75 research outputs found

    Perilaku Politik Aktivis Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi (suatu Studi terhadap Pengurus Organisasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi Tahun 2012)

    Full text link
    ABTRAKSISejarah nasional bangsa kita menggambarkan bagaimana pentingnya peran dan fungsi dari mahasiswa dalam proses kehidupan bangsa, mahasiswa mengawali setiap Perubahan– Perubahan dengan tujuan adanya kehidupan yang lebih baik. Sejarah dari perjuangan mahasiswa memberikan predikat prestisius bagi mahasiswa antara lain sebagai iron stock, guardian value, agen of change,dan sebagainya. Gelar tersebut memberikan tanggung jawab moral bagi setiap mahasiswa, tanggung jawab kepada masyarakat untuk mampu melihat masalah, memberikan solusi serta menjadi penyalur aspirasi bagi masyarakat awam kepada pemerintah. Tanggung jawab kepada bangsa dan negara sebagai pemegang tongkat estafet untuk meneruskan kepemimpinan bangsa kelak. Pentingnya peran dan fungsi mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadikan mahasiswa kelompok yang penting untuk terus di ikuti perkembanganya. Melihat bagaimana keadaan dari mahasiswa saat ini, miris keadaanya, mahasiswa yang seharusnya membaca, berdiskusi, serta terlibat aktif dalam kehidupan organisasi dalam kampus, menjadi sesuatu yang langka untuk di lakukan . Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti perilaku politik dari aktivis mahasiwa terlebih khusus kepada pengurus organisasi mahasiswa, di karenakan aktivis mahasiswa menjadi barometer dari mahasiswa pada umumnya. Penelitian ini mengambil lokasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi Manado, di karenakan peneliti bernaung sebagai mahasiswa dalam institusi tersebut. Dengan menggunakan Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif, yaitu menggambarkan subjek/objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Untuk mendapatkan perilaku politik dari aktivis mahasiswa FISIP UNSRAT yang saat ini, peneliti membatasi tahun masa jabatan dari Pengurus Organisasi Mahasiswa FISIP UNSRAT di tahun 2012. Informan penelitian dipilih secara purposive, yaitu seturut kepentingan peneliti untuk memperoleh data sesuai dengan topik penelitian, informan pada penelitian ini adalah pengurus organisasi mahasiswa FISIP UNSRAT tahun 2012. Teknik pengumpulan data, data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap informan, data sekunder di kumpulkan melalui literatur maupun data tertulis sesuai kebutuhan penelitian.Dari hasil penelitian ditemukan perilaku Aktivis mahasiswa FISIP UNSRAT (Pengurus Organisasi Mahasiswa FISIP UNSRAT tahun 2012) bersifat Subject, mahasiswa lebih cenderung kepada orientasi afektif dimana pengurus ormawa FISIP UNSRAT, sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pentingnya peran dan fungsi mahasiswa, juga mengetahui berbagai kebijakan-kebijakan yang di buat dalam tatanan kampus, serta merasa di rugikan dalam penerapanya, tetapi dalam action point / tindakan yang di lakukan pengurus ormawa tidak berani untuk bersentuhan dengan pimpinan fakultas ataupun universitas di karenakan pengurus ormawa FISIP UNSRAT tahun 2012 merasa tidak mampu untuk dapat merubah system secara langsung di karenakan berbagai hal yang terjadi dalam intern mahasiswa (seperti munculnya sifat apatis dan hedonis dari mahasiswa) juga makin besarnya pengaruh dari pimpinan fakultas maupun universitas terhadap kehidupan mahasiswa secara keseluruhan.Kata kunci: Perilaku Politik, AktivisMahasiswa.PENDAHULUANSetiap Negara mempunyai ciri khas dalam pelaksaan demokrasinya,ini di tentukan oleh sejarah Negara yang bersangkutan, kebudayaan, pandangan hidup, dan tujuan yang ingin dicapainya. