27 research outputs found

    Introducing Scuba Diving for Fishermen of Pantai Kondang Merak, Malang

    Get PDF
    Pantai Kondang Merak has a biodiversity of marine resources, so that the community always depend on exploration and exploitation activities through fishing, and catch lobster, sea cucumber, abalone and some of algae with diving activities. The diving activities usually in 5-30 m depth in reef area, using air compressor that will danger their live. This compressor has long regulator hose (about 50 m), during diving process the hose will be tied in their waist with 5-7 kg lead, it similar with weight belt in SCUBA diving. The hose also has other function as keep the diver from water current drifting. This method will disrupt the air supply from compressor to mouth face and endanger the life of diver. The safety diving standard is using a SCUBA set, that has a portable air supply and clean air, unlike the air that resulted by the conventional compressor. The aim of this activity is to give safe diving method and give ecotourism skill to the fisherman in Kondang Merak, thus avoiding fisherman from decompression sickness and seek alternative livelihood during west monsoon

    BIODIVERSITY OF SCLERACTINIAN CORAL AND REEF FISH AT PAPUMA BEACH, JEMBER, EAST JAVA

    Get PDF
    ABSTRACT   Coral reef in Papuma was distributed in 3 to 20 m depth, with sand as main substrate. The coral reef was built from hard coral (scleractinian) and reef fishes. Papuma’s coral reef was interesting to be studied due to they can deal with the extreme environment such as high sand sedimentation, high wave, strong current, and anthropogenic risk. The purpose of this study was to descript distribution of hard coral and their fishes based on quantitative data in Papuma. We used Line Intercept Transect (LIT) method with 100 m long perpendicular with coast line to quantify of coral cover based on their life form. While reef fishes data was obtained using underwater visual census with 100 m long. All data was taken from 3 stasiun they were: station 1 (8°25'59.26"S 113°33'15.07"E), station 2 (8°26'0.93"S 113°33'17.53"E) and station 3 (8°26'2.02"S 113°33'20.06"E), in 3-12 m depth.  The result showed that coral reef in Papuma was dominated by branching coral (CB) from genus Montipora with coral cover 30%, while sand (SD) to be main substrate with 26.9% of coverage.  Montipora is one of genus famili Acroporidae that has faster growth than massive coral and strong branch as an adaptation strategy with strong current. In this research, we also found 137 of reef fishes that was 19% composed by indicator fish (Chaetodontidae). High number of indicator fish can represent of healthy coral reef. High coral cover coverage usually will be followed by increasing number of indicator fish. These fish were obligate corallivorous that consume coral polyp during their life. Coral reef in Papuma contained 10 types of life form and had coral cover about 39.9% in average

    PERSEPSI DAN POLA ADAPTASI MASYARAKAT TELUK POPOH TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

    Get PDF
    Perubahan iklim memberikan dampak yang besar di berbagai negara. Adapun dampak dari terjadinya perubahan iklim adalah bertambahnya intensitas kejadian cuaca ekstrim di suatu wilayah, perubahan pola hujan, serta peningkatan suhu dan permukaan air laut Dampak perubahan iklim dapat memengaruhi keadaan di daratan maupun di pesisir atau laut. Salah satu wilayah di Provinsi Jawa Timur yang terkena dampak perubahan iklim yang mengkhawatirkan adalah wilayah Teluk Popoh yang terletak di Desa Besole, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur. Kerusakan yang terjadi di perairan pantai Sidem berupa perubahan garis pantai yang disebabkan oleh bertambah tingginya permukaan air laut serta adanya aliran sungai Neyama yang langsung bermuara di pantai Sidem, Teluk Popoh. Hal lain yang disebabkan oleh perubahan garis pantai di Teluk Popoh adalah rusaknya sumberdaya alam di perairan Teluk Popoh, dimana nelayan dan masyarakat pesisir Teluk Popoh akan semakin sulit untuk mencari ikan di perairan sekitar. Untuk menghindari terjadinya dampak perubahan iklim yang berkelanjutan, maka PLTA Tulungagung yang beroperasi di wilayah pantai Sidem Teluk Popoh dan pemerintah Kabupaten Tulungagung memberikan inisiatif berupa penanaman pohon dan mangrove di wilayah Pantai Teluk Popoh. Dengan upaya mitigasi tersebut diharapkan mengurangi dampak yang diberikan oleh perubahan iklim di Teluk Popoh. Mitigasi tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya usaha adaptasi dari masyarakat sekitar Teluk Popoh. Masyarakat di Desa Besole merupakan masyarakat yang didominasi oleh para nelayan yang kehidupannya sangat bergantung pada keberadaan laut. Apabila terjadi perubahan iklim di laut, maka para nelayan dari Desa Besole perlu beradaptasi terhadap perubahaan iklim tersebut.

