15 research outputs found

    Seagrass Connectivity Based on Oceanographic Condition in The Marine Protected Area of Biawak Islands, Indramayu

    Get PDF
    Seagrasses are an essential component of the coastal environment with provide many ecosystem services beneficial to humans. Understanding the pattern of dispersal of segrasses is important for conservation management. The aimed of this research was to analyze the seed dispersal of the seagrass Enhalus acoroides in the Marine Protected Area of Biawak Islands, Indramayu, based on hydrodynamic modelling. Oceanographic data were downloaded from several open acces website and location of seagrasses based one insitu observation. Then, oceanographic parameters and seed traits were used to develop the particle trajectory model. Our analysis showed that the seafloor’s depth around the islands varied, ranging from 8 m to 48 m. The seed dispersal was strongly influenced by alternating tidal currents (reversing current). The particle trajectory showed that most of the seeds would be transported outward away from each source in the islands, and they settled in deeper areas further from the coast of the islands. This result indicates that the seagrass population in Biawak Islands might depend predominantly on vegetative recruitment, which is slow. This may be related to the low seagrass canopy cover in Biawak Islands

    Hubungan variabilitas mixed layer depth kriteria ∆T=0,5 oC dengan sebaran tuna di Samudera Hindia bagian timur

    Get PDF
    Abstract. The Indian Ocean has an important role in the variability of aquatic ecosystems including fisheries resource. This study was conducted to determine the relationship between Mixed Layer Depth (MLD) criterion ∆T = 0.5 oC and distribution of tuna in the Eastern Indian Ocean. The study area was situated in the Eastern Indian Ocean at the coordinate 100 – 120oE dan 5 – 20oS. The data MLD criterion ∆T = 0.5 oC as well as data distribution and tuna catches which processed in the seasonal period were used in this study. Visualization result showed that the variation of MLD based on the depth value was inversely related to MLD variation based on temperature. MLD variations indicated that the depth of the shallowest MLD on the West Monsoon and deepest on the East Monsoon, while the highest temperature of MLD was recorded in Transitional Monsoon 1 and the lowest in Transitional Monsoon 2. The most widespread distribution of tuna were in Eastern Monsoon and the narrowest in Transional Monsoon 1. MLD variation relations with tuna catches have seen fairly high correlation of Pearson correlation value of 0.891 for tuna catches with depth MLD correlation and -0.927 for tuna catches correlation with temperature MLD.Keywords : Mixed Layer Depth (MLD); ∆T = 0.5 oC; Temperature; Depth; TunaAbstrak. Samudera Hindia merupakan salah satu perairan yang memiliki peranan penting dalam variabilitas ekosistem perairan termasuk didalamnya sumberdaya perikanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan Mixed Layer Depth (MLD) kriteria ∆T = 0,5 oC dengan sebaran Tuna di Samudera Hindia bagian Timur. Wilayah kajian penelitian ini adalah perairan Samudera Hindia bagian Timur dengan koordinat 100 – 120oBT dan 5 – 20oLS. Data yang digunakan adalah data MLD kriteria ∆T = 0,5 oC berdasarkan suhu dan kedalamannya, serta data sebaran dan tangkapan Tuna yang diolah dalam periode musiman. Hasil visualisasi menunjukkan bahwa variasi MLD berdasarkan kedalaman memiliki nilai berbanding terbalik dengan variasi MLD berdasarkan suhu. Variasi MLD menunjukkan bahwa kedalaman MLD paling dangkal berada pada Musim Barat yakni berkisar antara 22 – 60 dbar dan paling dalam berada pada Musim Timur dengan nilai berkisar antara 60 – 100 dbar, sedangkan suhu MLD tertinggi berada pada Musim Peralihan 1 yakni 28,5 – 29,5 oC dan terendah pada Musim Peralihan 2 dengan nilai berkisar antara 23 – 29 oC. Sebaran Tuna paling luas berada pada Musim Timur dan paling sempit berada pada Musim Peralihan 1. Hubungan variasi MLD dengan hasil tangkapan Tuna memiliki korelasi cukup tinggi yang terlihat dari nilai korelasi Pearson sebesar +0,891 untuk korelasi tangkapan Tuna dengan kedalaman MLD dan -0,927 untuk korelasi hasil tangkapan Tuna dengan suhu MLD.Kata kunci : Mixed Layer Depth; ∆T = 0,5 oC; Suhu; Kedalaman; Tun

