10 research outputs found
Interaksi Genotipe X Lingkungan 31 Genotipe Jagung Hibrida (Zea Mays L.) Di Lokasi Blitar Dan Situbondo, Jawatimur
Tanaman jagung (Zea mays L.) adalah salah satu tanaman serealia yang
banyak dimanfaatkan setelah padi dan gandum. Tanaman jagung dapat
dimanfaatkan hampir seluruh bagian tanaman. Sehingga kebutuhan jagung
sangatlah besar terutama jagung sebagai tanaman pangan sumber karbohidrat. Baik
itu dikonsumsi secara langsung maupun dalam bentuk pakan ternak, bahan baku
industri dan bahan olahan biofuel. Tahun 2018 luas panen tanaman jagung sebesar
5,73 juta ha dengan produktivitas 5,24 ton/ha. Dibandingkan dengan tahun 2017
mengalami peningkatan sebesar 3,64 % dengan luas panen 5,5 juta ha.
Produktivitas sebesar 5,2 ton/ha mampu memproduksi sekitar 28,92 juta ton secara
nasional. (Kementrian Pertanian, 2018). Upaya yang dapat dilakukan untuk
swasembada pangan adalah meningkatkan produktivitas secara nasional.
Swasembada pangan dapat didukung dengan upaya penggunaan varietas unggul.
Salah satu cara adalah dengan perakitan dan pemanfaatan produksi varietas hibrida.
Penampilan daya hasil suatu hibrida akan menunjukan kemampuan peningkatan
hasil yang lebih tinggi dibandingkan varietas non hibrida (Dehgani et a.l, 2012).
Salah satu pengujian sebelum varietas dilepas adalah pengujian multilokasi.
Pengujian tersebut untuk mengetahui kemampuan daya adaptasi dan stabilitas hasil
suatu varietas pada berbagai macam lingkungan. Salah satu syarat pelepasan
varietas yang diatur dalam peraturan menteri pertanian no. 61/ permentan / ot.140/
10/ 2011. Interaksi genotipe (G) x Lingkungan (E) digunakan pada progam
pemuliaaan tanaman untuk menyeleksi genotipe tanaman yang cocok tumbuh
diberbagai kondisi macam lingkungan.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari hingga April 2020. Lokasi
penelitian bertempat di Blitar dan Situbondo, Jawa Timur. Varietas yang digunakan
sebagai pembanding ialah P35, P36, P37, dan P13. Pupuk yang digunakan adalah
pupuk urea, NPK dengan dosis 200kg ha-1, dan pupuk kandang. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini ialah alat pertanian seperti traktor, cangkul, tugal,
timbangan, meteran, kamera digital, Moisturetester, Earphotometry, papan label,
dan alat tulis. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah
menggunakan racangan bersekat (Augmented Design) yang tersusun dengan 31
genotipe. 18 genotipe hibrida, 9 varietas pembanding yang tidak diulang dan 4
varietas pembanding sebagai kontrol/check yang diulang sebanyak 3 kali. Setiap
blok terdiri dari 21 tanaman tiap baris dengan panjang 4,2 meter. Variabel yang
diamati ialah tinggi tanaman (cm), tinggi letak tongkol (cm), kadar air (%),
persentase pengisian tongkol (%), bobot panen tongkol per petak (kg), bobot pipilan
per petak (kg), bobot 1000 biji (g), dan potensi hasil (ton ha-1). Analisis data yang
dilakukan menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjut beda
nyata Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% apabila menunjukkan
nilai yang berbeda nyata. Kemudian dilakukan analisis regresi.
Interaksi genotipe dan lingkungan terjadi perbedaan nyata pada karakter
pengamatan bobot panen tongkol (kg), bobot pipilan tongkol (kg) dan potensi hasil
iv
(ton ha-1). Interaksi genotipe dan lingkungan terjadi pada genotipe NV-COR003,
NV-COR017, P21, dan NK7328 Perbedaan nyata pada karakter pengamatan
menunjukan bahwa sumber keragaman dipengaruhi oleh genotipe yang berbeda dan
perbedaan potensi dari lingkungan tempat penelitian dan memiliki kemampuan
adaptasi secara khusus atau spesifik. Sesuai dengan penelitian Totok (2007),
interaksi genotipe terhadap lingkungan dapat memberi arti suatu genotipe yang
ditanam memberikan responsif yang tidak sama pada lingkungan yang berbeda.
Hasil pendugaan nilai menggunakan koefisien regresi (bi) digunakan untuk
mengetahui kemampuan beradaptasi suatu tanaman. Hasil dari pengujian regresi
terdapat 12 genotipe adaptif diantaranya NV-COR001, NV-COR002, NV-
COR003, NV-COR004, NV-COR005, NV-COR006, NV-COR008, NV-COR010,
NV-COR011, NV-COR014, NV-COR015, NV-COR016 dan NV-COR017.
