71 research outputs found

    Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Prestasi Belajar Matematika dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Abang

    Full text link
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan prestasi belajar matematika dan keterampilan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang belajar dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan pretest-posttest non-equivalent control group design. Sampel penelitian adalah dua kelas VIII di SMP Negeri 2 Abang tahun pelajaran 2015/2016 yang ditentukan dengan teknik random sampling. Data penelitian ini adalah data prestasi belajar dan keterampilan berpikir kritis. Masing-masing data dikumpulkan dengan tes,serta dianalisis dengan uji MANCOVA. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan prestasi belajar matematika dan keterampilan berpikir kritis antara siswa yang belajar dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang belajar dengan menerapkan model pembelajaran konvensional.Kata Kunci : Pembelajaran Berbasis Masalah, Prestasi Belajar, dan Keterampilan Berpikir Kritis The purpose of this study was to describe the differences in mathematics achievement and skills of critical thinking among students who learn by applying problem based learning and student learning by applying conventional learning model. This research is quasi experiment with pretest - posttest non - equivalent control group design. Samples are two classes VIII in SMP Negeri 2 Abang in the academic year 2015/2016 which was determined by random sampling technique. This research data is data learning achievement and critical thinking skills. Each of data collected by the test, and analyzed with MANCOVA. The results showed there are differences in mathematics achievement and skills of critical thinking among students who learn by applying problem based learning and student learning by applying conventional learning model

    Pelatihan Tidur Terlentang dengan Lengan Lurus ke Atas Mendorong Beban 1 Kg di Kedua Tangan dengan 10 Repetisi 2 Set terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Lengan Siswa Putri Kelas VIII SMP Negeri 3 Tampaksiring Tahun Ajaran 2015/2016

    Full text link
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kekuatan otot lengan pada pelatihan tidur terlentang dengan lengan lurus ke atas mendorong beban 1 kg di kedua tangan siswa putri kelas VIII SMP Negeri 3 Tampaksiring. Populasi yang digunakan adalah seluruh siswa putri kelas VIII SMP Negeri 3 Tampaksiring Tahun Ajaran 2015/2016 yang berjumlah 121 orang tetapi karena keterbatasan waktu, biaya, maka peneliti mempergunakan teknik penghitungan rumus Pocock (2008) sebanyak 24 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes dan pengukuran tes, tes yang diberikan adalah tes menarik hand dynamometer sebagai tes awal dan tes akhir. Analisis data digunakan metode analisis statistik dengan rumus t-tes. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil t-tes kelompok perlakuan sebesar 11,727, sedangkan t-tabel menunjukkan angka 2,262, dengan taraf signifikan 5% db = 9. Demikian juga pada kelompok kontrol didapat t-tes sebesar 7,141, sedangkan t-tabel menunjukkan angka 2,262, dengan taraf signifikan 5% db = 9. Perbedaan kelompok perlakuan dan kontrol didapat t-tes sebesar 1,304, sedangkan t-tabel menunjukan angka 2,101, dengan taraf signifikan 5% db = 18. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sama-sama mempunyai peningkatan yang signifikan terhadap kekuatan otot lengan siswa putri kelas VIII SMP Negeri 3 Tampaksiring Tahun Ajaran 2015/2016. Sedangkan untuk perbedaan peningkatan kelompok perlakuan dan kontrol tidak ada perbedaan peningkatan yang signifikan terhadap kekuatan otot lengan siswa putri kelas VIII SMP Negeri 3 Tampaksiring Tahun Ajaran 2015/2016, karena tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan dari hasil yang diperoleh, maka dapat menggunakan salah satu pelatihan tersebut

    PENGUKURAN KOEFISIEN ATENUASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS AIR DI PERAIRAN KELURAHAN PULAU PANGGANG

