15 research outputs found

    Pemetaan Kompleksitas Habitat Dasar Perairan Menggunakan Data Batimetri di Perairan Pulau Kemujan Karimunjawa

    Get PDF
    The complexity of the substrate of the bottom waters describes the diversity of the bottom structure of the waters. The structure of the complexity of bottom waters can be measured by the rugosity. Manual method for measuring rugosity can be used chain method. Besides that rugosity can be calculated using bathymetry data using Surface Area from Elevation Grid Extension tools that integrated in ArcGIS which produces Arc-chord ratio (ACR) rugosity. Based on this method, a flat area has rugosity close to 1, while an area with high elevated will show rugosity value higher then 1 (>1). Measurement of the complexity of the bottom waters is carried out to see the condition of benthic habitat in the shallow waters of Kemujan Island, Karimunjawa Islands. Based on the rugosity index, conditions of bottom waters of the Kemujan Island are quite complex (ACR rugosity index, 2-2.044). The ACR rugosity index correlated quite well with the rugosity index of the field measurement (r = 0.76).  Kompleksitas dasar perairan menggambarkan keragaman struktur dasar perairan. Struktur kompleksitas suatu dasar perairan dapat diukur dengan tingkat kekasaran (rugosity) dasar perairan. Metode pengukuran rugosity secara manual dilakukan dengan menggunakan metode rantai (chain). Selain itu rugosity juga dapat dihitung dengan menggunakan data kedalaman dengan menggunakan Surface Area from Elevation Grid Extension yang terintegrasi pada ArcGIS yang menghasilkan Arc-chord ratio (ACR) rugosity. Berdasarkan metode ini daerah datar memiliki nilai rugosity mendekati 1, sedangkan area dengan relief tinggi akan menunjukkan nilai rugosity yang lebih tinggi (>1). Pengukuran kompleksitas dasar perairan dilakukan untuk melihat kondisi habitat dasar di perairan dangkal Pulau Kemujan Kepulauan Karimunjawa. Berdasarkan indeks rugosity, kondisi dasar perairan Pulau Kemujan memiliki kompleksitas yang cukup tinggi (indeks ACR rugosity 2-2.044). Hal tersebut menggambarkan kondisi dasar perairan di sekitar lokasi penelitian cukup beragam. Indeks rugosity ACR berkorelasi cukup baik dengan indeks rugosity hasil pengukuran lapangan (r=0.76)

    Estimasi Kedalaman Perairan Dangkal Menggunakan Citra Satelit Multispektral Sentinel-2A

    Get PDF
    Estimasi kedalaman perairan dangkal menggunakan data penginderaan jauh menjadi salah satu alternatif pengukuran kedalaman yang terkendala masalah teknis dan logistik. Ekstraksi kedalaman menggunakan citra Sentinel-2A dilakukan di sekitar perairan Pulau Kemujan Taman Nasional Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Sebanyak 2134 data (1280 data training dan 854 data test) hasil pemeruman digunakan pada saat analisis. Dark Object Substraction (DOS) digunakan pada proses awal pengolahan citra Sentinel 2A untuk menghasilkan citra yang terkoreksi atmosferik. Metode algoritma yang digunakan untuk mengestimasi kedalaman antara lain: linear transform, ratio transform dan support vector machine (SVM). Hasil korelasi antara data prediksi kedalaman dan hasil pemeruman tertinggi dihasilkan dari metode algoritma SVM dengan koefisien determinasi (R2)  0,71 (data training) dan 0,56 (data test). Hasil penilaian akurasi menggunakan nilai Root Mean Square Error (RMSE) dan Mean Absolute Error (MAE), metode algoritma SVM memiliki nilai penyimpangan terkecil (< 1 m). Hal tersebut mengindikasikan bahwa metode algoritma SVM memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua metode lainnya

    VARIATION AND TREND OF SEA LEVEL DERIVED FROM ALTIMETRY SATELLITE AND TIDE GAUGE IN CILACAP AND BENOA COASTAL AREAS

    Get PDF
    Observation of sea levels continuously is very important in order to adapt the disasters in the coastal areas. Conventionally observations of sea level using tide gauge, but the number of tide gauge installed along the coast of Indonesia is still limited. Altimetry satellite data is one solution; therefore it is necessary to assess the potential and accuracy of altimetry satellite data to complement the sea level data from tide gauges. The study was conducted in the coastal waters of Cilacap and Bali by analysis data Envisat satellite altimetry for period 2003 to 2010 and data compiled from a variety of satellite altimetry from 2006 to 2014. Data tidal was used as a comparison of altimetry satellite data. The altimetry satellite data in Cilacap and Benoa waters more than 90% could be used to assess the variation and the sea level rise during the period 2003-2010. The rate of sea level rise both the data of tidal and satellite altimetry data indicates the same rate was 3.5 mm/year in Cilacap. in Benoa are 4.7 mm/year and 5.60 mm/year respectively

    Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 di Perairan Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi

    Get PDF
    Penelitian pemetaan habitat bentik di Pulau Wangi-wangi masih sangat sedikit dilakukan, sehingga ketersediaan data spasial habitat bentik di daerah ini sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan habitat bentik perairan dangkal menggunakan citra Sentinel-2 dengan metode klasifikasi berbasis objek/OBIA dan menghitung tingkat akurasi hasil klasifikasi habitat bentik di perairan Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Wangi-wangi, khususnya perairan Sombu Dive dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan data satelit Sentinel-2 dengan resolusi spasial 10x10 m2 yang diakuisisi pada tanggal 4 April 2017 dan pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Maret - April 2017. Klasifikasi citra dengan metode OBIA menggunakan metode contextual editing pada level 1. Level 2 menggunakan klasifikasi terbimbing dengan beberapa algoritma klasifikasi yaitu support vector machine (SVM), decision tree (DT), Bayesian, dan k-nearest neighbour (KNN) dengan input themathic layer dari data lapangan. Klasifikasi habitat bentik dilakukan pada 12 dan 9 kelas dengan penerapan optimasi skala segmentasi yaitu 1, 1,5, 2, dan 2,5. Berdasarkan metode OBIA, habitat bentik dapat dipetakan dengan tingkat akurasi sebesar 60,4% dan 64,1% pada citra klasifikasi 12 dan 9 kelas secara berturut-turut pada nilai optimum skala segmentasi 2 dengan algoritma SVM

    Accuracy Improvement on Sea Surface Height Estimation Based on Waveform Retracking Analyses of Jason-2 Satellite in Java Sea

    Full text link
    A waveform created by the reflected signal from altimeter satellite in offshore is generally in ideal shape (Brown-waveform) and produces an accurate sea surface height (SSH) estimation. However, over coastal waters, the waveform shape becomes complex due to a disruption by reflected signal from land, resulting inaccurate SSH estimation. The objective of this research was to improve the accuracy of SSH estimation employing waveform retracking analyses of Jason-2 altimeter satellite data in the Java Sea during the years of 2012-2014. This study used data from the Sensor Geophysical Data Record type D (SGDR-D) from Jason-2 satellite (cycle 129 - 239) and global geoid undulation data of Earth Gravitational Model 2008 (EGM08). Waveform retracking analyses were conducted using several retracker methods. The performance of the all retrackers were examined using a world reference undulation geoid of EGM08. The results showed that the waveform retracking analyses were able to improve the accuracy of SSH estimation approximately 29.7% in the north coast and 56.4% in the south coast of total non-Brown-waveform in each region. Higher improvement percentage (IMP) of SSH estimation found in the southern coastal areas was due to a relatively smooth coastline formation in this region than in northern coastal region. There was no specific retracker that produce dominant IMP of SSH estimation. However, the threshold 10% retracker produced better SSH estimation than the other retrackers with dominant IMP values of 57.1% (pass 051), 48.1% (pass 064), and 25.7% (pass 127). OCOG retracker the worst retracker to estimate SSH in the Java Sea

    PEMETAAN GEOMORFOLOGI TERUMBU KARANG PULAU TUNDA MENGGUNAKAN KLASIFIKASI BERBASIS OBJEK

    Get PDF
    Pemetaan zona geomorfologi terumbu karang di Pulau Tunda ini belum pernah dilakukan khususnya menggunakan klasifikasi citra berbasis objek. Hasil pemetaan ini dapat digunakan sebagai dasar informasi perencanaan dan pengembangan suatu kawasan menuju pemanfaatan yang optimal seperti contoh pemanfaatan sebagai kawasan ekowisata bahari. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan zona geomorfologi terumbu karang Pulau Tunda denganmenggunakan klasifikasi berbasis objek. Bahan analisis menggunakan citra multispektral Worldview-2 dengan akuisisi data tanggal 25 Agustus 2013 dan profil batimetri. Klasifikasi memakai algoritma segmentasi multiresolusi. Klasifikasi dibagi kedalam 2 level klasifikasi. Parameter klasifikasi level 1 menggunakan scale sebesar 200, shape 0.6 dan compactness 0.4. Segmentasi level 2 menggunakan scale 30, shape 0.6 dan compactness 0.4. Klasifikasi segmentasi objek ini mampu menghasilkan peta dengan tingkat akurasi yang tinggi pada setiap level. Akurasi klasifikasi level 1 adalah sebesar 97% dan level 2 sebesar 91%.</p