Genotipe yang mampu beradaptasi terbatas pada lokasi Blitar yaitu NV-COR007,
NV-COR009, NV-COR012, NV-COR013, P41 dan Bisi 18. Genotipe yang mampu
beradaptasi terbatas pada lokasi Situbondo yaitu P21, P25, P27, P32, P33, dan
NK732
Pendugaan Heterosis Pada Ketahanan Hasil Persilangan Interspesies Tanaman Kenaf (Hibiscus Cannabinus L.) Terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne Incognita)
Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) merupakan tanaman penghasil serat yang
termasuk kedalam serat batang. Serat yang dihasilkan tanaman kenaf ini memiliki
produk diversifikasi bernilai ekonomi tinggi karena mempunyai banyak manfaat
dalam bidang industri. Saat ini, pengembangan tanaman kenaf belum optimal
sehingga menunjukkan nilai produktivitas yang rendah. Produktivitas tanaman
kenaf pada tingkat petani yaitu hanya 1,7 ton/ha. Penyebab rendahnya nilai
produktivitas karena tanaman kenaf mudah terserang oleh nematoda puru akar
serta lingkungan tumbuh tanaman kenaf yang sesuai dengan tempat
berkembangnya nematoda puru akar. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan NPA yaitu dengan menggunakan varietas tahan hasil dari
pemuliaan. Balittas telah melakukan 2 persilangan interspesies yaitu H. radiatus
dan H. cannabinus serta H. asetosela dan H. cannabinus agar menghasilkan
varietas unggul yang toleran terhadap NPA. Salah satu tahapan yang dapat
dilakukan untuk evaluasi dan seleksi pada persilangan interspesies dengan
mengevaluasi nilai heterosis untuk menilai hasil persilangan antar galur. Tujuan
dilaksanakannya penelitian ini untuk memperoleh informasi nilai heterosis
ketahanan dari hasil persilangan interspesifik tanaman kenaf terhadap nematoda
puru akar (Meloidogyne incognita) dan mendapatkan hibrida kenaf yang unggul.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 sampai dengan
Februari 2020 di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat yang bertempat di
Jl. Raya Karangploso Km. 4, Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Malang, Jawa
Timur. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Panduan Pengujian
Individual Buss, polybag, mulsa, meteran, penggaris, jangka sorong, tugal,
gembor, selang, alfaboard, kayu, gunting, sentrifuge, baskom, gelas ukur, blender,
kain, timbangan analitik, cawan petri, saringan, beaker glass, botol semprot, botol
sentrifugasi, mikroskop, suntikan, sendok plastik, alat tulis dan kamera. Bahan
yang digunakan yaitu benih tetua yaitu KIN2, KR15, KR1, KAL II, SSRH023,
benih yang berasal dari hasil persilangan interspesies yaitu KAL II X KIN2, KAL
II X KR15, KAL II X KR1, SSRH023 X KIN2, SSRH023 X KR15, dan
SSRH023 X KR1, media steril yang terdiri dari campuran tanah dan pasir,
formalin, kapur dolomit, pupuk NPK Phonska, urea, insektisida, fungisida, air,
larutan gula, dan nematoda puru akar (NPA). Rancangan penelitian yang
digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan diulang sebanyak 3
kali. Pengamatan dilakukan pada karakter kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan
kualitatif yaitu bentuk daun, tepi daun, warna daun, warna petiole, dan warna
batang yang mengacu pada Panduan Penguijian Individual Buss. Pada
pengamatan karakter kuantitatif yang diamati meliputi tinggi tanaman, diameter
batang, jumlah ruas, panjang daun, lebar daun, panjang petiole, berat basah
brangkasan, berat basah batang, dan berat basah akar.
