS), the potential for acute oral toxicity of the extract sembukan included in category 5 (not clarified) with LD50 cut-off > 2000-5000 mg/kg BW. Giving the test preparation did not affect body weight, feed intake, clinical symptoms of toxicity,and there was no pathological changes in the heart organ.Sembukan (Paederia scandens (Lour.) Merr. termasuk familia Rubiaceae yang tumbuh liar, dapat dikonsumsi sebagai pakan ternak dan obat herbal tradisional. Oleh karena itu perlu diketahui keamanan penggunaan sembukan. Uji ini bertujuan untuk mengetahui potensi ketoksikan akut dari ekstrak sembukan dengan  menggunakan metode Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 423, gejala klinis yang ditimbulkan, serta gambaran histopatologis organ hati, ginjal, dan jantung akibat pemberian oral. Lima belas ekor mencit betina galur swiss dengan berat 25-35 gram digunakan dalam penelitian ini. Prosedur penelitian mengikuti metode OECD 423 dengan menggunakan dosis awal 300 mg/kg BB ekstrak sembukan. Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Hasil pengamatan histopatologi dan gejala ketoksikan klinis dianalisa secara deskriptif, sedangkan data perubahan BB hewan uji, bobot organ, dan jumlah asupan pakan dianalisis statistik. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak sembukan aman digunakan. Menurut Globally Harmonized Classification System(GHS),potensi ketoksikan akut oral ekstrak sembukan termasuk dalam kategori 5 (tidak terklarifikasi) dengan LD50 cut off > 2000 – 5000 mg/kg BB. Pemberian sediaan uji tidak mempengaruhi berat badan, asupan pakan, gejala ketoksikan klinis, dan tidak ada perubahan patologi pada organ jantung

    Pengujian Toksisitas Akut Obat Herbal Pada Mencit Berdasarkan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)

    Get PDF
    Uji toksisitas perlu dilakukan pada suatu produk obat yang akan dipasarkan. Uji awal (screening test) ini sangat penting secara farmakologi dan toksikologi karena akan digunakan untuk pertimbangan penentuan dosis, rentang waktu pemberian dan aplikasinya. Superjamu yang diuji merupakan campuran herbal yang telah dibentuk menjadi sediaan cair dan diaplikasikan secara per oral. Metode pengujian toksisitas yang dipilih berdasarkan pedoman Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 423 (2002). Metode ini merupakan metode standar yang diakui oleh 33 negara Eropa yang merupakan anggota dari OECD. Kelebihan utama metode ini adalah sedikitnya penggunaan hewan model (mencit) serta waktu ujinya yangrelatif cepat. Sebanyak 9 ekor mencit betina umur 3 bulan dengan berat badan berkisar 25 g dibagi menjadi 3 perlakuan (n=3). Kelompok 1 diberi jamu dosis 300 mg/kb berat badan, kelompok 2 dosis 2000 mg/kg dan kelompok 3 (kontrol) diberi aquades 1 mL/ kg berat badan. Perberian jamu dilakukan per oral menggunakan spet bersonde setiap hari selama 14 hari. Tahap pertama masih terdapat kematian pada kelompok 2 dan gejala klinis berupa rambut berdiri, depresi dan gejala syarafi pada kelompok 1 sehingga dilanjutkan dengan uji kedua menggunakan dosis 50 mg/kg berat badan pada 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan (KP) dan kelompok kontrol (KK) masing masing terdiri dari 3 ekor mencit, selama 14 hari. Hasil pengujian tahap kedua tidak ditemukan gejala klinis keracunan pada hewan coba. Kesimpulan dari pengujian ini adalah nilai dosis toksik jamu adalah > 50-300 mg/kg bb dan perkiraan dosis letal (LD50) adalah 200-300 mg/kg bb seperti disebutkan dalam Annex 2c: OECD/OCE

    Kadar Malondialdehid Tikus Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Terapi Ekstrak Media Penumbuh Sel Punca Mesenkimal

    Get PDF
    Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ekstrak media penumbuh sel punca mesenkimal (EMPSPM), tanpa sel punca itu sendiri, telah ditemukan terdapat berbagai faktor tropik hasil sekresi sel punca mesenkimal di dalam media kultur yang dapat meregenerasi jaringan yang rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar malondialdehid (MDA) dalam plasma dan ginjal tikus diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dengan terapi EMPSPM. Dua puluh lima ekor tikus wistar digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok DMT2 + 0,05 ml/kg BB EMPSPM (0,05); kelompok DMT2 + 0,1 ml/kg BB EMPSPM (0,1); kelompok DMT2 + 0,2 ml/kg BB EMPSPM (0,2), kelompok kontrol DMT2 (DMT2), dan kelompok sehat (KS). Induksi DMT2 dengan menggunakan streptozotosin nikotinamid (STZ-NA). Terapi mulai dilakukan pada hari ke 7 setelah kondisi DM tercapai, diberikan 4 kali dengan selang waktu 7 hari secara intraperitoneal. Data kadar glukosa darah dan MDA dianalisi secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi DMT2 dengan STZ-NA dapat menaikkan kadar glukosa dan MDA dalam darah (P<0,05). Terapi 0,05; 0,1; dan 0,2 ml/kg BB EMPSPM menunjukkan dapat menurunkan kadar glukosa darah, kadar MDA plasma dan ginjal (P<0,05). Kadar 0,2 ml/kg BB EMPSPM menunjukkan aktifitas lebih baik dalam menurunkan kadar glukosa darah dan MDA. Berdasarkan penelitian ini, EMPSPM dapat menurunkan kadar glukosa darah serta kadar MDA dalam darah dan ginjal tikus DMT2

