29 research outputs found

    Isu Syiah Sesat di Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang; Studi Atas Pandangan Akademisi Dalam Upaya Deradikalisasi Faham Keagamaan

    Get PDF
    The background to this article is due to the issue of heretical sects against Shia teachings in the view of lecturers or academics at Islamic Religious Colleges (PTKI), including at Raden Fatah State Islamic University (UIN) Palembang. It is feared that the issue of heretical sects will lead to intolerance and radical thinking, such as making statements "infidel" or "heretical" to fellow Muslims. The purpose of this study is to get an overview from academics at UIN Raden Fatah about their views on Shia ideology or sects and to relate it to efforts to deradicalize religious views among the dpsen. The type of this research is a qualitative research. The results of this study indicate that as an academic, the views of UIN Raden Fatah lecturers do not see that all Shia teachings are heretical; except Shia Hullat who are extreme. They even agree that Shia teachings are studied scientifically either in class or in an open discussion to gain an objective and balanced understanding

    Kritik Sayyid Utsman Bin Yahya Terhadap Gerakan Pembaharuan Islam Di Indonesia : Studi Sejarah Islam Di Indonesia Abad 19 Dan Awal Abad 20

    Full text link
    Kritik Sayyid Utsman terhadap pemikiran pembaharuan Islam merupakan salah satu bentuk kontroversi Sayyid Utsman yang sangat mengemuka. Ia mengkritik pemikiran dan ide-ide pembaharuan Islam khususnya pada awal abad 20 dan menganggapnya sebagai ajaran sesat dan menyalahi syariat Islam. Sebagai seorang mufti sekaligus penasehat pemerintah Hindia Belanda, kritiknya terhadap Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha menjadi salah satu poin penting untuk melihat lebih jelas keterlibatan Sayyid Utsman dalam sejarah sosial intelektual Islam di Indonesia pada awal abad 20. Kritik Sayyid Utsman terdapat dalam sejumlah besar karyanya. Ia setidaknya menulis tujuh buah buku yang berhubungan dengan pembaharuan Islam. Kritiknya bukan saja diarahkan kepada ide dan pemikiran pembaharuan, tetapi juga kepada tokoh-tokohnya; Afghani, Abduh dan Rasyid Ridha. Sayang, dalam buku-buku tersebut, kita tidak mendapatkan banyak informasi bagaimana awal pembaharuan Islam di Indonesia menemukan momentumnya dalam sejarah sosial intelektual Islam di Indonesia. Kritik Sayyid Utsman terhadap pemikiran Islam di Indonesia dapat dilihat dari dua kasus; tentang reinterpretasi al-Quran dan terbukanya pintu ijtihad. Dalam dua kasus ini, Sayyid Utsman menganggap bahwa gerakan pembaharuan Islam dianggap menyalahi ketentuan yang sudah dibuat oleh para ulama sebelumnya. Apalagi secara teknis, kemampuan untuk menafsirkan al-Quran dan melakukan ijtihad memerlukan persyaratan khusus yang tidak mungkin mampu dimiliki oleh masyarakat Islam saat itu. Dari sisi ini, kita bisa melihat bahwa kritik Sayyid Utsman lebih bersifat formalitas; yang memang sesuai dengan kedudukannya sebagai mufti

    METODOLOGI PENAFSIRAN AYAT-AYAT ANTROPOMORFISME

    Get PDF
    Ayat-ayat antropomorfisme adalah ayat-ayat yang bila dipahami secara literal akan memberikan kesan bahwa tuhan adalah sosok yang memiliki tubuh, tersusun dari organ-organ dan mempunyai sifat-sifat yang sama dengan makhluk. Di antara para ulama yang mencoba memahami dan menjelaskan maksud dari ayat-ayat tersebut adalah Wahbah al-Zuhaili. Ia adalah seorang ulama kontemporer yang dikenal sebagai pakar hukum Islam dan tafsir. Metode penelitian yang dipakai untuk merampungkan karya tulis ini ialah metode deskriptif-analisis.Hasil dari penelitian ini adalah Wahbah al-Zuhaili cenderung lebih banyak menggunakan makna takwil untuk menjelaskan maksud dari ayat-ayat antropomorfisme tersebut agar lebih mudah dipahami oleh orang-orang awam serta menghindarkan mereka dari paham yang menyamakan Allah dengan makhluk (musyabbihah)

    Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia Abad 19 dari Ortodoksi ke Politisasi