Hasil perhitungan analasis ragam karakter kuantitatif pada 45 dan 75 HST
menunjukkan bahwa F hitung yang dihasilkan berbeda nyata, kecuali pada
ii
karakter berat basah akar dan berat basah brangkasan. Pada karakter kualititatif
yang telah diamati adanya kemiripan antara F1 dengan tetuanya yang tidak beda
jauh, kecuali pada warna petiole dan batang. Berdasarkan hasil perhitungan nilai
heterosis dan heterobeltiosis pada karakter kuantitatif menunjukkan bahwa hasil
persilangan interspesies yaitu SSRH023 X KIN2, KAL II X KIN2, dan KAL II X
KR1 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis paling tinggi. Pengamatan
jumlah nematoda puru pada akar dan nilai faktor reproduksi nematoda puru akar
nilai heterosis terendah dimiliki oleh SSRH023 X KIN2 dan nilai heterobeltiosis
dimiliki oleh KAL II X KIN2. Semua hasil persilangan interspesies yang diamati
memiliki karakter ketahanan yang tahan terhadap nematoda puru akar
(Meloidogyne incognita
Uji Potensi Hasil 4 Genotipe Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Tipe Bulat Pipih Di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang
Tanaman labu (Cucurbita sp) merupakan salah satu tanaman yang potensial
dikembangkan di Indonesia, karena dapat tumbuh baik di daerah tropis. Dataran rendah
hingga dataran dengan ketinggian 1.500 m dpl dapat menjadi lingkungan pertumbuhan
labu. Tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik pada suhu 18-270C. Permintaan
konsumen beraneka macam tergantung dengan kebutuhan konsumen itu sendiri, seperti
buah yang kecil untuk sekali konsumsi, buah besar untuk produksi olahan labu, juga
ada konsumen yang mengutamakan nutrisi yang terkandung didalam labu kuning.
Perbaikan produktivitas dan kualitas tanaman labu secara tidak langsung akan
meningkatkan produksi olahan berbahan labu kuning dan meningkatkan minat petani
dalam budidaya labu kuning. Oleh karena itu dengan tersedianya varietas labu hibrida
diharapkan mampu membantu petani dalam meningkatkan minat serta memaksimalkan
potensi hasil. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi karakter
melalui karakterisadan potensi hasil melalui uji daya hasil calon hibrida tersebut.
Karakter yang diharapkan ialah mendapatkan varietas labu tipe round flattened yang
berdaya hasil tinggi salah satunya di dataran tinggi sehingga terpilih untuk didaftarkan
sebagai varietas komersial.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2021. Alat yang
digunakan antaralain cangkul, penggaris, jangka sorong, timbangan analitik, kamera,
RHS, dan UPOV. Bahan tanam terdiri dari 4 genotip yaitu PK 211501, PK 211502, PK
211503, PK 211504, serta dua varietas pembanding yaitu Hammer (PT BISI) dan
Samina (Bintang Asia). Bahan lain yang digunakan antaralain air, fungisida,
insektisida, Pupuk NPK, Pupuk Daun Mamigro N, MPHP (Mulsa Plastik Hitam Perak),
alat tulis, bamboo, tali raffia, plastik semai, kompos, dan cocopeat. Metode penelitian
menggunakan RAK non faktorial dengan 4 ulangan sehingga terdapat 24 satuan
percobaan. Masing-masing plot berjumlah 20 tanaman, sehingga total populasi 480
tanaman. Pelaksanaan penelitian terdiri dari persiapan lahan, penyemaian, penanaman,
pemeliharaan (pemupukan, pewiwilan, pemasangan lanjaran, pengikatan batang
bawah, pengendalian OPT, penyiraman), dan pemanenan. Pengamatan karakter terdiri
dari kuantitatif dan kualitatif. Data pengamatan dianalisis secara deskriptif. Data
kualitatif dibandingkan dengan International Union for The Protection of New
Varieties of Plants (UPOV).
Berdasarkan pengamatan kualitatif, bentuk daun pada PK 211501, PK 211502,
PK 211503, PK 211504 dan Samina ialah cukup bertekuk, sedangkan Hammer
berbentuk sedikit bertekuk. Warna daun dan warna kulit buah ialah hijau. Hasil
pengamatan bentuk buah ialah bulat pipih. Warna daging buah kuning yaitu pada PK
211501, PK 211502, dan Hammer, serta oranye kekuningan pada PK 211503, PK
211504, dan Samina. Uji rasa dilakukan oleh 25 responden dengan hasil PK 211501
ii
dan PK 211502 memiliki rasa agak manis dan pulen, PK 211503 agak manis dan krispi,
PK 211504 agak manis bertekstur lembek.
