'Indonesian Agency For Agricultural Research and Development (IAARD)'
Abstract
EnglishThis paper aims at to analyse diversification pattern of energi consumption and its influences. Data National Socio-economic Survey (SUSENAS) 1993 an 1996 collected by Central Beaure of Statistics (BPS) is used in this study. The results of this study were (1) level of energy consumption tend to decrease between 1993-1996 and still under consumption of requirement energy (2.150 calory/cap/day); (2) Compared in "desirable dietary pattern" (PPH), the level of "hewani food" (pangan hewani) consumption was still low relatively. For low income groups, this consumption was only 10-34 compared with the suggested level, meanwhile for high income groups it was around 25-89 percent. To achieve the consumption pattern appropriate to PPH, the programs of \u27\u27hewani" food provision and increase of society\u27s income, should be prioritised. Supply of hewani food is done by pushing domestic production and searching competitive import market; (3) Because income is the significant factor influencing energy consumption diversification at the household level, improving household income through generating employment is the policy to push diversification of energy consumption. This policy should be prioritised to rural and poor household because their average consumption level was lower than in urban areas.IndonesianMakalah ini bertujuan untuk menganalisis diversifikasi konsumsi energi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan adalah data Survai Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1993 dan 1996, bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) Rata-rata tingkat konsumsi energi mengalami penurunan yaitu dari 2.018 kalori tahun 1993 menjadi 1984 tahun 1996 untuk di kota, sedangkan di desa untuk tahun yang sama dari 2.074 menjadi 2.040 kalori; (2) Dibandingkan dengan anjuran konsumsi pangan dalam PPH, pencapaian konsumsi pangan hewani sangat rendah dibandingkan kelompok pangan lainnya. Sebagai gambaran pada kelompok pendapatan rendah hanya 10-34 persen dari anjuran, sedangkan pada kelompok pendapatan tinggi sekitar 25-89 persen. Dalam rangka menuju pencapaian anjuran konsumsi pangan hewani menurut PPH maka upaya untuk memacu penyediaan pangan sumber protein hewani dan peningkatan pendapatan masyarakat perlu mendapat prioritas. Penyediaan pangan sumber protein hewani dilakukan dengan pemacuan produksi dalam negeri dan mencari pasar impor yang lebih kompetitif; (3) Mengingat tingkat pendapatan merupakan faktor yang nyata mempengaruhi tingkat diversiftkasi konsumsi pangan rumah tangga, maka upaya peningkatan pendapatan rumah tangga melalui perluasan kesempatan kerja merupakan kebijakan yang dapat memacu diversifikasi konsumsi pangan. Prioritas kebijakan disarankan lebih diutamakan di daerah pedesaan (dan masyarakat miskin) mengingat secara agregat tingkat konsumsi pangan mereka lebih rendah daripada di perkotaan