    Java Sea Surface Temperature Variability during ENSO 1997 – 1998 and 2014 – 2015

    Get PDF
    Sea Surface Temperature (SST) is one of the important parameter to describe seawater characteristic. There is a strong linkage between SST and El Nino Southern Oscillation (ENSO). The purpose of this research is to investigate SST of Java Sea during in period 1997—1998 and 2014– 2015. We use datasets from Hycom archieves, INDESO, and SOI. The result shows El Nino is started in March 1997 until April 1998 (peak in March 1998), then La Nina is started in June to December 1998 (peak in July 1998). Maximum Sea Surface Temperature Anomaly (SSTA) is occurred in August – September 1998 (0.8 °C – 0.9 °C). During 2014–2015, a propagation of El Nino is founded. El Nino is started in August until November 2014 (-7.6 < SOI < -11.4, peak in August), and is followed in May to October 2015 (-12 < SOI < -20.2, peak in October). During 2014–2015, a maximum Sea Surface Temperature Anomaly (SSTA) is founded in May 2014 (0.5 °C)

    A New Oceanographic Data Portal: Padjadjaran Oceanographic Data Centre (PODC)

    Get PDF
    Understanding the physio-chemical oceanic and atmospheric processes is critical in monitoring climate change. Archipelagic and Small Island countries are vulnerable to the detrimental effects of climate change, and open access oceanic databases can solve data limitations leading to further development of action plans and government policies. A website was developed (www.isea-podc.org) to distribute and augment free oceanographic data based on various in-situ sampling instruments. Oceanographers review the data collected and stored in the portal. It is led by the Marine Research Laboratory (MEAL), Padjadjaran University, in partnership with Marine Science Institute (MSI), University of the Philippines. This framework supplements information that can support marine ecosystems, fisheries, and climate science studies. Furthermore, all data are accessible to not only the academe but also decision-makers in all aspects. The data sources are student research and the new instruments (RHEA and ARHEA) developed by MEAL. In the future, the portal will be integrated with other government institutional data to provide other functional features and can yield network-wide analyses. In the next phase, collaboration from ASEAN countries should be conducted to gain more impact and provide robust datasets

    Variabilitas Lapisan Termoklin Terhadap Kenaikan Mixed Layer Depth (MLD) di Selat Makassar

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi suhu, MLD, variabilitas ENSO, dan arus yang mempengaruhi lapisan termoklin di Selat Makassar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis temporal dan spasial serta deskriptif komparatif sehingga menghasilkan output berupa profil suhu vertikal. Suhu rata-rata pada kedalaman 0-500 m mencapai 25,8 dengan kisaran suhu 6,64-33,81. Pada tahun 2015 lapisan termoklin terbentuk pada kedalaman 50-400 m dengan kisaran suhu 9-28. Pada tahun 2016 lapisan termoklin mulai terbentuk pada kedalaman 50-300 m dengan kisaran suhu 9-27. Kedalaman MLD pada daerah tenggara Selat Makassar lebih tinggi. Kekuatan arus terkuat terjadi selama musim Barat dengan kecepatan rata-rata 0,06 m/s kearah selatan dan barat. El Nino terjadi pada November 2014 sampai Mei 2016 dengan El Nino terkuat pada 2015 menyebabkan nilai MLD kecil yaitu sebesar 50,30 m. Pada Agustus sampai Desember 2016 terjadi La Nina yang menyebabkan nilai MLD meningkat