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila, yaitu pemerintahan rakyat yang berdasarkan nilai-nilai filsafat Pancasila. Prinsip demokrasi pancasila yang tertuang dalam sila keempat mencerminkan bahwa Pancasila sepakat kalau sumber utama dari semua kewenangan dalam demokrasi ada di tangan rakyat. Dalam proses demokratisasi di negara ini pengaruh mahasiswa tidak dapat di pungkiri kehadirannya, mahasiswa dalam kaitanya dalam penerapan demokrasi menjadi posisi penentu. Histori dari perjuangan mahasiswa memberikan predikat prestisius bagi mahasiswa seperti yang dikatakan Purnama (2008:1) antara lain “ sebagai iron stock, sebagai guardian value, dan sebagai agen of change..” Gelar tersebut memberikan tanggung jawab moral bagi setiap pribadi yang masuk dalam perguruan tinggi yang secara administratif menjadi mahasiswa pada umumnya, tanggung jawab kepada masyarakat untuk mampu melihat apa yang terjadi pada masyarakat dan mampu memberikan solusi kepada masyarakat dalam setiap masalah yang terjadi, serta menjadi penyambung lidah dari masyarakat awam kepada pemerintah. Bahkan bertanggung jawab kepada bangsa dan negara untuk melanjutkan proses regenerasi kepemimpinan dalam pemerintahan kelak (iron stock), karena dari mahasiswalah muncul kader – kader bangsa yang di persiapkan secara mental dan intelektual yang lebih dari masyarakat pada umumnya.Pada masa kekinian realita dalam kehidupan mahasiswa menjadi sesuatu yang miris keadaanya. Mahasiswa yang seharusnya mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan membaca, berdiskusi, berpartisipasi dalam kehidupan organisasi kampus untuk dapat berdinamika di dalamnya, juga berpartisipasi aktif dalam setiap hal yang bersifat sosial untuk dapat menumbuhkan jiwa sosial kepada masyarakat, untuk keadaaan saat ini menjadi sesuatu yang langka untuk di lakukan mahasiswa. Saat ini fenomena yang terjadi adalah mahasiswa jauh lebih sering hanya ke kampus dan setelah itu memilih untuk menghabiskan waktu bersama teman dan berkegiatan di sekitaran pusat perbelanjaan dan kuliner yang ada di sekitaran kampus ataupun kota tempat kampus tersebut berada. Sangat sulit untuk menemukan kegiatan diskusi di luar kelas untuk membahas hal – hal yang menjadi persoalan dalam bidang ilmu yang di tekuni atau berbagai hal menyangkut negara dan masyarakat, bukan hanya hal tersebut mahasiswapun menjadi tidak berminat dalam mengikuti kegiatan organisasi kampus, yang sebenarnya dalam organisasi kampus mahasiswa dapat berproses dengan baik dalam pembelajaran dan pendidikan yang diperoleh melalui program kegiatan yang dilaksanakan organisasi secara formal maupun informal. Dengan bergabung aktif dalam organisasi kemahasiswaan yang bersifat intra ataupun eksra kampus berefek kepada Perubahan yang signifikan terhadap wawasan, dan cara berpikir. Hal tersebut menjadikan aktivis mahasiswa menjadi barometer dalam melihat bagaimana keadaan mahasiswa secara umum.Berdasarkan hal–hal tersebut sangat penting untuk meneliti perilaku politik aktivis mahasiswa saat ini, bukan hanya menjadi sebuah pengamatan ataupun pembicaraan, tapi menjadi sesuatu yang riil untuk dapat melihat lebih dalam bagaimana keadaan mahassiwa saat ini dari kacamata keilmuan. Untuk meneliti perilaku aktivis mahasiswa, peneliti mengambil pengurus organisasi mahasiswa sebagai objek penelitian, tempat penelitian diFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi Manado, hal tersebut di karenakan peneliti bernaung sebagai mahasiswa di fakultas tersebut sehingga mempunyai tanggung jawab moral untuk memberikan sumbangsih pemikiran. Untuk melihat lebih focus kepada objek penelitian, peneliti membatasi tahun penelitian perilaku aktivis mahasiswa (pengurus ormawa) yang terjadi pada tahun 2012. Hal tersebut untuk dapat melihat perilaku politik aktivis mahasiwa yang terjadi pada masa ini.TINJAUAN PUSTAKAPengertian Perilaku PolitikMenurut Almond dan Powell yang di kutip oleh Efriza “secara bebas perilaku politik dapat diartikan sebagai keseluruhan tingkah laku politik para aktor politik dan warga negara yang dalam manifestasi konkretnya telah saling memiliki hubungan dengan kultur politik. Dapat pula diartikan bahwa sikap – sikap warga negara, respon – respon dan aktivitasnya terhadap sistem poltik yang ada tersebut dipengaruhi oleh budaya politik yang membentuknya. Sementara Robert K. Carr yang menyatakan, perilaku politik (political behavior) dinyatakan sebagai suatu telaah mengenai tindakan manusia dalam situasi politik. Bagi Ramlan Subakti, interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga–lembaga