    DETEKSI PERUBAHAN LUASAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT BERDASARKAN METODE OBIA DI TELUK VALENTINE PULAU BUANO

    Get PDF
    Kurangnya informasi dan perhatian terhadap kawasan mangrove di Teluk Valentine menjadikan penelitian ini penting dilakukan. Seri Landsat 7 ETM + tahun 2003, dan 2015 digunakan sebagai data perekaman untuk memetakan mangrove dan melihat perubahan di wilayah ini. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan perubahan ekosistem mangrove antara tahun 2003 dan 2015, dengan menggunakan citra Landsat berdasarkan metode OBIA dan membandingkan keakuratan metode OBIA dan piksel. Metode analis basis objek atau sering disebut klasifikasi berbasis objek digunakan untuk menganalisis sejauh mana perubahan tutupan mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan klasifikasi berbasis objek, tutupan hutan bakau sangat baik terdeteksi dengan akurasi 85-88%. Penerapan analisis ini relatif stabil pada periode pengamatan, kawasan ini telah mengalami perubahan dari tahun 2003 ke 2015 sebesar 1.2%, namun perubahan tersebut dimaksudkan penambahan mangrove alami. Perhatian pemerintah daerah diperlukan untuk melestarikan kawasan sebagai kawasan konservasi atau laboratorium alam mengingat kawasannya masih sangat bagus dan tidak dieksploitasi secara berlebihan oleh masyarakat sekitar kawasan Teluk Valentine.Limited information and attention to the mangrove areas in the Valentine Bay makes this research is very important. Series Landsat 7 ETM + in 2003, and 2015 are used as recording data to map the mangrove and to see the changes in the region. This study aims to determine changes in mangrove ecosystem between 2003 and 2015, using Landsat imagery based on the OBIA method and to compare the accuracy between OBIA and pixel method. Object base analyst method or often called object-based classification is used to analyze the extent of mangrove cover changes. The results showed that by using an object-based classification, the mangrove forest cover very well detected at the level of 85-88% accuracy. The application of this analysis is were relatively stable in the period of observation, this region has changed from 2003 to 2015 by 1.2%, but the change is meant the addition of natural mangrove. Local government attention is needed to conserve the area and as an conservation area or a natural laboratory considering that the region is still very good and not overdone exploited by people around the region of Valentine

    Sebaran Produktivitas Primer Kaitannya dengan Kondisi Kualitas Air di Perairan Karimun Jawa

    Get PDF
    Kepulauan Karimun Jawa merupakan gugusan pulau-pulau yang memiliki sumber daya pesisir yang besar. Sumber daya pesisir di Karimun Jawa didukung dengan adanya ekosistem penting seperti ekossistem karang, lamun, rumput laut dan mangrove. Meningkatnya pariwisata di perairan Karimun Jawa dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem laut. Hal tersebut berdampak pada organisme yang terdapat pada perairan tersebut. Klorofil-a merupakan pigmen fitoplankton yang berperan penting dalam proses fotosintesis. Proses fotosintesis juga dipengaruhi oleh sinar cahaya yang masuk di dalam perairan sehingga apabila kekeruhan di suatu perairan tinggi dapat menyebabkan berkurangnya penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan.  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produktivitas primer kaitannya dengan parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap produktivitas perairan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis komponen utama (PCA). Uji laboratorium yang dilakukan adalah analisis konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0,12 - 0,51 mg/m3 dan muatan padatan tersuspensi berkisar antara 10,00 - 42,86 mg/l. Hasil dari penelitian ini yaitu nilai produktivitas primer berkisar antara 37,5 - 75 mgC/m3/jam. Hasil analisis biplot PCA menunjukkan bahwa indikator yang dominan  dalam produktivitas primer adalah nilai klorofil-a dan muatan padatan tersuspensi

    HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI KLOROFIL-A DENGAN TINGKAT PRODUKTIVITAS PRIMER MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT-8