    Get PDF
    Setidaknya ada beberapa hal penting dalam tulisan ini; pertama, perkembangan tarekat Naqsabandiyah pada abad 19 terjadi secara luas. Tidak hanya di Indonesia tetapi di hampir seluruh wilayah muslim. Hal ini disebabkan karena dominasi faham wujudiyah (tasawuf falsafi) yang melekat pada tarekat Syattariyah mulai ditinggalkan oleh masyarakat muslim akibat serangan gencar kaum tradisionalis (tasawuf sunni). Proses peralihan dalam kurun ini menyebabkan tarekat Naqsabandiyah menjadi diminati. Kedua, kritik pedas kaum tradisionalis juga dilakukan oleh para ulama fikih kepada bid’ah tarekat. Kesesuaian dengan al-Quran dan sunnah seperti yang menjadi landasan tasawuf sunni akhirnya membuat tarekat Naqsabandiyah (dan terekat non faham wujudiyah) diminati oleh masyarakat muslim. Ketiga, kekhawatiran pemerintah kolonial Belanda terhadap tarekat, terutama Naqsabandiyah saat itu, diarahkan kepada tarekat dalam arti politik, termasuk di dalamnya gerakan Pan-Islamisme. Tetapi sepanjang tidak berpolitik, pihak konial tidak membatasi tarekat.At least there are some important things in this article; First, the development of widespread Naqsabandiyah congregation in the 19th century. It happens not only in Indonesia but also in almost all Muslim lands. This is due to the dominance of ideology Wujudiyah (Sufism philosophical) attached to Syattariyah congregation begins to be abandoned by the Muslim community as a result of the onslaught of the traditionalists (Sufism of Sunni). The process of transition in this period leads Naqsabandiyah to be desirable. Second, harsh criticism of the traditionalists is also done by the jurists to heretical congregation. Compliance with the Quran and the Sunnah as the basis of Sufism Sunni finally made Naqsabandiyah congregation (and congregation of non wujudiyah’s thought) demand by the Muslim community. Thirdly, the Dutch colonial government fears the congregation, especially Naqsabandiyah. Then, it is directed to the congregation in a political sense, including the movement of Pan-Islamism. But as long as there are no politics, colonial party does not restrict the congregation

    KRITIK SAYYID UTSMAN BIN YAHYA TERHADAP GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA : Studi Sejarah Islam di Indonesia Abad 19 dan Awal Abad 20

    Get PDF
    Kritik Sayyid Utsman terhadap pemikiran pembaharuan Islam merupakan salah satu bentuk kontroversi Sayyid Utsman yang sangat mengemuka. Ia mengkritik pemikiran dan ide-ide pembaharuan Islam khususnya pada awal abad 20 dan menganggapnya sebagai ajaran sesat dan menyalahi syariat Islam. Sebagai seorang mufti sekaligus penasehat pemerintah Hindia Belanda, kritiknya terhadap Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha menjadi salah satu poin penting untuk melihat lebih jelas keterlibatan Sayyid Utsman dalam sejarah sosial intelektual Islam di Indonesia pada awal abad 20. Kritik Sayyid Utsman terdapat dalam sejumlah besar karyanya. Ia setidaknya menulis tujuh buah buku yang berhubungan dengan pembaharuan Islam. Kritiknya bukan saja diarahkan kepada ide dan pemikiran pembaharuan, tetapi juga kepada tokoh-tokohnya; Afghani, Abduh dan Rasyid Ridha. Sayang, dalam buku-buku tersebut, kita tidak mendapatkan banyak informasi bagaimana awal pembaharuan Islam di Indonesia menemukan momentumnya dalam sejarah sosial intelektual Islam di Indonesia. Kritik Sayyid Utsman terhadap pemikiran Islam di Indonesia dapat dilihat dari dua kasus; tentang reinterpretasi al-Quran dan terbukanya pintu ijtihad. Dalam dua kasus ini, Sayyid Utsman menganggap bahwa gerakan pembaharuan Islam dianggap menyalahi ketentuan yang sudah dibuat oleh para ulama sebelumnya. Apalagi secara  teknis, kemampuan untuk menafsirkan al-Quran dan melakukan ijtihad memerlukan persyaratan khusus yang tidak mungkin mampu dimiliki oleh masyarakat Islam saat itu. Dari sisi ini, kita bisa melihat bahwa kritik Sayyid Utsman lebih bersifat formalitas; yang memang sesuai dengan kedudukannya sebagai mufti

    Kritik Sayyid Utsman bin Yahya terhadap Pemikiran Pembaharuan Islam: Studi Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia

    Get PDF
    Penelitian ini mengkaji tentang penolakan Sayyid Utsman terhadap ide-ide pembaharuan seperti penafsiran kembali (reinterpretasi) al-Qur’an, penerjemahan al-Qur’an dan membuka pintu ijtihad dilakukan untuk menyelamatkan umat Islam dari bid’ah dan kerancuan pemahaman (ghurur) dalam agama. Sebagai seorang mufti, Sayyid Utsman merasa berhak memberikan peringatan kepada masyarakat akan bahaya ide dan pemikiran kaum pembaharu. Jadi di sini, terlihat perhatian Sayyid Utsman untuk menjaga akidah dan sistem kepercayaan masyarakat Islam di Indonesia berdasarkan akidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah.  Sedangkan kritik Sayyid Utsman terhadap gerakan pembaharuan, belum menyinggung sejarah pembaharuan Islam di Indonesia. Hal ini bisa dimengerti, sebab sampai masa Sayyid Utsman, gerakan pembaharuan di Indonesia belum bersifat gerakan, tapi hanya sebatas ide. Dari penjelasan ini juga dapat dilihat bahwa saluran majalah pembaharuan dan media komunikasi pada saat itu belum menyebar secara luas di tengah masyarakat.This research investigated about the rejection of Syed Othman toward the renewal ideas as reinterpretation of the Koran. The translation of the Koran and opened the gate of ijtihad were done to save the Muslims from heresy and confusion of understanding (ghurur) in religion. As a mufti, Sayyed Osman felt entitled to give warnings to the public about the dangers of ideas and thoughts of the reformer. So here, visible attention of Sayyed Osman to keep faith and belief system of the Islamic community in Indonesia was based on the creed Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Namely criticism of Sayyed Osman toward the renewal movement had not touched the history of Islamic renewal in Indonesia. This was understandable because at Syed Othman era the renewal movement in Indonesia was not yet a movement, but it was only limited ideas. From this explanation could also be seen that the renewal of the magazine channels and communication media at the time was not yet spread widely in society