pemerintah, dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik.Arifin Rahman menyatakan, secara kontekstual, sebenarnya situasi politik memiliki ruang lingkup yang sangat luas, antaralain meliputi pengertian respon emosional berupa dukungan ataupun sikap apatis kepada pemerintah, respon terhadap Perundang-undangan dsb. Dengan demikian, perilaku warga negara yang ikut serta dalam pemilu merupakan bentuk sikap warga negara terhadap pemerintah sekaligus merupakan telaah politik. Menurut Ramlan Subakti dalam Efriza, tindakan dan perilaku politik individu ditentukan oleh pola orientasi umum yang tampak secara jelas sebagai pencerminan budaya politik. Segala bentuk ucapan, pernyataan, tingkah laku, bahkan mitos dan legenda sekalipun sebenarnya diungkapkan sebagai akibat pola dan budaya politik. Dengan demikian segala tingkah laku seseorang atau aktor politik merupakan parameter dalam melihat bagaimanan sikap dan dengan siapa individu itu bergaul atau berkumpul.Beberapa pengertian diatas membawa pengertian bahwa perilaku politik akan membentuk budaya politik, dan perilaku politik di pengaruhi oleh budaya politik yang sudah terbentuk dalam suatu masyarakat. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa variabel perilaku politik dan budaya politik tidak dapat dipisahkan.Untuk dapat mengetahui perilaku politik suatu masyarakat dapat ditilik dari distribusi pola–pola orientasi khusus menuju tujuan politik di antara masyarakat tersebut. Dengan menggunakan pendekatan teori budaya politik yang didalamnya menggali orientasi politik individu yang membentuk perilaku politik seseorang yang dikembangkan dari Talcott Parsons dan Edwars Shills (Toward a General Theory of Action) yang terkenal dengan psikoanalisisnya kita dapat melihat bagaimana perilaku politik suatu komunitas maupun masyarakat . Tipe–tipe orientasi politik individual tersebut adalah:1. Orientasi Kognitif (Parochial) individu dalam komunitas sosial hanya sekedar mengenal simbol–simbol politik, pengetahuan mendasar tentang kepercayaan politik, peranan, dan segala kewajibanya serta input dan outputnya. Orientasi kognitif ini bisa di contohkan dengan sikap politik seseorang saat menentukan pilihan politik di pemilu. Apabila individu tersebut sekedar mengetahui simbol politik partai pilihanya, dan ia tidak begitu dalam mengetahui visi dan misi perjuangan partai yang hendak dipilihnya, maka individu tersebut ikut dalam proses pemilu yang “berbekal” pengetahuan yang mendalam, maka ia berorientasi politik yang kognitif.2. Orientasi Afektif (Subject) dalam bersikap politik individu memiliki perasaan mendalam terhadap sistem politik dan para aktor politiknya. Apabila individu tersebut memilih simbol parpol sebagai suatu yang pasti dan disebabkan oleh pengetahuanya akan simbol–simbol tersebut maka orientasi politiknya adalah orientasi afektif. Demikian juga pengetahuan individu yang sangat memadai tentang aspek sepak terjang partai dan tokoh–tokoh partai membuatnya paham akan perjuangan partai tersebut.3. Orientasi Evaluatif (Partisipan) orientasi dan sikap politik individu sudah terlibat aktif dalam proses politik. Keputusan dan pendapat tentang objek–objek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan criteria dengan informasi dan perasaan. Individu memahami betul program dan perjuangan partai. Ia juga simpatik dengan ketokohan simbolik partai, yang dengan demikian menyebabkan terlibat aktif dalam perjuangan program partai.Tipe – Tipe Orientasi Politik IndividualEvaluatif = Participant-Psikomotorik(berhubungan dengan aktivitas fisik yang berkaitan dengan proses mental dan psikologi)-MenjiwaiAfektif = Subject content of value-Mengerti-MemahamiKognitif = Parochial-Mengetahui dan mengenalBila dikombinasikan dengan aspek–aspek orientasi politik individual yang terdiri atas kognisi, afeksi, dan evalusi, maka dimensi orientasi politik dapat dibuat dalam bentuk matrik seperti di bawah ini.Tabel.Dimensi Orientasi Politik Individual.DimensiOrientasiObjek Politik1.Sistem sebagai Objek Umum2.Objek – objek input3.Objek – objek output4.Pribadi sebagai ObjekKognisiAfeksiEvaluasi(Sumber : Komarudin Sahid)Dengan menggunakan matrik ini, kita dapat