    Distribusi karang keras (Scleractinia) sebagai penyusun utama ekosistem terumbu karang di Gosong Karang Pakiman, Pulau Bawean

    Get PDF
    The objective of this research was to assess the condition and distribution of stony corals Scleractinian order at Karang Pakiman reef, Bawean Islands, Gresik. This research was conducted in May 2014. The biophysical conditions of coral reefs data were collected using line transect that placed on a line with the coastline, following the depth contours of the bottom waters and the geographical position was determined with GPS. The result showed that the condition of coral reefs in the study site was varied on the status of bad to good. Scleractinian coral in Karang Pakiman, Bawean spread over reef flat, reef crest, and reef slope zones. The main component of the coral reef at Karang Pakiman was Acroporidae, Faviidae, and Poritidae, while Poritidae and Faviidae family which were dominated by the coral massive (CM) life form and to be a constituent of coral reef ecosystems in the study site. The Diversity Index (H') was 1.72; Evenness Index (E) was 0.58, and Dominance Index (C) was 0.62. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi dan distribusi karang keras Ordo Scleractinia di gosong Karang Pakiman, Pulau Bawean, Gresik. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei 2014 di perairan Pulau Bawean, Gresik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei / deskriptif. Materi penelitian adalah karang keras yang diidentifikasi sampai tingkat spesies. Pengumpulan data kondisi bio – fisik terumbu karang dilakukan dengan menggunakan transek garis dan transek kuadran yang diletakkan sejajar garis pantai, mengikuti kontur dasar perairan. Posisi geografis penelitian ditentukan dengan GPS. Hasil analisis memperlihatkan kondisi terumbu karang di lokasi penelitian berada pada status buruk sampai dengan baik. Karang keras di gosong Karang Pakiman, Pulau Bawean tersebar pada zona reef flat, reef crest, dan reef slope. Penyusun utama ekosistem terumbu karang pada lokasi penelitian terdiri dari 3 famili, yaitu Acroporidae, Faviidae, dan Poritidae. Life form CM yang didominasi oleh famili Poritidae dan Faviidae merupakan bentuk pertumbuhan utama karang keras penyusun ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian. Nilai H’ adalah 1,72; nilai E adalah 0,58 dan nilai C adalah 0,62.

    Tutupan makroalga pada terumbu karang di kawasan konservasi perairan (KKP) Nusa Penida, Bali

    Get PDF
    The interaction between algae and coral is one of the most important of ecological processes in coral reef ecosystems. They are one of the main food sources in a large number of herbivorous animals in coral reef ecosystems. Makroalgae is also a major competitor in degrading coral reefs at a time when macroalgae gains dominate the coral reefs. Algae growth is relatively very fast, so it can be used as an indicator in the initial study to determine the processes that affect populations and coral reef communities. The purpose of this study is to determine the distribution of macroalgae cover on coral reefs in the Nusa Penida, Bali using the transect quadrant (1x1m2)x 100m method. This study shows that the lowest macroalgae cover at Crystal Bay and the highest in Buyuk can be concluded that the high macroalgae cover is made possible by the large supply of nutrients from the land which becomes the supplier of organic materials that increases the fertility of waters, meanwhile in the waters close to the high seas obtain additional nutrients derived from the lifting of the water mass (upwelling). Data and information are needed for the interest of regional planning towards the future related to the management and utilization of marine resources potential in the coastal area in Nusa Penida, Bali.Interaksi antara alga dan karang merupakan hal terpenting dari proses ekologi pada ekosistem terumbu karang. Mereka merupakan salah satu sumber produsen primer pada sejumlah besar hewan herbivora pada ekosistem terumbu karang. Makroalga juga menjadi pesaing utama dalam mendegradasi terumbu karang pada saat kelimpahaan makroalga mendominasi terhadap terumbu karang. Pertumbuhan alga tergolong sangat cepat, sehingga dapat digunakan sebagai indikator dalam studi awal untuk mengetahui proses yang mempengaruhi populasi dan komunitas terumbu karang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sebaran tutupan makroalga pada terumbu karang di daerah utama wisata penyelaman Nusa Penida, Bali dengan menggunakan metode transek kuadran dengan ukuran (1x1m2) x 100 m. Penelitian ini menunjukan bahwa tutupan makroalga terendah pada Crystal Bay dan tertinggi di Buyuk dapat ditarik kesimpulan jika tingginya tutupan makroalga dimungkinkan oleh besarnya suplai nutrien daratan yang menjadi pensuplai bahan organik yang meningkatkan kesuburan perairan. Sedangkan pada  perairan yang dekat dengan laut lepas mendapat tambahan nutrien yang berasal dari pengangkatan massa air (upwelling). Data dan informasi ini diperlukan untuk kepentingan perencanaan pengembangan wilayah ke depannya yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya laut di wilayah pesisir di Nusa Penida, Bali

