482 research outputs found
Analisa Permintaan Waktu Luang Keluarga Petani PIR-Karet NES I Talang Jaya Sumatera Selatan
EnglishAccording to economic theory, the ultimate objective of consumers is to maximize their utility. The utility is obtained from consumption of goods and leisure. Labor supply then is merely a mean to get income which later will be used to buy goods. Hence, family labor supply should be analyzed with the utility maximizing framework. This study analyzes family labor supply of rubber nuclear estate participants using Stone-Geary utility function. The analysis is emphasized on the roles of the family characteristics. This study shows that labor supply is determined by family income, age of the head of the family, total number of family member, and number of family member under 5 years.IndonesianAnalisa curahan tenaga kerja dapat dilakukan dengan menganalisa permintaan waktu luang keluarga. Secara teoritis yang berguna langsung bagi seseorang adalah waktu luang dan barang yang dikonsumsi. Pencurahan tenaga kerja hanyalah untuk memperoleh pendapatan yang selanjutnya dipergunakan untuk membeli barang-barang konsumsi. Tujuan penelitian ini untuk melihat perilaku permintaan waktu luang keluarga petani PIR, yang analisisnya dititik-beratkan pada peranan karakteristik keluarga berdasarkan teori perilaku konsumen. Metode yang digunakan adalah fungsi kepuasan Stone-Geary. Hasil analisis menunjukkan bahwa seseorang yang berpendapatan tinggi, cenderung menggunakan waktu luang besar (curahan tenaga kerja rendah). Curahan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan jumlah anak berumur dibawah lima tahun. Salah satu USAha yang dapat ditempuh untuk merangsang petani muda lebih giat bekerja adalah dengan meningkatkan ketrampilan berusahatani melalui pendidikan umum dan penyuluhan USAhatani
Mysida ( crustacea) from apulian ( SE-Italy) waters. First record of gastrosaccus roscoffensis bacescu, 1970 for Italy
EnThirty taxa of Crustacea Mysida from marine and continental waters of Apulia are listed using published and unpublished data, mostly based on investigations by the present Authors. The brackish-water taxa are outstanding due to their abundance and variety, clearly reflecting the local environmental characteristics. The history of the primarily faunal studies is reported, supplemented with information on their implications and ongoing developments in diverse biological domains.>Si riportano i taxa di Crostacei Mysida noti per la Puglia, in base ai dati bibliografici e a reperti inediti, entrambi frutto di ricerche in massima parte degli Autori. Nell’ambito dei 30 taxa citati – tra cui una specie nuova per la fauna italiana – particolarmente interessante risulta la componente salmastricola,la cui entità e diffusione riflette l’abbondanza e la diversificazione degli ambienti salmastri della regione. Si ripercorre l’iter delle ricerche faunistiche e il loro sviluppo in vari campi della Biologia: la tassonomia, con la descrizione di nuove specie e sottospecie del genere Diamysis; la biomineralogia, con la segnalazione della rara vaterite (CaCO3 esagonale metastabile) nei corpi statici di Diamysis e successivi risultati riguardanti: i rapporti tra composizione minerale degli statoliti, tassonomia, ecologia e corologia delle specie; lo sviluppo di uno statolite vateritico e le sue implicazioni a livello filogenetico;gli aspetti quantitativi della precipitazione minerale nella statocisti di Mysida marini. Di rilievo appaiono le implicazioni della composizione minerale degli statoliti a livello di biogeografia storica, con la distinzione – in ambito mediterraneo – tra le poche specie a statoliti carbonatici (in particolare, di Diamysis e Paramysis) di verosimile origine paratetidiana e quelle a statoliti fluoritici di evidente origine atlantica: con l’indiretta conferma dell’ipotesi di Hsü et al. (1977) sulla salinity crisis messiniana del Mediterraneo e il contestuale drenaggio della Paratetide
Pola Pengeluaran dan Konsumsi Rumah Tangga Perdesaan: Komparasi Antartipe Agroekosistem
Berbicara terkait pangan tidak ada habisnya selama manusia masih membutuhkan pangan karena pangan merupakan hak asasi manusia. Terkait dengan hal ini, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan dan memantapkan ketahanan pangan agar kebutuhan pangan masyarakatnya dapat terpenuhi. Konsep pangan merupakan konsep eksistensi dan fungsionalisasi manusia dalam kehidupannya. Menurut Ariani (2015), fungsi pangan dapat berbeda-beda, seperti fungsi fisiologis/biologis agar manusia sehat; fungsi sosial/komunikasi; fungsi budaya sebagai identitas budaya atau ciri daerah/etnik; fungsi religi terkait dengan keyakinan, upacara khusus; fungsi ekonomi terkait pendapatan masyarakat dan harga pangan; fungsi politis terkait dengan kekuatan/kekuasaan; serta fungsi kelestarian dan lingkungan hidup. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mapandin (2006) untuk kasus rumah tangga di Kecamatan Wamena, Kabupaten Jayawijaya menunjukkan bahwa ubi jalar sebagai makanan pokok memiliki nilai budaya. Rumah tangga menggunakan ubi jalar sebagai simbol nilai untuk komunikasi, religi, persahabatan, nilai ekonomi, dan sebagai tradisi.