    Aktivitas Infus Daun Sangketan (Moschosma Polystachion L. Benth.) pada Jantung Kelinci Terbius

    No full text
    Telah diteliti aktivitas infus daun sangketan pada jantung kelinci terbius. dalam penelitian ini digunakan metoda standart digitalis sedang hewan percobaan adalah 35 ekor kelinci dan dibagi atas 2 kelompok. Kelompok I dibagi atas 4 sub kelompok yang diinfus dengan infus daun sangketan 5%, 10%, 20% dan 40%. Kelompok II dibagi menjadi 3 sub kelompok yang diberi infus digitalis 1,25%, 2,5% dan 5%. Setiap kelinci dianastesi dengan urethan 25%, 0,7 ml/100 gram berat badan, kemudian diinfus lewat vena yugularis dengan infus pada kadar-kadar terebut diatas, sehingga diperoleh jumlah infus yang diperlukan untuk menghentikan jantung kelinci tersebut. Hasil yang diperoleh dari kedua macam infusa tersebut diperbandingkan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa infusa daun sangketan 20% mempunyai aktivitas yang sama besar dengan aktivitas infus digitalis 5% sedang infusa daun sangketan 10% dan 5% mempunyai aktivitas yang sama besar dengan aktivitas diigtalis 2,5% dan 1,25%. Pda kadar yang sama ternyata aktivitas infus daun sangketan adalah 0,47 kali aktivitas infus digitalis

    Aktivitas Infus Daun Sangketan (Mosvhosma Polystachion L. Benth.) pada Jantung Kelinci Terbius

    No full text
    Telah diteliti sktivitas infus daun sangketan pada jantung kelinci terbius. Dalam penelitian ini digunakan metode standart digitalis sedang hewan percobaan adalah 35 ekor kelinci dan dibagi atas 2 kelompok. Kelompok I dibagi atas 4 sub kelompok yang diinfus dengan infus daun sangketan 5%, 10%, 20% dan 40%. Kelompok II dibagi menjadi 3 sub kelompok yang diberi infus digitalis 1,25%, 2,5% dan 5%. Setiap kelinci dianastesi dengan urethan 25%, 0,7 ml/100 gram berat badan, kemudian diinfus lewat vena yugularis dengan infus pada kadar-kadar tersebut diatas, sehingga diperoleh jumlah infus yang diperlukan untuk menghentikan jantung kelinci tersebut. Hasil yang diperoleh dari kedua macam infusa tersebut dierbandingkan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa infusa daun sangketan 20% mempunyai aktivitas yang sama besar dengan aktivitas infus digitalis 5% sedang infusa daun sangketan 10% dan 5% mempunyai aktivitas yan sama besar dengan aktivitas digitalis 2,5% dan 1,25%. Pada kadar yang sama ternyata aktivitas infus daun sangketan adalah 0,47 kali aktivitas infus digitalis

    THE EFFECT OF CADMIUM CHLORIDE TO THE STERILITY OF MALE RAT

    No full text
    The effect of cadmium chloride (CdO2) to the sterility of male rat have been observed to the first generation (Fj).Sixty white rats consisted of 30 male rats at 3 weeks old divided Into 6 groups and were given CdCl2 orally ad libitum for 42 days, Tl»e concentration of CdCl2 for each group was 0 ppin (group I), 200 ppm (group H), 100 ppm (group ID), 50 ppm (group IV), 25 ppm (group V) and 12,5 ppm (group VI). After treatments, aii male rats were mated with female rats by mixing a couple of rats in a cage for 7 days. Then male rats were kiiied all to examine the histopathoiogy of their testis. The female rats were kept until 18 days of pregnancy, then all were killed. The percentage of pregnancy and the number of baby in each female rat were counted. The histopamoiogy of seminiferous tubules of testis were analysed qualitatively.The results showed that CdCl2 at 12,5 and 25 ppm caused 20% and 40% of infertility. 50 ppm of CdCfe caused 100% of infertility and necrosis of spermatocyte and spermaride celk; there no spematozoa in the seminiferous tubules

    Pengaruh pemberian albendazol terhadap tikus bunting

    No full text
    corecore