    PENGEMBANGAN INSTRUMEN LAGRANGIAN GPS DRIFTER COMBINED (GERNED) UNTUK OBSERVASI LAUT

    Get PDF
    Instrumen Lagrangian telah banyak digunakan untuk pengumpulan data arus laut dan observasi di perairan Indonesia membutuhkan data yang langsung dapat diketahui (real time). Kajian ini menekankan pada pengembangan GPS Drifter Combined (GERNED) dari sisi desain dan sistem pengukuran. Hasil pengujian menunjukkan bahwa GERNED dapat digunakan di danau, perairan dangkal, dan laut terbuka. Konstruksi terdiri dari bahan akrilik, Polyethylene, dan aluminium. Desain konstruksi terdiri dari bagian atas sebagai penutup dan juga tempat sensor udara dan lampu indikator, bagian tengah yang merupakan pusat mikro-kontroller, catu daya, sensor-sensor, penyimpanan data manual dan pengiriman data via satelit. Biaya yang dibutuhkan untuk membuat alat ini sekitar 15.000.000 (lima belas juta rupiah) dengan biaya terbesar adalah kontrol pengiriman data. Pada bagian bawah merupakan baling-baling statik. Pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk melihat posisi lokasi sudah menunjukkan data yang sama dengan data lapangan sedangkan untuk pengujian lapangan yang dilakukan di pulau Untung Jawa menunjukkan bahwa arah dan pergerakan GERNED sama dengan pergerakan float tracking umumnya

    REVALUASI AKTIVITAS DI PENDIDIKAN TINGGI SETELAH PANDEMI COVID-19 UNTUK NEGARA BERKEMBANG

    Get PDF
    The higher education academic system has been affected due to COVID-19 Pandemic. Nowadays, the adjustment in curriculum and research adapt to the pandemic and be used in the future. The research aims to give an evaluation in education and research system in higher education during the pandemic. Moreover, this approach can give the direction for changes and adaptations for this era. The research method uses article reviews in several reputable journal websites, reports, and government regulation continued with comparative analysis. The result is the higher education has affected severely during the pandemic. Tridharma activities need to be evaluated to accommodate the best solving problem for this problem. Almost all Universities in Indonesia has changed their learning system to online and limited research conducted. Furthermore, the biggest challenge lies in internet connection and technology knowledge. In the end, complete evaluation becomes an obligation to fulfil the new learning system before being implemented after the pandemic. Technology investment and quality assurance also need to consider to decide the best learning method for the future.Sistem akademik di perguruan tinggi terbukti telah terdampak oleh pandemi COVID-19. Saat ini penyesuaian kurikulum dan riset tidak hanya dilakukan akibat pandemi tetapi diharapkan dapat digunakan di masa mendatang. Tujuan dari kajian ini adalah untuk memberikan evaluasi sistem pendidikan dan riset terintegrasi di perguruan tinggi pada saat pandemi. Selanjutnya adalah memberikan arahan dalam perubahan dan penyesuaian setelah pandemi. Metode yang digunakan pada kajian ini adalah dengan penelusuran artikel pada jurnal bereputasi, laporan, dan laporan pemerintah. Dari hasil penelusuran tersebut kemudian dilakukan analisis mendalam dengan metode komparasi. Hasil yang didapatkan antara lain adalah bahwa selama pandemi berlangsung, pendidikan tinggi merupakan salah satu bidang yang terdampak serius. Aktivitas tri dharma perguruan tinggi disesuaikan namun belum mendapatkan metode yang terbaik seperti sebelum pandemi. Hampir semua universitas di Indonesia mengubah pembelajaran menjadi online dan riset yang dilakukan secara terbatas. Di Indonesia, tantangan terbesar adalah pada jaringan internet dan penguasaan teknologi. Pada akhirnya, Modifikasi pembelajaran setelah pandemi dapat dilakukan dengan mewajibkan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh sebelum sistem yang baru diberlakukan. Investasi terhadap teknologi dan kebutuhan Quality Assurance dapat dilakukan secara dini untuk menentukan kurikulum yang paling tepat di masa mendatang
    corecore