mengetahui dan menilai orientasi politik seseorang secara sistematis melalui beberapa pertanyaan. Sehingga dapat melihat perilaku politik individu. Jika sebagian besar individu dalam satu komunitas atau masyarakat lebih dominan kepada orientasi yang bersifat kognisi maka akan menghasilkan perilaku yang bersifat Parochial, sedangkan yang lebih dominan kepada orientasi afeksi maka mengahasilkan perilaku yang bersifat Subjcet. Jika sebagian besar mengarah kepada orientasi evaluative akan menghasilkan perilaku yang bersifat participant. Jika ada kecendrungan ada dua orientasi bahkan tiga orientasi yang mendominasi masyarakat maka akan muncul perilaku yang bersifat campuran antara subjek – parochial, subjek – partisipan, parochial – partisipan, maupun parochial – subjek – partisipan.METODE PENELITIANMetode pengkajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deksriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya ( Nawawi, 1987:63).Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, yaitu seturut kepentingan peneliti untuk memperoleh data, seseuai dengan topik penelitian. Dimana pemilihan informan ini di lakukan berdasarkan pertimbangan peneliti, sehingga yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah pengurus dari organisasi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi tahun kepengurusan 2012.Fokus penelitian ini adalah meneliti perilaku politik mahasiswa dengan menggunakan teori pendekatan orientasi politik individu, dimana mahasiswa seharusnya mengetahui peran dan fungsinya dalam sistem politik bangsa, yaitu secara konsep (concept) mahasiswa berpolitik dengan memberikan gagasan, pemikiran, solusi bagi masalah yang terjadi disekitarnya, sedangkan secara kebijakan, mahasiswa menjadi kelompok penekan (pressure group) dalam sistem politik dimana mahasiswa ikut berperan aktif dalam kehidupan demokrastiasi bangsa dengan melakukan tindakan – tindakan politik seperti demontrasi dll. Dengan menggunakan teori orientasi politik individu, peneliti mencari tahu tentang pengetahuan (kognitif) informan dalam mengetahui peran dan fungsi dari mahasiswa dalamkehidupan politik, kemudian mencari tahu pendapat atau perasaan (afektif) dari informan mengenai kebijakan politik yang di lakukan oleh pemerintah. Setelah mengetahui hal tersebut berlanjut kepada tindakan atau apa yang informan lakukan dalam meresponi hal – hal yang sudah informan ketahui, untuk mengetahui perilaku politik dari informan.Yang menjadi data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam (depth interview), yakni data di kumpulkan melalui wawancara yang mendalam pada setiap objek penelitian. Sedangkan data sekunder di peroleh dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi, untuk mendapatkan sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat, juga literatur ataupun tulisan mengenai sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia. Selain itu juga untuk kebutuhan penulisan, peneliti juga mengambil data dari informan yang mengetahui mengenai sejarah Gerakan Mahasiswa Unsrat Manado melalui wawancara kepada informan yang dianggap mampu untuk dapat menjelaskan mengenai sejarah Gerakan Mahasiswa Unsrat.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANSEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK :Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) berdiri sejak 1 Agustus 1958 dengan nama Fakultas Tata Praja dan merupakan fakultas keempat dari Perguruan Tinggi Manado (PTM) yang berstatus swasta. Sampai saat ini telah di pimpin oleh 20 dekan, sudah memasuki dies-nathalis yang ke-55.PERIODISASI SEJARAH GERAKAN MAHASISWA INDONESIA:1908 :Munculnya kaum pelajar di karenakan adanya politik etis dari Belanda yang menerapkan prinsip edukasi, emigrasi, dan imigrasi. Munculnya kaum terpelajar turut mendorong berkembangnya organisasi-organisasi sosial,seperti boedi oetomo1928 :Pada tahun 1922, sekumpulan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeniging yang kemudian berubah menjadi Perhimpunan Indonesia kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang dihadapi, mereka membentuk kelompok studi yang mempraktekkan ide-ide mereka dan dikenal amat berpengaruh karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926. Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, generasi baru pemuda Indonesia muncul dan tercetus Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.1945 :Tokoh pemuda dalam angkatan ini adalah Chairul Saleh dan Sukarni, mereka merupakan angkatan muda 1945 yang bersejarah, yang pada saat itu terpaksa menculik dan mendesakSoekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok.1966 :Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI, Akbar Tanjung dari HMI, dan lain-lain. Angkatan '66 mengangkat isu komunis sebagai bahaya laten negara.1974 :Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer. Pasca peristiwa G30S, gerakan mahasiswa cenderung memakai konsep gerakan moral (moral force). Munculnya peristiwa malari “malapetaka 15 januari “ tahun 1974.1978 :Setelah peristiwa “Malari”, dikeluarkan SK Pemerintah No. 028/1974 yang memberi wewenang yang lebih besar kepada pimpinan perguruan tinggi untuk mengontrol aktivitas mahasiswa di kampus, pers mahasiwa harus diawasi oleh Menteri Penerangan dan birokrat kampus, dan peraturan yang mengharuskan organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan partai untuk bergabung menjadi satu organisasi yang diatur oleh rejim.Masa NKK/BKK, Munculnya PUOK “Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan”,.1998 :Badai krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997. Mahasiswa menemukan momentumnya seiring dengan krisis ekonomi yang terjadi tersebut. Dalam kurun waktu awal Februari sampai Mei 1998, secara kuantitatif dan kualitatif gerakan mahasiswa naik secara drastis, dari tuntutan yang sudah politis dan metode yang radikal. Pelaku gerakan pada masa ini bukan hanya organisasi-organisasi gerakan yang sudah lama bergerak sejak tahun 80an melainkan juga kalangan aktivis kampus dari organisasi-organisasi seperti Senat Mahasiswa, BEM, dan senat-senat fakultas. Tanggal 13 Mei, lebih dari 32 aksi di 16 kota di Indonesia serentak digelar untuk menyatakan solidaritasmempercepat proses turunnya Soeharto adalah pendudukan terhadap Gedung MPR/DPR yang dilakukan oleh puluhan ribu mahasiswa sejak tanggal 18 Mei 1998. Akhirnya tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya.Sejarah Gerakan Mahasiswa UnsratHasil wawancara dengan Steven Sumolang(Ketua Presidium Pertama Unsrat) : bahwa awal tahun 2000an pernah di buatnya statuta ormawa unsrat hasil dari kongres mahasiswa unsrat pertama, yang mengatur berbagai kebijakan mengenai ormawa, dengan mengacu pada kepmen 155, dimana inti dari keputusan tersebut adalah student goverment,dari, oleh , dan untuk mahasiswa. Hanya saja peraturan ormawa unsrat berubah sejak di berlakukanya juknis, yang merubah atmosfer dari aktivitas mahasiswa dalam kampus, karena pimpinan universtas makin besar dalam mempengaruhi kehidupan mahasiswa secara keseluruhan.Mahasiswa FISIP Unsrat Tahun 2012hasil wawancara dengan pengurus organisasi mahasisa FISIP UNSRAT tahun 2012 : bahwa keadaan aktivis mahasiswa saat ini dalam kognisi yang ada dalam pengetahuanya, mereka telah memahami secara umum, mengenai pentingnya peran fungsi mahasiwa, bahkan sejarah gerakan mahasiswa, hanya saja tidak secara mendalam, mereka tidak mengetahui sejarah gerakan mahasiswa Unsrat. Secara afektif aktivis mahasiswa FISIP UNSRAT memahami dan mengetahui kebijakan-kebijakan yang di buat dalam tatanan kampus serta merasa di rugikan dengan adanya beberapa kebijakan yang di buat, hanya saja dalam tindakan yang di lakukan aktivis mahasiswa tidak berani dalam melakukan manuver-manuver yang berlebihan dalam melawan berbagai hal yang di anggap merugikan karena berbagai faktor, yang salah satunya adalah tidak adanya dukungan dari berbagai elemen mahasiswa, karena munculnya sifat apatis dan hedonis dalam diri mahasiswa, sehingga aktivis mahasiswa FISIP hanya melakukan apa yang bisa mereka lakukan. Seperti lebih cenderung di buatnya kegiatan-kegiatan yang bersifat membangun karakter dan intelektual.KESIMPULAN1. Perilaku pengurus politik mahasiswa Fisip unsrat, bersifat subject di karenakan mahasiswa secara kognitif mengetahui secara umum t