    IDENTIFIKASI ORGANISME KOMPETITOR TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PANTAI PUTRI MENJANGAN, BULELENG, BALI

    Get PDF
    Terumbu karang memiliki fungsi yang sangat penting didalam menunjang aktivitas di wilayah pesisir. Keberadan terumbu karang di alam saat ini mulai mengalami kerusakan, karusakan yang terjadi bersumber dari beberapa faktor diantaranya faktor antropogenik dan faktor alam. Kerusakan yang di timbulkan dari faktor alam diantaranya oleh pemangsaan beberapa spesies, proses bioerosi dan proses kompetitor. Kompetitor merupakan suatu organisme yang dapat mengangu keseimbangan hidup organisme lainya. Penelitin mengenai kompetitor terumbu karang dilakukan dengan metode transek kuadran dan reef check megabenthos yang dilakukan di dua stasiun penelitian yang telah ditentukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa organisme kompetitor terumbu karang di perairan Pantai Putri Menjangan diantaranya adalah makro alaga, crown of thorns fish dan drupella.IDENTIFICATION OF CORAL REEF COMPETITORS ORGANISM IN PUTRI MENJANGAN WATERS, BULELENG, BALIABSTRACTCoral reef have very important function for supporting activity in coastal areas. Recently the existence of coral has been degraded and faced threat from bath of antropogenics and natural factor. Predation, bioerosion and competitor among sessil organism has been to be the most lichtiest problem that really direct impact on coral reef. Data has been take by using of quadrant transect and reef check megabenthos metod in two research stations. The results showed that the organism competitors coral reefs in the waters of Putri Menjangan include macro algae, crown of thorns fish and Drupella.Keywords: Coral reef degradation, makro algae, crown of thorns fish, drupella</p

    Melihat Kondisi Kesetimbangan Ekologi Terumbu Karang di Pulau Sempu, Malang Menggunakan Pendekatan Luasan Koloni Karang Keras (Scleractinia)