    Get PDF
    Klorofil-a merupakan pigmen fitoplankton yang berperan dalam proses fotosintesis. Deteksi konsentrasi klorofil-a melalui satelit hanya dapat menduga konsentrasi klorofil-a permukaan dan bukan produktivitas primer. Produktivitasprimer dapat berlangsung sampai kedalaman kompensasi atau kedalaman dimana intensitas cahaya tinggal 1% dari intensitas cahaya permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara konsentrasi klorofil-a dengan produktivitas primer sehingga konsentrasi klorofil-a dapat digunakan untuk menduga produktivitas primer. Analisis regresi linier dilakukan terhadap model hubungan antara konsentrasi klorofil-a dengan produktivitas primer. Persamaan hubugan antara konsentrasi klorofil dengan produktivitas primer adalah PP = 22.746 + 95.536Keu dengan (R²) = 0.66 dimana PP adalah produktivitas primer dan Keu adalah konsentrasi klorofil-a rata-rata di seluruh kolom perairan. Hasil persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk citra satelit sehingga dapat membantu dalam memonitoring kondisi  kualitas perairan.Kata kunci: Konsentrasi klorofil-a, intensitas cahaya, produktivitas primer, citra satelit</p

    VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI PERAIRAN PALABUHANRATU DAN SEKITARNYA

    Get PDF
    The purpose of this study was to determine the variability of Sea Surface Temperature (SST) and chlorophyll-a concentration (Chl-a) in the waters of Palabuhanratu and its surroundings. This study used a combination of NOAA-AVHRR and MODIS images data for monthly SST, SeaWiFS and MODIS images for monthly Chl-a, and monthly surface wind data from the European Center for Medium Range Weather Forecasts (ECMWF). Monthly data of El Nino Southern Oscillation (ENSO) index and the Dipole Mode Index (DMI) were also used. The results showed that the range of SST for 21 years (1997-2018) was 23.14-33.45°C where the maximum SST value occurred at the end of Transition Season 1 (May), while the minimum low value was found at the beginning of Transition Season 2 (September). Chl-a for 21 years ranged from 0.063-3.363 mg/m3 where the maximum Chl-a occurred during the beginning of Transition Season 2 (September), while the minimum value was found at the end of Transition Season 1 (May). During ENSO and positive IOD occurred together, it triggered stronger Southeast wind speed and intensified upwelling event along the Palabuhanratu and its surrounding waters and caused lower SST and higher Chl-a than normal. Variabilities of the SST and Chl-a values were related to the seasonal winds, the intensity of solar radiation, the phenomenon of climate anomalies of ENSO, and Indian Ocean Dipole Mode (IODM). The evidence of higher concentration of chlorophyll-a around August-October coincided with the evidence of lower SST in the same seasons was due to the upwelling phenomenon.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabilitas Suhu Permukaan Laut (SPL) dan konsentrasi klorofil-a (Chl-a) di perairan Palabuhanratu dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan gabungan data citra satelit NOAA-AVHRR dan MODIS untuk SPL, SeaWiFS dan MODIS untuk Chl-a, data angin permukaan bulanan dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF). Data pendukung berupa indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan indeks dipole mode (DMI) bulanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SPL di daerah penelitian selama 21 tahun (1997-2018) berada pada kisaran 23,14-33,45°C dimana SPL tertinggi terjadi saat akhir Musim Peralihan-1 (Mei), sementara nilai paling rendah ditemui pada saat awal Musim Peralihan-2 (September). Konsentrasi klorofil-a selama 21 tahun berkisar 0,063-13,363 mg/m3 dimana nilai Chl-a paling tinggi terjadi saat awal Musim Peralihan-2 (September), sementara nilai yang paing redah ditemui pada saat akhir Musim Peralihan-1 (Mei). Saat ENSO dan IOD positif terjadi bersamaan menyebabkan kecepatan angin Tengara meningkat sehinga mengakibatkan peningkatan intensitas upwelling di Perairan Palabuhanratu dan sekitarnya yang mengakibatkan nilai SPL yang lebih rendah dan konsentrasi Chl-a yang lebih tinggi dari biasanya. Variabilitas nilai SPL dan Chl-a dipengaruhi oleh pola angin musiman, intensitas radiasi matahari, fenomena anomali iklim ENSO, dan Indian Ocean Dipole Mode (IODM). Tingginya konsentrasi klorofil-a pada sekitar bulan Agustus-Oktober bersamaan dengan rendahnya SPL pada bulan yang sama diduga akibat terjadinya fenomena upwelling
    corecore