    Androgen receptor genotyping in a large Australasian cohort with androgen insensitivity syndrome; identification of four novel mutations

    Get PDF
    We genotyped the androgen receptor (AR) gene in 31 Australasian patients with androgen insensitivity syndrome (AIS). The entire coding region of AR was examined including analysis of polymorphic CAG and GGN repeats in all patients. AR defects were found in 66.7% (6/9) of patients with complete AIS (CAIS) and 13.6% (3/22) of patients with partial AIS (PAIS). A novel deletion (N858delG) leading to a premature stop codon was found in CAIS patient P1. CAIS patient P2 has a novel deletion (N2676delGAGT) resulting in a stop at codon 787. These mutations would result in inactivation of AR protein. A novel insertion of a cysteine residue in the first zinc finger of the AR DNA-binding domain (N2045_2047dupCTG) was found in CAIS patient P3. PAIS patient P4 has a novel amino acid substitution (Arg760Ser) in the AR ligand binding domain, which may impair ligand binding. Five patients were found to have previously reported AR mutations and no mutations were identified in the remaining patients

    Decision-making process in the selection of home hemodialysis treatment by adult patients with end-stage renal disease in the United Kingdom: a systematic literature review

    Get PDF
    Introduction: In the UK, the number of people diagnosed with renal disease is on the increase. As a result, there will be more people in need of renal replacement therapy (RRT). Despite the mounting evidence showing that home hemodialysis (HHD) treatment is clinical and cost-effective as well as amendable to suit patients' lifestyle, the number of patients choosing this dialysis modality is low. The aim of this study is to explore factors influencing decision-making process in the selection of HHD treatment for adult patients with end-stage renal disease in the UK. Methods: A systematic literature review methodology was utilized to review, critique, and synthesize the literature on the low uptake of HHD among adult patients. Systematic searches involving the databases Google Scholar, EMBASE, MEDLINE, PsycINFO, and CINAHL were carried out for articles published from 2008 to 2021. A search was conducted from June 1 through December 23, 2020. Eight articles met the study inclusion criteria. We followed preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses in designing the research and reporting. Results: This systematic review revealed that patient information needs, dialysis education, training and support, and patient decision-making preference were the major factors influencing decision-making of adult patients. Conclusion: Deciding over which dialysis modality to choose can be challenging for many adult patients. Dialysis education, training, and support should not stop at the predialysis stage but should continue during treatment

    Uptake of the Necrotic Serpin in Drosophila melanogaster via the Lipophorin Receptor-1

    Get PDF
    The humoral response to fungal and Gram-positive infections is regulated by the serpin-family inhibitor, Necrotic. Following immune-challenge, a proteolytic cascade is activated which signals through the Toll receptor. Toll activation results in a range of antibiotic peptides being synthesised in the fat-body and exported to the haemolymph. As with mammalian serpins, Necrotic turnover in Drosophila is rapid. This serpin is synthesised in the fat-body, but its site of degradation has been unclear. By “freezing” endocytosis with a temperature sensitive Dynamin mutation, we demonstrate that Necrotic is removed from the haemolymph in two groups of giant cells: the garland and pericardial athrocytes. Necrotic uptake responds rapidly to infection, being visibly increased after 30 mins and peaking at 6–8 hours. Co-localisation of anti-Nec with anti-AP50, Rab5, and Rab7 antibodies establishes that the serpin is processed through multi-vesicular bodies and delivered to the lysosome, where it co-localises with the ubiquitin-binding protein, HRS. Nec does not co-localise with Rab11, indicating that the serpin is not re-exported from athrocytes. Instead, mutations which block late endosome/lysosome fusion (dor, hk, and car) cause accumulation of Necrotic-positive endosomes, even in the absence of infection. Knockdown of the 6 Drosophila orthologues of the mammalian LDL receptor family with dsRNA identifies LpR1 as an enhancer of the immune response. Uptake of Necrotic from the haemolymph is blocked by a chromosomal deletion of LpR1. In conclusion, we identify the cells and the receptor molecule responsible for the uptake and degradation of the Necrotic serpin in Drosophila melanogaster. The scavenging of serpin/proteinase complexes may be a critical step in the regulation of proteolytic cascades

    Ectrodactyly and glaucoma associated with a 7q21.2-q31.2 interstitial deletion

    No full text

    Ectrodactyly and glaucoma associated with a 7q21.2-q31.2 interstitial deletion

    No full text
    • …
    corecore