Berdasarkan hasil pengamatan 14 karakter kuantitatif, 4 genotipe yang diuji
memiliki keunggulan masing-masing dengan nilai KK tergolong sempit (<25%). PK
211501 memiliki keunggulan pada umur berbunga jantan, lebar buah, berat buah per
buah, dan berat buah per plot. PK 211503 memiliki keunggulan pada panjang tanaman,
panjang dan lebar daun, diameter batang, dan umur berbunga betina. Sedangkan PK
211504 unggul pada karakter tinggi dan ketebalan daging buah. Karakter potensi daya
hasil tertinggi dimiliki oleh PK 211501 yaitu pada berat buah per buah dan berat buah
plot dengan nilai berturut-turut 2,52 kg/buah dan 44,50 kg/plot, serta hasil uji lanjut
menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan varietas pembanding Hammer (1,73
kg/buah dan 28,85 kg/plot) dan tidak berbeda nyata dengan pembanding Samina (1,93
kg/buah dan 30,73 kg/plot)
Pola Pewarisan Sifat Ketahanan Tanaman Kenaf (Hibiscus Cannabinus L) Persilangan Varietas Kenafindo 2 X Karangploso 15 Terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne Incognita)
Permintaan serat alami semakin meningkat yang terutama diperoleh dari
tanaman kayu atau pohon-pohon hutan alam dan telah digunakan sebagai sumber
utama untuk sebagian besar industri berbasis serat. Seiring dengan lainnya produk
berbasis serat dan bahan biokomposit. Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) adalah hari
pendek, tumbuh cepat tahunan tanaman herbal, yang dibudidayakan untuk batang
berserat. Itu adalah salah satu yang paling tanaman serat industri penting di dunia
dan merupakan sumber serat ramah lingkungan untuk pengemasan kurang
berkembangnya kenaf di lahan kering disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
rendahnya produktivitas kenaf dilahan kering dan adanya investasi penyakit
Nematoda Puru Akar (NPA) sehingga kenaf kurang dapat bersaing dengan
komoditas lain. Kebutuhan akan varietas kenaf tahan nematoda puru akar dan
produksi tinggi sangat diperlukan, sehingga perlu dilakukan studi tentang
pewarisan ketahanan Kenaf terhadap Nematoda Puru Akar perlu dilakukan guna
menentukan strategi program pemuliaan yang efektif dan efisien untuk memperoleh
varietas Kenaf berdaya hasil tinggi dan tahan penyakit Nematoda Puru Akar,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter genetik ketahanan genotipe-
genotipe kenaf terhadap nematoda puru akar (Meloidogyne incognita) dan untuk
mengetahui Nilai heritabilitas arti luas dan arti sempit ketahanan kenaf terhadap
penyakit nematoda puru akar (Meloidogyne incognita).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 sampai dengan Februar
Pengaruh Umur Panen Buah Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Embrio Dalam Kultur In Vitro
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak tertinggi yang
berasal dari Afrika. Peningkatan yang terjadi dalam bidang industri kelapa sawit
sangat berhubungan dengan peningkatan produktivitas CPO yang dapat dilakukan
dengan adanya program pemuliaan dengan tujuan mendapatkan bahan tanaman
unggul. Kegiatan pemuliaan tanaman kelapa sawit pada umumnya membutuhkan
waktu yang lama. Selain itu, dikarenakan kelapa sawit merupakan tanaman yang
tidak memiliki tunas aksilar maka sulit untuk dilakukan perbanyakan secara
vegetatif. Berdasarkan hal tersebut maka kultur jaringan diterapkan sebagai salah
satu alternatif yang dapat dilakukan dalam perbanyakan kelapa sawit. Ada berbagai
jenis kultur jaringan yang dapat diterapkan pada tanaman kelapa sawit salah satunya
adalah kultur embrio zigotik. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan embrio pada kultur jaringan yaitu media kultur, sumber karbohidrat
dan umur embrio (waktu setelah polinasi). Oleh karena itu dalam penelitian ini
digunakan beberapa embrio kelapa sawit dengan umur panen yang berbeda-beda
untuk mengetahui pengaruh umur panen terhadap pertumbuhan embrio kelapa
sawit secara in vitro. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
perbedaan umur panen buah terhadap pertumbuhan embrio secara in vitro dan untuk
mengetahui umur panen yang paling sesuai dalam pertumbuhan embrio kelapa
sawit secara in vitro. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat umur panen
buah yang paling sesuai untuk pertumbuhan embrio kelapa sawit
Penelitian ini dilaksanakan di Verdant Bioscience yang beralamat di Timbang
Deli, Kec. Galang, Kab. Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian
dilakukan dari bulan September 2020 sampai Juni 2021. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah buah kelapa sawit yang di panen pada waktu yang
berbeda yaitu pada waktu 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan dan 6 bulan setelah terjadi
polinasi. Buah yang diambil berasal dari tanaman sawit yang berumur 5 tahun.