    Get PDF
    ABSTRAK Pulau Sempu adalah satu-satunya cagar alam yang berada di Kabupaten Malang yang memiliki terumbu karang dengan luasan kurang dari 10 ha yang mampu bertahan dari banyaknya ancaman yang berpotensi merusaknya. Faktor lingkungan secara alamiah telah menyeleksi keanekaragaman diwilayah perairan P. Sempu, yakni hanya 9 life form karang keras yang berperan sebagai penyangga ekosistem terumbu karang di wilayah ini. Mengetahui distribusi ukuran koloni karang sama pentingnya mengetahui umur koloni karang keras untuk melihat kondisi ekosistem terumbu karang pada suatu perairan. Klas frekuensi koloni karang keras akan memberikan informasi mengenai kemampuan kompetisi, masa pubersitas dan tentu kemampuan regenerasi. Pengambilan data luasan karang dilakukan di 4 stasium (Watu Mejo 1, Watu Mejo 2, Teluk Semut 1 dan Teluk Semut 2) menggunakan kuadrat transek 1 x 1 m sepanjang 50 m pada kedalaman 5m. Berdasarkan penelitian didapatkan luasan total tertinggi pada Acropora Branching (ACB) adalah 145.811,67 cm2 dan terenda pada karang jamur (CMR) 414,35 cm2. Life form karang dapat dijadikan rujukan awal menilai kesehatan ekosistem terumbu karang. Dominan karang dengan life form massive dapat diartikan kawasan tersebut memiliki kondisi lingkungan yang penuh tekanan semisal sedimentasi tinggi, arus kuat maupun sering terekspos udara. Ukuran karang di P. Sempu rerata menunjukkan > 5 cm2 yang berarti sudah dewasa dan mampu melakukan reproduksi, sedangkan rekruitmen sangat rendah dengan indikasi sedikitnya jumlah luasan karang kurang dari 4 cm2. Kata kunci: cagar alam, bentuk pertumbuhan, reproduksi, konservasi, karang keras ABSTRACT The abundance of coral reef in Sempu Island nature reserve was under 10 ha, in which they were a winner from environment and human threats. The environment has big role to select scleractinian coral in this area that resulted 9 coral life form as the main foundation of coral reef in Sempu nature reserve area. Knowing the coral size distribution as important to know of coral age in term determining the health of coral reef ecosystem. Class frequency of colony size gave the key information of coral competition, puberty and regeneration ability. We choose 4 station (Watu Mejo 1, Watu Mejo 2, Teluk Semut 1 dan Teluk Semut 2) to take data. Data colony size was taken by 1 x1 m quadrat along 50 m in 5 m depth. The highest colony size was Acropora branching (ACB) about 145,811.67 cm2 and the lowest one was mushroom coral (CMR) about 414.35 cm2. Life form of coral can be early detection of coral reef health. Dominance of massive coral means the coral reef under the high sedimentation, strong current or exposed by air frequently. The coral colony size in Sempu nature reserve showed > 5 cm2 that indicate they were in maturity and have capability for reproduction but the coral recruitment was very low due to few number of coral has less than 4 cm2 in colony size. Keywords: nature reserve, life form, reproduction, conservation, coral Citation: Luthfi, O.M., Rahmadita, V.L., dan Setyohadi, D. (2018). Melihat Kondisi Kesetimbangan Ekologi Terumbu Karang di Pulau Sempu, Malang Menggunakan Pendekatan Luasan Koloni Karang Keras (Scleractinia). Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 1-8, doi:10.14710/jil.16.1.1-

    Kualitas Air Pada Ekosistem Terumbu Karang Di Selat Sempu, Sendang Biru, Malang

    Get PDF
    Perairan Selat Sempu yang terletak di Kabupaten Malang diketahui dalam kondisi tertekan, baik secara alamiah maupun karena faktor anthropogenic. Salah satu faktor alamiah yaitu adanya sedimentasi diikuti dengan jumlah nutrien yang berlebih yang berasal dari pegunungan diatasnya dan perairan Selat Sempu masih terpengaruh oleh adanya South Java Current yang mengakibatkan pengadukan sedimen dasar perairan. Faktor anthropogenic yang terdapat di Selat Sempu yaitu adanya pembangunan Pelabuhan Perikanan Nusantara, kegiatan masyarakat sekitar, dan aktivitas pariwisata yang tidak dikelola secara terpadu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perairan di ekosistem terumbu karang di perairan Selat Sempu. Pengambilan data parameter dilakukan dengan cara in-situ yang meliputi pengukuran kedalaman, temperatur, konduktivitas, salinitas, turbiditas, pH dan DO, selanjutnya pengolahan data sebaran kualitas air menggunakan program surfer. Hasil pengukuran rata-rata kualitas air diperoleh temperatur berkisar antara 26,92 – 27,06°C, konduktivitas 53,99 – 54,13 mS/cm, salinitas 33,64 – 33,95 PSU, turbiditas 0,54 – 1,43 NTU, pH 9,03 – 9,07 dan DO 8,36 – 8,71 mg/L.. Kualitas air menunjukkan masih dalam batasan normal untuk kehidupan terumbu karang. Apabila kondisi yang sudah baik ini tidak dijaga bisa jadi kondisi perairan akan berubah dan dapat mengancam kehidupan ekosistem terumbu karang di Selat Sempu di masa yang akan datang
    corecore