8 research outputs found

    Pengaruh Kondisi Vasektomi pada Perilaku Reproduksi Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia, Bogor

    Get PDF
    - Telah dilakukan pengamatan perilaku reproduksi moyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) yang telah disterilkan dengan metode vasektomi. Tujuan penelitian adalah mengamati pengaruh vasektomi monyet ekor panjang terhadap perilaku reproduksinya. Pengamatan dilakukan pada tiga ekor monyet ekor panjang jantan (Jantan1, Jantan2, dan Jantan3) yang dikandangkan bersama dua ekor monyet ekor panjang betina (Betina1 dan Betina2) dengan metode scan sampling dan ad libitum dengan interval waktu 5 menit tanpa jeda. Pengamatan dilakukan dari pukul 08.00-15.00 WIB selama 14 hari di bulan Agustus 2016, serta dengan total titik sampel yang diperoleh adalah 1008. Hasil pengamatan menunjukkan ketiga jantan masih aktif melakukan perilaku reproduksi, dengan Jantan1 yang merupakan jantan dominan dalam kelompok yang lebih mendominasi betina dibanding Jantan2 dan Jantan3, dibuktikan dengan nilai MM (Male Mounts) terhadap betina yaitu Jantan1 sebanyak 111 kali, Jantan2 sebanyak 10 kali dan Jantan3 sebanyak 21 kali. Perilaku reproduksi pada ketiga jantan masih ditemukan karena metode vasektomi tidak merusak proses spermatogenesis sehingga sistem hormonal hewan tidak terganggu. Terdapat perbedaan frekuensi perilaku reproduksi jantan terhadap Betina1 dan Betina2. Hal tersebut dikarenakan preferensi jantan dalam kelompok yang lebih memilih untuk kawin dengan Betina1 daripada Betina2, yang dibuktikan dengan nilai FRS (Female Refuses Sex) dari Betina1 terhadap jantan sebanyak 111 kali sementara Betina2 sebanyak 7 kali. Diduga Betina1 merupakan betina dominan dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi daripada Betina2.Kata Kunci - Macaca fascicularis, Rehabilitasi, Perilaku Reproduksi, Vasektom

    Blood Biochemistry Reference Values of Javan Slow Loris (Nycticebus javanicus) in Rehabilitation Center

    Get PDF
    The Javan slow loris (Nycticebus javanicus) is an endemic primate species to Java Island, Indonesia. Currently, their conservation status is critically endangered due to habitat loss and the illegal wildlife trade. As a consequence of the pet trade, wild-caught slow lorises are confiscated or handed over to centers like IAR Indonesia Rescue Center. Rescued lorises present multiple health issues following stress, trauma, and miss-treatment after being kept as pets. During the medical evaluation, besides physical examination, blood biochemistry provides valuable diagnostic information. However, data on physiological values are unavailable and therefore interpretation of results is difficult. The objective of this study was to establish blood biochemistry reference values for wild, rehabilitant healthy adult Javan slow lorises in captivity. We anesthetized 20 individuals of Javan slow loris (10 males and 10 females) for pre-release check-up procedures. Blood samples were collected for blood biochemistry analysis on an in-house Vetscan VS2 (Zoetis), after which the results were statistically analyzed for mean and standard deviation. Results showed different values between the male and female group, however, they were not significant (p>0,05). Comparison with available biochemistry data (ZIMS) for other loris species in captivity: Nycticebus pygmaeus and Nycticebus coucang, did not show significant differences. Although the sample size of this study was limited, this study provides the first preliminary reference ranges for healthy adult wild, rehabilitant Javan slow loris in captivity. Further data collection is necessary for more accurate ranges and will be done during the future pre-release health check

    Multiple Trichoepithelioma pada Kukang (Nycticebus coucang) Jantan di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia: Studi Kasus