    Get PDF
    Koefisien atenuasi merupakan gambaran seberapa besar cahaya datang berkurang atau hilang dibandingkan dengan energi cahaya datang di permukaan. Pengurangan energi cahaya dikarenakan adanya proses absorpsi dan hamburan oleh kolom air dan materi yang terkandung di dalamnya seperti fitoplankton, padatan tersuspensi dan colored dissolved organic matter. Kuantitas cahaya yang mengalami atenuasi setara dengan jumlah cahaya yang diabsorpsi dan dihamburkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara koefisien atenuasi dengan kualitas air, serta mengkaji karakteristik optik perairan Kelurahan Pulau Panggang. Pengukuran spektral menggunakan TriOSRamses yang memiliki sensor irradiance dengan panjang gelombang antara 320 nm sampai 950 nm dan rentang kanal 3,3 nm. Perhitungan koefisien atenuasi (Kd) berdasarkan perubahan downwelling irradiance pada dua kedalaman berbeda. Korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara Kd dengan kualitas air. Berdasarkan rentang panjang gelombang, Kd dibagi menjadi 4 yaitu Kd PAR, Kd biru, Kd hijau dan Kd merah. Kd biru dan Kd hijau memiliki hubungan paling erat dengan kecerahan sebesar 0,5406 dan 0,3990 serta bersifat negatif, sedangkan Kd PAR dan Kd merah paling erat hubungannya dengan muatan padatan tersuspensi sebesar 0,4015 dan 0,4073 dan bersifat positif. Perairan Kelurahan Pulau Panggang merupakan perairan turbid dengan nilai Kd PAR &gt; 0,115 m-1.</p

    Inovasi Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Cair Berbasis Limbah Sabut Kelapa

    Get PDF
    Sabut kelapa merupakan salah satu limbah dari buah kelapa yang berpotensi untuk dimanfaatkan karena mudah diperoleh dan tersedia dalam jumlah yang banyak serta dapat diolah menjadi pupuk organik cair. Pupuk organik cair berbasis sabut kelapa dapat dimanfaatkan sebagai pupuk karena mengandung unsur Nitrogen(N), Fosfor (P), dan Kalium (K) sehingga dapat memenuhi kebutuhan unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman sayur-sayuran. Pengabdian masyarakat ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji pengaruh &nbsp;pemberian pupuk organik cair berbasis limbah sabut kelapa terhadap &nbsp;pertumbuhan dan perkembangan tanaman sayur-sayuran &nbsp;serta melatih masyarakat untuk lebih mandiri dalam memanfaatkan limbah sabut kelapa sebagai pupuk organik cair (POC). Pengabdian telah dilaksanakan di Desa Sigar Penjalin Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara. Metode yang digunakan dalam melaksanakan program pengabdian adalah metode Participatory Research Appraisal (PRA) yaitu bentuk metode yang melibatkan semua anggota mitra sasaran dalam melakukan program kerja. Dari program yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa sekitar 75% anggota kelompok ibu-ibu PKK Desa Sigar Penjalin siap untuk mengolah limbah sabut kelapa menjadi pupuk organik cair. Hasil monitoring dan evaluasi menunjukkan bahwa pengolahan limbah sabut&nbsp; kelapa menjadi pupuk organik cair &nbsp;secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan ibu-ibu PKK. Kesimpulan dari kegiatan pengabdian ini adalah tanaman sayur-sayuran yang diberikan pupuk organik&nbsp; cair berbasis limbah sabut kelapa memberikan perubahan yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu pertumbuhannya lebih cepat, daunnya lebih lebar dan berwarna hijau segar