Selain itu bahan lainnya yang digunakan adalah media MS, klorox, fungisida,
tween, aquades, alcohol 96%, sukrosa dan gelatin. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah LAFC (Laminar air flow cabinet), pinset, scalpel, gelas beker,
Erlenmeyer, tabung reaksi, petridish, test tube, timbangan digital, oven, autoklaf,
kamera, kompor, kulkas dan label. Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan
rancangan acak lengkap dengan 1 faktor. Perlakuan pada penelitian ini adalah umur
panen buah. Terdapat 4 taraf yaitu 3, 4, 5 dan 6 bulan setelah polinasi. Pada setiap
taraf dilakukan 6 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 15 individu. Sehingga total
embrio yang digunakan dalam penelitian ini adalah 360 embrio. Pengamatan yang
dilakukan selama penelitian adalah sebagai waktu inisiasi tunas, waktu inisiasi akar,
persentase eksplan hidup (%),panjang tunas (cm), jumlah daun, panjang akar (cm)
dan jumlah klorofil. Data pengamatan yang diperoleh dari hasil pengamatan akan
dianasis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan taraf 5% untuk
mengetahui nyata atau tidaknya perlakuan terhadap hasil pengamatan. Apabila hasil analisis nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT)
dengan taraf 5%.
Hasil penelitian pengaruh umur panen buah kelapa sawit terhadap
pertumbuhan embrio secara in vitro menampilkan adanya perbedaan nyata pada
beberapa parameter pengamatan yaitu pada parameter waktu inisiasi tunas,
persentase eksplan hidup, tinggi tunas, jumlah daun dan jumlah klorofil.
Berdasarkan hasil umur panen buah yang paling baik digunakan sebagai sumber
eksplan merupakan buah yang dipanen pada waktu 3 bulan
Analisis Keragaman Genetik Dan Heritabilitas Krisan Varietas Puspita Nusantara Hasil Radiasi Sinar Gamma
Krisan merupakan salah satu tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi
tinggi dan sangat populer dikalangan masyarakat. Tanaman krisan yang digunakan
pada penelitian ini yaitu krisan varietas puspita nusantara. Krisan varietas puspita
nusantara sudah bernilai komersial, tetapi karakter ketahanan terhadap penyakit
karat sudah menurun. Dengan meradiasi krisan varietas puspita nusantara
diharapkan bisa mendapatkan krisan varietas baru yang tahan terhadap penyakit
karat dan memiliki sifat-sifat seperti krisan puspita nusantara. Perbaikan karakter
melalui program pemuliaan tanaman membutuhkan banyak informasi antara lain
tentang keragaman genetik dan heritabilitas. Analisis keragaman genotipe mutan
yang diperoleh dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perubahan genetik dari
varietas asalnya, memperoleh informasi karakter apa saja yang berbeda dari varietas
asal, dan mengidentifikasi apakah perubahan yang terjadi memang disebabkan oleh
perubahan genetik akibat mutasi dan bukan merupakan pengaruh dari lingkungan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian untuk menganalisis
keragaman genetik dan nilai heritabilitas pada tanaman krisan varietas Puspita
Nusantara hasil radiasi sinar gamma.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2021 – April 2022 di Instalasi
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Balai Penelitian Tanaman
Hias (BALITHI) yang berada di Kecamatan Cipanas, Kota Cianjur, Jawa Barat.
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah benih krisan varietas Puspita
Nusantara hasil mutasi radiasi sinar gamma dan benih krisan varietas Puspita
Nusantara yang tidak diradiasi sebagai kontrol, pupuk, insektisida, dan fungisida.
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ialah panduan deskriptor tanaman
krisan, kuisioner pengambilan sampel tanaman krisan, penggaris 100 cm, penggaris
30 cm, alat tulis, dan kamera. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa variabel
pengamatan untuk setiap tanaman.
Penelitian ini menggunakan metode single plant. Lahan yang digunakan
dibagi menjadi 5 bedengan dengan ukuran 600 cm x 10 cm dan jarak antar bedengan
adalah 40 cm. Tanaman krisan ditanam pada bedengan dengan satu bedeng terdapat
30 baris dan perbaris ditanam 10 tanaman. Sehingga secara keseluruhan total
individu tanaman yang diamati sebanyak 1.500 tanaman. Pengamatan dilakukan
terhadap beberapa variabel pengamatan untuk setiap tanaman. Parameter yang akan
diamati dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan buku panduan deskriptor krisan
UPOV (International Union for the Protection of New Varieties of Plants).
Parameter yang diamati dan diukur adalah tinggi tanaman, panjang buku, panjang
daun, bentuk sisi daun, bentuk bagian bawah daun, bentuk tandan, lebar tandan,
jumlah kuntum bunga, panjang tangkai kuntum bunga, warna bunga, jumlah bunga
pita, bentuk ujung bunga pita, umur berbunga, umur panen, vaselife, dan tingkat
serangan penyakit karat. Analisis data dilakukan pada keseluruhan individu
tanaman. Data kuantitatif dianalisis menggunakan uji t pada taraf 5% untuk
membandingkan rata-rata tanaman populasi mutan dengan populasi kontrol. Untuk
vii
menentukan keragaman genetik dan heritabilitas, data kuantitatif dianalisis
menggunakan beberapa metode statistik yang meliputi rata-rata, nilai tengah,
ragam, koefisien keragaman genotip, dan heritabilitas.