    Get PDF
    Berbagai macam neoplasia telah dilaporkan di prosimian tetapi masih sedikit sekali kasus tumor kulit pada kukang yang dilaporkan. Tulisan ini bertujuan untuk membahas kasus multiple trichoepithelioma pada kukang sumatra (N. coucang). Seekor kukang sumatera berjenis kelamin jantan, dewasa, memiliki berat 670 gram, telah diterima oleh Pusat Rehabilitasi Primata Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (PRP-YIARI), Bogor pada Mei 2014. Pada pemeriksaan fisik ditemukan sebanyak 18 buah bentukan masa di kulitnya dengan diameter yang bervariasi 5-25 mm dan tersebar di seluruh tubuh mulai dari kaki, tangan, punggung, perut dan dahi. Hasil biopsi jaringan menunjukkan adenoma kelenjar sebaseous dan pemeriksaan histopatologi lanjutan menunjukkan trichoepithelioma. Merujuk dari hasil histopatologi dan keberadaan jumlah tumor yang banyak, maka diagnosa dari kasus ini adalah multiple trichoepithelioma dengan prognosa fausta. Terapi berupa eksisi tumor dengan pembedahan telah dilakukan dan cukup efektif. Masih belum diketahui apakah penyakit ini telah ada pada kukang sejak hidup liar di alam atau terjadi ketika dipelihara dalam lingkungan captive.Kata kunci: kukang, IAR Indonesia, multipel trichoepithelioma, neoplasia (Multiple Trichoepithelioma pada Kukang (Nycticebus coucang) Jantan di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia: Studi Kasus)A variety of neoplasia have been reported in prosimians, but only a few skin neoplasia were reported in slow lorises. The objective of this case study is to report a case of multiple trichoepithelioma on sumatran slow loris (N. coucang). On May 2014, Pusat Rehabilitasi Primata Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia  (PRP-YIARI), Bogor, has been rescued an adult male Sumatran slow loris with 670 gram of body weight. During the physical examination, he was found with 18 masses in his skin, in varies diameter (5-25 mm) and spread in his whole body from hand, foot, back, stomach and forehead. The result of tissues biopsy shown that the masses were sebaceous gland adenoma, but further histopathological examination shown that it was trichoepithelioma. Due regard of the histopathological result and the amount of the tumour, we diagnosed this case study as multiple trichoepithelioma with good prognosis. Treatment by surgical tumour excision has already done and had quite effective result. It still remind unclear whether this case happen since the slow loris live in the wild or during in captivity.Keywords: slow loris, IAR Indonesia, multiple trichoepithelioma, neoplasi

    Pengaruh Kondisi Vasektomi pada Perilaku Reproduksi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia, Bogor

    Get PDF
    Abstrak - Telah dilakukan pengamatan perilaku reproduksi moyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) yang telah disterilkan dengan metode vasektomi. Tujuan penelitian adalah mengamati pengaruh vasektomi monyet ekor panjang terhadap perilaku reproduksinya. Pengamatan dilakukan pada tiga ekor monyet ekor panjang jantan (Jantan1, Jantan2, dan Jantan3) yang dikandangkan bersama dua ekor monyet ekor panjang betina (Betina1 dan Betina2) dengan metode scan sampling dan ad libitum dengan interval waktu 5 menit tanpa jeda. Pengamatan dilakukan dari pukul 08.00-15.00 WIB selama 14 hari di bulan Agustus 2016, serta dengan total titik sampel yang diperoleh adalah 1008. Hasil pengamatan menunjukkan ketiga jantan masih aktif melakukan perilaku reproduksi, dengan Jantan1 yang merupakan jantan dominan dalam kelompok yang lebih mendominasi betina dibanding Jantan2 dan Jantan3, dibuktikan dengan nilai MM (Male Mounts) terhadap betina yaitu Jantan1 sebanyak 111 kali, Jantan2 sebanyak 10 kali dan Jantan3 sebanyak 21 kali. Perilaku reproduksi pada ketiga jantan masih ditemukan karena metode vasektomi tidak merusak proses spermatogenesis sehingga sistem hormonal hewan tidak terganggu. Terdapat perbedaan frekuensi perilaku reproduksi jantan terhadap Betina1 dan Betina2. Hal tersebut dikarenakan preferensi jantan dalam kelompok yang lebih memilih untuk kawin dengan Betina1 daripada Betina2, yang dibuktikan dengan nilai FRS (Female Refuses Sex) dari Betina1 terhadap jantan sebanyak 111 kali sementara Betina2 sebanyak 7 kali. Diduga Betina1 merupakan betina dominan dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi daripada Betina2.Kata Kunci - Macaca fascicularis, Rehabilitasi, Perilaku Reproduksi, VasektomiAbstract - A study of reproductive behavior has been conducted on long tail macaques (Macaca fascicularis) which have been sterilized by a vasectomy method at Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), Bogor. The purpose of the study is to observe the influence of vasectomy to reproductive behavior of those animals. Observation was conducted on 3 (three) male macaques (the code names are: Jantan1, Jantan2 and Jantan3) which were captive-housed with 2 other female macaques (the code names are: Betina1 and Betina2). The method of observation is a combination of scan sampling and ad libitum methods with 5 (five) minutes intervals without pause. Daily observation were done from 08:00 am to 03:00 pm for 14 days in August 2016 and brought about 1,008 sample points. Results showed all males still actively performed reproductive behavior with Jantan1 in dominant position to all females compared to other males. Male Mounts (MM) of Jantan1 (111 times) was found higher than other males (Jantan2 10 times and Jantan3 21 times). We resume that reproductive behavior was still found in all males because vasectomy methods did not affect spermatogenesis process therefore the hormonal system remain in normal condition. There are differences in the frequency of males’ reproductive behavior to all females since all males preferring to mate with Betina1 instead of Betina2. The Female Refuse Sex behavior to males was found higher in Betina1 (111 times) than Betina2 (7 times) as Betina1 assumed to be dominant than Betina2.Keywords - Macaca fascicularis, Rehabilitation, Reproductive Behavior, Vasectom