Banyak faktor yang memengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga. Menurut Hattas (2011), faktor-faktor yang memengaruhi pola konsumsi, di antaranya (1) Tingkat pendapatan masyarakat. Tingkat pendapatan dapat digunakan untuk dua tujuan, yaitu konsumsi dan tabungan. Besar kecilnya pendapatan yang diterima seseorang akan memengaruhi pola konsumsi. Semakin besar tingkat pendapatan seseorang, biasanya akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang tinggi, sebaliknya tingkat pendapatan yang rendah akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang rendah pula. (2) Selera konsumen. Setiap orang memiliki keinginan yang berbeda dan ini akan memengaruhi pola konsumsi. Konsumen akan memilih satu jenis barang untuk dikonsumsi dibandingkan jenis barang lainnya. (3) Harga barang. Jika harga suatu barang mengalami kenaikan maka konsumsi barang tersebut akan mengalami penurunan. Sebaliknya, jika harga suatu barang mengalami penurunan maka konsumsi barang tersebut akan mengalami kenaikan. (4) Tingkat pendidikan masyarakat. Tinggi rendahnya pendidikan masyarakat akan memengaruhi terhadap perilaku, sikap dan kebutuhan konsumsinya. (5) Jumlah keluarga. Besar kecilnya jumlah keluarga akan memengaruhi pola konsumsinya. (6) Lingkungan. Keadaan sekeliling dan kebiasaan lingkungan akan memengaruhi perilaku konsumsi pangan masyarakat setempat
Analisis Kualitas Pelayanan Restoran Cepat Saji Dengan Metode Servqual (Service Quality) Dan IPA (Importance Performance Analysis) (Studi Kasus Restoran Olive Fried Chicken)
The title of this paper is service quality analysis of fast food restaurant using SERVQUAL method and Importance Performance Analysis. Fast-food restaurant business competition in Indonesia increasingly stringent require every fast-food restaurant business including Olive Fried Chicken to continuously improve the quality of its service. The purpose of this study was to obtain the gap value of perception and expectation of Olive Fried Chicken customer, and provide improvement according to the attributes that have the highest priority. In this study, the method used is SERVQUAL with its five dimensions of service, that is tangible, reliability, responsiveness, assurance, and empathy. This study used IPA (Importance Performance Analysis) methods to determine the priority of each service attribute. Results from the study showed that there are three attributes which are in quadrant I, which has highest priority to repair, i.e. the amount of the cashier who serve can be an adequate number of customers when crowded (Tangible: 9), the service speed of cashier, especially if it is peak time (Responsiveness : 16), and the availability of clean washstand and adequate hand washing support facilities (Tangible: 7)
Analisis Diversifikasi Konsumsi Energi Menurut Pola Pangan Harapan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
EnglishThis paper aims at to analyse diversification pattern of energi consumption and its influences. Data National Socio-economic Survey (SUSENAS) 1993 an 1996 collected by Central Beaure of Statistics (BPS) is used in this study. The results of this study were (1) level of energy consumption tend to decrease between 1993-1996 and still under consumption of requirement energy (2.150 calory/cap/day); (2) Compared in "desirable dietary pattern" (PPH), the level of "hewani food" (pangan hewani) consumption was still low relatively. For low income groups, this consumption was only 10-34 compared with the suggested level, meanwhile for high income groups it was around 25-89 percent. To achieve the consumption pattern appropriate to PPH, the programs of \u27\u27hewani" food provision and increase of society\u27s income, should be prioritised. Supply of hewani food is done by pushing domestic production and searching competitive import market; (3) Because income is the significant factor influencing energy consumption diversification at the household level, improving household income through generating employment is the policy to push diversification of energy consumption. This policy should be prioritised to rural and poor household because their average consumption level was lower than in urban areas.IndonesianMakalah ini bertujuan untuk menganalisis diversifikasi konsumsi energi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan adalah data Survai Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1993 dan 1996, bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) Rata-rata tingkat konsumsi energi mengalami penurunan yaitu dari 2.018 kalori tahun 1993 menjadi 1984 tahun 1996 untuk di kota, sedangkan di desa untuk tahun yang sama dari 2.074 menjadi 2.040 kalori; (2) Dibandingkan dengan anjuran konsumsi pangan dalam PPH, pencapaian konsumsi pangan hewani sangat rendah dibandingkan kelompok pangan lainnya. Sebagai gambaran pada kelompok pendapatan rendah hanya 10-34 persen dari anjuran, sedangkan pada kelompok pendapatan tinggi sekitar 25-89 persen. Dalam rangka menuju pencapaian anjuran