    Efektivitas Niacinamide sebagai Lightening Agent

    Get PDF
    "Parwati, Tuntun. 2021. Efektivitas Niacinamide Sebagai Lightening Agent. Tugas Akhir, Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing : (1) apt. Oktavia Eka Puspita,S.Farm., M. Sc. (2) apt. Tamara Gusti Ebtavanny, S.Farm., M.Farm Hiperpigmentasi merupakan kondisi kelebihan pigmen pada kulit yang salah satunya disebabkan karena paparan sinar ultraviolet (UV) sehingga diperlukan kosmetik yang mengandung agen pencerah (lightening agent) untuk mengatasi hiperpigmentasi pada kulit. Dalam systematic literature review ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas sediaan krim yang mengandung niacinamide sebagai Lightening Agent serta penurunan hiperpigmentasi wajah dan perbaikan melasma yang dilihat dari adanya pengurangan jumlah pigmen, indeks melanin/ukuran eritema. Pencarian literatur yang komprehensif dilakukan menggunakan aplikasi Publish or Perish (PoP) pada beberapa database yaitu Google Scholar, Scopus, dan Crossref dengan alur penyeleksian artikel menggunakan protokol Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA). Dari tujuh artikel yang telah diidentifikasi hasil menunjukkan bahwa partisipan yang diberi intervensi krim niacinamide kombinasi dapat mengurangi keparahan melasma diukur menggunakan Individual topography Angle (ITA), dan chromameter. Kesimpulan dalam Systematic Literature Review ini yaitu sediaan krim yang mengandung niacinamide efektif dalam menurunkan pengurangan jumlah pigmen, indeks melanin/ukuran eritema tergantung dengan konsentrasi niacinamide dan bahan kombinasi yang digunakan. Kata kunci: Hiperpigmentasi, Krim, Niacinamide, Lightening Agent, perbaikan melasma

    First insights into the phylogenetic diversity of Mycobacterium tuberculosis in Nepal

    Get PDF
    BACKGROUND: Tuberculosis (TB) is a major public health problem in Nepal. Strain variation in Mycobacterium tuberculosis may influence the outcome of TB infection and disease. To date, the phylogenetic diversity of M. tuberculosis in Nepal is unknown. METHODS AND FINDINGS: We analyzed 261 M. tuberculosis isolates recovered from pulmonary TB patients recruited between August 2009 and August 2010 in Nepal. M. tuberculosis lineages were determined by single nucleotide polymorphisms (SNP) typing and spoligotyping. Drug resistance was determined by sequencing the hot spot regions of the relevant target genes. Overall, 164 (62.8%) TB patients were new, and 97 (37.2%) were previously treated. Any drug resistance was detected in 50 (19.2%) isolates, and 16 (6.1%) were multidrug-resistant. The most frequent M. tuberculosis lineage was Lineage 3 (CAS/Delhi) with 106 isolates (40.6%), followed by Lineage 2 (East-Asian lineage, includes Beijing genotype) with 84 isolates (32.2%), Lineage 4 (Euro-American lineage) with 41 (15.7%) isolates, and Lineage 1 (Indo-Oceanic lineage) with 30 isolates (11.5%). Based on spoligotyping, we found 45 different spoligotyping patterns that were previously described. The Beijing (83 isolates, 31.8%) and CAS spoligotype (52, 19.9%) were the dominant spoligotypes. A total of 36 (13.8%) isolates could not be assigned to any known spoligotyping pattern. Lineage 2 was associated with female sex (adjusted odds ratio [aOR] 2.58, 95% confidence interval [95% CI] 1.42-4.67, p = 0.002), and any drug resistance (aOR 2.79; 95% CI 1.43-5.45; p = 0.002). We found no evidence for an association of Lineage 2 with age or BCG vaccination status. CONCLUSIONS: We found a large genetic diversity of M. tuberculosis in Nepal with representation of all four major lineages. Lineages 3 and 2 were dominating. Lineage 2 was associated with clinical characteristics. This study fills an important gap on the map of the M. tuberculosis genetic diversity in the Asian reg

    Two new rapid SNP-typing methods for classifying Mycobacterium tuberculosis complex into the main phylogenetic lineages