    PREVALENSI PROTOZOA USUS PADA KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucang) MELALUI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MEDIA PENGAWET DAN KONSENTRASI BERBEDA DI PUSAT REHABILITASI YIARI CIAPUS, BOGOR

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis protozoa, jumlah ookista dan prevalensi kukang sumatera (Nycticebus coucang) yang terinfeksi protozoa usus  dengan menggunakan berbagai macam media pengawet dan konsentrasi berbeda. Penelitian ini dilakukan pada lima ekor kukang sumatera.  Pengambilan sampel dilakukan pada malam hari dan diawetkan pada berbagai macam media kontrol (tanpa larutan), alkohol 70%, alkohol 80%, formalin 5%, dan formalin 10%.  Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode pemeriksaan natif dan metode apung.  Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Diagnostik, YIARI dan Laboratorium Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.  Hasil pemeriksaan dengan metode natif diperoleh dua kelompok protozoa yaitu protozoa parasitik dan protozoa non parasitik.  Protozoa parasitik diperoleh tiga famili yaitu Eimeriidae, Endamobidae, dan Balantiidae dengan empat jenis yaitu Isospora sp., Cryptosporidium parvum, Entamoeba coli, dan Balantidium coli.  Sedangkan hasil identifikasi Protozoa non parasitik hanya ditemukan famili Oxytrichidae dengan satu jenis yaitu Oxytricha granulifera.  Hasil perhitungan dengan metode apung diperoleh ookista Eimeria sp. dengan jumlah 200 sel/gram.  Prevalensi protozoa usus melalui penggunaan berbagai macam media dan konsentrasi berbeda pada  kukang sumatera yaitu 2% pada kontrol, 9,2% pada alkohol 70%, 13% pada alkohol 80%, 5,8% pada formalin 5%, dan 5,4% pada formalin 10%.  Media alkohol 80% menjadi rekomendasi paling bagus sebagai media pengawet protozoa usus dibandingkan dengan alkohol 70%, formalin 5%, dan formalin 10%

    Multiple Trichoepithelioma pada Kukang (Nycticebus coucang) Jantan di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia: Studi Kasus