Hasil analisis keragaman genetik menunjukan bahwa terdapat karakter
dengan keragaman yang luas. Karakter dengan keragaman genetik luas terdapat
pada karakter tingkat serangan penyakit karat. Karakter lainnya yaitu karakter
tinggi tanaman, panjang buku, panjang daun, lebar tandan, jumlah kuntum bunga,
panjang tangkai bunga, diameter kuntum bunga, jumlah bunga pita, umur berbunga,
umur panen, dan vaselife memiliki nilai keragaman genetik yang sempit. Mutan
krisan varietas puspita nusantara memiliki nilai heritabilitas rendah hingga tinggi.
Nilai heritabilitas rendah ditemukan pada karakter umur berbunga dan vaselife.
Nilai heritabilitas sedang ditemukan pada karakter panjang daun, lebar tandan,
diameter kuntum bunga, dan tingkat serangan penyakit karat. Nilai heritabilitas
tinggi ditemukan pada karakter tinggi tanaman, panjang buku, jumlah kuntum
bunga, panjang tangkai bunga, jumlah bunga pita, dan umur pane
Analisis Genetik Dan Pewarisan Sifat Ketahanan Kenaf (Hibiscus Cannabinus L.) Terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne Incognita)
Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) merupakan salah satu tanaman penghasil
serat alami. Diversifikasi serat kenaf sudah banyak digunakan yaitu sebagai
bahan pengemas, karpet, tekstil, fiber board (door-trim, interior mobil), partikel
board, fibre drain, geo textile, kertas berkualitas tinggi, komposit, bahan baku
pulp dan bahan tekstil otomotif. Banyak faktor yang menyebabkan kurang
berkembangnya tanaman kenaf di Indonesia yaitu pada lahan subur tidak dapat
bersaing harga dengan komoditas pangan. Oleh karena itu, pengembangan
kenaf diarahkan ke lahan kering. Namun demikian pengembangan kenaf pada
lahan kering terdapat beberapa kendala diantaranya adanya infeksi nematoda
puru akar.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan perakitan varietas unggul
kenaf yang tahan nematoda puru akar. Upaya perakitan varietas unggul kenaf
tahan nematoda puru akar memerlukan beberapa tahapan pemuliaan antara lain
analisis pewarisan sifat. Analisis pewarisan sifat digunakan mendapatkan
informasi tentang jumlah gen yang mengendalikan sifat tersebut, aksi gen yang
mengendalikan, serta heritabilitasnya. Informasi tersebut sangat berguna dalam
tahapan seleksi, sehingga seleksi dapat lebih efektif dan efisien. Pada tanaman
kenaf informasi pewarisan sifat ketahanan terhadap nematoda puru akar masih
perlu dikaji.
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Karangploso dan
Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan
Serat (Balittas) Malang. Penelitian ini terdiri atas tiga tahap yaitu: (1) Evaluasi
Ketahanan Beberapa Genotip Kenaf (Hibiscus cannabinus) Terhadap Nematoda
Puru Akar (Meloidogyne incognita); (2) Analisis pewarisan sifat ketahanan kenaf
terhadap NPA M. incognita; (3) Pendugaan parameter genetik ketahanan kenaf
terhadap NPA M. incognita menggunakan analisis persilangan dialel.