    Get PDF
    There is increasing evidence that strain variation in Mycobacterium tuberculosis complex (MTBC) might influence the outcome of tuberculosis infection and disease. To assess genotype-phenotype associations, phylogenetically robust molecular markers and appropriate genotyping tools are required. Most current genotyping methods for MTBC are based on mobile or repetitive DNA elements. Because these elements are prone to convergent evolution, the corresponding genotyping techniques are suboptimal for phylogenetic studies and strain classification. By contrast, single nucleotide polymorphisms (SNP) are ideal markers for classifying MTBC into phylogenetic lineages, as they exhibit very low degrees of homoplasy. In this study, we developed two complementary SNP-based genotyping methods to classify strains into the six main human-associated lineages of MTBC, the 'Beijing' sublineage, and the clade comprising Mycobacterium bovis and Mycobacterium caprae. Phylogenetically informative SNPs were obtained from 22 MTBC whole-genome sequences. The first assay, referred to as MOL-PCR, is a ligation-dependent PCR with signal detection by fluorescent microspheres and a Luminex flow cytometer, which simultaneously interrogates eight SNPs. The second assay is based on six individual TaqMan real-time PCR assays for singleplex SNP-typing. We compared MOL-PCR and TaqMan results in two panels of clinical MTBC isolates. Both methods agreed fully when assigning 36 well-characterized strains into the main phylogenetic lineages. The sensitivity in allele-calling was 98.6% and 98.8% for MOL-PCR and TaqMan, respectively. Typing of an additional panel of 78 unknown clinical isolates revealed 99.2% and 100% sensitivity in allele-calling, respectively, and 100% agreement in lineage assignment between both methods. While MOL-PCR and TaqMan are both highly sensitive and specific, MOL-PCR is ideal for classification of isolates with no previous information, whereas TaqMan is faster for confirmation. Furthermore, both methods are rapid, flexible and comparably inexpensive

    Baseline Predictors of Sputum Culture Conversion in Pulmonary Tuberculosis: Importance of Cavities, Smoking, Time to Detection and W-Beijing Genotype

    Get PDF
    Background: Time to detection (TTD) on automated liquid mycobacterial cultures is an emerging biomarker of tuberculosis outcomes. The M. tuberculosis W-Beijing genotype is spreading globally, indicating a selective advantage. There is a paucity of data on the association between baseline TTD and W-Beijing genotype and tuberculosis outcomes. Aim: To assess baseline predictors of failure of sputum culture conversion, within the first 2 months of antitubercular therapy, in participants with pulmonary tuberculosis. Design: Between May 2005 and August 2008 we conducted a prospective cohort study of time to sputum culture conversion in ambulatory participants with first episodes of smear and culture positive pulmonary tuberculosis attending two primary care clinics in Cape Town, South Africa. Rifampicin resistance (diagnosed on phenotypic susceptibility testing) was an exclusion criterion. Sputum was collected weekly for 8 weeks for mycobacterial culture on liquid media (BACTEC MGIT 960). Due to missing data, multiple imputation was performed. Time to sputum culture conversion was analysed using a Cox-proportional hazards model. Bayesian model averaging determined the posterior effect probability for each variable. Results: 113 participants were enrolled (30.1% female, 10.5% HIV-infected, 44.2% W-Beijing genotype, and 89% cavities). On Kaplan Meier analysis 50.4% of participants underwent sputum culture conversion by 8 weeks. The following baseline factors were associated with slower sputum culture conversion: TTD (adjusted hazard ratio (aHR) = 1.11, 95% CI 1.02; 1.2), lung cavities (aHR = 0.13, 95% CI 0.02; 0.95), ever smoking (aHR = 0.32, 95% CI 0.1; 1.02) and the W-Beijing genotype (aHR = 0.51, 95% CI 0.25; 1.07). On Bayesian model averaging, posterior probability effects were strong for TTD, lung cavitation and smoking and moderate for W-Beijing genotype. Conclusion: We found that baseline TTD, smoking, cavities and W-Beijing genotype were associated with delayed 2 month sputum culture. Larger studies are needed to confirm the relationship between the W-Beijing genotype and sputum culture conversion.Publisher's versio
    • …
    corecore