    No full text
    Berbagai macam neoplasia telah dilaporkan di prosimian tetapi masih sedikit sekali kasus tumor kulit pada kukang yang dilaporkan. Tulisan ini bertujuan untuk membahas kasus multiple trichoepithelioma pada kukang sumatra (N. coucang). Seekor kukang sumatera berjenis kelamin jantan, dewasa, memiliki berat 670 gram, telah diterima oleh Pusat Rehabilitasi Primata Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (PRP-YIARI), Bogor pada Mei 2014. Pada pemeriksaan fisik ditemukan sebanyak 18 buah bentukan masa di kulitnya dengan diameter yang bervariasi 5-25 mm dan tersebar di seluruh tubuh mulai dari kaki, tangan, punggung, perut dan dahi. Hasil biopsi jaringan menunjukkan adenoma kelenjar sebaseous dan pemeriksaan histopatologi lanjutan menunjukkan trichoepithelioma. Merujuk dari hasil histopatologi dan keberadaan jumlah tumor yang banyak, maka diagnosa dari kasus ini adalah multiple trichoepithelioma dengan prognosa fausta. Terapi berupa eksisi tumor dengan pembedahan telah dilakukan dan cukup efektif. Masih belum diketahui apakah penyakit ini telah ada pada kukang sejak hidup liar di alam atau terjadi ketika dipelihara dalam lingkungan captive.Kata kunci: kukang, IAR Indonesia, multipel trichoepithelioma, neoplasia (Multiple Trichoepithelioma pada Kukang (Nycticebus coucang) Jantan di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia: Studi Kasus)A variety of neoplasia have been reported in prosimians, but only a few skin neoplasia were reported in slow lorises. The objective of this case study is to report a case of multiple trichoepithelioma on sumatran slow loris (N. coucang). On May 2014, Pusat Rehabilitasi Primata Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia  (PRP-YIARI), Bogor, has been rescued an adult male Sumatran slow loris with 670 gram of body weight. During the physical examination, he was found with 18 masses in his skin, in varies diameter (5-25 mm) and spread in his whole body from hand, foot, back, stomach and forehead. The result of tissues biopsy shown that the masses were sebaceous gland adenoma, but further histopathological examination shown that it was trichoepithelioma. Due regard of the histopathological result and the amount of the tumour, we diagnosed this case study as multiple trichoepithelioma with good prognosis. Treatment by surgical tumour excision has already done and had quite effective result. It still remind unclear whether this case happen since the slow loris live in the wild or during in captivity.Keywords: slow loris, IAR Indonesia, multiple trichoepithelioma, neoplasi

    Plasmodium pitheci malaria in Bornean orang-utans at a rehabilitation centre in West Kalimantan, Indonesia

    No full text
    Background Plasmodial species naturally infecting orang-utans, Plasmodium pitheci and Plasmodium silvaticum, have been rarely described and reportedly cause relatively benign infections. Orang-utans at Rescue Rehabilitation Centres (RRC) across the orang-utan natural range suffer from malaria illness. However, the species involved and clinical pathology of this illness have not been described in a systematic manner. The objective of the present study was to identify the Plasmodium species infecting orang-utans under our care, define the frequency and character of malaria illness among the infected, and establish criteria for successful diagnosis and treatment. Methods During the period 2017-2021, prospective active surveillance of malaria among 131 orang-utans resident in a forested RRC in West Kalimantan (Indonesia) was conducted. A total of 1783 blood samples were analysed by microscopy and 219 by nucleic acid based (PCR) diagnostic testing. Medical records of inpatient orang-utans at the centre from 2010 to 2016 were also retrospectively analysed for instances of symptomatic malaria. Results Active surveillance revealed 89 of 131 orang-utans were positive for malaria at least once between 2017 and 2021 (period prevalence = 68%). During that period, 14 cases (affecting 13 orang-utans) developed clinical malaria (0.027 attacks/orang-utan-year). Three other cases were found to have occurred from 2010-2016. Sick individuals presented predominantly with fever, anaemia, thrombocytopenia, and leukopenia. All had parasitaemias in excess of 4000/mu L and as high as 105,000/mu L, with severity of illness correlating with parasitaemia. Illness and parasitaemia quickly resolved following administration of artemisinin-combined therapies. High levels of parasitaemia also sometimes occurred in asymptomatic cases, in which case, parasitaemia cleared spontaneously. Conclusions This study demonstrated that P. pitheci very often infected orang-utans at this RRC. In about 14% of infected orang-utans, malaria illness occurred and ranged from moderate to severe in nature. The successful clinical management of acute pitheci malaria is described. Concerns are raised about this infection potentially posing a threat to this endangered species in the wild.ISSN:1475-287
    corecore