    Zikir Ratib Haddad: Studi Penyebaran Tarekat Haddadiyah di Kota Palembang

    Get PDF
    Penelitian ini dilatarbelakangi adanya fenomena menarik terkait maraknya pembacaan zikir Ratib Haddad di kota Palembang. Sebagaimana diketahui, zikir Ratib Haddad merupakan zikir para penganut tarekat Haddadiyah yang kebanyakan justru dianut masyarakat keturunan Arab Hadramaut. Studi ini menggunakan pendekatan fenomenologis untuk melihat bagaimana zikir ini dibaca dan menjadi gambaran penyebaran tarekat Haddadiyah di Palembang. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa maraknya pembacaan zikr Ratib Haddad di kota Palembang tidak dapat dilepaskan dari peran Syekh Ali Umar Thoyyib dan para muridnya yang tergabung dalam majelis zikir al-Awwabien. Tetapi maraknya pembacaan zikir ini tidak menunjukkan bahwa tarekat haddadiyah dianut masyarakat Palembang; sebab zikir Ratib Haddad lebih dianggap sebagai zikir umum yang pembacaannya boleh dilakukan oleh siapa saja

    ZIKIR MAHASANTRI MA’HAD AL-JAMI’AH UIN RADEN FATAH PALEMBANG DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU TAREKAT

    Get PDF
    Penelitian  ini mengkaji tentang zikir mahasantri Ma’had al-Jami’ah UIN Raden Fatah Palembang yang ditinjau dari perspektif ilmu tarekat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya ritual zikir yang dilaksanakan oleh mahasantri di Ma’had al-Jami’ah UIN Raden Fatah Palembang yang ketika diamati zikir ini memiliki kesamaan dengan ajaran tasawuf dan beberapa tarekat, baik dari segi adab, bacaan, gerakan, nada dan intonasi. Maka dari itu penulis ingin menganalisis zikir mahasantri Ma’had al-Jami’ah UIN Raden Fatah ditinjau dari perspektif ilmu tarekat. Dalam Penelitian ini penyusun menggunakan analisis fenomenologi yang berarti mengamati fenomena-fenomena yang terjadi pada saat penelitian berlangsung. Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa zikir yang dilaksanakan oleh mahasantri Ma’had al-Jami’ah UIN Raden Fatah Palembang memiliki tujuan yang sama dengan tujuan zikir pada ajaran tasawuf yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan dari sisi bacaan, zikir yang dilakukan Mahasantri Ma’had al-Jami’ah sebagian besar memiliki kesamaan dengan bacaan zikir pada tarekat Naqsabandiyah, tetapi dari sisi adab zikir nya lebih kepada adab zikir ajaran Syekh Abdus Shamad al-Palimbani, namun nada dan intonasi zikir yang terdapat dalam zikir ini sebagian memiliki kesamaan dengan nada dan intonasi zikir pada ajaran tarekat Sammaniyah. Sedangkan gerakan zikirnya mengikuti gerakan zikir dari ajaran Syekh Abdus Shamad al-Palimbani. Hal ini dikarenakan imam zikir tersebut yaitu Bapak Munir merupakan pengikut dua aliran tarekat yaitu tarekat Naqsabandiyah dan tarekat Sammaniyah

    Cultural Representation of the Traditional Housing in Melayu Jambi Local Culture

    Get PDF
    The study examines the relationship of architecture, conservation and tourism in representing a cultural character. The study in particular assesses a building code which is the product of a collaborative government strategy between tourism planning and cultural conservations. The research directive study focus on approach in tourism planning and regulation in maintaining cultural representation. Study using a case study of Jambi, evaluates of legally binding guidelines in maintaining traditional architecture and investigates how local values are resilient to the vernacular identity. The study indicates that in Jambi there is an emerging transformation towards the commercialization of local cultural products as potential tourism attractions and modernity effects. The study also provides a significant example of how to reach a desirable strategy of conservation, where a pragmatic approach can be complementary to the cognitive framework of local cultures and beliefs
    corecore