konsumsi pangan hewani menurut PPH maka upaya untuk memacu penyediaan pangan sumber protein hewani dan peningkatan pendapatan masyarakat perlu mendapat prioritas. Penyediaan pangan sumber protein hewani dilakukan dengan pemacuan produksi dalam negeri dan mencari pasar impor yang lebih kompetitif; (3) Mengingat tingkat pendapatan merupakan faktor yang nyata mempengaruhi tingkat diversiftkasi konsumsi pangan rumah tangga, maka upaya peningkatan pendapatan rumah tangga melalui perluasan kesempatan kerja merupakan kebijakan yang dapat memacu diversifikasi konsumsi pangan. Prioritas kebijakan disarankan lebih diutamakan di daerah pedesaan (dan masyarakat miskin) mengingat secara agregat tingkat konsumsi pangan mereka lebih rendah daripada di perkotaan
Analisis Pengaruh Panjang Kupasan Dan Perubahan Suhu Terhadap Pancaran Intensitas Pada Serat Ooptik Plastik Multimode Tipe FD-620-10
Telah dilakukan penelitian mengenai analisis pengaruh pemberiankupasan jacket dan cladding pada serat optik plastik mode jamaktipe FD-620-10 terhadap Perubahan suhu dengan menggunakandetektor silikon dan BF5R-D1-N. Penelitian dilakukan dengantujuan untuk mengetahui pengaruh kenaikan suhu terhadap losspada serat optik plastik dan mengetahui kemampuan detektorsilikon dan BF5R-D1-N dalam pengukuran tegangan dan intensitaspada variasi panjang kupasan. Variasi panjang kupasan yangdigunakan adalah 30, 40, 50, 60, 70, dan 80 mm. Pengukurandilakukan pada range suhu 30ºC - 75ºC dengan pengambilan datasetiap kenaikan 1ºC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakintinngi suhu di daerah sensing, semakin besar loss yang terjadiakibat adanya pemuaian termal di daerah sensing yangmenyebabkan penurunan indeks bias core. Detektor silikonmampu mendeteksi Perubahan intensitas cahaya dan bekerjaoptimal pada serat optik dengan panjang kupasan 80 mm BF5RD1-N dapat merespon Perubahan intensitas cahaya dan bekerjaoptimal pada serat optik dengan panjang kupasan 30 mm
Biaya Pengurangan (Marginal Abatement Cost) Emisi Gas Rumah Kaca(GRK) Sektor PErtanian Di Kabupaten Grobogan Dan Tanjung Jabung Timur
The Indonesian government's commitment to decrease GHG emissions by 26 % until 2020, actively involve local government's participation. This study aims to analyze mitigation options inpaddy fields management that may be performed by using the approach of Marginal Abatement Cost with the principle of selecting mitigation actions with low cost and high potential emission decrease. Locations were selected purposively in Grobogan Central Java Province and East Tanjung Jabung Jambi in 2013 for 2011 data analysis. The results show mitigation activity such as low methane rice varieties and Integrated Crop Management could be applied at Grobogan with low cost, while using amelioration such as compost or manure and non tillage+direct seeded could be applied at East Tanjung Jabung with low cost as well. Keywords: agriculture, greenhouse gas, marginal abatement cost, mitigation Cara sitasi: Arianti, M., Setyanto, P., Ardiansyah, M. (2016). Biaya Pengurangan (Marginal Abatement Cost) Emisi Gas Rumah Kaca(GRK) Sektor PErtanian di Kabupaten Grobogan dan Tanjung Jabung Timur. Jurnal Ilmu Lingkungan. 14(1),39-49, doi:10.14710/jil.14.1.39-4
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Di Indonesia: Permasalahan Dan Implikasi Untuk Kebijakan Dan Program
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pencapaian tingkat penganekaragaman (diversifikasi) konsumsi pangan diIndonesiadan permasalahannya serta implikasi untuk Perumusan kebijakan dan program dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Data utama yang digunakan dalam tulisan adalah data sekunder dari berbagai instansi terkait. Hasil analisis menunjukkan bahwa upaya penganekaragaman konsumsi pangan sampai saat ini masih belum berjalan sesuai harapan. Pola pangan lokal cenderung ditinggalkan, berubah ke pola beras dan pola mi. Rata-rata kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia juga masih rendah, kurang beragam, masih didominasi pangan sumber karbo-hidrat terutama dari padi-padian. Implikasinya adalah bahwa dalam mengimplementasi kebijakan penganekaragaman pangan diperlukan penjabaran strategi pokok atau elemen-elemen penting terkait dengan kebijakan umum ketahanan pangan. Berbagai strategi yang terkait dengan upaya penganekaragaman konsumsi pangan antara lain adalah (1) Diversifikasi USAha rumahtangga diarahkan untuk meningkatkan pendapatan produsen, terutama petani, peternak dan nelayan kecil melalui pengembangan USAhatani terpadu; (2) Diversifikasi USAha atau produksi pangan dan diversifikasi konsumsi pangan dilakukan melalui pengembangan diversifikasi USAhatani terpadu bidang pangan, perkebunan, peternakan, perikanan; (3) Pengembangan pangan lokal sesuai dengan kearifan dan kekhasan daerah untuk meningkatkan diversifikasi pangan lokal; (4) Pengembangan sumberdaya manusia di bidang pangan dan gizi dilakukan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan secara lebih komprehensif
- …