Berdasarkan hasil analisis pewarisan sifat didapatkan informasi bahwa
ketahanan kenaf terhadap NPA M. incognita dikendalikan oleh satu gen yang
bersifat dominan dengan aksi gen aditif. Oleh karena itu, kedepannya untuk
perencanaan program pemuliaan ketahanan kenaf terhadap nematoda puru akar
M. incognita dapat dilakukan dengan metode silang balik. Dengan menggunakan
metode silang balik, untuk memindahkan satu gen yang bersifat dominan maka
diperlukan paling sedikit enam genera
Persilangan Interspesifik Jamur Tiram Coklat (Pleurotus Cytidiosus), Jamur Tiram Putih (Pleurotus Floridae) Dan Jamur Tiram Merah (Pleurotus Flabellatus) Untuk Menghasilkan Strain Hibrida Jamur Unggul
Jamur tiram merupakan salah satu komoditi pertanian yang dijadikan bahan
pangan karena memiliki kandungan gizi baik, kaya serat serta berkhasiat obat.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas jamur tiram adalah dengan
melakukan proses persilangan jamur, sehingga dapat menghasilkan strain
hibrida jamur yang lebih baik dari induk. Metode yang dugunakan dalam
persilangan ini adalah Metode fusi misellium yaitu menggabungkan dua miselium
monokariotik yang kompatibel dalam satu media untuk membentuk miselium
dikarion. Tiga jenis jamur tiram yaitu jamur tiram cokelat, putih, dan merah
dikombinasikan, sehingga terdapat 6 kombinasi dan 3 induk persilangan yang
masing-masing diulang sebanyak 10 kali. Pelaksanaan penelitain ini dilakukan
dengan beberapa tahap, yaitu Isolasi basidiospor tunggal, hibridisasi jamur
monokariotik, evaluasi tingkat pertumbuhan miselium, inokulasi dan evaluasi
jamur di lapang, serta analisis kandungan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa keberhasilan
persilangan terbanyak didapatkan pada persilangan sesama spesies seperti PxP
dan MxM, bukan pada persilangan interspesifik seperti CxM, CxP dan PxM,
sehingga dapat disimpulkan bahwa persilangan interspesifik dalam penelitian ini
kurang berhasil dilakukan. Akan tetapi dapat diperoleh hasil yang menunjukkan
keberhasilan persilangan sesama spesies atau yang biasa disebut persilangan
intraspesifik. Pertumbuhan misellium, pertumbuhan radial, berat badan buah,
efisiensi biologis, dan kadar abu tertinggi adalah pada kombinasi persilangan P x
P. Kadar serat dan lemak terbaik adalah pada kombinasi persilangan P x M,
serta kadar air, protein, dan karbohidrat terbaik adalah pada kombinasi
persilangan M x M. Sedangkan, warna dan bentuk badan buah jamur terbaik
adalah pada semua kombinasi persilangan.
Berdasarkan seluruh hasil strain hibrida jamur hasil persilangan, maka
didapatkan strain paling berpotensi untuk diadakan pengujian lebih lanjut adalah
pada hasil persilangan jamur tiram putih dengan putih (PxP). Hasil persilangan
PxP memiliki keunggulan paling banyak dibandingkan strain lainnya yaitu pada
pertumbuhan misellium, pertumbuhan radial, berat badan buah, efisiensi biologis,
dan kadar abu
Induksi Keragaman Genetik Bawang Putih Lokal (Allium Sativum L.) Menggunakan Kolkisin Dan Sinar Gamma
Bawang putih adalah tanaman hortikultura yang memiliki banyak manfaat. Produksi bawang putih di Indonesia masih belum mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga pemerintah mengambil kebijakan impor bawang putih. Angka impor bawang putih semakin meningkat setiap tahunnya terutama impor bawang putih dari Cina. Kendala yang dialami pada produksi bawang putih antara lain bunga bawang putih yang bersifat steril sehingga perbanyakan dilakukan secara vegetatif dan agroklimat harus sesuai yaitu di dataran tinggi-medium. Perbanyakan secara vegetatif mengakibatkan keragaman genetik rendah karena umbi yang dihasilkan akan semakin seragam setiap generasinya. Mutasi adalah metode yang paling mudah untuk mendapatkan keragaman genetik karena kemampuannya dalam mengubah beberapa variabel. Faktor yang menyebabkan mutasi disebut mutagen. Jenis-jenis mutagen antara lain mutagen fisika, kimia dan biologi. Salah satu mutagen fisika adalah radiasi sinar gamma sedangkan mutagen kimia dapat diinduksi dengan pemberian kolkisin. Di Indonesia, terdapat beberapa varietas lokal yang dilepas sebagai varietas unggul nasional akan tetapi masih belum mampu bersaing dengan bawang putih impor karena ukuran umbi yang kecil sehingga kurang menarik minat masyarakat. Beberapa varietas tersebut antara lain lumbu hijau dan lumbu kuning.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman genetik bawang putih melalui dua metode induksi mutasi. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei-September 2021 di Desa Ngroto, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Rancangan percobaan yang digunakan adalah single plant yaitu semua tanaman ditanama pada lingkungan yang sama tanpa ulangan dan semua tanaman diamati. Terdapat dua varietas bawang putih yang digunakan yaitu varietas Lumbu Kuning dan Lumbu Hijau. Perlakuan pertama adalah konsentrasi kolkisin yang terdiri dari K1: 750 ppm; K2: 1000 ppm; K3: 1250 ppm; dan K4: 1500 ppm. Perlakuan kedua adalah radiasi sinar gamma terdiri dari D1: 2 Gy; D2: 4 Gy; D3: 6 Gy; D4: 8 Gy; dan D5: 10 Gy. Masing-masing varietas ditanam satu perlakuan kontrol sebagai pembanding. Satu kombinasi perlakuan ditanam sebanyak 40 tanaman sehingga terdapat 800 tanaman. Seluruh bahan tanam direndam pada larutan kolkisin selama 12 jam. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji t taraf 5%. Untuk mengetahui tingkat keragaman dilakukan pehitungan koefisien variasi (KV) dilanjutkan dengan analisis boxplot.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1) Perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 1250 ppm dan 1500 ppm adalah konsentrasi yang efektif untuk menginduksi tanaman mutan pada varietas Lumbu Kuning dan Lumbu Hijau. 2)Terdapat individu dengan jumlah daun lebih tinggi dibandingkan kontrol pada tanaman nomor K3LK-2 dan D5LK-6. 3)Terdapat individu dengan panjang daun lebih tinggi dibandingkan kontrol pada tanaman nomor K1LK-3, K3LK-7 dan D4LK-31. 4) Peningkatan lebar daun diperoleh pada individu nomor K3LH-16, D2LH-7 dan D5LH-39. 5) Perlakuan kolkisin 1250 ppm dan 1500 ppm mengahasilkan tanaman dengan jumlah kromosom 2n=3x=24. 6) Perlakuan kolkisin dan sinar gamma meningkatkan keragaman tanaman pada variabel pengamatan diameter batang, panjang daun, lebar daun, jumlah stomata, kandungan klorofil dan jumlah kromosom
Studi Teknik Sterilisasi dan Pertumbuhan Kalus Tunas Aksiler Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Secara In Vitro
Kebutuhan ubi jalar (Ipomoea batatas L.) diperkirakan akan semakin meningkat pada waktu yang akan datang, seiring pesatnya pertambahan penduduk dan berkembangnya industri berbahan baku ubi jalar. Ubi jalar Rancing banyak diminati oleh pasar domestik dan mancanegara karena memiliki karakteristik umbi yang manis seperti madu. Jenis ubi jalar ini rentan terhadap serangan penyakit Scab (Sphaceloma batatas L.) yang menyebabkan penurunan produksi. Untuk mengatasi hal ini, salah satunya dengan membentuk varietas ubi jalar tahan penyakit Scab yang dapat dilakukan melalui kultur in vitro. Metode kultur in vitro dapat digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik melalui variasi somaklonal. Kendala kultur in vitro pada ubi jalar adalah tingkat kontaminasi yang tinggi dan metode sterilisasi eksplan yang tidak mudah. Perbanyakan secara in vitro memerlukan kondisi yang steril pada eksplan untuk meminimalisir kontaminasi yaitu dengan cara sterilisasi eksplan. Sterilan yang efektif digunakan untuk mengendalikan kontaminasi dalam penelitian ini adalah sodium hipoklorit (NaOCl). Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan perbanyakan ubi jalar secara in vitro adalah media pertumbuhan eksplan. Peningkatan keragaman genetik ubi jalar secara in vitro memerlukan zat pengatur tumbuh untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan kalus yang dihasilkan. Penambahan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) seperti sitokinin dapat meningkatkan pertumbuhan, pembelahan sel dan diferensiasi sel. Beberapa sitokinin yang digunakan yaitu 6-benzylaminopurin (BAP), Kinetin dan Thidiazuron. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh interaksi antara konsentrasi NaOCl dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) terhadap tingkat sterilisasi eksplan ubi jalar dan pertumbuhan induksi kalus ubi jalar.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sentral Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (BALITKABI) pada bulan Juli 2021 hingga bulan April 2022. Penelitian terdiri atas dua tahap, tahap pertama adalah perlakuan sterilisasi dengan sodium hipoklorit (NaOCl) dan penelitian tahap dua adalah perlakuan berbagai macam ZPT. Pada penelitian tahap satu, metode pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi sterilan yang terdiri dari empat taraf yaitu NaOCl 1% (N1), NaOCl 1,5% (N2), NaOCl 2% (N3) dan NaOCl 2,5% (P4). Faktor kedua adalah durasi perendaman NaOCl yaitu selama 5 menit (P1), 10 menit (P2) dan 15 menit (P3). Masing-masing perlakukan diulang sebanyak tiga kali. Kemudian pada penelitian tahap dua, metode penelitian ini dirancangan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis ZPT yaitu 6- benzylaminopurin (BAP), Kinetin dan Thidiazuron. Faktor kedua adalah konsentrasi ZPT yaitu masing-masing 1,5 mg/l, 3 mg/l dan 4,5 mg/l. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Data dianalisis dengan menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) pada uji F taraf 5%. Apabila hasil dari uji F terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%